You are on page 1of 28

ANALISIS CEKUNGAN

DIKTAT

Oleh
Michelle Calista Carina
270110120179
GEOLOGI A

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015

KATA PENGANTAR

Diktat Analisis Cekungan ini disusun dengan tujuan memenuhi syarat dan ketentuan
Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Analisis Cekungan. Penyusunannya disesuaikan
dengan silabus mata kuliah Analisis Cekungan yang telah dipaparkan di awal masuk
perkuliahan. Dalam menyusun diktat ini, banyak sumber yang digunakan selain slide
perkuliahan, antara lain : buku, jurnal, dll.
Dengan selesainya diktat ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.
Ir. Edy Sunardi, M.Sc selaku dosen pengampu mata kuliah Analisis Cekungan yang telah
membuka wawasan saya beserta rekan rekan mengenai analisis cekungan.

Jatinangor, Juni 2015

Michelle Calista Carina


270110120179

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI CEKUNGAN

Cekungan Fisiografi adalah muka bumi yang cekung atau depresi yang
dikelilingi pegunungan di sekitarnya dan pada umumnya merupakan sistem
pengeringan suatu daerah yang memusat pada daerah yang relatif rendah.
Cekungan Struktural adalah struktur batuan di mana bagian tengah atau
menurun dari sekitarnya. Cekungan tektonik pada permukaannya dapat
berbentuk dataran atau bahkan pegunungan.
Cekungan Sedimen adalah bagian yang rendah dari kerak bumi akibat proses
tektonik dan berperan sebagai tempat akumulasi lapisan sedimen yang relatif
tebal dibanding daerah sekitarnya.

Dalam diktat ini, secara khusus akan dibahas mengenai cekungan sedimen.
Sebagaimana tertera di atas mengenai definisi cekungan sedimen. Cekungan sedimen
sendiri memiliki peran penting dalam akumulasi minyakbumi dan gas. Di dunia terdapat 600
cekungan sedimen, dan seperempatnya telah terbukti menghasilkan minyakbumi dan gas.
Di Indonesia sendiri berdasarkan evaluasi Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) di tahun 2008
terdapat 60 cekungan sedimen. Ada dua hal yang menjadi garis besar dalam pembahasan
mengenai analisis cekungan, yaitu :
1. The History of Sedimentary Basin (Sejarah dari Cekungan Sedimen)
Dimulai dari menganalisis isian sedimen itu sendiri berupa komposisi, struktur
primer, dan internal architecture. Semuanya dapat saling dihubungkan menjadi
sebuah runtutan sejarah dari basin fill tersebut. Dari karakteristik butiran sampai
fasies sedimen. Lalu, tentang bagaimana sediment fill ter transportasi atau ter
presipitasi dan mencari tahu sumber dari sedimen tersebut.
2. Basin Formation Mechanism (Mekanisme Pembentukan Cekungan)
Bentuk dari suatu cekungan tergantung dari proses tektonik (tectonic processes)
yang bekerja atau pernah bekerja. Basinal Environment diantaranya backarc, forearc,
passive margin, epicontinental, dan extensional basin.

Gambar 1.1 Peta Cekungan di Indonesia (Prof. Dr. Harry Doust)

1.2 KONSEP DASAR CEKUNGAN SEDIMEN


Cekungan sedimen selalu dibatasi bagian bawahnya oleh basement. Ditunjukkan
pada gambar adanya tinggian dan rendahan yang menjadi pembatas suatu cekungan
sedimen (low-high). Satu cekungan sedimen dibatasi oleh satu rangkaian low - high, namun
jika diantaranya terdapat low - high yang lain maka itu yang disebut dengan sub-basin.
Bentuk dari basement ini utamanya dipengaruhi oleh proses-proses tektonik.

Gambar 1.2 Bagian Bagian Cekungan Sedimen


7

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, cekungan sedimen adalah suatu daerah


rendahan, yang terbentuk oleh proses tektonik, dimana sedimen terendapkan. Dengan
demikian cekungan sedimen merupakan depresi sehingga sedimen terjebak di dalamnya.
Depresi ini terbentuk oleh suatu proses nendatan (subsidence) dari permukaan bagian atas
suatu kerak. Berbagai penyebab yang menghasilkan nendatan, di antaranya adalah:
penipisan kerak, penebalan mantel litosfer, pembebanan batuan sedimen dan gunungapi,
pembebanan tektonik, pembebanan subkerak, aliran astenosfer dan penambahan berat
kerak. Dickinson (1993) dan Ingersol dan Busby (1995) dalam Boggs (2001) memberikan
kemungkinan mekanisme proses subsidence kerak bumi seperti yang tertera dalam Tabel
1.1.
Tabel 1.1 Mekanisme Pembentukan Cekungan Sedimen (Dickinson,1993 & Ingersol dan
Busby, 1995 dalam Boggs, 2001)
Penipisan kerak (crustal
thinning)

Perenggangan, erosi selama pengangkatan, dan penarikan


akibat proses magmatisme

Penebalan mantel
litosfer (mantlelithospheric thickening):

Pendinginan litosfer yang diikuti penghentian perenggangan


atau pemanasan akibat peleburan adiabatik atau naiknya
lelehan astenosfer

Pembebanan batuan
Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan
sedimen dan gunungapi litosfer regional, bergantung tingkat kegetasan litosfer,
(sedimentary and volcanic selama sedimentasi dan kegiatan gunungapi
loading)
Pembenan tektonik
(tectonic loading)

Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan


litosfer regional, tergantung kegetasan dibawah litosfer,
selama pensesaran naik (overthrusting) dan / atau tarikan
(underpulling)

Pembenan subkerak
(subcrustal loading)

Kelenturan litosfer selama underthrusting dari litosfer padat

Aliran astenosfer
(asthenospheric flow)

Pengaruh dinamik aliran astenosfer, umumnya diakibatkan


oleh penunjaman litosfer

Penambahan berat kerak


(crustal densification)

Peningkatan berat jenis kerak akibat perubahan tekanan/


temperatur dan / atau pengalihan tempat kerak berberatjenis tinggi ke kerak berberat-jenis rendah

Gambar 1.3 Mekanisme subsidence di semua tipe cekungan (Ingersoll, R. V., dan C.J. Busby, 1995,
Tectonic of Sedimentary Basin, dalam Busby, C.J, dan R.V. Ingersoll(eds.), Tectonic of sedimentary
basin: Blackwell Science, Cambridge, Mass., Gambar 1.1, p.8)

1.3 Siklus Wilson (Wilson Cycle)


Proses tektonik lempeng menyebabkan perubahan mendasar pada lempeng benua
dan cekungan samudera seiring berjalannya waktu. Lempeng benua terpisah dan saling
menjauh membentuk cekungan samudera yang dapat memiliki lebar hingga 500 kilometer,
namun dapat tertutup kembali saat lempeng samudera mengalami subduksi di trench.
Proses membuka dan menutup dari suatu cekungan samudera disebut Siklus Wilson atau
Wilson Cycle. Siklus ini dimulai dengan pembentukan rift basin, yang kemudian berevolusi
menjadi proto-oceanic through , dan selanjutnya menjadi cekungan samudera sepenuhnya.

Gambar 1.4 Siklus Wilson (Wilson Cycle)

10

BAB II
KETERBENTUKAN CEKUNGAN SEDIMEN
Keterbentukan suatu cekungan sedimen tidak dapat dipisahkan dari proses tektonik.
Ingerson dan Busby (1995) menyatakan bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk dalam
empat tatanan tektonik, yakni : divergen, intraplate, konvergen dan transform. Dickinson
(1974) dan Miall (1999) mengklasifikasikan cekungan sedimen berdasarkan poin poin
penting, yakni : tipe kerak dari lokasi cekungan, posisi cekungan terhadap tepi lempeng,
tipe interaksi lempeng selama proses sedimentasi, waktu pembentukan dan isian
cekungan terhadap tektonik yang berlangsung, dan bentuk cekungan.
Tabel 1.2 Klasifikasi Cekungan (Boggs, 2001)

TATAAN

TIPE CEKUNGAN

TEKTONIK
Divergen

Rift: terrestrial rift valleys; proto-oceanic rift valleys


Cekungan beralaskan kerak benua/peralihan: cekungan intrakraton,

Antar lempeng paparan benua, sembulan benua (continental rises) dan undak, pematang
benua.
Cekungan beralaskan kerak samodra: cekungan samudera aktif,
kepulauan samudera, dataran tinggi dan bukit aseismik (aseismic rigde
and plateau)
Konvergen

Cekungan akibat subduksi: palung, cekungan lereng palung, cekungan


busur depan, cekungan intra-busur, cekungan busur belakang.
Cekungan akibat tabrakan: cekungan retroac forels, peripheral foreland
basin, cekungan punggung babi (piggyback basin), broken foreland

Transform

Cekungan

akibat

sesar

mendatar:

cekungan

transextensional,

transpressional, transrotational
Hybrid

Cekungan akibat berbagai sebab: cekungan-cekungan intracontinental


wrench, aulacogen, impactogen, successor

11

2.1 Passive Margins dan Rift Basin


Batas tepi lempeng Atlantik dan cekungan busur belakang dasarnya terbentuk dari
extension kerak bumi dan pembentukan cekungan samudera. Salveson (1978)
menggambarkan evolusi passive margins yang dapat dipecah menjadi lima tahap, sekaligus
menggambarkan proses sedimentasi-nya (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Evolusi Rift Basin dan Passive Margins (Selveson, 1978)

Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi oleh
lembah patahan. Ukuran berkisar dari beberapa kilometer sampai sangat lebar seperti pada
Sistem Renggangan Afrika Timur, di mana mempunyai lebar 30 - 40 km dan panjang hampir
300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh berbagai tataan tektonik, namun yang paling
umum oleh divergen. Perenggangan lempeng benua seperti antara Amerika Utara dan
Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge).
Sistem renggangan pada Afrika Timur merupakan contoh sistem renggangan modern.
2.2 Cekungan Intrakraton
Cekungan intrakraton umumnya berukuran cukup besar dan terletak di tengah suatu
benua yang jauh dari tepian lempeng. Proses subsidence pada cekungan jenis ini umumnya
disebabkan oleh penebalan mantel litosfer dan pembebanan oleh batuan sedimen atau
gunungapi (Boggs, 2001). Beberapa cekungan intrakraton ini diisi oleh endapan klastika laut,
karbonat, atau sedimen evaporit yang diendapkan mulai dari laut epikontinental sampai
12

darat. Cekungan tua jenis ini di antaranya adalah Cekungan Amadeus dan Carpentaria di
Australia, Cekungan Parana di Amerika Latin, dan Cekungan Paris di Perancis. Sedangkan
contoh cekungan modern jenis ini adalah Cekungan Chad di Afrika.
2.3 Cekungan Busur Belakang (Back-arc Basin)
Cekungan belakang busur (Gambar 2.2) adalah cekungan sedimen yang terletak di
belakang busur volkanik, yaitu di sisi dekat kerak benua. Cekungan tipe ini penting untuk
Indonesia sebab cekungan - cekungan penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia adalah
dari tipe ini. Dari berbagai literatur, cekungan belakang busur ada tiga tipe: kontraksi,
ekstensi, stabil. Pada
1. Tipe kontraksi, cekungan tak jelas terbentuk sebab terkompresi menjadi jalur lipatan
dan sesar (fold-thrust belt) atau tinggian batuan dasar. Ini suka disebut Andean-type
backarc. Tipe ini terbentuk bila arah gerakan lempeng benua menuju zona subduksi
dan kecepatannya lebih tinggi daripada kecepatan rollback subducted plate. Pada
kondisi ini cekungan akan mengalami kompresi
2. Tipe ekstensi, cekungan belakang busur jelas terlihat. Bila ekstensi hanya membuat
kerak benua retak-retak sebagai horst dan graben, maka cekungan ini berbatuan
dasar kerak benua, tetapi bila ekstensi berhasil membuat kerak benua retak sampai
memisah kemudian terjadi pemekaran dasar samudera, maka dasar cekungan ini
adalah kerak samudera. Tipe ini terbentuk terutama bila kecepatan rollback
subducted plate lebih tinggi kecepatan gerakan lempeng di atasnya. Pada kondisi ini,
cekungan aktif membuka. Ini suka disebut Mariana-type backarc.
3. Tipe stabil, bisa berasal dari tipe kontraksi atau ekstensi, tetapi kemudian berhenti
menjadi stabil karena terjadi perubahan gerakan lempeng di sekitarnya. Terbentuk
bila kecepatan rollback subducted plate sama dengan kecepatan gerak lempeng di
atasnya. Pada kondisi ini cekungan belakang busur berhenti membuka. Ini suka
disebut Japan-type backarc.
Satu cekungan belakang busur dapat berubah-ubah tipenya sepanjang evolusinya,
bergantung kepada pola konvergensi lempeng di sekitarnya.

13

Gambar 2.2 Zona Subduksi Andaman (Ilustrasi Back-arc Basin, dll)

2.4 Cekungan Busur Depan (Fore-arc Basin)


Berdasarkan penemuan-penemuan karakteristik cekungan busur muka di dunia
(Dickinson dan Seely, 1979) serta referensi lain yang berkaitan dengan kondisi batuan
sumber dan batuan reservoar cekungan busur muka adalah :

Sedimen yang berada pada prisma akresi umumnya tersusun oleh sedimen-sedimen
yang over compacted sehingga mereduksi porositas sebagai batuan reservoar.
Source rock di bagian barat cekungan kurang berperan sebagai batuan sumber sebab
banyak diendapkan endapan turbidit dan trench fill deposit sehingga bukan
merupakan batuan reservoar yang baik.
Sedimen pengisi cekungan busur muka dominan berasal dari kontinen dan umurnya
relatif muda (Miosen) sehingga kurang memungkinkan berperan sebagai batuan
sumber (source rock) terbentuknya hidrokarbon. Tingkat kematangan (maturitas)
batuan reservoir juga relatif rendah karena sumber thermal berada jauh dari letak
cekungan itu sendiri.
Diskontinuitas batuan reservoar tinggi karena ketidak-stabilan tektonik dan
pergeseran sedimentasi selama pengendapan, sehingga tidak memungkinkan
terbentuk batuan sumber dalam lamparan yang luas.

14

Gambar 2.3 Tatanan tektonik fore-arc basin dan arc-trench gap pada Busur Sunda (Curry et al.,
1977)

Berikut beberapa mekanisme yang penting, yang berperan dalam pembentukan


forearc basin :
1. Perkembangan topografi cekungan antara topografi tinggian busur vulkanik dan
accretionary wedge. Dalam kasus ini, proses subsidence seluruhnya terjadi akibat
pembebanan sedimen. Akan tetapi, kurva subsidence dari tatanan fore-arc yang
dimana respon isostatic karena pembebanan sedimen telah dihapus (Gambar 2.4)
masih menunjukkan ada komponen tektonik yang signifikan dalam sejarah
subsidence.
2. Proses subsidence yang diakibatkan oleh respon isostatic menempatkan lempeng
subduksi menjadi di bawah wilayah fore-arc. Saat di zona subduksi, lempeng
samudera melebur dan menjadi dasar dari wilayah fore-arc. Sejak kerak samudera
menjadi lebih besar berat jenis-nya dari astenosfer, wilayah fore-arc mengalami
penurunan. Dikarenakan daya apung subducted slab berubah, perbedaan berat jenis
antara subducted slab dan astenosfer berubah mengarah ke penyesuaian kembali
(re-adjustment) isostatic dari fore-arc basin.

15

3. Mekanisme terkait dengan subducted slab adalah proses subsidence yang


disebabkan oleh proses pendinginan yang sangat cepat dari lempeng (yang terletak
di atas) yang sedang mengapung. Dalam kasus ini subsidence akan eksponensial dari
waktu ke waktu, namun kecepatan nya lebih cepat dari proses pendinginan itu
sendiri.

Gambar 2.4 Sejarah tektonik subsidence berbagai tipe cekungan (Heller et.,al)

16

2.5 Cekungan berhubungan dengan sesar mendatar


Sesar yang dapat membentuk cekungan ini adalah sesar mendatar yang menoreh
dalam kerak sampai membatasi dua lempeng yang berbeda (transform fault) dan patahan
yang terbatas dalam suatu lempeng dan hanya menoreh bagian atas kerak (Sylvester, 1988).
Cekungan yang berhubungan dengan sesar mendatar regional terbentuk sepanjang
punggung pemekaran, sepanjang batas sesar antar lempeng, pada tepian benua dan
daratan dalam lempeng benua. Gerakan sepanjang sesar mendatar regional dapat
membentuk berbagai cekungan mendatar (pull-apart basin) (Gambar 2.). Cekungan yang
dibentuk karena sesar mendatar umumnya kecil, garis tengahnya hanya beberapa puluh
kilometer, walaupun ada beberapa yang sampai 50 kilometer. Sesar mendatar dapat
terbentuk pada berbagai tatanan geologi, maka dari itu cekungan ini dapat diisi sedimen
laut maupun darat. Ketebalan sedimen cenderung sangat tebal, karena kecepatan
sedimentasi yang tinggi yang dihasilkan oleh erosi dari daerah sekitarnya yang berelevasi
tinggi, dan boleh jadi ditandai dengan banyaknya perubahan fasies secara lokal.

Gambar 2.5 Pull Apart Basin (Crowell, 1974)

17

2.6 Cekungan dengan tatanan tektonik Hybrid


1. Aulokogen adalah jenis khusus rifting yang terletak pada sudut tinggi terhadap
margin kontinental, yang pada umumnya dianggap sebagai rift yang gagal terbentuk
namun kemudian mengalami reaktivasi selama fase tektonik konvergen. Proses
pembentukan lain yang diusulkan untuk aulacogen mencakup doming dan rifting,
ektensi yang berhubungan dengan strike-slip, dan rotasi kontinental(Sengor, 1995).
Palung sempit dan panjang yang membentuk lengan dari aulakogen memanjang
hingga mencapai kraton kontinental pada sudut tinggi relatif terhadap sabuk lipatan.
Pengendapan dari sekuen sedimen yang tebal dapat terjadi pada lengan ini selama
periode waktu tertentu. Endapan ini dapat mencakup endapan non-marin(kipas
alluvial), endapan shelf marin, dan fasies laut dalam seperti turbidit. Salah satu
contoh dari aulakogen adalah Laut Kaspia pada Platform Rusia (Gambar 2.6).
2. Impactogen adalah struktur yang menyerupai aulakogen dalam hal ia terbentuk
pada sudut tinggi terhadap sabuk orogenik, namun impactogen tidak memiliki
sejarah pre-orogenik.
3. Cekungan Intracontinental Wrench adalah cekungan hybrid yang terbentuk di dalam
kerak benua yang dikarenakan proses collision pada jarak jauh. Contohnya Cekungan
Quaidam, China.
4. Cekungan Succesor adalah cekungan pada seting intermontane yang mengikuti
mandeknya aktivitas orogenik lokal(contohnya Cekungan di selatan Arizona)

Gambar 2.6 Aulakogen yang terletak di utara Laut Hitam dan Laut Kaspia pada Platform Rusia
(Burke, K. 1977)
18

2.7 Cekungan dengan tatanan tektonik collision


Cekungan yang terbentuk dari tatanan tektonik ini merupakan hasil dari proses
penutupan cekungan samudera dan hasil dari tubrukan antara kontinental. Salah satu
contoh cekungan dengan tipe tatanan tektonik ini adalah foreland basin. Sebagai contoh,
collision dapat menghasilkan tenaga kompresional, mengakibatkan perkembangan sabuk
fold-thrust dan terbentuknya cekungan peripheral foreland di sepanjang sabuk suture
collision dimana rifted continental margin terlah tertarik menuju ke zona subduksi. Gambar
2.7 mengilustrasikan elemen fundamental dari suatu sistem cekungan foreland. Cekungan
foreland dapat terisolasi dari lautan dan hanya menerima endapan gravel non-laut, pasir,
lumpur, evaporit dan / atau turbidit. Contoh dari cekungan foreland mencakup bagian barat
dari Taiwan, Alpennines dan Pyrenees timur, Cekungan Magalenes di ujung selatan dari
Amerika Selatan, dll.

Gambar 2.7 Ilustrasi skematik dari elemen fundamental suatu sistem cekungan foreland-orogen

19

Gambar 2.8 Tatanan tektonik dari foreland basin (Dickinson, 1982)

20

Gambar 2.9 Klasifikasi Cekungan (Modifikasi Kingston et.,al 1983)

21

BAB III
TEKNIK ANALISIS CEKUNGAN

Melakukan analisa terhadap karakteristik dari sedimen dan batuan sedimen yang
mengisi suatu cekungan, dan mengintrepertasi karakteristik dalam sejarah perkembangan
cekungan, membutuhkan bermacam-macam teknik stratigrafi dan sedimentologi. Teknikteknik ini membutuhkan akuisisi data melalui studi terhadap singkapan dan metode analisa
bawah permukaan yang mencakup pemboran dalam, studi polaritas magnetik, dan
eksplorasi geofisika. Berikut merupakan langkah langkah penting dalam melakukan teknik
analisis cekungan, yakni :

Penampang
Stratigrafi
Terukur

Penampang
Sayatan
Stratigrafi

Gambar 3.1 Bagan Alir Analisis Cekungan

22

Peta
Struktur dan
Peta
Isopach

3.1 PENGUKURAN STRATIGRAFI TERUKUR


Untuk dapat mengintrepertasi sejarah bumi melalui studi terhadap batuan sedimen
membutuhkan pemahaman mendetail, informasi yang akurat mengenai ketebalan dan
litologi dari suksesi stratigrafi yang menjadi objek pembelajaran. Supaya bisa mendapatkan
informasi ini, suksesi stratigrafi yang sesuai harus diukur dan dideskripsikan dari singkapan
dan/atau dari data inti batuan pemboran dan cutting. Proses pembelajaran ini mengacu
pada pengamatan singkapan yang dikenal sebagai Penampang stratigrafi terukur, kendati
demikian, proses ini juga melibatkan pendeskripsian litologi, meneliti karakteristik
perlapisan, dan fitur lain dari suatu batuan sedimen. Sampel untuk keperluan analisis
mineralogi dan paleontologi juga dapat dikumpulkan dan ditempatkan sesuai dengan
posisinya yang tepat pada suatu penampang stratigrafi. Oleh karenanya, penampang
stratigrafi terukur sering kali menjadi titik awal dari berbagai studi geologi, dan menjadi
bagian integral yang tidak terpisahkan dari studi tersebut.
Salah satu metode untuk melakukan pengukuran stratigrafi terukur menggunakan
tongkat Jacob sebagai alat bantu. Tongkat Jacob adalah tongkat yang terbuat dari metal
ringan atau kayu yang telah diberi tanda sedemikian rupa sehingga menunjukkan graduasi
dalam ukuran feet atau meter. Pada umumnya tongkat ini akan dipotongkan dengan arah
pandangan mata menggunakan kompas brunton yang diletakkan pada atau dekat bagian
atas dari tongkat. Teknik ini diilustrasikan pada Gambar 3.2. Klinometer pada kompas
brunton diatur sedemikian rupa sehingga pararel dengan dip lapisan batuan, membuat
tongkat tersebut menjadi miring tegak lurus dengan dip lapisan batuan, sehingga dengan
membidik bagian top dari lapisan batuan akan didapatkan ketebalan asli dari lapisan batuan
tersebut. Pengukuran dengan mendaki bukit dapat memberikan penampang stratigrafi dari
sekuen batuan yang ada. Setelah melakukan pengukuran beberapa meter, geologist
biasanya akan melakukan jeda sesaat untuk mendeskripsikan batuan, dan mengidentifikasi
fitur penting lain dari batuan yang telah diukur. Kolom litologi kemudian akan dibuat,
bersama dengan catatan deskriptif lainnya yang mendukung.

Gambar 3.2 Ilustrasi metode Tongkat Jacob


23

3.2 PENAMPANG SAYATAN STRATIGRAFI


Setelah penampang stratigrafi diukur dan dideskripsi, mereka dapat digunakan untuk
membuat sayatan penampang stratigrafi. Sayatan penampang stratigrafi digunakan secara
luas untuk korelasi dan intrepertasi struktural, dan juga untuk studi detil terhadap
perubahan fasies yang dapat memiliki signifikansi lingkungan dan ekonomis. Penampang
sayatan dapat digambar untuk mengilustrasikan fitur lokal dari suatu cekungan, sering kali
dalam satu rangkaian dengan peta litofases, atau ia dapat digunakan untuk menggambarkan
suksesi mayor dari unit-unit stratigrafi yang ada di seluruh cekungan. Sebagai tambahan,
informasi yang dibutuhkan untuk membuat penampang sayatan stratigrafi dapat diambil
juga dari data inti pemboran, cutting, atau wireline log. Kebanyakan penampang sayatan
stratigrafi menunjukkan karakteristik litologi dan struktural dari suatu unit stratigrafi secara
dua dimensi. Informasi stratigrafi juga dapat dipresentasikan menggunakan fence diagram
(Diagram Pagar). Diagram ini mencoba untuk menampilkan gambaran tiga dimensi dari
stratigrafi suatu area (Gambar 3.3). Oleh karena itu, diagram ini memiliki kelebihan dalam
perspektif regional dari hubungan stratigrafi yang ada. Namun diagram ini memiliki
kekurangan, yakni bagian depan menutupi bagian belakang hal ini menyebabkan saat
penyajian diagram agak rumit untuk membacanya.

Gambar 3.3 Ilustrasi Diagram Pagar

24

3.3 PETA STRUKTUR


Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri pengisian
cekungan diperlukan peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada peta ini adalah kumpulan
titik-titik yang mempunyai elevasi sama dari bagian atas atau bawah suatu datum tertentu.
Struktur lokal seperti antiklin dapat dengan mudah dikenali pada peta jenis ini (Gambar 3.4).
Peta struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik hidrokarbon maupun mineral dan
batubara. Dasar cekungan dapat digambarkan dengan peta ini, apabila menggunakan datum
bagian bawah lapisan tertua pengisi cekungan yang bersangkutan. Dengan begitu topografi
purba dapat diinterpretasi dengan mudah.
Kontur struktur juga dapat disiapkan pada bagian top dari reflektor bawah
permukaan yang jelas kenampakannya pada data seismik. Kedalaman terhadap reflektor
tertentu dapat diplot awalnya secara two-way travel time. Oleh karenanya, peta awal akan
menunjukkan garis kontur dengan kesamaan waktu. Jika kecepatan gelombang seismik
dapat ditentukan, waktu tempuh gelombang dapat dikonversikan menjadi kedalaman
aktual, sehingga peta dapat digambar ulang menjadi peta dengan elevasi aktual dari suatu
horizon refleksi.
Peta kontur struktur dapat menunjukkan lokasi dari subcekungan atau pusat
pengendapan di dalam suatu cekungan mayor disamping axis dari pengangkatan yang
terjadi (antiklin atau kubah). Fitur struktural dapat dihubungkan dengan topografi
sindeposisi. Oleh karena itu, analisis terhadap peta ini dapat memberikan petunjuk terhadap
paleogeografi dan pola fasies. Peta struktural berguna untuk penilaian aspek ekonomis dari
suatu cekungan.

Gambar 3.4 Peta Struktur

25

3.5 PETA ISOPACH


Peta isopach adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan (Gambar 3.5). Ketebalan
suatu satuan batuan tergantung dari kecepatan pasokan sedimen dan ruang yang tersedia
pada cekungan. Ruang pada cekungan merupakan fungsi dari geometri cekungan dan
kecepatan subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal merupakan pusat
pengendapan, sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah sebelum pengendapan
merupakan tinggian atau sudah lebih banyak tererosi setelah pengendapan. Dengan peta
jenis ini dapat digambarkan keadaan cekungan sebelum dan selama pengendapan, sehingga
apabila dilakukan analisa peta isopach untuk setiap satuan pada cekungan dimana mereka
diendapkan, akan mendapatkan informasi perubahan struktur cekungan dari waktu ke
waktu.

Gambar 3.5 Peta Isopach

26

BAB IV
APLIKASI ANALISIS CEKUNGAN

Salah satu tujuan utama dari analisis cekungan adalah untuk mengembangkan
pemahaman utuh mengenai sejarah bumi yang terekam di dalam suatu cekungan sedimen.
Melalui analisis terhadap tekstur, struktur, susunan partikel dan komposisi kimia,
kandungan fosil, serta karakteristik stratigrafi dari suatu batuan sedimen (yang ditunjukkan
antara lain oleh kenampakan fisik, biologi, paleomagnetik, dan karakteristik seismik),
geologist dapat mengintrepertasikan signifikansi dari suatu even sedimentologikal atau
tektonik yang mengakibatkan terjadinya proses pengisian cekungan tertentu. Oleh karena
itu, jenis dari studi analisis cekungan ini, pada umumnya melibatkan persiapan peta jenis
tertentu dan penampang-penampang stratigrafi, yang dapat membantu geologist untuk
mengintrepertasi even tektonik di masa lampau, paleoklimatik, dan sedimentologi yang
berujung pada pemaparan rekonstruksi paleogeografi dan paleogeologi dari bumi pada
periode waktu tertentu di masa lalu.
Tujuan lain dari analisis cekungan adalah menggunakan prinsip-prinsip dan teknik
yang telah dijelaskan sebelumnya untuk mengevaluasi signifikansi ekonomis dari batuan
sedimen dan mengidentifikasikan endapan mineral ekonomis yang dapat dieksploitasi atau
keterdapatan bahan bakar fosil. Analisis cekungan mendapatkan porsi yang cukup besar
dalam aplikasi geologi petroleum, dan dalam skala yang lebih besar pada hidrogeologi.
Meskipun petroleum geologist telah berusaha beberapa tahun belakangan untuk
menentukan lokasi akumulasi hidrokarbon melalui analisis geokimia terhadap batuan di
permukaan dan soil yang melapisi endapan-endapan tertentu, belum bisa didapatkan
metode langsung yang dapat mendeteksi keberadaan endapan hidrokarbon secara pasti.
Untuk menemukan endapan minyak bumi atau gas alam, seorang geologist harus bisa :
1. Mengeksplorasi cekungan yang memiliki kondisi tepat untuk pembentukan
dan migrasi hidrokarbon
2. Memetakan perangkap yang memungkinkan, sepeti antiklin struktural, yang
di mana hidrokarbon dapat terakumulasi.

27

DAFTAR PUSTAKA

https://gprgindonesia.wordpress.com/2014/07/19/ringkasan-analisis-cekungansedimen-from-sam-boggs-jr/ (Tanggal akses 18 Juni 2015)


Allen and Allen.2005. Basin Analysis 2nd Edition. Australia ; Blackwell Publishing
http://earth-literally.blogspot.com/2012/01/basin-analysis-flog.html (Tanggal akses
20 Juni 2015)
geofaculty.uwyo.edu/heller/.../Basins%206%20Classification.pdf

28

You might also like