You are on page 1of 24

Laporan Kasus

EKTIMA

Oleh:

FIKRIAH RAHMI
NIM: 09101021

Pembimbing :
Dr. Imawan Hardiman. Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
RSUD BANGKINANG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yangberjudul Ektima yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS
Ilmu Kulit dan Kelamin. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing yaitu dr. Imawan Hardiman, Sp.KK yang telah bersedia
membimbing penulis, sehingga laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan
laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.

Bangkinang, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR

2
DAFTAR

ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

4
BAB II

TINJAUAN

PUSTAKA

5
2.1 Definisi
5
2.2 Epidemiologi
5
2.3 Etiologi
6
2.4 Patogenesis
7
2.5 Manifesta

siklinis

8
2.6 Diagnosis

9
2.7 Diagnosis

banding

11
2.8 Komplikasi
13
2.9 Penatalaksanaan
13
2.10.
Prognosis
16
BAB III

ILUSTRASI

KASUS

17
BAB III

KESIMPULAN

23
DAFTAR

PUSTAKA
24

BAB I
PENDAHULUAN
4

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,


Streptococcus, atau oleh keduanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan
tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit.1
Salah satu bentuk pioderma adalah ektima. Ektima adalah pioderma
ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus -hemolyticus.
Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari keduanya.
Bakteri biasanya menyerang epidermis dan dermis sehingga membentuk ulkus
dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.1
Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi
pada ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan
daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada
lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau
gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa
vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras
dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched
out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ektima adalah pioderma kulit ulseratif yang umumnya disebabkan oleh


streptokokus beta hemolitikus. Penyebab lainnya bisa Stafilokokus atau
kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus
dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.
Ektima memiliki sinonim antara lain Ulcerative pyoderma, Cutaneous pyoderma,
Impetigo, Deep impetigo, Skin streptococci, Grup A beta-hemolitik streptococci,
Ecthymatous ulcer, Group A streptococci.1,2,3
2.2 Epidemiologi
Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Di Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
insidennya menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan
sosial ekonomi. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat
pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria
dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai
18 tahun.2,4
Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan
dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang
paling terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak
sistemik yang didapatkan pada pasien ektima.2,4
Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi
pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di
Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya
mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan

penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula,
ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki
riwayat gigitan serangga (73%). Di daerah perkotaan, lesi-lesi pada ektima
disebabkan stafilokokus aureus dan didapatkan pada pengguna obat-obatan
intravena dan pasien terinfeksi HIV.1

2.3 Etiologi
Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya
disebabkan oleh Streptococcus -hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari
ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi
Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus
pyogenes. Ini didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari
beberapa Staphylococcus saja. 1,2
Streptococcus -hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau
menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan
jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan
imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada
pasien untuk timbulnya ektima. Faktor-faktor predisposisi terjadinya ektima
antara lain: gizi, hygiene perorangan atau lingkungan, iklim, underlying disease
misalnya diabetes melitus, atopik, trauma dan penyakit kronik.2,4
2.4 Patogenesis
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan
sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal
sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G
7

merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia.


Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap
fagositosis.3
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan
beberapa toksin yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik.
Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja
dengan cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR (Mayor Histocompability
Complex II (MHC II)) pada antigen-presenting cell tanpa adanya proses antigen.
Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima
elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi
dengan variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik dari sel T menyebabkan
pelepasan masif Tumor Necrosis Factor- (TNF-), Interleukin-1 (IL-1), dan
Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis berupa
demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cedera jaringan.3
Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic
memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus.
Adanya trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma,
dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada pathogenesis
dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini.2,4
2.5 Gejala Klinis
Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang
eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 3 cm) dan beberapa hari
kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.
Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas,

tertinggal ulkus superficial dengan gambaran punched out appearance atau


berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi
sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat
ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.2,4

Gambar 1. Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah

Gambar 2. Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian pecah
membentuk ulkus.

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah.
Anamnesis ektima, antara lain2:
1. Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.

2. Durasi. Ektima dapat terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma
berulang, seperti gigitan serangga.
3. Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang,
seperti tungkai bawah.
4. Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah
membentuk ulkus yang tertutupi krusta
5. Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat
menyebabkan penyembuhan luka yang lama.
2.6.2 Pemeriksaan Fisis
Efloresensi ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk
ulkus yang tertutupi krusta.1,5

Gambar 3. Krusta coklat berlapis lapis pada ektima

10

Gambar 4. Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan gram
dan kultur. Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan mengerok
tepi lesi yang aktif. Pemeriksaan dengan gram merupakan prosedur yang paling
bermanfaat dalam mikrobilologi diagnostik ketika dicurigai adanya infeksi
bakteri. Sebagian besar bahan yang diserahkan harus diapus pada gelas objek,
diwarnai gram dan diperiksa secara mikroskopik.2
Pada pemeriksaan mikroskopik, reaksi gram (biru-keunguan menunjukkan
organisme gram positif, merah gram negatif), dan morfologi bakteri (bentuk:
kokus, batang, fusiform atau yang lain) harus diperhatikan. Pada kultur atau
biakan, kebanyakan streptokokus tumbuh dalam pembenihan padat sebagai koloni
discoid dengan diameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan simpai sering
membentuk koloni mukoid.2
Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus,
dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea.
Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN.

11

Infiltrasi granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi dengan


edema endotel. Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.2

Gambar 5. Pioderma
Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi. (Seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah)

2.7 Diagnosis Banding


a. Furunkel. Radang pada folikel rambut dan sekitarnya. Disebabkan oleh
staphylococcus aureus, dengan keluhan nyeri, berupa nodus yang eritematosa
berbentuk kerucut, ditengah terdapat pustul. Kemudian melunak menjadi
abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik, memecah membentuk fistel.
Tempat predileksinya di tempat yang banyak friksi.1
b. Impetigo Krustosa. Persamaanya kedua-duanya berkrusta berwarna kuning.
Perbedaanya krustosa terdapat pada anak, berlokasi dimuka. Dan dasarnya
ialah erosi sebaliknya pada ektima terdapat baik pada anak maupun dewasa
tempat predileksinya ditungkai bawah dan dasarnya ialah ulkus1
c. Ulkus Varikosum merupakan ulkus pada tungkai bawah yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam vena ulkus biasanya soliter terletak diatas
maleolus internus, bentuk bulat atau lonjong, dangkal, tertutup oleh jaringan
nekrotik, jaringan sekitarnya hiperpigmentasi. Bila ulkus varikosum telah

12

berlangsung lama, jaringan disekitar ulkus mengeras, pinggir ulkus


menyembuh menjadi jaringan parut.1
d.

Ulkus tropikum merupakan ulkus yang cepat berkembang dan nyeri,


penyebab tidak diketahui tetapi 3 faktor yang memegang peranan adalah
trauma, higiene dan gizi serta infeksi. Ulkus pada ulkus tropikum biasanya
hanya satu ditungkai bawah. Umumnya timbul akibat trauma. Kelainan kulit
mula-mula berupa lepuhan kecil berisi cairan serosanguinolen. Kemudian
dalam beberapa jam pecah dan membentuk ulkus. Bentuk ulkus lonjong atau
bulat tertutup jaringan nekrotik. Tepi sedikit lebih tinggi daripada kulit
normal. Dinding ulkus tidak bergaung, tetapi sedikit landai sehingga
berbentuk seperti cawan. Jaringan disekitar ulkus meradang dan terasa nyeri
serta mengeluarkan bau seperti telur busuk. 1
Ektima

Definisi

Impetigo Krustosa

ulkus superfisial dengan krusta piodema

superfisial

yang

diatasnya

terbatas pada epidermis

pada anak-anak dan dewasa

menyerang pada anak-anak


4-5 tahun

Etiologi

streptococcus B hemolitikus

Gejala

krusta tebal berwarna kuning, Eritema dan vesikel yang

klinis

dasarnya

ulkus,

stretococcus B hemolitikus

gambaran cepat pecah menjadi krusta

punched out apparance

tebal berwarna kuning seperti


madu, dasarnya erosi

13

predileks

tungkai bawah tempat relatif Muka (sekitar lubang hidung

banyak trauma, tempat lainnya dan mulut)


adalah bokong dan paha

2.8 Komplikasi
Ektima jarang menyebabkan gejala sistemik. Komplikasi invasif pada
infeksi kulit streptokokus termasuk selulitis, erysipelas, gangren, limfadenitis
supuratif dan bakterimia.
Komplikasi non supuratif infeksi kulit streptokokus misalnya Scarlet Fever
dan Glomerulonefritis akut. Pemberian terapi antibiotik cepat tidak menunjukkan
pengurangan angka kejadian glomerulonefritis post streptokokus. Akibat sekunder
dari pioderma S. Aureus yang tidak diterapi termasuk celulitis, limfangitis,
osteomielitis dan endokarditis infeksi akut. Beberapa strain S. Aureus
menghasilkan eksotoksin yang dapat menyebabkan staphylococcal scalded skin
syndrome dan toxic shock syndrome. 2,3
2.9 Penatalaksanaan
Meningkatkan higien dan nutrisi, dan pengobatan pada penyakit skabies,
dan penyakit lain yang mendasari. Antibiotik yang dipilih sebaiknya aktif
melawan bakteri baik Streptococcus pyogenes maupun Staphylococcus aureus.
Pengobatan ektima sama dengan pengobatan pada impetigo stafilokokus. Lihat
tabel di bawah.3
Tabel 1. Pengobatan pada Impetigo (sama dengan pengobatan untuk Ektima)

14

Topikal
Mupirocin
Bid

Lini

Sistemik
250-500 mg PO empat

Dicloxacillin

Pertama

kali sehari selama 5-7


Amoxicillin

hari
25 mg/kg tiga kali sehari;

(tidak tersedia

plus

250-500 mg empat kali

di

clavulanic

sehari

Fucidic

acid Bid

Amerika

Serikat)

acid;
cephalexin
Azithromycin

Lini
Kedua

500 mg x 1, then 250 mg


perhari selama 4 hari

(alergi
terhadap
penisilin)
Clindamycin
Erythromycin

15 mg/kg/day tid
250-500 mg PO empat
kali sehari selama 5-7
hari

th

Sumber: Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7 ed. 2008

1. Nonfarmakologi
Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun
antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian.
2. Farmakologi
Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi

a. Sistemik
Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik
dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.

15

1)

Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)


-

Dikloksasilin. Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.

Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.


Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
Sefalosporin generasi pertama, seperti Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari
selama 10 hari atau sefadroksil 2 x 10-15 mg/kgBB selama 5-7 hari

2)

Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)


-

Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari


Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari. Anak

: 12,5 -

50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.
b. Topikal
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka
digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan
Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topical.1
Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak
digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki
angka resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang
valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan
suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum
luas gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan
ginjal dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini
penggunaannya secara topical dan oral. 1
3. Edukasi

16

Memberi

pengertian

kepada

pasien

tentang

pentingnya

menjaga

kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan


penyakit kulit. 1
2.10

Prognosis

Umumnya baik dapat membaik setelah beberap minggu namun dapat


meninggalkan bekas

17

BAB III
ILUSTRASI KASUS

I.

Identitas Pasien
Nama

: Tn. M. Ali Amran

Pendidikan

:-

Umur

: 75 tahun

Agama

: Islam

Jenis kelamin

: Laki-laki

Suku

: Melayu

Pekerjaan

: Pensiunan PNS

No.MR

:-

Alamat

: Batu Bersurat

Tanggal

: 23/9/ 2015

Status perkawinan: Sudah Menikah


II.

Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang ke poli Kulit Kelamin RSUD Bangkinang dengan keluhan

kudis dipunggung kaki kiri yang terasa gatal dan nyeri lebih kurang 2 bulan.
Riwayat Penyakit Sekarang
-

Kudis dipunggung kaki kiri yang terasa gatal dan nyeri lebih kurang 2
bulan, akibat dari gigitan nyamuk. Awalnya hanya berupa bintil merah
sebesar kepala jarum pentul, karena gatal pasien terus menerus
menggaruk sehingga semakin membesar.

2 minggu yang lalu bekas gigitan nyamuk tersebut semakin membesar,


bernanah, terasa gatal dan nyeri, bertambah nyeri jika malam hari dan
sakit jika di bawa berjalan.

18

Keluhan yang sama disekitar wajah, ketiak, dada dan punggung tidak
ada.

Keluhan demam tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat sakit diabetes disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien belum pernah berobat

Status Generalisata

Keadaan umum

: Tidak tampak sakit

Kesadaran

: Composmentis kooperatif

Tanda vital
-

Tekanan darah

: Tidak diperiksa

Nadi

: Tidak diperiksa

Nafas

: Tidak diperiksa

Suhu

: Tidak diperiksa

Keadaan gizi

: baik

Pemeriksaan thorax

: Tidak diperiksa

Pemeriksaan abdomen

: Tidak diperiksa

19

Status Dermatologis

Lokasi

: Dorsum pedis sinistra

Distribusi

: terlokalisir

Bentuk

: Sirsinar

Susunan

:Soliter

Batas

: Sirkumskrip

Ukuran

: Numular

Efloresensi

: Abses

Gambar 7. Kondisi pasien saat datang di Poli Kulit

Kelainan mukosa : Tidak ditemukan kelainan


Kelainan Mata

: Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku

: Tidak ditemukan kelainan

Kelainan Rambut : Tidak ditemukan kelainan


Kelainan KGB

: Tidak ditemukan pembesaran KGB

20

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Pewarnaan gram
Resume
Pasien laki-laki usia 75 tahun datang dengan keluhan Kudis dipunggung
kaki kiri yang terasa gatal dan nyeri lebih kurang 2 bulan, akibat dari gigitan
nyamuk. Awalnya hanya berupa bintil merah sebesar kepala jarum pentul, karena
gatal pasien terus menerus menggaruk sehingga semakin membesar. 2 minggu
yang lalu bekas gigitan nyamuk tersebut semakin membesar, terasa gatal dan
nyeri, bertambah nyeri jika malam hari dan sakit jika di bawa berjalan.
Dari status dermatologis ditemukan lokasi: dorsum pedis sinistra, distribusi:
terlokalisir, bentuk: sirsinar, susunan:soliter, batas: sirkumskrip, ukuran: numular
dan efloresensi: abses.
Diagnosis Kerja
Ektima
Diagnosis Banding
Impetigo krustosa
Penatalaksanaan
a. Umum
-

Jangan mengaruk lesi

Hindari dari gigitan serangga

21

Jaga kebersihan

Sering cuci tangan dan kuku dipotong

b. Khusus
Topikal : abses diinsisi dan dikompres terbuka dengan rivanol 1%,
setelah kering diberikan salep mupirosin 2%.

Prognosis

Quo ad sanam

: Bonam

Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad functionam : Bonam

Quo ad kosmetikum : Qua ad Malam

22

BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus ektima pada pasien laki-laki, berusia 75 tahun.


Diagnosis ektima ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang digali dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Keluhan utama pasien mengeluhkan kudis punggung kaki
terasa gatal dan nyeri lebih kurang 2 bulan yang lalu. Efloresensi yang dijumpai
sesuai dengan gambaran klinis ektima. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.
Pasien diterapi dengan antibiotik topikal (mupirosin 2% salap). Prognosis
penyakit pasien baik. Terapi yang diberikan sudah adekuat

sehingga risiko

berkembangnya infeksi bisa dikurangi. Pasien juga tidak memiliki faktor


predisposisi yang meningkatkan risiko rekurensi.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Pioderma, Dalam: Djuanda A,eds. Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2008. p. 57-60.
2. Loretta D. Ecthyma. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com.
Dikutip pada tanggal 9 Januari 2012.
3. Craft N, et al. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma, In: Wolff
Klause, Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1694701.
4. Cevasco N.C. Common Skin Infection, Bacterial Infection. Available from:
URL: http://www.clevelandclinicmeded.com. Dikutip pada tanggal 9 Januari
2012
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah
Denpasar tahun 2007.

24

You might also like