Professional Documents
Culture Documents
A. DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir
dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan,
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin
Inayah, 2004).
B. KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas.
Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada
satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui
biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik
atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik,
Laennecs cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi,
terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut
dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu.
Terjadi
akibat
obstruksi
bilier
yang
kronis
dan
infeksi
(kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris
dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan
demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran
empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
C. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab
yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati,
apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah
penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk
terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel
hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya sirosis hati.
D. ANATOMI DAN FUNGSI HATI
1. ANATOMI HATI
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di
bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada
kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh
fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar
dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus,
dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan
dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari
lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan
oksigen.
Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:
makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan glukosa,
konjugasi.
Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo endothelial.
Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
Membentuk a-globulin dan immune bodies
Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau makromolekuler.
a.
cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis hati
adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah
muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik
yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama
koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital
terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma
hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara
langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites,
karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan
dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya
hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan
kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple
kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis,
kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya
adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada
penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4
meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen
empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah
menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang kadang dalam
bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru
akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya
trombositopeni.
radiologi
yang
sering
dimanfaatkan
ialah,:
pemeriksaan
fototoraks,
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila
ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila
proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein
(80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein
dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit
demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi
kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral
dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang
cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak
hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai
cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan data yang
meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan
chirrosis hepatis :
1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker
(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau tidak ada
bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah, Penurunan
berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema umum pada jaringan, Kulit
kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental, perubahan
mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku berhatihati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru terbatas
(asites), Hipoksia
8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis
3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang terganggu
5.
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan
gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta nyeri tekan
dan asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9.
Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan
kadar ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks
akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks
C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
NOC
Keperawatan
Intoleransi
Tujuan:
aktivitas
berhubungan
dengan
kelelahan dan
penurunan
berat badan
Rencana Keperawatan
NIC
Rasional
Memberikan kalori
bagi tenaga dan
protein bagi proses
penyembuhan.
Memberikan nutrien
tambahan.
Menghemat tenaga
pasien sambil
mendorong pasien
untuk melakukan
latihan dalam batas
toleransi pasien.
Memperbaiki
perasaan sehat
secara umum dan
percaya diri
Perubahan
suhu
Tujuan:
tubuh:
hipertermia
berhubungan
dengan proses
inflamasi pada
sirosis
Gangguan
Tujuan:
1.
2.
integritas kulit dan
berhubungan
proteksi
dengan
yang
pembentukan
edema.
jaringan
3.
mengalami
4.
edema.
Kriteria Hasil:
Memperlihatkan
turgor kulit yang
5.
normal
pada
ekstremitas
dan
batang tubun.
6.
Tidak
memperlihatkan
luka pada kulit.
Memperlihatkan
jaringan
yang
normal
tanpa
Memberikan dasar
untuk deteksi hati
dan evaluasi
intervensi.
Memperbaiki
kehilangan cairan
akibat perspirasi
serta febris dan
meningkatkan
tingkat kenyamanan
pasien.
Menurunkan panas
melalui proses
konduksi serta
evaporasi, dan
meningkatkan
tingkat kenyaman
pasien.
4. Meningkatkan
konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.
Batasi natrium seperti 1. Meminimalkan
yang diresepkan.
pembentukan
Berikan perhatian dan edema.
perawatan yang cermat2. Jaringan dan kulit
pada kulit.
yang edematus
Balik dan ubah posisi
mengganggu suplai
pasien dengan sering.
nutrien dan sangat
Timbang berat badan
rentan terhadap
dan catat asupan serta
tekanan serta
haluaran cairan setiap
trauma.
hari.
3. Meminimalkan
Lakukan latihan gerak tekanan yang lama
secara pasif, tinggikan dan meningkatkan
ekstremitas edematus. mobilisasi edema.
Letakkan bantalan
4. Memungkinkan
busa yang kecil
perkiraan status
dibawah tumit,
cairan dan
maleolus dan tonjolan pemantauan
tulang lainnya.
terhadap adanya
retensi serta
kehilangan cairan
gejala
eritema,
perubahan warna
atau peningkatan
suhu di daerah
tonjolan tulang.
Mengubah posisi
dengan sering.
Gangguan
integritas kulit
berhubungan
dengan ikterus
dan
status
imunologi
yang
terganggu
Perubahan
status
nutrisi,
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
anoreksia dan
gangguan
gastrointestina
l.
dalam diet.
7. Berikan obat yang
kalori kosong dan
Bertambah berat diresepkan untuk
menghindari iritasi
mengatasi mual,
lambung oleh
tanpa
muntah, diare atau
alkohol.
memperlihatkan
konstipasi.
5. Mengurangi citarasa
penambahan
yang tidak enak dan
edema
dan8. Motivasi peningkatan
asupan cairan dan
merangsang selera
pembentukan
latihan jika pasien
makan.
asites.
Mengenali dasar melaporkan konstipasi.6. Dapat mengurangi
9. Amati gejala yang
frekuensi mual.
pemikiran
mengapa
pasien membuktikan adanya 7. Mengurangi gejala
gastrointestinal dan
harus
makan perdarahan
perasaan tidak enak
sedikit-sedikit tapi gastrointestinal.
pada perut yang
sering.
mengurangi selera
Melaporkan
makan dan
peningkatan selera
keinginan terhadap
makan dan rasa
makanan.
sehat.
8. Meningkatkan pola
Menyisihkan
defekasi yang
alkohol dari dalam
normal dan
diet.
mengurangi rasa
Turut serta dalam
tidakenak serta
upaya memelihara
distensi pada
higiene
oral
abdomen.
sebelum
makan
9. Mendeteksi
dan
menghadapi
komplikasi
mual.
gastrointestinal yang
Menggunakna obat
serius.
kelainan
gastrointestinal
seperti
yang
diresepkan.
Melaporkan fungsi
gastrointestinal
yang
normal
dengan
defekasi
yang teratur.
Mengenali gejala
yang
dapat
dilaporkan:
melena,
pendarahan yang
nyata.
Resiko cedera Tujuan:
1. Amati setiap feses 1. Memungkinkan
yang dieksresikan
deteksi perdarahan
berhubungan
Pengurangan
untuk memeriksa
dalam traktus
dengan
resiko cedera
warna, konsistensi dan gastrointestinal.
Kriteria Hasil:
jumlahnya.
2. Dapat menunjukkan
hipertensi
2. Waspadai gejala
tanda-tanda dini
Tidak
portal,
ansietas, rasa penuh
perdarahan dan
perubahan
memperlihatkan
pada epigastrium,
syok.
adanya perdarahan kelemahan dan
3. Mendeteksi tanda
mekanisme
yang nyata dari kegelisahan.
dini yang
pembekuan
traktus
3. Periksa setiap feses
membuktikan
gastrointestinal.
dan muntahan untuk
adanya perdarahan.
dan gangguan
Memperlihatkan
lebih dari satu kali
tanda-tanda vital dalam keadaan puasa
jika
diperlukan.
transfusi yang
yang normal.
11. Berikan vitamin K
diperlukan untuk
Mempertahankan
seperti
yang
mengatasi
istirahat
dalam
perdarahan aktif dari
keadaan
tenang diresepkan.
12.
Dampingi
pasien
varises esofagus)
ketika
terjadi
secara terus menerus 9. Membantu
perdarahan aktif.
mengevaluasi taraf
Mengenali rasional selama episode
perdarahan dan
untuk melakukan perdarahan.
13.
Tawarkan
minuman
kehilangan darah.
transfusi darah dan
tindakan
guna dingin lewat mulut 10. Mengurangi resiko
ketika perdarahan
aspirasi isi lambung
mengatasi
teratasi
(bila
dan meminimalkan
perdarahan.
resiko trauma lebih
Melakukan diinstruksikan).
14.
Lakukan
tindakan
lanjut pada esofagus
tindakan
untuk
dan lambung.
mencegah trauma untuk mencegah
trauma
:
11.
Meningkatkan
(misalnya,
pembekuan dengan
menggunakan sikata. Mempertahankan
lingkungan
yang
aman.
memberikan vitamin
gigi yang lunak,
larut lemak yang
membuang ingusb. Mendorong pasien
untuk
membuang
diperlukan untuk
secara
perlahaningus
secara
perlahanmekanisme
lahan, menghindari
terbentur
serta lahan.
pembekuan darah.
terjatuh,
c. Menyediakan sikat 12. Menenangkan pasien
menghindari
gigi yang lunak dan
yang merasa cemas
mengejan pada saat menghindari
dan memungkinkan
defekasi).
penggunaan tusuk gigi. pemantauan serta
Tidak mengalamid. Mendorong konsumsi
deteksi terhadap
kebutuhan pasien
efek
samping makanan dengan
kandungan vitamin C
selanjutnya.
pemberian obat.
13. Mengurangi resiko
Nyeri
kronis Tujuan:
berhubungan
dengan
Peningkatan
1.
rasa
agen kenyamanan
Kriteria Hasil:
injuri biologi
2.
Mempertahankan
(hati
yang
tirah baring dan
membesar
mengurangi
3.
aktivitas
ketika
serta
nyeri
nyeri terasa.
tekan
dan
Menggunakan
antipasmodik dan
asites)
sedatif
sesuai
indikasi dan resep
yang diberikan.
Melaporkan
pengurangan rasa
nyeri
dan
gangguan
rasa
nyaman
pada
abdomen.
Melaporkan rasa
nyeri
dan
gangguan
rasa
nyaman jika terasa.
Mengurangi
asupan natrium dan
cairan
sesuai
kebutuhan hingga
tingkat
yang
diinstruksikan
untuk
mengatasi
asites.
Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
kehilangan darah
akibat penyuntikan
yang berkali-kali.
15. Mengurangi resiko
efek samping yang
terjadi sekunder
karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara normal.
Pertahankan tirah
1. Mengurangi
baring ketika pasien
kebutuhan metabolik
mengalami gangguan
dan melindungi hati.
rasa nyaman pada
2. Mengurangi
abdomen.
iritabilitas traktus
Berikan antipasmodik gastrointestinal dan
dan sedatif seperti
nyeri serta gangguan
yang diresepkan.
rasa nyaman pada
Kurangi asupan
abdomen.
natrium dan cairan jika3. Memberikan dasar
diinstruksikan.
untuk mendeteksi
lebih lanjut
kemunduran
keadaan pasien dan
untuk mengevaluasi
intervensi.
4. Meminimalkan
pembentukan asites
lebih lanjut.
Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatkan
pengurangan
lingkar perut dan
perubahan
berat
badan yang sesuai.
Kelebihan
Tujuan: Pemulihan1. Batasi asupan natrium1.
dan cairan jika
volume cairan kepada
volume
diinstruksikan.
berhubungan
cairan yang normal2. Berikan diuretik,
2.
Kriteria Hasil:
suplemen kalium dan
dengan asites
protein seperti yang
Mengikuti diet
dan
dipreskripsikan.
rendah natrium dan
3. Catat asupan dan
pembentukan
pembatasan cairan
haluaran cairan.
seperti
yang
edema.
4. Ukur dan catat lingkar
diinstruksikan.
perut setiap hari.
3.
Menggunakan
5. Jelaskan rasional
diuretik, suplemen
pembatasan natrium
kalium dan protein
dan cairan.
sesuai
indikasi
4.
tanpa mengalami
efek samping.
Memperlihatkan
peningkatan
haluaran urine.
5.
Memperlihatkan
pengecilan lingkar
perut.
Mengidentifikasi
rasional
pembatasan
natrium dan cairan.
Perubahan
Tujuan: Perbaikan1. Batasi protein
1.
makanan seperti yang
proses berpikir status mental
diresepkan.
Kriteria Hasil:
berhubungan
2. Berikan makanan
2.
Meminimalkan
pembentukan asites
dan edema.
Meningkatkan
ekskresi cairan lewat
ginjal dan
mempertahankan
keseimbangan cairan
serta elektrolit yang
normal.
Menilai efektivitas
terapi dan
kecukupan asupan
cairan.
Memantau
perubahan pada
pembentukan asites
dan penumpukan
cairan.
Meningkatkan
pemahaman dan
kerjasama pasien
dalam menjalani dan
melaksanakan
pembatasan cairan.
Mengurangi sumber
amonia (makanan
sumber protein).
Meningkatkan
asupan karbohidrat
yang adekuat untuk
memenuhi
kebutuhan energi
dan
mempertahankan
protein terhadap
proses
pemecahannya untuk
menghasilkan
tenaga.
tempat tidur.
3.
Batasi pengunjung.
Lakukan pengawasan
keperawatan yang
cermat untuk
memastikan keamanan4.
pasien.
Hindari pemakaian
preparat opiat dan
barbiturat.
Bangunkan dengan
interval.
5.
6.
7.
8.
9.
Pola
yang
efektif
Memperkecil resiko
terjadinya
peningkatan
kebutuhan metabolik
lebih lanjut.
Meminimalkan
gejala menggigil
karena akan
meningkatkan
kebutuhan
metabolik.
Memberikan
perlindungan kepada
pasien jika terjadi
koma hepatik dan
serangan kejang.
Meminimalkan
aktivitas pasien dan
kebutuhan
metaboliknya.
Melakukan
pemantauan ketat
terhadap gejala yang
baru terjadi dan
meminimalkan
trauma pada pasien
yang mengalami
gejala konfusi.
Mencegah
penyamaran gejala
koma hepatik dan
mencegah overdosis
obat yang terjadi
sekunder akibat
penurunan
kemampuan hati
yang rusak untuk
memetabolisme
preparat narkotik
dan barbiturat.
Memberikan
stimulasi kepada
pasien dan
kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.
Mengurangi tekanan
abdominal pada
diafragma dan
memungkinkan
berhubungan
dengan asites
dan
restriksi
pengembangan
toraks
akibat
aistes, distensi
abdomen serta
adanya cairan
dalam rongga
toraks
Mengalami
perbaikan
status4.
pernapasan.
Melaporkan
a.
pengurangan gejala
sesak napas.
Melaporkan
peningkatan tenaga
dan rasa sehat. b.
Memperlihatkan
frekuensi respirasi
c.
yang normal (1218/menit)
tanpa
terdengarnya suara
pernapasan
tambahan.
Memperlihatkan
pengembangan
toraks yang penuh
tanpa
gejala
pernapasan
dangkal.
Memperlihatkan
gas darah yang
normal.
Tidak mengalami
gejala konfusi atau
sianosis.
interval.
Bantu pasien dalam
menjalani parasentesis
atau torakosentesis. 2.
Berikan dukungan dan
pertahankan posisi
selama menjalani
3.
prosedur.
Mencatat jumlah dan
sifat cairan yang
diaspirasi.
Melakukan observasi 4.
terhadap bukti
terjadinya batuk,
peningkatan dispnu
atau frekuensi denyut
nadi.
DAFTAR PUSTAKA
pengembangan
toraks dan ekspansi
paru yang maksimal.
Mengurangi
kebutuhan metabolik
dan oksigen pasien.
Meningkatkan
ekspansi
(pengembangan) dan
oksigenasi pada
semua bagian paru).
Parasentesis dan
torakosentesis (yang
dilakukan untuk
mengeluarkan cairan
dari rongga toraks)
merupakan tindakan
yang menakutkan
bagi pasien. Bantu
pasien agar bekerja
sama dalam
menjalani prosedur
ini dengan
meminimalkan
resiko dan gangguan
rasa nyaman.
a. Menghasilkan
catatan tentang
cairan yang
dikeluarkan dan
indikasi keterbatasan
pengembangan paru
oleh cairan.
b. Menunjukkan iritasi
rongga pleura dan
bukti adanya
gangguan fungsi
respirasi oleh
pneumotoraks atau
hemotoraks
(penumpukan udara
atau darah dalam
rongga pleura).
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.