You are on page 1of 16

SKIZOFRENIA KATATONIK

I. PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan penyakit yang sudah ada sejak 100 tahun yang lalu. Namun
penyakit ini pertama kali diidentifikasi sebagai penyakit mental oleh Dr Emile Kraepelin
pada tahun 1887 dan penyakit itu sendiri umumnya diyakini telah ada dari sejak dulu kala.
Orang yang pertama mengklasifikasikan gangguan mental ke dalam kategori yang berbeda
adalah seorang dokter dari Jerman, Emile Kraepelin. Dr Kraepelin menggunakan
"dementia praecox" untuk istilah orang yang memiliki gejala yang sekarang kita kaitkan
dengan skizofrenia.1
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1 % penduduk
di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25
tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan.
Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi.2

II. PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Arti kata Skizofrenia dipopulerkan oleh Eugen Bleuler. Ketika itu, pada tahun
1911, Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai istilah skizofrenia, karena
nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit ini,yaitu jiwa yang
terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir, perasaan,
dan perbuatan (schizos = pecah-belah atau bercabang, phren = jiwa).3
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.4
B. EPIDEMIOLOGI
Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti
skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun dan
hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang
dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk.
1

Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara


bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut,
penelitian Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National
Institue of Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3
%. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10-negara yang dilakukan oleh
WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia belum ditentukan
sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipe skizofrenia.5,6
Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan
perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang
lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai
25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian telah
menyatakan bahwa laki-laki lebih mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh
gejala negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik
daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita
adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia laki-laki.
Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara historis,
prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat lebih tinggi dari
daerah lainnya.5
C. ETIOLOGI
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun
berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis
dopamin. Model diastesis stres merupakan satu model yang mengintegrasikan
faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa
seseorang yang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diastesis) yang jika
dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stres, memungkinkan
perkembangan gejala skizofrenia. Komponen lingkungan dapat biologis (seperti
infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga yang penuh ketegangan).5
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu
banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan.
Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan
dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik
tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti
amfetamin) merupakan salah satu psikotomimetik. Namun belum jelas apakah
2

hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu
banyaknya reseptor dopamin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut. Namun
ada dua masalah mengenai hipotesa ini, dimana hiperaktivitas dopamin adalah tidak
khas untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir
semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa data
elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan
kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan
obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien
skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.5
Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:
1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala
positif pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways
memproyeksikan badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum
area (VTA) di batang otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah
limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya
halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik
bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin D2.
Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan gejala
2.

positif meningkat.
Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke
daerah serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal
dopamin pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif
pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif disebabkan
terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama pada daerah
dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di mesokortikal
dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan sekunder. Penurunan
sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini
atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan
dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif atau

3.

mungkin gejala kognitif.


Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada
batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan
bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di
nigostriatal dopamin pathways dapat menyebabkan gangguan pergerakan
seperti yang ditemukan pada penyakit parkinson yaitu rigiditas,
3

bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau peningkatan dopamin di


jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik
4.

seperti korea, diskinesia atau tik.


Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah
hipotalamus

ke

hipofisis

anterior.

Dalam

keadaan

normal

tuberoinfundibular dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan


penglepasan aktif prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan
inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini
akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi
peningkatan prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea,
amenorea atau disfungsi seksual.6
Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti mengenai
hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena obat antipsikotik
atipikal mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu, beberapa peneliti
melaporkan

pemberian

antipsikotik

jangka

panjang

menurunkan

aktivitas

noradrenergik.7
D. PEDOMAN DIAGNOSTIK
Ada 2 kelompok gejala menurut Bleuler yaitu: primer dan sekunder.7
Gejala-gejala Primer :
Asosiasi terganggu (gangguan proses pikiran). Pada skizofrenia, inti gangguan
memang terdapat pada proses pikiran.
Afek terganggu. Gangguan ini

pada

skizofrenia

mungkin

berupa:

- Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, tapi pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.
- Paramimi: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
Ambivalensi (Menghendaki 2 hal yang berlawanan pada waktu yang sama).
Autisme (Cenderung menarik diri dari dunia luar dan akan berdialog dengan
dunianya sendiri).
Gejala-gejala Sekunder:
Waham: Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre,
tetapi penderita tidak sadar hal itu dan bagi penderita wahamnya merupakan fakta
dan tidak dapat diubah oleh siapa pun.
Halusinasi: Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal
itu merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain.
Ilusi: Munculnya persepsi baru akibat adanya mental image serta objek luar.
Depersonalisasi: Suatu keadaan dimana dirinya merasakan berubah.
4

Negativisme: Sikap yang berlawanan dengan yang diperintahkan kepadanya, dan


dia menolak tanpa alasan.
Automatisasi: Pekerjaan yang dilakukan dengan sendirinya, tidak terpengaruh dari
luar.
Echolalia: Secara spontan menirukan bunyi atau suara atau ucapan yang didengar
dari orang lain.
Mannerisme: Mengulang-ulang perbuatan tertentu eksesif, biasanya dilakukan
secara ritual seperti melakukan seremonial.
Streotipi: Tindakan yang berulang-ulang.
Fleksibilitas cerea: Sikap atau bentuk atau posisi yang dipertahankan dalam posisi
yang kosong.
Benommenheit: Intelektual atau perkembangan yang lambat.
Katapleksi: Hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara serta dicetuskan
oleh berbagai keadaan emosional.7
Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.
(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
(c) Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara).
5

- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia
lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
(a) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus berulang.
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih.

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal
behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri
secara sosial.4

SKIZOFRENIA KATATONIK
Skizofrenia katatonik muncul pada usia 15 30 tahun, dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stres emosional.3
Adapun pedoman diagnostiknya sebagai berikut :

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.


6

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
a. Stupor katatonik: penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap
lingkungannya. Emosinya sangat dangkal. Gejala yang penting adalah gejala
psikomotor seperti:
Mutisme, kadang kadang dengan mata tertutup
Muka tanpa mimik, seperti topeng
Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama,
beberapa hari, bahkan kadang kadang sampai beberapa bulan
Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah
yang berlawanan)
Makanan ditolak , air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul didalam
mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan
Terdapat grimas dan katalepsi
Secara tiba tiba atau pelan pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan
mulai berbicara dan bergerak
b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
c.

dipengaruhi oleh stimuli eksternal )


Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

d.

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)


Rigiditas ( mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya

e.

menggerakkan dirinya)
Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility ( mempertahankan anggota gerak dan

f.

tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar), dan


Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa
gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala
katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol
dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi gangguan afektif.3,4

Gambar 1 : Gambar dikutip dari kepustakaan 5

E. DIAGNOSIS BANDING
7

1.

Skizofrenia residual
Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosa banding dari skizofrenia
katatonik. PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual
yakni harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu diagnosis yang
meyakinkan:
Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi

tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.


Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang

memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.


Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.4

2.

Gangguan katatonik organik


Untuk menegakkan diagnosis gangguan katatonik organik ( F06.1) ini, harus
mengetahui sebelumnya pedoman diagnostik untuk Gangguan mental lainnya akibat
kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik (F06) yaitu,
Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sistemik yang

diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental yang tercantum


Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan ) antara

perkembangan penyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom mental


Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau dihilangkannya

penyebab yang mendasarinya


Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom mental
ini ( seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai

pencetus )
Sedangkan pedoman diagnostik untuk gangguan katatonik organik menurut PPDGJ-III
sebagai berikut,

Kriteria umum tersebut diatas (F06)

Disertai salah satu dibawah ini :


(a)Stupor (berkurang atau hilang sama sekali gerakan spontan dengan mutisme
parisal atau total, negativisme, dan posisi tubuh yang kaku)
(b)Gaduh gelisah (hipermotilitas yang kasar dengan atau tanpa kecenderungan
untuk menyerang)

(c)Kedua-duanya (silih-berganti secara cepat dan tak terduga dari hipo- ke hiperaktivitas).4
F. PENATALAKSANAAN
a. Psikofarmaka
Antipsikosis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa
jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun
yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk
mengobati Skizofrenia.9
Obat-obatan antipsikosis terbagi menjadi 2 kelompok utama yaitu
Antipsikosis tipikal dan atipikal. Mekanisme obat antipsikosis tipikal adalah
memblokade Dopamin pada reseptor pasca sinaps neuron di otak, khususnya di
sistem limbik dan ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), sehingga
efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal di samping
berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2
Receptors (Serotonin-dopamine antagonist) sehingga efektif juga untuk gejala
negative.5,8
Golongan obat anti-psikosis tipikal terbagi menjadi Phenothiazine
(Chlorpromazine,

Trifluoperazine,

Thiooridazine

),

Butyrophenone

( Haloperidol ), dan Diphenyl-butyl-piperidine ( Pimozide ), sedangkan untuk


golongan atipikal terdiri dari Benzamide ( Sulpiride ), Dibenzodiazepine
(

Clozapin,

Aripiprazole).

Olanzapin,

Quetiapine),

Haloperidol

sering

dan

Benzisoxazole

menimbulkan

Risperidon,

sindroma

parkinson,

mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75


mg/hari.10
NO
1

NAMA GENERIK
Clorpromazine

SEDIAAN
Tablet 25 dan 100 mg,

DOSIS ANJURAN
150 - 600 mg/hari

Haloperidol

injeksi 50 mg/ml
Tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 mg

5 - 15 mg/hari

3
4

Perfenazin
Flufenazin

Injeksi 5 mg/ml
Tablet 2, 4, 8 mg
Tablet 2,5 mg, 5 mg

12 - 24 mg/hari
10 - 15 mg/hari
9

5
6
7

Risperidon
Pimozid
Sulpirid

Tablet 1, 2, 3 mg
Tablet 1 dan 4 mg
Tablet 200 mg

2 - 6 mg/hari
1 - 4 mg/hari
300 - 600 mg/hari 1 -

8
9
10

Tioridazin
Trifluperazin
Levomeprazin

Injeksi 50 mg/ml
Tablet 50 dan 100 mg
Tablet 1 mg dan 5 mg
Tablet 25 mg

4 mg/hari
150 - 600 mg/hari
10 - 15 mg/hari
25 - 50 mg/hari

Flufenazin dekanoat

Injeksi 25 mg/ml
Inj 25 mg/ml

25 mg/2-4 minggu

11

Tabel 1:Daftar nama obat generik,sediaan serta dosis anjurannya.(dikutip dari kepustakaan 9).

Pemilihan obat antipsikosis didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu :


- Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer yang sama pada dosis
ekivalen. Perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik dan
ekstrapiramidal)
- Pemilihan jenis obat mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
- Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya, jenis obat tertentu
sudah terbukti efektif dan dapat ditolelir dengan baik, efek sampingnya, dapat dipilih
kembali untuk pemakaian sekarang.
- Apabila gejala negatif lebih menonjol dari pada gejala positif, pilihan antipsikosis
atipikal perlu dipertimbangkan.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
- Onset efek primer (klinis) sekitar 2-4 minggu dan efek sekunder sekitar 2-6 jam
- Waktu paruh 12-14 jam (pemberian obat 1-2x/hari)
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis
pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup
pasien.8
b. Terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT).
Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963).Mekanisme penyembuhan penderita
dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang
mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang
terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3
detik. Pada pelaksanaan terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:

Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.


Penderita harus puasa
Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
10

Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.


Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak

keras.
Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os

temporalis) dibersihkan.
Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien
menggigitnya.

Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:

2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari


2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
Maintenance tiap 2-4 minggu
Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang
tidak dianut lagi

----Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien
karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya
perbaikan setelah pemberian antipsikotik.
----Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma
aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot
pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor
otak. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada
vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi selsel otak 9
c. Psikoterapi suportif
- Psikoventilasi: Pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahannya, apa
yang menjadi kekhawatiran pasien kepada therapist, sehingga therapist dapat
memberikan problem solving yang baik dan mengetahui antisipasi pasien dari
faktor faktor pencetus.
- Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol dan minum
obat dengan rutin.
- Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh (penyakit
terkontrol).
- Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam lingkungan kerja
untuk meningkatkan kepercayaan diri.8
11

d. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga tercipta
dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses
penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.8
G.

PROGNOSIS
Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang. Perbedaan
prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di tabel
berikut.5
Prognosis Baik
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

Prognosis Buruk
Onset muda
Tidak ada faktor pencetus
Onset tidak jelas
Riwayat seksual , sosial dan

pramorbid yang baik


Gejala gangguan mood

pekerjaan pramorbid yang buruk


Perilaku menarik diri, autistik

(terutama

gangguan depresi
Gejala positif
Riwayat keluarga gangguan mood
Sistem pendukung yang baik

Gejala negatif
Riwayat keluarga skizofrenia
Sistem pendukung yang buruk
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma prenatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

Sekitar 25 persen pasien pulih dengan baik dari episode dulu dari
skizofrenia. Sekitar 10 persen memerlukan perawatan jangka panjang, seperti
perawatan tetap di bangsal. Sisanya saat dapat hidup relatif mandiri, pasien terus
menderita gejala kronis dan mungkin mengalami kekambuhan intermitten yang akut.
Faktor prognostik yang buruk termasuk kepribadian premorbid tipe skizofrenia yaitu,
adaptasi sosial yang buruk, onset penyakit pada umur-umur yang muda, onset bertahap
12

dari penyakit tanpa pengendalian stress pada kehidupan, dominasi gejala negatif
seperti afek datar, dan penundaan antara timbulnya gejala dengan mulainya terapi
obat. Bunuh diri banyak dilakukan dengan metode yang keras dan tanpa peringatan,
tingkat kematian sekitar 15 persen dari pasien. Ada juga hubungan antara skizofrenia
dan kekerasan kepada orang lain, meskipun pembunuhan untungnya jarang terjadi.
Ada beberapa bukti (Arango dkk., 2006) bahwa kepatuhan terhadap pengobatan
dikaitkan dengan penurunan kekerasan kepada orang lain.11

III.

KESIMPULAN
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia katatonik ( F20.2), pedoman diagnostiknya

sebagai berikut :
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
1. Stupor katatonik: penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap
2.

lingkungannya. Emosinya sangat dangkal.


Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak

3.

dipengaruhi oleh stimuli eksternal )


Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

4.

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)


Rigiditas ( mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya

5.

menggerakkan dirinya)
Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility ( mempertahankan anggota gerak dan

6.

tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar), dan


Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

13

7.

Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua


perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah yang
berlawanan)3,4

Terapi :
1.
Antipsikosis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir
yang terjadi pada Skizofrenia. Obat ini berupa antipsikosis tipikal yang
mempunyai mekanisme memblokade Dopamin pada reseptor pasca sinaps
neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan ekstrapiramidal (Dopamine D2
2.

receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala positif.


Elektro Konvulsif Terapi (ECT)
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi
pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau
tidak

adanya

perbaikan

setelah

pemberian

antipsikotik.

Mekanisme

penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat
yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga
penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang
digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik
3.

Psikoterapi suportif (Psikoventilasi , Persuasi, Sugesti dan Desensitisasi)

4.

Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga
tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu
proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.8

14

DAFTAR PUSTAKA
1. History of Schizophrenia. Available from URL :
http://www.schizophrenia.com/history.htm
2. Amir N. Skizofrenia. In : Elvira S.D, Hadisukanto G Editors. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta; Badan Penerbit FKUI. 2010. p. 170-176.
3. Maramis W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;
2005. p. 261
4. Maslim R. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. In: Maslim R
Editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta;Nuh Jaya. 2001. p. 46-57.
5. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis
Jilid Satu 7th ed. Jakarta; Binarupa Aksara, 1997. p.699-702,706-713,720-727,737-740
6. Case Report Session: Skizofrenia Paranoid. Available from URL:
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/48786174?
extension=docx&ft=1338453194&lt=1338456804&uahk=2pl3leYp/vL922aKbpuI1s7
VQSQ
7. Skizofrenia

Paranoid

dan

Gangguan

Delusional.

Available

from

url:

http://www.scribd.com/document_downloads/direct/55081569?
extension=docx&ft=1338453536&lt=1338457146&uahk=Z5DkI9d1JayMU5agsTMY
LzvcAsI

15

8. Ritonga S.R. Terapi Efektif untuk Skizofrenia Paranoid. Available from url :
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Terapi+Efektif+untuk+Skizofrenia+Paranoid
9. Irwan
M,dkk.
Penatalaksanaan
skizofrenia.

Available

from

url

(Http://yayanakhyar.wordpress.com)
10. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik 3rd Ed. Jakarta; Nuh Jaya. 2007. p. 1022.
11. Gill D. Hughes Outline of Modern Psychiatry 5th ed. England; John Wiley & Sons
Ltd, 2007. P.66-67.

16

You might also like