Professional Documents
Culture Documents
Nama Mahasiswa
: Itqan Ghazali
NIM
: G99142115
Morbus Hansen
I. SINONIM
Lepra,Morbus Hansen1,5,6
II. DEFINISI
Penyakit Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae yang pertama menyerang saraf perifer, selanjutnya dapat
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial,
mata, otot, tulang dan testis,kecuali susunan saraf pusat.4
Penyakit kusta juga dapat mengenai mukosa hidung, konka, nasofaring dan
laring.11
1.
ETIOLOGI
Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae ditemukan oleh G.A
Hansen pada tahun 1873 yang sampai sekarang belum dapat dibiakkan dalam media
artifisial. Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8, lebar
0,2-0,5 biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel
terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan.
Kuman ini juga dapat menyebabkan infeksi sistemik pada hewan Armadilo. Masa belah
diri kuman ini memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain
yakni 12-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama yaitu 2-5 tahun.7
Mycobacterium leprae
IV. EPIDEMIOLOGI
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan karena cara penularannya
belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui
kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi,
sebab M. Leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenitas kuman penyebab,
cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang
berhubungan dengan kerentanan, perubahan-perubahan imunitas dan kemungkinan
adanya reservoir luar manusia. Belum ditemukannya medium artifisial mempersulit
untuk mempelajari sifat-sifat Mycobacterium Leprae.5
Angka kejadian penyakit kusta di dunia dilaporkan mencapai 5.5 juta kasus,
kebanyakan penyakit menginfeksi penduduk yang hidup di daerah tropis dan sub tropis.
Secara keseluruhan 80 % kasus didapatkan di 5 negara, diantaranya India, Myanmar,
Indonesia, Brazil dan Nigeria.
Penyakit kusta jarang menyebabkan kematian, tatapi penyakit ini
sering
Kusta dapat terjadi pada semua ras di dunia, pada orang afrika dilaporkan
insiden kusta bentuk tuberkuloid lebih tinggi. Orang kulit putih dan penduduk cina
lebih sering terkena kusta tipe leprosa.2
Di Indonesia penderita anak-anak dibawah umur 14 tahun 13 %, tetapi anak
dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi pada kelompok umur antara
25-35 tahun. Faktor sosial ekonomi memegang peranan, makin rendah sosial
ekonominya makin subur penyakit kusta.7
V. PATOGENESIS
Meskipun cara masuk M. Leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui
dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah
melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mucosa
nasal. Pengaruh M. Leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang,
kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang
lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis.7
M. Leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama terdapat pada
sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel schwann di
jaringan saraf. Bila kuman M. Leprae masuk dalam tubuh dan bereaksi mengeluarkan
makrofag (berasal dari sel monosit darah,sel mononuclear, histiosit)4
Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. Leprae, di samping
itu sel schwann berfungsi sebagai dieliminasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai
fagositosis. Jadi bila terjadi gannguan imunitas tubuh dalam sel schwann, kuman dapat
bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi
kerusakan yang progresif.7
VI. KLASIFIKASI
Jenis Klasifikasi yang umum
A. Klasifikasi Internasional : Klasifikasi Madrid (1953)
o Indeterminate ( I )
o Tuberkuloid ( T )
o Borderline Dimorphous ( B )
o Lepromatosa ( L )
Paubasilar ( PB )
Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut
Kriteri Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.
o Multibasiler ( MB )
Termasuk Kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut criteria Ridley
dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan
BTA positif.6
Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetapi diobati sebagai MB apapun hasil
pemeriksaan BTA nya saat ini.
2.
normal,
Lesi
Bentuk
Jumlah
Distribusi
Permukaan
Batas
Anestesia
Lepromatosa
Borderline
Mid Borderline
( LL)
Lepromatosa
( BB )
Makula, Infiltrat
(BL)
Macula, Plakat,
Plakat, Dome-
shaped (kubah),
Tak terhitung,
Sukar dihitung,
Punched-out
Dapat dihitung,
sehat
Hampir simetris
Halus berkilat
ada
Asimetris
Agak kasar,agak
Agak jelas
Tak jelas
berkilat
Agak jelas
Lebih jelas
Banyak
Agak banyak
Tak jelas
Tak ada sampai
tak jelas
BTA
Lesi kulit
Banyak (ada
globus)
Sekret hidung
Banyak (ada
Biasanya negatif
Negatif
Tes Lepromin
globus)
Negatif
Negatif
Biasanya negatif
Kusta Paubasiler
Sifat
Lesi
Borderline
Tuberkuloid (TT)
Tuberkuloid (BT)
Makula dibatasi
Makula saja,
Indeterminate (I)
Hanya macula
Bentuk
infiltrat, infiltrat
Jumlah
saja
infiltrat
Beberapa atau satu Satu dapat
dengan satelit
Masih asimetris
Kering bersisik
beberapa
Asimetris
Kering bersisik
Variasi
Halus agak
Jelas
Jelas
berkilat
Dapat jelas atau
Jelas
Negatif atau + 1
Negatif
tak jelas
Negative
Positif lemah
Dapat positif
Distribusi
Permukaan
Batas
Anesthesia
BTA
Tes lepromin
Jelas
makula dibatasi
Paubasiler (PB)
Multibasiler (MB)
1.
Jumlah
1-6
Banyak
2.
Ukuran
Kecil
3.
Batas
tegas
Tidak tegas
4.
Permukaan
5.
Mati rasa
6.
Kehilangan
biasanya ada
unilateral/bilateral,
kemampuan
berkeringat, bulu
rontok
7.
Distribusi
asimetris
2.
Infiltrat
1. Kulit
2. Mukosa (hidung
tersumbat, perdarahan
hidung)
5
3.
4.
5.
6.
Nodulus
Ciri-ciri khusus
Tidak ada
Penyembuhan di bag.
Ada
Ginekomastia,
healing)
Jumlah sedikit, unilateral, Jumlah banyak,
Penebalan saraf
Deformitas (cacat)
7. Hapusan kulit
Ridley-Jopling
lanjut
Pada fase lanjut,
asimetris
BTA (-)
simetris
BTA (+)
2.
Hidung
4.
Lidah
: ulkus, nodus
5.
Testis
6.
Kelenjar Limfe
7.
Rambut
8. Ginjal
: Limfadenitis
: Alopesia, Madarosis
: Glomerulonefritis, amilodosis ginjal,
piolonefritis, nefritis interstisial
: Lagoftalmus,mulut mencong
o N.Trigeminus
: anestesi kornea
o N. aurikularis magnus
o N. Radialis
o N. Ulnaris
sebagian jari IV. Kerusakan N. Ulnaris dan N. Medianus menyebabkan jari kiting
(claw Toes) dan tangan cakar (claw hand)
o N. Peroneus komunis
o N. Tibialis posterior
Manifestasi penyakit yang menunjukan bahwa penyakit kusta masih aktif adalah :
Kulit:
Lesi
membesar,
jumlah
bertambah,
ulserasi,
Saraf
atrofi otot.7
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis Penyakit kusta di dasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda
utama), yaitu :
2. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopgmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak).
Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu,
rasa nyeri.
3. Penebalan Saraf Tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gannguan fungsi saraf
yang terkena, yaitu :
a. Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris
rambut terganggu
3. Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah apusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian
yang aktif. Kadang-kadang diperoleh dari biops di kulit atau saraf.9
7
Anamnesis
a.
Keluhan pasien
b.
c.
2.
Inspeksi
Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan
kulit.
3.
Palpasi
a.
Kelainan kulit : nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan
dan kaki
b.
4.
a.
Tes Sensoris, dengan menggunakan kapas, jarum serta tabung reaksi berisi air
hangat dan dingin.
b.
Tes Pilocarpin
Daerah kulit pada makula dan perbatasannya disuntikan pilokarpin subkutan
setelah beberapa menit tampak daerah kulit normal berkeringat, sedangkan
daerah lesi tetap kering.
c. Tes motoris
o
5.
Mencari komplikasi7
X. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.
merupakan bakteri yang viabel, basil yang terwarna irreguler mungkin karena mati
dan berdegenerasi.3
2.
Biopsi Kulit
Biopsi kulit dapat digunakan untuk menunjukan indeks morfologi, yang berguna
untuk evaluasi pengobatan pasien yaitu jumlah bakteri yang viabel per 100 bakteri
pada jaringan lepra.3
3.
Tes Lepromin
Lepromin adalah suspensi yang berisi M.Lepra yang dimatikan diambil dari manusia
yang terinfeksi dan jaringan Armadillo. Setelah terjadi inokulasi intradermal, akan
timbul reaksi cepat (48 jam, reaksi Fernandez) juga reaksi lambat (3-4 minggu, reaksi
mitsuda). Reaksi Mitsuda merupakan respon granulomatosis terhadap antigen adalah
lebih tepat. Pasien-pasien dengan kusta tipe TT atau BT mempunyai respon positif
kuat (> 5 mm) akan tetapi pasien dengan tipe LL tidak ada respon. Tes ini merupakan
petunjuk untuk mengetahui fungsi sistem imunitas seluler seseorang. Respon imunitas
seluler terhadap M.Leprae juga dapat dilihat dengan menggunakan Lymphocite
Transformation Test (LTT) dan Lymphocyte Migration Inhibition Test (LMIT). Dasar
test ini adalah untuk mendeteksi antibodi atau antigen M.Leprae.3
4.
Tes-tes Serologis
Tes serologi mayor meliputi Fluorescent Antibody absorbtion test (FLA-ABS),
Radioimunoassay (RIA), ELISA, Passive Hemaglutination Assay (PHA), Serum
Antibody Compettion Test (SACT) dan Particle agglutination assay (PAA).
5.
Tehnik ini sering digunakan ketika basil tahan asam telah ditemukan
tetapi gambaran klinis atau gambaran histopatologinya atipikal. Test ini tidak
berguna saat basil tahan asam tidak ditemukan dengan mikrosakop cahaya. 3
6.
Pemeriksaan Histopatologi
o
10
epidermis dari reaksi granulomatous difus dengan makrofag, sel busa histiosit
yang besar (Virchow atau sel lepra) dan didapatkan banyak basil tahan asam yang
bergabung membentuk globi. Sel epiteloid dan sel datia tidak ditemukan.
Granuloma banyak terdapat di sekitar pembuluh darah, saraf dan kulit kadang
ditemukan banyak sel plasma. Saraf kulit dapat terlihat dengan mudah.
Tipe BT, Granuloma terdiri dari epiteloid dan limfosit, saraf pada kulit
Infeksi rekuren
Pembedahan
Stress fisik
11
Imunisasi
Kehamilan
2.
3.
Fenomene Lucio atau reaksi kusta tipe 3, yang merupakan lanjutan dari reaksi
tipe 2.7
Reaksi ringan
Reaksi berat
diserang
Kulit
menjadi lepromatosa
Saraf
Kulit dan
saraf
malaise.
Mrmbesar, nyeri, fungsi terganggu
menjadi lebih
6 minggu
Reaksi Kusta tipe II
12
Reaksi kusta tipe 2 ini dikenal dengan nama Eritema Nodusum Leprosum
(ENL). Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III menurut comb dan
Gell, antigen berasal dari produk kuman yang telah mati dan bereaksi dengan
antibody membentuk kompleks Ag-Ab yang mengaktivasi komplemen sehingga
terjadi ENL. Jadi ENL merupakan reaksi humoral yang merupakan manifestasi
sindrom komplek imun. Terutama terjadi pada bentuk LL dan kadang-kadang pada
bentuk BL, biasanya terjadi gejala sistemik.
Baik Reaksi tipe 1 maupun tipe 2 ada hubungannya dengan pemberian
pengobatan antikusta hanya saja reaksi tipe 2 tidak lazim terjadi pada 6 bulan
pertama pengobatan, tetapi justru terjadi pada akhir pengobatan karena basil telah
menjadi granular. Selain itu pada reaksi ini tidak terlihat gambaran perubahan lesi
kusta.
Manifestasi reaksi lepra tipe 2 dapat sebagai berikut :
Organ
diserang
Kulit
Saraf
Mata
Testis
Kulit,
Reaksi berat
fungsinya terganggu.
terganggu
Tidak ada gangguan
Lunak,tidak nyeri
saraf, Gejalanya seperti tersebut
bersama-sama
Fenomena Lucio
Lucio leprosy (diffuse non-nodular type of leprosy ) yang ditetapkan pertama
kali oleh Lucio dan Alvarado pada tahun 1852 di mexico adalah salah satu tipe dari
kusta dengan gambaran klinik kusta tipe muiltibasiler. Gambaran klinis lcio leprosy
umumnya status generalis tidak ditemukan kelainan, kulit terlihat eritem yang
menebal dan mengkilat, kerontokan rambut, penebalan kelopak mata sehingga
13
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa hal penting dalam menentukan diagnosis banding :
14
Tinea versikolor
Vitiligo
Ptiriasis Rosea
Dermatitis seboroika
Tinea Corporis
Psoriasis
Ptiriasis rosea
Selulitis
Erisipelas
Psoriasis
Dermatomiositis
Erupsi obat
XIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan farmakoterapi pada penderita kusta adalah untuk mengurangi
morbiditas, mencegah komplikasi dan menghilangkan penyakit ini nantinya. 7
Manajemen paenatalaksanaan penderita mencakup terapi medikamentosa
diantaranya kemoterapi untuk menghentikan proses infeksi, penatalaksanaan untuk
meminimalkan deformitas berupa rehabilitasi fisik, sosial dan psikologi. Deformitas
15
potensial dapat dicegah dengan memberi edukasi pada pasien tentang adanya
kerusakan saraf dengan perawatan diri untuk mengurangi kerusakan yang lain.
Mengetahui perjalanan penyakit pasien sangat penting untuk mengetahui
kepatuhan pasien dalam berobat, memonitor resistensi terhadap obat dan reaksi yang
timbul akibat obat.
A. MEDIKAMENTOSA
Progaram Multi Drug Terapi (MDT) dimulai pada tahun 1981 yaitu ketika
kelompok studi kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan
kusta dengan kombinasi yang selanjutnya dikenal sebagai rejimen MDT-WHO.
Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obatan Dapson, Rifampisin dan klofasimin.
Kombinasi obat-obatan ini dapat membunuh bakteri patogen dan menyembuhkan
pasien.
MDT adalah suatu terapi yang aman, efektif dan mudah didapatkan oleh
penderita yang kurang mampu.
Obat-obat pada rejimen MDT-WHO
1.
Dapson (DDS, 4,4 diamino difenil sulfon). Obat ini bersifat bakteriostatik
dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase. Jadi tidak sperti pada kuman
lain, dapson bekerja sebagai anti metabolit PABA. Resistensi terhadap dapson
timbul sebagai akibat kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman
kusta. Dapson biasanya diberikan dalam dosis tunggal, yaitu 50-100 mg/hari
untuk dewasa atau 2 mg/kg BB untuk anak-anak. Indeks morfologi kuman pada
penderita LL yang diobati dengan dapson biasanya menjadi 0 setelah 5 sampai 6
bulan. Obat sangat murah, efektif dan relatif aman. Efek samping yang mungkin
timbul antara lain : erupsi obat, Anemia hemolitik, leukopenia, insomnia
neuropati, nekrosis epidermal toksik, hepatitis dan methemoglobinemia. Namun
efek samping tersebut jarang dijumpai pada dosis lazim.
2.
Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta dan bersifat
bakterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja dengan menghambat
enzim polimerase RNA yang berikatan secara irreversibel. Dosis tunggal 600
mg/hari (atau 5-15 mg/kg bb) mampu membunuh kuman kira-kira 99,9 % dalam
waktu beberapa hari. Pemberian seminggu sekali dengan dosis tinggi ( 900-1200
16
mg) dapat menimbulkan gejala yang disebut flu like syndrom. Pemberian 600 mg
atau 1200 mg sebulan sekali ditoleransi dengan baik. Efek samping yang harus
diperhatikan adalah : hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal dan erupsi
kulit. Obat ini harganya mahal dan saat ini telah dilaporkan adanya resistensi.
3. Klofazimin (lamprene CIBA GEIGY : B-663). Obat ini merupakan turunan
zat warna iminofenazine dan mempunyai efek bakteriostatik sama dengan
dapson. Bekerjanya mungkin melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Di
samping itu obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi sehingga berguna untuk
pengobatan reaksi kusta khususnya : ENL. Dosis untuk kusta adalah 50 mg/hari
atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1mg/kg BB/hari. Selain itu
dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1
dan 2. Kekurangan obat ini harganya mahal di samping itu menyebabkan
pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah pada ketaatan penderita. Efek
sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi,berupa gangguan gastrointestinal
(Nyeri abdomen, diare, anoreksi dan vomitus).
4. Etionamid dan protionamid, Kedua obat ini merupakan obat antituberkulosis
dan hanya sedikit dipakai pada kusta. Dahulu dipakai sebagai pengganti
klofazimin, pada kasus-kasus yang keberatan karena pigmentasinya obat ini
bekerja bakteriostatik tetapi karena cepat tiombul resistensi, lebih toksik
harganya mahal serta efek hepatotoksiknya, maka sekarang tidak dianjurkan lagi
pada rejimen pengobatan kusta.
Skema Rejimen MDT-WHO
Rejimemen MDT-WHO baku terdiri atas kombinasi obat-obatan dapson, Rifampisin
dan klofazimin dengan skema menurut WHO sebagai berikut :
1. Rejimen PB untuk kusta PB, terdiri atas Rifampisin 600 mg sebulan
sekali, di bawah pengawasan ditambah dapson 100 mg/hr (1-2
mg/kgBB) selama 6 bulan
2. Rejimen MB untuk kusta MB, terdiri atas kombinasi Rifampisisn 600
mg sebulan sekali di bawah pengawasan, dapson 100 mg/hari swakelola,
ditambah klofazimin 300 mg sebulan sekali diawasi dan 50 mg/hari
swakelola. Lama pengobatan minimal 2 tahun dan juga mungkin sampai
BTA negatif. Dosis tersebut merupakan dosis dewasa untuk anak-anak
disesuaikan dengan berat badan
17
Rifampisin
Dapson (swakelola)
Dewasa
Anak
BB< 35 kg
BB > 35 kg
10-14 tahun
450 mg/bln
600 mg/bln
450 mg/bln
(diawasi)
(diawasi)
(diawasi)
100mg/hr
50 mg/hr
1-2 mg/kgBB/hari)
Rifampisin
Dewasa
Anak
BB<35 kg
BB . 35 kg
10-14 tahun
450mg/bln (diawasi)
600mg/bulan (diawasi)
450 mg/bln
(12-15 mg/kgBB/bl)
(diawsi
Klofazimin
Dapson swakelola
300
mg/bln
diawasi
dan
diteruskan 50 mg/hr
diteruskan
swakelola
selang sehari
50 mg/hr
100mg/hari
50
mg
50 mg/hari
Edukasi :
-
Mengetahui kapan
Kemungkinan
pasien
membutuhkan
konsultasi
psikologi
dalam
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr.dr. H. Muh. Dali Amiruddin. Penyakit Kusta. Dalam : Marwali Harahap, Prof.,
Dr.(Ed), Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta. 2000 : 260-76
2. WHO Media Centre. Leprosy. Available from: http//www. whoint.co.id
3. Sidharta. What is Leprosy ?. Available from : http//www.medline.com
4. Rea, L Modlin. Leprosy. In : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 6th ed. Vol.
I, Mc Graw Hill, New York, 2003 : 1962-1972
5. Djuanda A. Kusta. Dalam : Kosasih, I made Wisnu, Syamsoe- Daili, Menaldi. Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2002 ; 173-80.
6. Siregar RS. Kusta. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 1996.
Hal : 179-186.
7. Djuanda A. Kusta Diagnosis dan Penatalaksanaan.Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1997.
8. Graham R, Tony Burns. Infeksi Bakteri dan Virus. Dalam : Lecture Notes Dermatology.
EMS. Edisi Kedelapan. Balai Penerbit Erlangga. Jakarta. 2002. Hal : 23-25
9. Riddley S. The Pathogenesis Of A Skin Lession. In : Skin Biopsy in Leprosy Histological
interpretation and Clinical Application. Second Edition 1985. CIBA-GEIGY Limited,
Basle (Switzerland).Pp: 17-22
20
STATUS RESPONSI
I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama
: Tn. S
Umur
: 24 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pedagang
Status
: Menikah
Alamat
: Boyolali
Tanggal Periksa
No rekam medik
: 009111xx
B. Keluhan utama
Muncul bentol bentol berwarna merah di tangan dan kaki yang terasa nyeri dan
panas.
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Moewardi dengan keluhan muncul
bentol bentol berwarna merah yang tersebar di tangan dan kaki. Keluhan dirasakan
sejak 5 hari yang lalu. Bentol terasa panas, nyeri terus menerus namun tidak gatal dan
tidak mati rasa. Keluhan ini cukup mengganggu aktifitas pasien, keluhan semakin berat
apabila pasien sedang berada di lingkungan bersuhu tinggi ataupun rendah, dan berkurang
apabila pasien sedang beristirahat.
Sejak enam tahun yang lalu pasien pernah didiagnosis dengan Morbus Hansen
Multibaciller, pasien sudah menjalani pengobatan selama dua belas bulan dan dinyatakan
sembuh. Namun setelah pengobatan selesai timbul bentol bentol di seluruh tubuh yang
terasa nyeri disertai demam. Kemudian pasien periksa ke RS dan didiagnosis sebagai
reaksi kusta, lalu pasien diberikan terapi kortikosteroid sistemik, pasien sudah merasa
membaik namun kadang tetap kambuh. Kurang lebih enam bulan terakhir keluhan lebih
sering kambuh, pasien kontrol rutin namun keluhan belum berkurang sehingga terapi
21
diganti dengan Thalidomide dan Triamsinolon sejak empat bulan yang lalu. Sejak tiga
minggu lalu terapi Triamsinolon diberhentikan sedangkan Thalidomide tetap diminum
dengan dosis dua hari sekali, namun lima hari terakhir muncul keluhan yang
menyebabkan pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Moewardi
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa
: (+)
Riwayat hipertensi
: Disangkal
Riwayat alergi
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat tempat tinggal
: Selama hidupnya pasien tinggal di Boyolali
Riwayat merokok
: Disangkal
Riwayat alkohol
: Disangkal
F. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa
: (+), ibu pasien menderita penyakit serupa
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Status gizi
:
Berat badan
:60 Kg
Tinggi badan
:178 cm
IMT
:18,84
Kesan
: Gizi normal
Vital Sign
Tekanan darah
: 110/70mmHg
Respiratory rate
: 20 x/menit
Heart rate
: 72x/menit
Suhu
: 36,4 C
Kepala
: Normocephal
Mata
Mulut
Telinga
Wajah
Abdomen
Ektremitas Atas
Ektremitas Bawah
B. Status Dermatologis
Regio Brachii et Antebrachii: Nodul eritem multiple diskret
22
IV. DIAGNOSIS
Morbus Hansen tipe Multibasiller (MB) RFT 6 Tahun, Reaksi Erythem Nodusum
Leprosum Berulang
V. Terapi
Non medikamentosa
Penjelasan tentang diagnosis dan prognosis penyakitnya.
Pasien harus berhati-hati dan mencegah terjadinya trauma dengan menggunakan alas
lanjut.
Kemungkinan pasien membutuhkan konsultasi psikologi dalam menghadapi
Medikamentosa
R/ Thalidomide tab mg 50 No. XXVIII
1 dd tab II
R/ Nervaplus tab No. XIV
1 dd tab I
R/ Meloxicam tab mg 7,5 No. XXVIII
2 dd tab I bila nyeri
Pro: Tn. Siswanto (24 Tahun)
VI. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam
Ad kosmetikam
: bonam
: bonam
: bonam
: bonam
24