Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan penyakit yang sudah ada sejak 100 tahun yang lalu. Namun
penyakit ini pertama kali diidentifikasi sebagai penyakit mental oleh Dr Emile Kraepelin
pada tahun 1887 dan penyakit itu sendiri umumnya diyakini telah ada dari sejak dulu kala.
Orang yang pertama mengklasifikasikan gangguan mental ke dalam kategori yang berbeda
adalah seorang dokter dari Jerman, Emile Kraepelin. Dr Kraepelin menggunakan
"dementia praecox" untuk istilah orang yang memiliki gejala yang sekarang kita kaitkan
dengan skizofrenia.1
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1 % penduduk
di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25
tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan.
Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi.2
II. PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Arti kata Skizofrenia dipopulerkan oleh Eugen Bleuler. Ketika itu, pada tahun
1911, Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai istilah skizofrenia, karena
nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit ini,yaitu jiwa yang
terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir, perasaan,
dan perbuatan (schizos = pecah-belah atau bercabang, phren = jiwa).3
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.4
B. EPIDEMIOLOGI
Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti
skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun dan
hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang
dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk.
1
hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu
banyaknya reseptor dopamin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut. Namun
ada dua masalah mengenai hipotesa ini, dimana hiperaktivitas dopamin adalah tidak
khas untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir
semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa data
elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan
kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan
obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien
skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.5
Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:
1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala
positif pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways
memproyeksikan badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum
area (VTA) di batang otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah
limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya
halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik
bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin D2.
Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan gejala
2.
positif meningkat.
Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke
daerah serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal
dopamin pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif
pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif disebabkan
terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama pada daerah
dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di mesokortikal
dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan sekunder. Penurunan
sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini
atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan
dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif atau
3.
ke
hipofisis
anterior.
Dalam
keadaan
normal
pemberian
antipsikotik
jangka
panjang
menurunkan
aktivitas
noradrenergik.7
D. PEDOMAN DIAGNOSTIK
Ada 2 kelompok gejala menurut Bleuler yaitu: primer dan sekunder.7
Gejala-gejala Primer :
Asosiasi terganggu (gangguan proses pikiran). Pada skizofrenia, inti gangguan
memang terdapat pada proses pikiran.
Afek terganggu. Gangguan ini
pada
skizofrenia
mungkin
berupa:
- Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, tapi pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.
- Paramimi: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
Ambivalensi (Menghendaki 2 hal yang berlawanan pada waktu yang sama).
Autisme (Cenderung menarik diri dari dunia luar dan akan berdialog dengan
dunianya sendiri).
Gejala-gejala Sekunder:
Waham: Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre,
tetapi penderita tidak sadar hal itu dan bagi penderita wahamnya merupakan fakta
dan tidak dapat diubah oleh siapa pun.
Halusinasi: Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal
itu merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain.
Ilusi: Munculnya persepsi baru akibat adanya mental image serta objek luar.
Depersonalisasi: Suatu keadaan dimana dirinya merasakan berubah.
4
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia
lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
(a) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus berulang.
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal
behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri
secara sosial.4
SKIZOFRENIA KATATONIK
Skizofrenia katatonik muncul pada usia 15 30 tahun, dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stres emosional.3
Adapun pedoman diagnostiknya sebagai berikut :
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
a. Stupor katatonik: penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap
lingkungannya. Emosinya sangat dangkal. Gejala yang penting adalah gejala
psikomotor seperti:
Mutisme, kadang kadang dengan mata tertutup
Muka tanpa mimik, seperti topeng
Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama,
beberapa hari, bahkan kadang kadang sampai beberapa bulan
Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah
yang berlawanan)
Makanan ditolak , air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul didalam
mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan
Terdapat grimas dan katalepsi
Secara tiba tiba atau pelan pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan
mulai berbicara dan bergerak
b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
c.
d.
e.
menggerakkan dirinya)
Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility ( mempertahankan anggota gerak dan
f.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa
gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala
katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol
dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi gangguan afektif.3,4
E. DIAGNOSIS BANDING
7
1.
Skizofrenia residual
Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosa banding dari skizofrenia
katatonik. PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual
yakni harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu diagnosis yang
meyakinkan:
Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
2.
pencetus )
Sedangkan pedoman diagnostik untuk gangguan katatonik organik menurut PPDGJ-III
sebagai berikut,
(c)Kedua-duanya (silih-berganti secara cepat dan tak terduga dari hipo- ke hiperaktivitas).4
F. PENATALAKSANAAN
a. Psikofarmaka
Antipsikosis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa
jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun
yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk
mengobati Skizofrenia.9
Obat-obatan antipsikosis terbagi menjadi 2 kelompok utama yaitu
Antipsikosis tipikal dan atipikal. Mekanisme obat antipsikosis tipikal adalah
memblokade Dopamin pada reseptor pasca sinaps neuron di otak, khususnya di
sistem limbik dan ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), sehingga
efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal di samping
berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2
Receptors (Serotonin-dopamine antagonist) sehingga efektif juga untuk gejala
negative.5,8
Golongan obat anti-psikosis tipikal terbagi menjadi Phenothiazine
(Chlorpromazine,
Trifluoperazine,
Thiooridazine
),
Butyrophenone
Clozapin,
Aripiprazole).
Olanzapin,
Quetiapine),
Haloperidol
sering
dan
Benzisoxazole
menimbulkan
Risperidon,
sindroma
parkinson,
NAMA GENERIK
Clorpromazine
SEDIAAN
Tablet 25 dan 100 mg,
DOSIS ANJURAN
150 - 600 mg/hari
Haloperidol
injeksi 50 mg/ml
Tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 mg
5 - 15 mg/hari
3
4
Perfenazin
Flufenazin
Injeksi 5 mg/ml
Tablet 2, 4, 8 mg
Tablet 2,5 mg, 5 mg
12 - 24 mg/hari
10 - 15 mg/hari
9
5
6
7
Risperidon
Pimozid
Sulpirid
Tablet 1, 2, 3 mg
Tablet 1 dan 4 mg
Tablet 200 mg
2 - 6 mg/hari
1 - 4 mg/hari
300 - 600 mg/hari 1 -
8
9
10
Tioridazin
Trifluperazin
Levomeprazin
Injeksi 50 mg/ml
Tablet 50 dan 100 mg
Tablet 1 mg dan 5 mg
Tablet 25 mg
4 mg/hari
150 - 600 mg/hari
10 - 15 mg/hari
25 - 50 mg/hari
Flufenazin dekanoat
Injeksi 25 mg/ml
Inj 25 mg/ml
25 mg/2-4 minggu
11
Tabel 1:Daftar nama obat generik,sediaan serta dosis anjurannya.(dikutip dari kepustakaan 9).
keras.
Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os
temporalis) dibersihkan.
Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien
menggigitnya.
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
----Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien
karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya
perbaikan setelah pemberian antipsikotik.
----Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma
aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot
pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor
otak. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada
vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi selsel otak 9
c. Psikoterapi suportif
- Psikoventilasi: Pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahannya, apa
yang menjadi kekhawatiran pasien kepada therapist, sehingga therapist dapat
memberikan problem solving yang baik dan mengetahui antisipasi pasien dari
faktor faktor pencetus.
- Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol dan minum
obat dengan rutin.
- Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh (penyakit
terkontrol).
- Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam lingkungan kerja
untuk meningkatkan kepercayaan diri.8
11
d. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga tercipta
dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses
penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.8
G.
PROGNOSIS
Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang. Perbedaan
prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di tabel
berikut.5
Prognosis Baik
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan
Prognosis Buruk
Onset muda
Tidak ada faktor pencetus
Onset tidak jelas
Riwayat seksual , sosial dan
(terutama
gangguan depresi
Gejala positif
Riwayat keluarga gangguan mood
Sistem pendukung yang baik
Gejala negatif
Riwayat keluarga skizofrenia
Sistem pendukung yang buruk
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma prenatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
Sekitar 25 persen pasien pulih dengan baik dari episode dulu dari
skizofrenia. Sekitar 10 persen memerlukan perawatan jangka panjang, seperti
perawatan tetap di bangsal. Sisanya saat dapat hidup relatif mandiri, pasien terus
menderita gejala kronis dan mungkin mengalami kekambuhan intermitten yang akut.
Faktor prognostik yang buruk termasuk kepribadian premorbid tipe skizofrenia yaitu,
adaptasi sosial yang buruk, onset penyakit pada umur-umur yang muda, onset bertahap
12
dari penyakit tanpa pengendalian stress pada kehidupan, dominasi gejala negatif
seperti afek datar, dan penundaan antara timbulnya gejala dengan mulainya terapi
obat. Bunuh diri banyak dilakukan dengan metode yang keras dan tanpa peringatan,
tingkat kematian sekitar 15 persen dari pasien. Ada juga hubungan antara skizofrenia
dan kekerasan kepada orang lain, meskipun pembunuhan untungnya jarang terjadi.
Ada beberapa bukti (Arango dkk., 2006) bahwa kepatuhan terhadap pengobatan
dikaitkan dengan penurunan kekerasan kepada orang lain.11
III.
KESIMPULAN
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia katatonik ( F20.2), pedoman diagnostiknya
sebagai berikut :
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
1. Stupor katatonik: penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap
2.
3.
4.
5.
menggerakkan dirinya)
Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility ( mempertahankan anggota gerak dan
6.
13
7.
Terapi :
1.
Antipsikosis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir
yang terjadi pada Skizofrenia. Obat ini berupa antipsikosis tipikal yang
mempunyai mekanisme memblokade Dopamin pada reseptor pasca sinaps
neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan ekstrapiramidal (Dopamine D2
2.
adanya
perbaikan
setelah
pemberian
antipsikotik.
Mekanisme
penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat
yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga
penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang
digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik
3.
4.
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga
tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu
proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.8
14
DAFTAR PUSTAKA
1. History of Schizophrenia. Available from URL :
http://www.schizophrenia.com/history.htm
2. Amir N. Skizofrenia. In : Elvira S.D, Hadisukanto G Editors. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta; Badan Penerbit FKUI. 2010. p. 170-176.
3. Maramis W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;
2005. p. 261
4. Maslim R. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. In: Maslim R
Editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta;Nuh Jaya. 2001. p. 46-57.
5. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis
Jilid Satu 7th ed. Jakarta; Binarupa Aksara, 1997. p.699-702,706-713,720-727,737-740
6. Case Report Session: Skizofrenia Paranoid. Available from URL:
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/48786174?
extension=docx&ft=1338453194<=1338456804&uahk=2pl3leYp/vL922aKbpuI1s7
VQSQ
7. Skizofrenia
Paranoid
dan
Gangguan
Delusional.
Available
from
url:
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/55081569?
extension=docx&ft=1338453536<=1338457146&uahk=Z5DkI9d1JayMU5agsTMY
LzvcAsI
15
8. Ritonga S.R. Terapi Efektif untuk Skizofrenia Paranoid. Available from url :
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Terapi+Efektif+untuk+Skizofrenia+Paranoid
9. Irwan
M,dkk.
Penatalaksanaan
skizofrenia.
Available
from
url
(Http://yayanakhyar.wordpress.com)
10. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik 3rd Ed. Jakarta; Nuh Jaya. 2007. p. 1022.
11. Gill D. Hughes Outline of Modern Psychiatry 5th ed. England; John Wiley & Sons
Ltd, 2007. P.66-67.
16