Professional Documents
Culture Documents
1, Januari 2011
ABSTRACT
Gold mineralization in local mining area at Panyabungan, Mandailing-Natal
regency, North Sumatra province are hosted by volcaniclastic both andesitic
and dacitic composition. The gold mineralization associated with
hydrothermal alteration assemblage from proximal to distal i.e. silicification,
argillic, and propylitic. Mineralogy of the deposit consists of gold and silver
with minor pyrite, spalerite, chalcopyrite, galena and manganese. The gold
mineralization is characterized by presence of quartz vein with several
textures of vug/cavities, banded (crustiform-colloform), breccia, chalcedonic,
bladed, comb structure, dogtooth, stockwork, and massive that typically as
epithermal deposit.
Based on the alteration and mineralization, with laboratorium analysis
(PIMA, petrography, AAS, and fluid inclusion) will get detailer in
interpretation of minerals alteration assemblage, metal elements
relationship, type of deposit, temperature and depth of ore depositional.
Keywords: Gold mineralization, hydrothermal alteration, epithermal
SARI
Mineralisasi emas daerah pertambangan rakyat di Panyabungan,
Kabupaten Mandailing-Natal, Provinsi Sumatera Utara ditempati secara
dominan oleh batuan klastika gunungapi (volkaniklastik) berkomposisi
andesitik dan dasitik. Mineralisasi emas ini berasosiasi dengan kumpulan
ubahan hidrotermal dari proximal ke distal yaitu alterasi silisifikasi, argilik,
dan propilitik. Mineralogi endapan ini terdiri atas emas dan perak dengan
sedikit pirit, sfalerit, kalkopirit, galena dan mangan. Batuan yang
termineralisasi emas ditandai oleh keberadaan urat kuarsa dengan tekstur
vug/cavities, berlapis (banded: crustiform-colloform), breksiasi, kalsedonik,
bladed, comb structure, dogtooth, stockwork dan masif yang merupakan ciri
khas dari jenis endapan epitermal.
Berdasarkan alterasi dan mineralisasi yang berkembang dengan dibantu
oleh analisa laboratorium seperti PIMA, petrografi, AAS dan inklusi fluida
maka dapat menginterpretasikan secara lebih detil mengenai mineralmineral ubahan, hubungan antar unsur logam, jenis endapan, suhu dan
kedalaman pembentukan endapan bijih.
Kata kunci: Mineralisasi emas, ubahan hidrotermal, epitermal
PENDAHULUAN
Jumlah rata-rata unsur Au dalam kerak bumi adalah sebesar 0,004 gram per
ton (ppm). Proses-proses geologi dapat menyebabkan terkosentrasinya
unsur Au lebih dari jumlah rata-rata unsur Au yang ada di dalam kerak bumi.
Karena logam emas merupakan salah satu komoditas logam berharga yang
mempunyai harga yang tinggi, maka banyak orang yang selalu berusaha
untuk mencari dan mendapatkannya.
Khususnya di daerah Panyabungan, kabupaten Mandailing-Natal (Madina),
provinsi Sumatera Utara memiliki potensi bahan tambang mineral emas
yang umumnya dilakukan oleh masyarakat sebagai pertambangan rakyat
skala kecil yang menjadi daerah panelitian (Gambar 1). Wilayah
penambangan emas di daerah Panyabungan ini merupakan salah satu dari
beberapa daerah prospek penambangan emas yang berada di jalur
pegunungan Bukit Barisan yang berkaitan erat dengan sistem sesar
Sumatera.
Keberadaan mineralisasi emas di Panyabungan ini sebagai wilayah
pertambangan rakyat menimbulkan permasalahan tersendiri terkait dengan
legalitas aktivitas penambangan, persoalan lingkungan, serta kesehatan dan
keselamatan kerja. Namun, di sisi lain penulis ingin mengetahui dan
memahami kondisi geologi, karakteristik alterasi dan mineralisasi beserta
asosiasi mineral ekonomisnya yang berkembang.
Tulisan ini ditekankan pada identifikasi ubahan hidrotermal dan tekstur
spesifik urat-urat kuarsa dalam rangka mengungkap terjadinya mineralisasi
emas, terutama berkaitan dengan susunan fluida penyebab terjadinya
alterasi dan mineralisasi, suhu pembentukan dan lingkungan pengendapan
mineral, serta geokimia hubungan antar unsur logam termineralisasi yang
berada di dalam area pertambangan rakyat tersebut.
Gambar 3.
geologi A-A
Penampang
daerah telitian.
Adanya intrusi dan mineralisasi ini dikontrol oleh rekahan sesar Sumatera
yang membentuk beberapa perpotongan antara sesar utama yaitu sesar
mendatar geser kanan dengan sesar turun yang membentuk graben
Panyabungan. Struktur tersebut telah membentuk zona-zona bukaan (shear
zones) yang berperan sebagai saluran jalan keluarnya magma dan fluida
hidrotermal. Jejak-jejak sesar yang berada di daerah telitian umumnya
berarah barat laut tenggara dan utara selatan. Adanya pembelokan arah
struktur sesar umumnya juga akan membentuk zona mineralisasi sebagai
tempat jebakan endapan emas dan mineral-mineral penyertanya yang
cukup berarti.
METODE PENELITIAN
Salah satu penampakan penting ubahan hidrotermal adalah terjadinya
perubahan mineral-mineral utama pembentuk batuan menjadi kumpulan
mineral baru yang dihasilkan oleh proses hidrotermal. Beberapa faktor yang
berperan dalam pembentukan mineral-mineral ubahan antara lain: suhu,
tekanan, jenis batuan asal, permeabilitas batuan, lamanya kegiatan
hidrotermal dan yang terpenting susunan fluida hidrotermal (Browne dan
Ellis, 1970).
Metode penelitian yang dilakukan meliputi pemetaan geologi serta
identifikasi zona alterasi dan mineralisasi serta pengambilan sampel batuan
pada singkapan di permukaan maupun masuk ke dalam lubang galian
masyarakat (local adit) dengan sistem channel sampling memotong urat
kuarsa hingga kedalaman sekitar 170 meter.
c.
b.
c.
d.
e.
f.
Kode
Sampel
Mineral 1
Mineral 2
NNR1
Silika
Illit jarang
NNR1
Silika
Illit jarang
NNR2
Illit
Monmorillonit jarang
NNR2
Illit
Monmorillonit
NNR2
Illit
Monmorillonit
NNR2
Illit
Monmorillonit sedikit
NNR3
Illit
Silika
Klorit
Monmorillonit
jarang
NNR3
Illit
Monmorillonit
Silika
Klorit jarang
NNR3
Illit
Monmorillonit sedikit
Klorit
Mineral 3
Mineral 4
Mineral 5
Catatan
Analisa
Urat
kuarsa
Urat
kuarsa
Zona
argilik
Zona
argilik
Zona
argilik
Zona
argilik
Zona
argilik ke
propilitik
Zona
argilik ke
propilitik
Zona
argilik ke
propilitik
Kaolinit jarang
Dari hasil analisa petrografi baik melalui sayatan tipis maupun sayatan poles
maka akan membantu sekali dalam mengidentifikasi mineral-mineral ubahan
dan endapan bijih yang terbentuk di daerah telitian. Dari tiga sampel batuan
yang dianalisa secara petrografi dengan sayatan tipis maka dapat diketahui
macam-macam mineral ubahan yang terbentuk beserta teksturnya (Gambar
5, 6, dan 7).
a.
bladed carbonate
b.
illit
kuarsa
kuarsa sayatan tipis dalam urat kuarsa dengan no.
Gambar 5. Fotomikrograf
sampel NNR1: a) bladed carbonate tertutupi oleh kuarsa anhedral
hingga euhedral, 1500 m. ppl., b) lempung illit terbentuk dari
ubahan fragmen batuan samping dan tertutupi oleh semen
kuarsa, 600 m. cpl.
a.
adularia
b.
kuarsa
kuarsa
adularia
a.
adularia
b.
kuarsa
illit
illit
Gambar 7. Fotomikrograf sayatan tipis dalam urat kuarsa dengan no. sampel NNR3: a)
pervasive lempung illit terbentuk setelah adularia, yang terbentuk setelah terjadi
ubahan dari masa dasar batuan samping, 600 m, ppl., b) lempung illit yang
terkonsentrasi sepanjang shear menutupi fragmen-fragmen kuarsa, 600 m, ppl.
Dari tiga sampel batuan yang dianalisa secara mikroskopis dengan sayatan
poles didapatkan beberapa mineral bijih yaitu emas natif (native gold),
argentit, kalkopirit, spalerit dan pirit dengan tekstur yang berkembang
(Gambar 8, 9, dan 10).
a.
b.
kuarsa
kuarsa banded
emas natif
emas
kalsedon
kuarsa kalsedonik
kuarsa kalsedonik
Gambar 8. Fotomikrograf mineral bijih sulfida dalam urat kuarsa dengan no. sampel NNR1: a)
butiran emas dalam kumpulan kuarsa banded, kuarsa kalsedonik, dan kalsedon,
600 m. ppl/rl., b) emas natif yang intergrown dengan kuarsa dan kuarsa
kalsedonik, 80 m. ppl/rl.
a.
emas natif
b.
pirit
semen silika
semen silika
pirit
spalerit
argentit
emas
Gambar 9. Fotomikrograf mineral bijih sulfida dalam urat kuarsa dengan no. sampel NNR2: a)
emas/elektrum natif intergrown dengan argentit yang overgrowths ke pirit dalam
semen silika, 300 m. ppl/rl., b) butiran emas intergrown dengan spalerit dan pirit
dalam daerah semen silika banded, 300 m. ppl.
b.
a.
pirit
kalkopirit
kuarsa
kalkopirit
semen silika
kalkopirit
semen silika
Gambar 10. Fotomikrograf mineral bijih sulfida dalam urat kuarsa dengan
no. sampel NNR3: a) kalkopirit overgrowth dengan pirit di dalam
kumpulan semen silika termasuk juga adularia, 300 m. ppl/rl , b)
kalkopirit mengisi pecahan fase akhir pada kuarsa, 300 m. cpl/rl.
Analisa kimia (AAS) terhadap contoh batuan termineralisasi (urat kuarsa)
mampu mendeteksi kandungan unsur-unsur yang erat kaitannya dengan
proses mineralisasi epitermal dengan ditunjukkan oleh keberadaan As dan
Sb dengan kandungan yang signifikan dari Au, Ag, Cu, Pb, dan Zn (Tabel
2).
Hubungan Antar Unsur (Au, Ag, Cu, Pb, Zn, As, Sb, dan Mo)
700
Au
600
Kadar (ppm)
Ag
500
Cu
400
Pb
300
Zn
As
200
Sb
100
Mo
0
N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7a N7b N8a N8b N9a N9b N10 N11 N12
Kadar (ppm)
100
Cu
Pb
10
Zn
As
Sb
Mo
0.1
N1
N2
N3
N4
N5
Gambar 13. Grafik yang menggambarkan Th (H2O) pada sampel urat kuarsa
yang diambil untuk data inklusi fluida yaitu 239-250 oC.
Salinitas fluida yang sebesar 0,78 equivalent wt.%NaCl ini menunjukkan
bahwa fluida hidrotermal telah mengalami dilusi atau pengenceran oleh air
tanah sehingga fluida yang dominan berupa H2S dan dapat dikategorikan
sebagai fluida dengan salinitas sangat rendah. Rendahnya salinitas inklusi
fluida mengarah pada dugaan bahwa kuarsa terbentuk pada suatu
Permukaan Sekarang
bahwa telah terjadi proses pendidihan (boiling) pada level ini karena terjadi
pencampuran secara cepat antara fluida hidrotermal dengan air tanah
(meteoric water) dan membentuk larutan klorida dengan pH mendekati
netral (near-neutral).
Temperatur ubahan hidrotermal terbentuk pada kisaran suhu 239 250 oC,
dengan salinitas rendah yaitu sekitar 0,78 equivalent wt.%NaCl, pada
kedalaman antara 350 430 meter di bawah permukaan purba
(paleosurface) yang menghasilkan pengendapan mineral bijih Au-Ag oleh
fluida yang dominan adalah meteoric water.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z., dan Harahap, B.H., 2007. Indikasi Mineralisasi Epitermal Emas
Bersulfidasi Rendah, di Wilayah Kecamatan Bonjol, Kabupaten
Pasaman, Sumatera Barat, Jurnal Geologi Indonesia Vol. 2 No. 1,
Pusat Survey Geologi, Bandung, hal. 55-67.
Aspden J.A., Kartawa W., Aldiss, D.T., Djunuddin, A., Whandoyo, R.,
Diatma, D., Clarke, M.C.G., Harahap, H., 1982. Geologi Lembar
Padang Sidempuan dan Sibolga, Sumatera, Departemen
Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, 34
hal.
Buchanan, L.J., 1981. Scale Model for Zoning of Textures, Alteration, Ore
and Gangue Mineralogy in a Typical Boiling Zone Epithermal Vein,
dalam: G. Morrison, D. Guoyi, dan S. Jaireth (ed.), 1990. Textural
Zoning in Epithermal Quartz Veins, Klondike Exploration Services,
Townsville QLD 4810, Australia, 21 p.
Corbett, G.J., 2002. Epithermal Gold for Explorationists, AIG Journal
Applied Geoscientific Practice and Research in Australia, 26 p.
Darman, H., dan Sidi, F.H., 2000. An Outline of the Geology of Indonesia,
Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Jakarta, 101 p.
Gunn, G., _____. Exploration and Processing of Gold, Kingsley Dunham
Centre, British Geologycal Survey.
Hedenquist, J.W., 1987. Mineralization Associated with Volcanic-Related
Hydrothermal Systems in the Circum-Pacific Basin, Chapter 44,
Circum-Pacific Energy and Mineral Resources Conference, pp. 513524.
Herman, D.Z., 2006. Karakteristik Mineralisasi Epitermal di Daerah Taran,
Hulu Kahayan, Kalimantan Tengah Berdasarkan Studi Mikroskopis,
X-Ray Diffraction (XRD) dan Inklusi Fluida, Jurnal Geologi Indonesia,
Vol. 1 No. 3, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung, hal. 155-162.
Purwanto, H.S., Riswandi, H., 2010. Jenis Deposit Massive Sulphide Pb-Zn
di Daerah Riam Kusik, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang,
Provinsi Kalimantan Barat, Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3 No. 6, Magister
Teknik Geologi, UPN Veteran Yogyakarta, hal. 15-26.
Taylor, R.G., _____. Ore Textures: Recognition and Interpretation, Vol. I:
Infill, James Cook University of North Queensland, Townsville, 24 p.
White, N.C., and Hedenquist, J.W., 1995. Epithermal Gold Deposit: Styles,
characteristics and Exploration, Sociaty of Economic Geologists, Economic
Geology, No. 23, pp. 8-13.