Professional Documents
Culture Documents
EKTIMA
Oleh:
FIKRIAH RAHMI
NIM: 09101021
Pembimbing :
Dr. Imawan Hardiman. Sp.KK
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yangberjudul Ektima yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS
Ilmu Kulit dan Kelamin. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing yaitu dr. Imawan Hardiman, Sp.KK yang telah bersedia
membimbing penulis, sehingga laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan
laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
2
DAFTAR
ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
5
2.1 Definisi
5
2.2 Epidemiologi
5
2.3 Etiologi
6
2.4 Patogenesis
7
2.5 Manifesta
siklinis
8
2.6 Diagnosis
9
2.7 Diagnosis
banding
11
2.8 Komplikasi
13
2.9 Penatalaksanaan
13
2.10.
Prognosis
16
BAB III
ILUSTRASI
KASUS
17
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR
PUSTAKA
24
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula,
ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki
riwayat gigitan serangga (73%). Di daerah perkotaan, lesi-lesi pada ektima
disebabkan stafilokokus aureus dan didapatkan pada pengguna obat-obatan
intravena dan pasien terinfeksi HIV.1
2.3 Etiologi
Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya
disebabkan oleh Streptococcus -hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari
ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi
Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus
pyogenes. Ini didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari
beberapa Staphylococcus saja. 1,2
Streptococcus -hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau
menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan
jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan
imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada
pasien untuk timbulnya ektima. Faktor-faktor predisposisi terjadinya ektima
antara lain: gizi, hygiene perorangan atau lingkungan, iklim, underlying disease
misalnya diabetes melitus, atopik, trauma dan penyakit kronik.2,4
2.4 Patogenesis
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan
sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal
sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G
7
Gambar 2. Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian pecah
membentuk ulkus.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah.
Anamnesis ektima, antara lain2:
1. Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.
2. Durasi. Ektima dapat terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma
berulang, seperti gigitan serangga.
3. Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang,
seperti tungkai bawah.
4. Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah
membentuk ulkus yang tertutupi krusta
5. Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat
menyebabkan penyembuhan luka yang lama.
2.6.2 Pemeriksaan Fisis
Efloresensi ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk
ulkus yang tertutupi krusta.1,5
10
Gambar 4. Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal
11
Gambar 5. Pioderma
Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi. (Seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah)
12
Definisi
Impetigo Krustosa
superfisial
yang
diatasnya
Etiologi
streptococcus B hemolitikus
Gejala
klinis
dasarnya
ulkus,
stretococcus B hemolitikus
13
predileks
2.8 Komplikasi
Ektima jarang menyebabkan gejala sistemik. Komplikasi invasif pada
infeksi kulit streptokokus termasuk selulitis, erysipelas, gangren, limfadenitis
supuratif dan bakterimia.
Komplikasi non supuratif infeksi kulit streptokokus misalnya Scarlet Fever
dan Glomerulonefritis akut. Pemberian terapi antibiotik cepat tidak menunjukkan
pengurangan angka kejadian glomerulonefritis post streptokokus. Akibat sekunder
dari pioderma S. Aureus yang tidak diterapi termasuk celulitis, limfangitis,
osteomielitis dan endokarditis infeksi akut. Beberapa strain S. Aureus
menghasilkan eksotoksin yang dapat menyebabkan staphylococcal scalded skin
syndrome dan toxic shock syndrome. 2,3
2.9 Penatalaksanaan
Meningkatkan higien dan nutrisi, dan pengobatan pada penyakit skabies,
dan penyakit lain yang mendasari. Antibiotik yang dipilih sebaiknya aktif
melawan bakteri baik Streptococcus pyogenes maupun Staphylococcus aureus.
Pengobatan ektima sama dengan pengobatan pada impetigo stafilokokus. Lihat
tabel di bawah.3
Tabel 1. Pengobatan pada Impetigo (sama dengan pengobatan untuk Ektima)
14
Topikal
Mupirocin
Bid
Lini
Sistemik
250-500 mg PO empat
Dicloxacillin
Pertama
hari
25 mg/kg tiga kali sehari;
(tidak tersedia
plus
di
clavulanic
sehari
Fucidic
acid Bid
Amerika
Serikat)
acid;
cephalexin
Azithromycin
Lini
Kedua
(alergi
terhadap
penisilin)
Clindamycin
Erythromycin
15 mg/kg/day tid
250-500 mg PO empat
kali sehari selama 5-7
hari
th
1. Nonfarmakologi
Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun
antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian.
2. Farmakologi
Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi
a. Sistemik
Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik
dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.
15
1)
2)
: 12,5 -
50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.
b. Topikal
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka
digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan
Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topical.1
Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak
digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki
angka resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang
valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan
suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum
luas gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan
ginjal dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini
penggunaannya secara topical dan oral. 1
3. Edukasi
16
Memberi
pengertian
kepada
pasien
tentang
pentingnya
menjaga
Prognosis
17
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I.
Identitas Pasien
Nama
Pendidikan
:-
Umur
: 75 tahun
Agama
: Islam
Jenis kelamin
: Laki-laki
Suku
: Melayu
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
No.MR
:-
Alamat
: Batu Bersurat
Tanggal
: 23/9/ 2015
Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang ke poli Kulit Kelamin RSUD Bangkinang dengan keluhan
kudis dipunggung kaki kiri yang terasa gatal dan nyeri lebih kurang 2 bulan.
Riwayat Penyakit Sekarang
-
Kudis dipunggung kaki kiri yang terasa gatal dan nyeri lebih kurang 2
bulan, akibat dari gigitan nyamuk. Awalnya hanya berupa bintil merah
sebesar kepala jarum pentul, karena gatal pasien terus menerus
menggaruk sehingga semakin membesar.
18
Keluhan yang sama disekitar wajah, ketiak, dada dan punggung tidak
ada.
Status Generalisata
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmentis kooperatif
Tanda vital
-
Tekanan darah
: Tidak diperiksa
Nadi
: Tidak diperiksa
Nafas
: Tidak diperiksa
Suhu
: Tidak diperiksa
Keadaan gizi
: baik
Pemeriksaan thorax
: Tidak diperiksa
Pemeriksaan abdomen
: Tidak diperiksa
19
Status Dermatologis
Lokasi
Distribusi
: terlokalisir
Bentuk
: Sirsinar
Susunan
:Soliter
Batas
: Sirkumskrip
Ukuran
: Numular
Efloresensi
: Abses
Kelainan kuku
20
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Pewarnaan gram
Resume
Pasien laki-laki usia 75 tahun datang dengan keluhan Kudis dipunggung
kaki kiri yang terasa gatal dan nyeri lebih kurang 2 bulan, akibat dari gigitan
nyamuk. Awalnya hanya berupa bintil merah sebesar kepala jarum pentul, karena
gatal pasien terus menerus menggaruk sehingga semakin membesar. 2 minggu
yang lalu bekas gigitan nyamuk tersebut semakin membesar, terasa gatal dan
nyeri, bertambah nyeri jika malam hari dan sakit jika di bawa berjalan.
Dari status dermatologis ditemukan lokasi: dorsum pedis sinistra, distribusi:
terlokalisir, bentuk: sirsinar, susunan:soliter, batas: sirkumskrip, ukuran: numular
dan efloresensi: abses.
Diagnosis Kerja
Ektima
Diagnosis Banding
Impetigo krustosa
Penatalaksanaan
a. Umum
-
21
Jaga kebersihan
b. Khusus
Topikal : abses diinsisi dan dikompres terbuka dengan rivanol 1%,
setelah kering diberikan salep mupirosin 2%.
Prognosis
Quo ad sanam
: Bonam
Quo ad vitam
: Bonam
22
BAB IV
KESIMPULAN
sehingga risiko
23
DAFTAR PUSTAKA
24