Professional Documents
Culture Documents
A.
Pengertian Nifas
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai
dan berkahir setelah kira-kira 6 minggu (Kapita Selekta Kedokteran,2001).
Masa puerpenium (nipas) adalah masa setelah partus selesai dan
berakhir kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih
kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Ilmu
Kebidanan,2007).
Jadi masa nifas adalah masa setelah melahirkan sampai alat
kandungan kembali seperti semula atau seperti sebelum hamil.
B.
C.
Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap
c.
d.
e.
f.
g.
Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi
yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
System endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan
hormone hormone yang diproduksi oleh organ tersebut. Kadar
estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta
keluar, kadar terendahnya tercapai kira kira satu minggu
pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai
meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi
dari pada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke 17 (bowes ,
1991). Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa
hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai
minggu keenam setelah melahirkan (Bowes, 1991). Kadar prolaktin
serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali
menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
System perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang
tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan
penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian
menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum.
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira kira 2 sampai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal
kembali kekeadaan sebelum hamil. (Cunningham, dkk; 1993) pada
sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama
tiga bulan.
System gastrointestinal
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengkonsumsi makan makanan ringan. penurunan tonus dan
mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat
setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal.
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan.
System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal hal yang membantu relaksasi dan
hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran
rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke 8
setelah wanita melahirkan.
System integument
Kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya
menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan
Definisi
Pre-eklamsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan,
terjadi setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan hipertensi dan protein
uria dan dapat juga diserta dengan udema. Hipertensi di sini adalah tekanan
darah 140/90 mmHgatau lebih, atau sutu kenaikan tekanan sistolik sebesar
30mmHg atau lebih (jika diketahui tingkat yang biasa), atau kenaikan
tekanan darah diastolic sebesar 15 mmHg atau lebih (jika diketahui tingkat
yang biasa). Protein uria dalam preeklamsia adalah konsentrasi protein
sebesar 0,3 g/l atau lebih pada sedikitnya 2 spesimen urin yang di ambil
secara acak dan pada selang waktu 6 jam atau lebih. Edema biasa terjadi
pada kehamilan normal, sehingga edema bukanlah tanda pre-eklampsia
yang dapat dipercaya kecuali jika edema juga mulai terjadi pada tangan dan
wajah, serta Kenaikan berat badan yangmendadk sebanyak 1 kg atay kebih
dalam seminggu (atau 3 kg dalam sebulan) adalah indikasi pre-eklampsia
(kenaikan berat badan normal sekitar 0,5 kg per minggu). (Anonim, 2007).
Sedangkan PEB (Pre-eklampsia berat) adalah pre-eklampsia yang
berlabihan yang terjadi secara mendadak. Wanita dapat dengan cepat
mengalami eklampsia. Hal ini merupakan kedaruratan obstertik dan
penatalaksanaannya harus segera dimulai.
Pre-eklamsi berat terjadi apabila :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Tekanan darah 160/110 atau lebih.diukur 2x dengan antara sekurangkurangnya 6 jam dan pasien istirahat.
Proteinuria 5 gr atau lebih/24 jam.
Olyguri 400 cc atau lebih/ 24 jam.
Gangguan cerebral /penglihatan
Oedema paru / cyanosis
Sakit kepala hebat
Mengantuk
Konfensi mental
Gangguan penglihatan (seperti pandangan kabur, kilatan cahaya)
Nyeri epigastrium
Mual dan muntah (Musalli, 2007).
E.
F.
Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut penyakit
teori;
namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia
plasenta.
Klasifikasi
Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
1.
Preeklamsi Ringan :
a.
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada
posisi berbaring terlentang, atau kenaikan diastolic 15 mmHg
atau lebih, kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, dan sebaiknya 6 jam.
b.
Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB
meningkat)
c.
Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan
kuwalitatif 1+ & 2+ pada urine kateter atau midstream.
2.
Preeklamsi Berat
a.
TD 160/110 mmHg atau lebih
b.
Proteinuria 5gr atau lebih perliter
c.
Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
d.
e.
H.
Manifestasi Klinis
1.
Penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali.
2.
Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari
tangan dan muka.
3.
Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
4.
TD > 140/90 mmHg atau Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
Diastolik>15 mmHg tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85
mmHg patut di curigai sebagai preeklamsi
5.
Proteinuria Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau
pemeriksaan kuwalitatif +1 / +2. Kadar protein > 1 g/l dalam urine
yang di keluarkan dengan kateter atau urine porsi tengah, di ambil 2
kali dalam waktu 6 jam.
I.
Komplikasi
Tergantung derajat pre-eklampsianya, yang termasuk komplikasi
antara lain atonia uteri (uterus couvelaire), sindrom HELLP (Haemolysis
Elevated Liver Enzymes, Low Platelet Cown), ablasi retina, KID (Koagulasi
Intra Vaskular Diseminata), gagal ginjal, perdarahan otal, oedem paru, gagal
jantung, syok dan kematian. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
akut kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin
terhambat dan prematuritas.
J.
Patofisiologi
Pada preeklampsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit, dimana perubahan pokok pada preeklampsi
yaitu mengalami spasme pembuluh darah perlu adanya kompensasi
hipertensi ( suatu usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifir agar
oksigenasi jaringan tercukupi). Dengan adanya spasme pembuluh darah
menyebabkan perubahan perubahan ke organ antara lain :
a.
Otak .
b.
c.
d.
e.
f.
K.
Penatalaksanaan PEB
1.
Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
a.
Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
b.
Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
c.
Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta,
pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
d.
Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat
sesegera mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui
2.
3.
bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan
ditunda lebih lama.
Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
a.
Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun
janin
b.
Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat
lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat
terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
c.
Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam
pada siang hari dan minimal 8 jam pada malam hari)
d.
Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
e.
Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
f.
Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan
diberi obat antihipertensi : metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500
mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard
2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30
mg/hari).
g.
Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
h.
Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan,
periksa tiap 1 minggu
i.
Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak
turun setelah 2 minggu rawat jalan, peningkatan berat badan
melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien
menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga
obat antihipertensi.
j.
Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana
sebagai pre-eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat
jalan
k.
Pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu,
kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin,
solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya.
Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
l.
Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan
spontan, atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala
ii.
Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti :
kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan
medisinal. Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama
dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap pemantauan janin
dengan klinis, USG, kardiotokografi.
a.
Penanganan aktif.
Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik,
dilakukan penanganan konservatif.Medisinal : sama dengan
pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah
mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam
waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus
M.
d.
3.
Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi
spinal epidural.
e.
Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena
trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia,
nyeri tekan uterus mungkin ada.
f.
Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g.
Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h.
Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea)
b.
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan /
luka kering bekas operasi
c.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post
operasi
d.
Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan
anestesi dan pembedahan
e.
Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
Risiko tinggi
terhadap
infeksi
berhubungan
dengan
Setelah
diberikan
asuhan keperawatan
selama x 24 jam
diharapkan
klien
tidak
mengalami
Intervensi
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri
meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan
(misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan
untuk berkomunikasi secara efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup
(ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi,
perasaan, dan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi
progresif, latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan
terapeutik.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat
mempengaruhi
respon
pasien
terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika
perlu.
1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada
sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor,
fungsio laesa)
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat /
trauma
jaringan / luka
bekas operasi
(SC)
Ansietas
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
tentang
prosedur
pembedahan,
penyembuhan,
dan perawatan
post operasi
infeksi
dengan
kriteria hasil :
Tidak terjadi tanda tanda infeksi (kalor,
rubor, dolor, tumor,
fungsio laesea)
Suhu dan nadi dalam
batas normal ( suhu =
36,5
-37,50
C,
frekuensi nadi = 60 100x/ menit)
WBC dalam batas
normal (4,10-10,9 10^3
/ uL)
Setelah
diberikan
asuhan keperawatan
selama x 6 jam
diharapkan ansietas
klien
berkurang
dengan
kriteria
hasil :
Klien terlihat lebih
tenang
dan
tidak
gelisah
Klien mengungkapkan
bahwa
ansietasnya
berkurang
masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara
verbal
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta :
EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.