You are on page 1of 18

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.

1, Januari 2011

ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS


DAERAH PERTAMBANGAN RAKYAT DI PANYABUNGAN,
KABUPATEN MANDAILING-NATAL, SUMATERA UTARA
BERDASARKAN STUDI PIMA, PETROGRAFI, AAS DAN INKLUSI
FLUIDA
Nayarudin N. Rahmat
Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

ABSTRACT
Gold mineralization in local mining area at Panyabungan, Mandailing-Natal
regency, North Sumatra province are hosted by volcaniclastic both andesitic
and dacitic composition. The gold mineralization associated with
hydrothermal alteration assemblage from proximal to distal i.e. silicification,
argillic, and propylitic. Mineralogy of the deposit consists of gold and silver
with minor pyrite, spalerite, chalcopyrite, galena and manganese. The gold
mineralization is characterized by presence of quartz vein with several
textures of vug/cavities, banded (crustiform-colloform), breccia, chalcedonic,
bladed, comb structure, dogtooth, stockwork, and massive that typically as
epithermal deposit.
Based on the alteration and mineralization, with laboratorium analysis
(PIMA, petrography, AAS, and fluid inclusion) will get detailer in
interpretation of minerals alteration assemblage, metal elements
relationship, type of deposit, temperature and depth of ore depositional.
Keywords: Gold mineralization, hydrothermal alteration, epithermal
SARI
Mineralisasi emas daerah pertambangan rakyat di Panyabungan,
Kabupaten Mandailing-Natal, Provinsi Sumatera Utara ditempati secara
dominan oleh batuan klastika gunungapi (volkaniklastik) berkomposisi
andesitik dan dasitik. Mineralisasi emas ini berasosiasi dengan kumpulan
ubahan hidrotermal dari proximal ke distal yaitu alterasi silisifikasi, argilik,
dan propilitik. Mineralogi endapan ini terdiri atas emas dan perak dengan
sedikit pirit, sfalerit, kalkopirit, galena dan mangan. Batuan yang
termineralisasi emas ditandai oleh keberadaan urat kuarsa dengan tekstur
vug/cavities, berlapis (banded: crustiform-colloform), breksiasi, kalsedonik,

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

bladed, comb structure, dogtooth, stockwork dan masif yang merupakan ciri
khas dari jenis endapan epitermal.
Berdasarkan alterasi dan mineralisasi yang berkembang dengan dibantu
oleh analisa laboratorium seperti PIMA, petrografi, AAS dan inklusi fluida
maka dapat menginterpretasikan secara lebih detil mengenai mineralmineral ubahan, hubungan antar unsur logam, jenis endapan, suhu dan
kedalaman pembentukan endapan bijih.
Kata kunci: Mineralisasi emas, ubahan hidrotermal, epitermal

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

PENDAHULUAN
Jumlah rata-rata unsur Au dalam kerak bumi adalah sebesar 0,004 gram per
ton (ppm). Proses-proses geologi dapat menyebabkan terkosentrasinya
unsur Au lebih dari jumlah rata-rata unsur Au yang ada di dalam kerak bumi.
Karena logam emas merupakan salah satu komoditas logam berharga yang
mempunyai harga yang tinggi, maka banyak orang yang selalu berusaha
untuk mencari dan mendapatkannya.
Khususnya di daerah Panyabungan, kabupaten Mandailing-Natal (Madina),
provinsi Sumatera Utara memiliki potensi bahan tambang mineral emas
yang umumnya dilakukan oleh masyarakat sebagai pertambangan rakyat
skala kecil yang menjadi daerah panelitian (Gambar 1). Wilayah
penambangan emas di daerah Panyabungan ini merupakan salah satu dari
beberapa daerah prospek penambangan emas yang berada di jalur
pegunungan Bukit Barisan yang berkaitan erat dengan sistem sesar
Sumatera.
Keberadaan mineralisasi emas di Panyabungan ini sebagai wilayah
pertambangan rakyat menimbulkan permasalahan tersendiri terkait dengan
legalitas aktivitas penambangan, persoalan lingkungan, serta kesehatan dan
keselamatan kerja. Namun, di sisi lain penulis ingin mengetahui dan
memahami kondisi geologi, karakteristik alterasi dan mineralisasi beserta
asosiasi mineral ekonomisnya yang berkembang.
Tulisan ini ditekankan pada identifikasi ubahan hidrotermal dan tekstur
spesifik urat-urat kuarsa dalam rangka mengungkap terjadinya mineralisasi
emas, terutama berkaitan dengan susunan fluida penyebab terjadinya
alterasi dan mineralisasi, suhu pembentukan dan lingkungan pengendapan
mineral, serta geokimia hubungan antar unsur logam termineralisasi yang
berada di dalam area pertambangan rakyat tersebut.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Gambar 1. Peta lokasi penelitian daerah Panyabungan, kabupaten


Mandailing-Natal, Sumatera Utara.
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Daerah Panyabungan merupakan zona graben yang berada di tengahtengah pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari arah tenggara
sampai barat laut yang mempunyai ketinggian sekitar 200 meter di atas
permukaan air laut. Daerah telitian merupakan perbukitan rendah yang
berada di bagian samping dari zona graben Panyabungan dan berada dekat
dengan zona peralihan dari dataran alluvial lembah Batang Gadis menjadi
pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian sekitar 350 450 meter di
atas permukaan air laut.
Batuan penyusunnya didominasi oleh satuan batuan klastika gunungapi,
yaitu berupa batuan bersifat andesitik dan dasitik volkaniklastik (Gambar 2).
Ukuran butir dari sedimen gunungapi ini bervariasi, mulai dari ukuran lanau
bahkan sampai kerakal membentuk satuan breksi dengan arah kemiringan
lapisan relatif ke arah timur dengan batas lapisan berangsur, sedangkan
zona urat kuarsa utama mempunyai arah kemiringan ke barat berlawanan
dengan arah kemiringan lapisan batuan samping (Gambar 3).
Umur dari satuan batuan volkaniklastik tersebut yaitu antara Paleozoikum
sampai Mesozoikum, sehingga sebagian kecil sudah mengalami sedikit
metamorfosa derajat rendah (J.A. Aspden, dkk., 1982). Di luar daerah
telitian sekitar 2 km terdapat beberapa intrusi batuan beku granodiorit dan
porpiritik diorit disebelah utara dan volcanic plug tak terubah berkomposisi
dasit kuarsa yang berada disebelah selatannya. Intrusi granodiorit

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

mengalami alterasi kuarsa-serisit-klorit-pirit.


Gambar 2. Peta geologi, ubahan hidrotermal, dan zona termineralisasi di
daerah Panyabungan.

Gambar 3.
geologi A-A

Penampang
daerah telitian.

Adanya intrusi dan mineralisasi ini dikontrol oleh rekahan sesar Sumatera
yang membentuk beberapa perpotongan antara sesar utama yaitu sesar
mendatar geser kanan dengan sesar turun yang membentuk graben
Panyabungan. Struktur tersebut telah membentuk zona-zona bukaan (shear
zones) yang berperan sebagai saluran jalan keluarnya magma dan fluida
hidrotermal. Jejak-jejak sesar yang berada di daerah telitian umumnya
berarah barat laut tenggara dan utara selatan. Adanya pembelokan arah
struktur sesar umumnya juga akan membentuk zona mineralisasi sebagai
tempat jebakan endapan emas dan mineral-mineral penyertanya yang
cukup berarti.
METODE PENELITIAN
Salah satu penampakan penting ubahan hidrotermal adalah terjadinya
perubahan mineral-mineral utama pembentuk batuan menjadi kumpulan
mineral baru yang dihasilkan oleh proses hidrotermal. Beberapa faktor yang
berperan dalam pembentukan mineral-mineral ubahan antara lain: suhu,
tekanan, jenis batuan asal, permeabilitas batuan, lamanya kegiatan
hidrotermal dan yang terpenting susunan fluida hidrotermal (Browne dan
Ellis, 1970).
Metode penelitian yang dilakukan meliputi pemetaan geologi serta
identifikasi zona alterasi dan mineralisasi serta pengambilan sampel batuan
pada singkapan di permukaan maupun masuk ke dalam lubang galian
masyarakat (local adit) dengan sistem channel sampling memotong urat
kuarsa hingga kedalaman sekitar 170 meter.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Untuk menunjang pengungkapan terjadinya mineralisasi, diperlukan analisa


laboratorium terhadap beberapa sampel batuan, yang terdiri atas:
1) Analisa bulk menggunakan metode PIMA (Portable Infra-red Mineral Analyzer)
terhadap tiga sampel batuan terubah terpilih untuk mengidentifikasi mineralmineral ubahan jenis lempung, silikat, dan logam.
2) Analisa
petrografi
terhadap
tiga
sampel
batuan
terubah
hidrotermal/termineralisasi untuk identifikasi mineral-mineral ubahan yang
terbentuk, merupakan sampel yang sama dengan sampel untuk analisa PIMA.
3) Analisa geokimia batuan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption
Spectophotometric)
terhadap
limabelas
sampel
batuan
terubah
hidrotermal/termineralisasi untuk mendeteksi unsur-unsur Au, Ag, Cu, Pb, Zn,
As, Sb dan Mo.
4) Analisa inklusi fluida (fluid inclusion) terhadap satu sampel urat kuarsa untuk
mendeteksi suhu pembentukan kuarsa dan cebakan bijih.

Analisa laboratorium untuk metode AAS dilakukan di PT. Intertek Utama


Services, Jakarta; sedangkan untuk analisa petrografi, PIMA dan inklusi
fluida dilakukan oleh Applied Petrologic Services and Research, Wanaka,
New Zealand.
ALTERASI, MINERALISASI DAN INKLUSI FLUIDA
Alterasi atau ubahan hidrotermal diartikan sebagai perubahan mineralogi
dan tekstur batuan asal yang disebabkan oleh interaksi antara fluida
hidrotermal dengan batuan tersebut (Rose dan Burt, 1979 dalam Herman,
2006). Berdasarkan temuan mineral-mineral ubahan yang hadir dan batuan
induknya, umumya terjadi pada batuan gunungapi klastik baik yang
berkomposisi andesitik maupun dasitik mulai dengan pola ubahannya
pervasive, selective bahkan sampai tidak terubah.
Alterasi yang terdapat di daerah pertambangan rakyat Panyabungan ini ada
tiga macam yang dapat dipetakan berdasarkan pengamatan lapangan
maupun dibantu dengan analisa sampel batuan di laboratorium dengan
menggunakan metode PIMA (Tabel 1) dan petrografi sayatan tipis, dari
proximal ke distal yaitu:
a.

alterasi silisifikasi (kuarsa+kalsedon+adulariarhodokrositillit), membentuk urat


kuarsa butir sedang-halus hingga kalsedonik termineralisasi dengan tebal
bervariasi mulai dari puluhan sentimeter hingga puluhan meter dengan mineral
bijih sulfida seperti pirit, arsenopirit, kalkopirit, galena, spalerit, argentit dan
native gold. Dilihat dari tektur urat kuarsa yang berkembang, dapat disimpulkan
bahwa proses yang dominan adalah proses pengisian (cavity filling) dan hanya
sedikit proses pengantian (replacement). Tekstur-tekstur urat kuarsa tersebut
berupa vug/cavities, berlapis (banded: crustiform-colloform), breksiasi,
kalsedonik, bladed, comb structure/dogtooth, stockwork dan masif (Gambar 4).

b. alterasi argilik (illit+monmorilonit+kuarsa+piritkaolinitklorit), hadir di


sekitar urat kuarsa dan mengikuti pola penyebaran urat tersebut. Pada
zona ubahan ini biasanya muncul urat-urat halus kuarsa membentuk

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

c.

stockwork dengan disertai mineral ubahan lempung yang cukup


melimpah berupa illit, monmorilonit dan kaolinit secara pervasive.
alterasi propilitik (kloritkarbonatepidotpirit), merupakan zona alterasi
yang berada paling luar dan paling jauh dari zona mineralisasi urat
kuarsa epitermal sulfidasi rendah.
a.

b.

c.

d.

e.

f.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Gambar 4. Foto singkapan urat kuarsa yang membawa mineralisasi emas


dan perak dengan tekstur: a) banded antara milky quartz dengan
manganese carbonate yang kadang muncul tekstur bladed
carbonate, b) colloform-crustiform dan banded antara kuarsa
dengan adularia dan sedikit illit, c) breksiasi dengan pirit
terhambur, umumnya fragmennya sudah tersilisifikasi kuat/direplace oleh silika, d) masif, urat kuarsa berwarna putih (milky
quartz) dan sedikit mengandung sulfida, e) kalsedonik, vuggy dan
sering berbentuk dog-tooth dan banyak mengandung lapisan
sulfida, f) stockwork urat kuarsa teroksidasi pada batuan dasitik
volkaniklastik terubah silika-illit-monmorilonit-kaolinit-pirit.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Tabel 1. Hasil analisa PIMA batuan terubah hidrotermal


di daerah Panyabungan, Sumatera Utara.
No.

Kode
Sampel

Mineral 1

Mineral 2

NNR1

Silika

Illit jarang

NNR1

Silika

Illit jarang

NNR2

Illit

Monmorillonit jarang

NNR2

Illit

Monmorillonit

NNR2

Illit

Monmorillonit

NNR2

Illit

Monmorillonit sedikit

NNR3

Illit

Silika

Klorit

Monmorillonit
jarang

NNR3

Illit

Monmorillonit

Silika

Klorit jarang

NNR3

Illit

Monmorillonit sedikit

Klorit

Mineral 3

Mineral 4

Mineral 5

Catatan
Analisa
Urat
kuarsa
Urat
kuarsa
Zona
argilik
Zona
argilik
Zona
argilik
Zona
argilik
Zona
argilik ke
propilitik
Zona
argilik ke
propilitik
Zona
argilik ke
propilitik

Kaolinit jarang

Dari hasil analisa petrografi baik melalui sayatan tipis maupun sayatan poles
maka akan membantu sekali dalam mengidentifikasi mineral-mineral ubahan
dan endapan bijih yang terbentuk di daerah telitian. Dari tiga sampel batuan
yang dianalisa secara petrografi dengan sayatan tipis maka dapat diketahui
macam-macam mineral ubahan yang terbentuk beserta teksturnya (Gambar
5, 6, dan 7).
a.

bladed carbonate

b.
illit

kuarsa
kuarsa sayatan tipis dalam urat kuarsa dengan no.
Gambar 5. Fotomikrograf
sampel NNR1: a) bladed carbonate tertutupi oleh kuarsa anhedral
hingga euhedral, 1500 m. ppl., b) lempung illit terbentuk dari
ubahan fragmen batuan samping dan tertutupi oleh semen
kuarsa, 600 m. cpl.

a.

adularia

b.
kuarsa

kuarsa

adularia

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Gambar 6. Fotomikrograf sayatan tipis dalam urat kuarsa dengan no.


sampel NNR2: a) tekstur banding pada semen silika awal
digambarkan dari distribusi kuarsa, adularia dan sulpida, 600 m,
ppl., b) tekstur banded berupa adularia dan kuarsa dari kumpulan
semen silika, 600 m, ppl.

a.

adularia

b.
kuarsa

illit
illit

Gambar 7. Fotomikrograf sayatan tipis dalam urat kuarsa dengan no. sampel NNR3: a)
pervasive lempung illit terbentuk setelah adularia, yang terbentuk setelah terjadi
ubahan dari masa dasar batuan samping, 600 m, ppl., b) lempung illit yang
terkonsentrasi sepanjang shear menutupi fragmen-fragmen kuarsa, 600 m, ppl.

Dari tiga sampel batuan yang dianalisa secara mikroskopis dengan sayatan
poles didapatkan beberapa mineral bijih yaitu emas natif (native gold),
argentit, kalkopirit, spalerit dan pirit dengan tekstur yang berkembang
(Gambar 8, 9, dan 10).
a.

b.

kuarsa

kuarsa banded
emas natif

emas

kalsedon

kuarsa kalsedonik

kuarsa kalsedonik

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Gambar 8. Fotomikrograf mineral bijih sulfida dalam urat kuarsa dengan no. sampel NNR1: a)
butiran emas dalam kumpulan kuarsa banded, kuarsa kalsedonik, dan kalsedon,
600 m. ppl/rl., b) emas natif yang intergrown dengan kuarsa dan kuarsa
kalsedonik, 80 m. ppl/rl.

a.

emas natif

b.

pirit

semen silika

semen silika

pirit
spalerit
argentit

emas

Gambar 9. Fotomikrograf mineral bijih sulfida dalam urat kuarsa dengan no. sampel NNR2: a)
emas/elektrum natif intergrown dengan argentit yang overgrowths ke pirit dalam
semen silika, 300 m. ppl/rl., b) butiran emas intergrown dengan spalerit dan pirit
dalam daerah semen silika banded, 300 m. ppl.

b.

a.
pirit

kalkopirit

kuarsa

kalkopirit

semen silika
kalkopirit
semen silika

Gambar 10. Fotomikrograf mineral bijih sulfida dalam urat kuarsa dengan
no. sampel NNR3: a) kalkopirit overgrowth dengan pirit di dalam
kumpulan semen silika termasuk juga adularia, 300 m. ppl/rl , b)
kalkopirit mengisi pecahan fase akhir pada kuarsa, 300 m. cpl/rl.
Analisa kimia (AAS) terhadap contoh batuan termineralisasi (urat kuarsa)
mampu mendeteksi kandungan unsur-unsur yang erat kaitannya dengan
proses mineralisasi epitermal dengan ditunjukkan oleh keberadaan As dan
Sb dengan kandungan yang signifikan dari Au, Ag, Cu, Pb, dan Zn (Tabel
2).

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Berdasarkan hasil analisa kimia dari semua sampel batuan termineralisasi


tersebut kemudian digambarkan dalam bentuk grafik, sehingga didapatkan
pola-pola kehadiran semua unsur Au, Ag, Cu, Pb, Zn, As, Sb dan Mo
(Gambar 11 dan 12).

Hubungan Antar Unsur (Au, Ag, Cu, Pb, Zn, As, Sb, dan Mo)
700
Au

600
Kadar (ppm)

Ag

500

Cu

400

Pb

300

Zn
As

200

Sb

100

Mo

0
N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7a N7b N8a N8b N9a N9b N10 N11 N12

Gambar 11. Grafik yang menunjukkan pola kehadiran antar unsur-unsur


No. Sam pel
dalam zona mineralisasi dimana unsur As relatif lebih tinggi
terhadap unsur lainnya, kecuali pada no. sampel N4 terdapat
anomali untuk unsur Pb yang sangat tinggi.

Grafik Hubungan Antar Unsur


(Au, Ag, Cu, Pb, Zn, As, Sb, dan Mo)
1000
Au
Ag

Kadar (ppm)

100

Cu
Pb

10

Zn
As

Sb
Mo

0.1
N1

N2

N3

N4

N5

N6 N7a N7b N8a N8b N9a N9b N10 N11 N12

Gambar 12. Grafik yang menunjukkan


hubungan saling mempengaruhi
No. Sampola
pel
antar unsur-unsur dalam zona mineralisasi kecuali unsur Pb.
Grafik analisa AAS (dalam ppm) di atas menunjukkan bahwa Au-Ag
mempunyai pola yang sama yaitu berbanding lurus dan saling
mempengaruhi, Cu-Zn-As-Sb-Mo mempunyai pola yang relatif berbanding
terbalik/kebalikan terhadap grafik Au-Ag dan masih saling mempengaruhi,
sedangkan Pb tidak terpengaruh terhadap kehadiran dan dominasi unsurunsur yang lainnya. Sebagai contoh untuk pola yang berbanding lurus dan
saling mempengaruhi adalah unsur Au dan Ag, yaitu apabila unsur Au naik,

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

maka unsur Ag relatif mengikuti naik, begitu pula sebaliknya. Sedangkan


yang mempunyai pola kebalikan dan saling mempengaruhi sebagai
contohnya adalah unsur Au dan Cu, yaitu apabila unsur Au naik, maka
unsur Cu relatif turun, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan indikasi dari
grafik tersebut dapat diinterpretasikan bahwa daerah pertambangan rakyat
di Panyabungan ini merupakan zona mineralisasi emas (Au) perak (Ag)
dalam urat kuarsa.
Analisa inklusi fluida (fluid inclusion) terhadap satu sampel urat kuarsa
mendeteksi suhu homogenisasi (homogenization temperatures/Th) dengan
kisaran 239-250 oC, dan suhu pembekuan (freezing temperatures/Tm) ratarata sebesar -0,4-0,5 oC dengan salinitas fluida sekitar 0,78 equivalent
wt.%NaCl dihitung dari temperatur peleburan cairan yang mengandung air.
Seperti perkiraan untuk temperatur larutan hidrotermal yang terperangkap
dan dalam pembentukan kuarsa, inklusi fluida primer kaya akan cairan yang
mengandung air (secara bersamaan juga banyak mengandung inklusi kaya
gas) terbentuk dalam kisaran suhu homogenisasi 239-250 oC (Gambar 13).
Hasil petrografi inklusi fluida 1o H2O pada inklusi kaya cairan dan gas
menggambarkan zona pertumbuhan pada kuarsa berupa kumpulan semen
silika sekunder, kalkopirit juga nampak hadir (Applied Petrologic Services
and Research, Wanaka, New Zealand, 2009).

Gambar 13. Grafik yang menggambarkan Th (H2O) pada sampel urat kuarsa
yang diambil untuk data inklusi fluida yaitu 239-250 oC.
Salinitas fluida yang sebesar 0,78 equivalent wt.%NaCl ini menunjukkan
bahwa fluida hidrotermal telah mengalami dilusi atau pengenceran oleh air
tanah sehingga fluida yang dominan berupa H2S dan dapat dikategorikan
sebagai fluida dengan salinitas sangat rendah. Rendahnya salinitas inklusi
fluida mengarah pada dugaan bahwa kuarsa terbentuk pada suatu

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

lingkungan dangkal dimana terjadi pencampuran fluida hidrotermal dan air


tanah. Karena suhu pembentukan inklusi fluida di kedalaman sangat erat
kaitannya dengan suhu pendidihan dan tekanan hidrostatika (Haas, 1971
dalam Herman, 2006), dengan asumsi bahwa sistem hidrotermal terbentuk
dengan salinitas fluida sebesar 0,78 equivalent wt.%NaCl dan kuarsa
terbentuk dalam kisaran suhu homogenisasi 239-250 oC, maka dapat
terdeteksi bahwa mineralisasi emas pertambangan rakyat di Panyabungan
terbentuk pada kedalaman antara 350 430 meter di bawah permukaan
purba (paleosurface) (Gambar 14) dengan level mineralisasi berada di
boiling level ke arah bawah atau mendekati transisi precious metal ke base
metal interval (Gambar 15).

Gambar 14. Diagram hubungan suhu dan kedalaman proses mineralisasi di


daerah Panyabungan, Sumatera Utara (mengacu kepada Haas,
1971 dalam Herman, 2006).

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Permukaan Sekarang

Tambang rakyat Panyabungan

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Gambar 15. Model skematik interpretasi level mineralisasi di daerah


Panyabungan, Sumatera Utara (mengacu kepada Buchanan, 1981 dalam
Gunn).
KESIMPULAN
Dari hasil analisa data-data yang didapatkan bahwa mineralisasi daerah
pertambangan rakyat di Panyabungan berupa endapan emas-perak (Au-Ag)
dengan perbandingan rata-rata 1 : 4 mempunyai tipe endapan epitermal
sulfidasi rendah (epithermal low sulphidation) pada sistem urat dengan
mineral-mineral ubahan berupa adularia, silika, illit, monmorilonit, kaolinit
dan klorit, dengan tekstur urat kuarsa yang dominan adalah proses
pengisian (cavity filling) atau sering juga disebut sebagai open-space veins
pada batuan samping volkanik (volcanic hosted) berasosiasi dengan mineral
logam anomali rendah berupa Cu, Pb, dan Zn.
Dengan terdeteksinya secara kimiawi unsur-unsur As dan Sb yang cukup
signifikan pada urat kuarsa menguatkan bahwa mineralisasi di daerah
Panyabungan ini terbentuk di lingkungan epitermal, sementara kandungan
Cu, Pb, dan Zn (base metal) sudah mulai hadir meskipun tidak melimpah
maka mencerminkan bahwa mineralisasi epitermal bersulfidasi rendah ini
berada di boiling level ke arah bawah atau mendekati transisi precious metal
ke base metal interval. Adanya tekstur bladed carbonate menandakan

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

bahwa telah terjadi proses pendidihan (boiling) pada level ini karena terjadi
pencampuran secara cepat antara fluida hidrotermal dengan air tanah
(meteoric water) dan membentuk larutan klorida dengan pH mendekati
netral (near-neutral).
Temperatur ubahan hidrotermal terbentuk pada kisaran suhu 239 250 oC,
dengan salinitas rendah yaitu sekitar 0,78 equivalent wt.%NaCl, pada
kedalaman antara 350 430 meter di bawah permukaan purba
(paleosurface) yang menghasilkan pengendapan mineral bijih Au-Ag oleh
fluida yang dominan adalah meteoric water.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z., dan Harahap, B.H., 2007. Indikasi Mineralisasi Epitermal Emas
Bersulfidasi Rendah, di Wilayah Kecamatan Bonjol, Kabupaten
Pasaman, Sumatera Barat, Jurnal Geologi Indonesia Vol. 2 No. 1,
Pusat Survey Geologi, Bandung, hal. 55-67.
Aspden J.A., Kartawa W., Aldiss, D.T., Djunuddin, A., Whandoyo, R.,
Diatma, D., Clarke, M.C.G., Harahap, H., 1982. Geologi Lembar
Padang Sidempuan dan Sibolga, Sumatera, Departemen
Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 34
hal.
Buchanan, L.J., 1981. Scale Model for Zoning of Textures, Alteration, Ore
and Gangue Mineralogy in a Typical Boiling Zone Epithermal Vein,
dalam: G. Morrison, D. Guoyi, dan S. Jaireth (ed.), 1990. Textural
Zoning in Epithermal Quartz Veins, Klondike Exploration Services,
Townsville QLD 4810, Australia, 21 p.
Corbett, G.J., 2002. Epithermal Gold for Explorationists, AIG Journal
Applied Geoscientific Practice and Research in Australia, 26 p.
Darman, H., dan Sidi, F.H., 2000. An Outline of the Geology of Indonesia,
Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Jakarta, 101 p.
Gunn, G., _____. Exploration and Processing of Gold, Kingsley Dunham
Centre, British Geologycal Survey.
Hedenquist, J.W., 1987. Mineralization Associated with Volcanic-Related
Hydrothermal Systems in the Circum-Pacific Basin, Chapter 44,
Circum-Pacific Energy and Mineral Resources Conference, pp. 513524.
Herman, D.Z., 2006. Karakteristik Mineralisasi Epitermal di Daerah Taran,
Hulu Kahayan, Kalimantan Tengah Berdasarkan Studi Mikroskopis,
X-Ray Diffraction (XRD) dan Inklusi Fluida, Jurnal Geologi Indonesia,
Vol. 1 No. 3, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung, hal. 155-162.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No. 1, Januari 2011

Purwanto, H.S., Riswandi, H., 2010. Jenis Deposit Massive Sulphide Pb-Zn
di Daerah Riam Kusik, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang,
Provinsi Kalimantan Barat, Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3 No. 6, Magister
Teknik Geologi, UPN Veteran Yogyakarta, hal. 15-26.
Taylor, R.G., _____. Ore Textures: Recognition and Interpretation, Vol. I:
Infill, James Cook University of North Queensland, Townsville, 24 p.
White, N.C., and Hedenquist, J.W., 1995. Epithermal Gold Deposit: Styles,
characteristics and Exploration, Sociaty of Economic Geologists, Economic
Geology, No. 23, pp. 8-13.

You might also like