Professional Documents
Culture Documents
Clarissa Yudakusuma
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN............................................................................................2
1.1
Definisi..................................................................................................2
1.2
1.3
1.4
Penyebab Obesitas................................................................................6
1.5
Tipe-Tipe Obesitas................................................................................9
PEMBAHASAN...............................................................................................10
2.1
2.2
BAB III
Sistem Kardiovaskular............................................................10
2.1.2
Sistem Respiratori...................................................................11
2.1.3
Sistem Gastrointestinal...........................................................13
Pra-operasi..............................................................................13
2.2.2
Intra-operasi............................................................................15
2.2.3
Paska-operasi..........................................................................17
KESIMPULAN.................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................20
Clarissa Yudakusuma
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. DEFINISI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani: an-tidak, tanpa dan -aesthtos
persepsi, kemampuan untuk merasa), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh
Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam
jaringan subkutan, sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan
organnya. Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara
tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak yang berlebihan dalam tubuh sehingga
terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal.
Sangat sulit untuk mengukur lemak tubuh secara langsung sehingga sebagai
penggantinya dipakai body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) untuk
menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa.Pengukuran ini
merupakan langkah awal dalam menetukan derajat adipositas, dan dikatakan berkorelasi
kuat dengan jumlah massa lemak tubuh.Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT
atau indeks Quetelet yaitu berat badan dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter
kuadrat (m2). Karena IMT menggunakan tinggi badan, maka pengukurannya harus
dilakukan dengan teliti.Disamping IMT, menurut rekomendasi WHO lingkar pinggang
(LP) juga harus dihitung untuk menilai adanya obesitas sentral dan komorbid obesitas
terutama pada IMT 25- 34,9 kg/m2.
Klasifikasi IMT yang direkomendasikan untuk digunakan adalah klasifikasi yang
diadopsi dari the National Institute of Health (NIH) dan World Health Organization
(WHO), yang tertera pada tabel 1 dibawah ini.
Clarissa Yudakusuma
Kategori
Underweight
Normal
Overweight
Obesitas tingkat I
Obesitas tingkat II
Obesitas tingkat III
< 18.5
18.5 24.9
25.0 29.9
30.0 34.9
35.0 39.9
> 40.0
Karena definisi berat badan lebih dan obesitas sangat tergantung pada ras, maka
wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah menggunakan klasifikasi dan kriteria obesitas
sendiri seperti yang terdapat didalam tabel 2. Hingga saat ini masih terdapat perdebatan
menentukan cut-off yang digunakan sebagai patokan batas obesitas pada populasi
Asia. Beberapa negara seperti Jepang dan Cina sudah menggunakan batasan yang lebih
rendah sebagai kriteria obesitas.
Tabel 2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Asia-Pasifik
Risiko Komorbiditas
Klasifikasi
Underweight
Normal
Overweight
Obesitas tingkat I
Obesitas tingkat II
IMT (kg/m2)
< 18.5
18.5 22.9
23.0 24.9
25.0 29.9
30.0
Lingkar Pinggang
< 90 cm (pria)
90 cm (pria)
< 80 cm (wanita) 80 cm (wanita)
Rendah
Sedang
Sedang
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Berat
Berat
Sangat berat
Clarissa Yudakusuma
Pasien dengan obesitas akan lebih mudah terserang berbagai macam penyakit.
Penyakit penyakit tersebut diantaranya:
Clarissa Yudakusuma
1. Jantung koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyempitan
pembuluh darah koroner. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 500 penderita
kegemukan, sekitar 88 % mendapat resiko terserang penyakit jantung koroner.
Meningkatnya faktor resiko penyakit jantung koroner sejalan dengan terjadinya
penambahan berat badan seseorang. Penelitian lain juga menunjukkan kegemukan
yang terjadi pada usia 20 40 tahun ternyata berpengaruh lebih besar terjadinya
penyakit jantung dibandingkan kegemukan yang terjadi pada usia yang lebih tua.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dapat disebut penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut
tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Lebih dari 90 %
penderita diabetes mellitus tipe serangan dewasa adalah penderita kegemukan.
Pada umumnya penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang abnormal dalam
darah. Maka, dianjurkan bagi penderita diabetes yang ingin menurunkan berat
badan sebaiknya dilakukan dengan mengurangi konsumsi bahan makanan sumber
lemak dan lebih banyak mengkonsumsi makanan tinggi serat.
3. Gout
Penderita obesitas mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit radang sendi
yang lebih serius jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya ideal.
Penderita obesitas yang juga menderita gout harus menurunkan berat badannya
secara perlahan-lahan.
4.
Batu Empedu
Penderita obesitas mempunyai resiko terserang batu empedu lebih tinggi
karena ketika tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak tubuh,
cairan empedu lebih banyak diproduksi didalam hati dan disimpan dalam kantong
empedu. Penyakit batu empedu lebih sering terjadi pada penderita obesitas tipe
buah apel. Penurunan berat badan tidak akan mengobati penyakit batu empedu,
tetapi hanya membantu dalam pencegahannya. Sedangkan untuk mengobati batu
empedu harus menggunakan sinar ultrasonik maupun melalui pembedahan.
Clarissa Yudakusuma
5. Kanker
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa laki-laki dengan obesitas akan
beresiko terkena kanker usus besar, rectum, dan kelenjar prostate. Sedangkan pada
wanita akan beresiko terkena kanker rahim dan kanker payudara.Untuk mengurangi
resiko tersebut konsumsi lemak total harus dikurangi. Pengurangan lemak dalam
makanan sebanyak 20 25 % perkilo kalori merupakan pencegahan terhadap
resiko penyakit kanker payudara.
6. Hipertensi
Orang dengan obesitas akan mempunyai resiko yang tinggi terhadap Penyakit
hipertensi. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia 20 39 tahun
orang obesitas mempunyai resiko dua kali lebih besar terserang hipertensi
dibandingkan dengan orang yang mempunyai berat badan normal.
Clarissa Yudakusuma
genetik seperti ini sudah seharusnya lebih bisa menerima keadaan yang sulit untuk
diubah namun dapat dilakukan manajemen yang baik.
2. Usia
Ketika seseorang menginjak usia tua, tubuh mengalami penurunan kemampuan
untuk metabolisme makanan atau kalori. Makanan lebih lama diolah, diubah
menjadi energi dan pada akhirnya walaupun jumlah makanan yang dikonsumsi
sejak orang tersebut usia 20 hingga usia tua tidak berubah namun sebenarnya ia
tidak memerlukan jumlah kalori yang sama. Hal ini terlihat jelas ketika mereka
yang berusia 20-an mengkonsumsi banyak kalori namun seimbang dengan
aktivitas, pada mereka yang berusia diatas 40-an dengan jumlah konsumsi kalori
yang sama malah bertambah bobotnya karena aktivitas dan metabolisme tubuh
yang sudah menurun secara alamiah.
3. Gender
Wanita dikatakan mengalami tendensi lebih sering menjadi overweight
dibanding laki-laki. Laki-laki memiliki kemampuan untuk metabolisme saat
istirahat yang berarti energi juga digunakan saat itu. Sehingga laki-laki
membutuhkan jauh lebih banyak kalori untuk menjaga keseimbangan metabolisme
yang menghasilkan energi itu. Pada wanita, terutama yang sudah mengalami
menopause, rasio metabolisme mereka justru akan menurun, sehingga jelas mereka
akan mengalami penambahan berat badan setelah menopause.
4. Lingkungan
Walaupun genetik merupakan faktor utama pada obesitas, namun pada
beberapa kasus, lingkungan juga merupakan faktor signifikan. Yang termasuk
faktor lingkungan adalah gaya hidup seperti apa yang dimakan dan seberapa aktif
seseorang.
Clarissa Yudakusuma
5. Aktivitas fisik
Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi membutuhkan kalori untuk dibakar
jauh lebih besar untuk menyeimbangkan kebutuhan tubuhnya. Sebagai tambahan,
aktivitas fisik rupanya membantu seseorang dengan obesitas untuk menggunakan
lemak sebagai sumber energinya. Sehingga ketika lemak tersebut dibakar,
berkurang pula bobot tubuhnya. Dalam 20 tahun terakhir diketahui bahwa mereka
yang obesitas memang mengurangi aktivitas fisiknya dan berlebihan dalam urusan
konsumsi kalori atau makanan berlemak.
6. Penyakit
Ada beberapa penyakit yang juga berhubungan dengan kejadian obesitas.
Diantaranya hipotiroidisme (kerja hormon tiroid yang menurun sehingga
metabolisme tubuh ikut menurun), suatu penyakit pada otak yang meningkatkan
nafsu makan (agak jarang terjadi), dan depresi.
7. Psikologis
Kebiasaan makan terkait dengan faktor psikis pada seseorang. Banyak orang
melarikan diri dari rasa sedih, bosan, depresi atau marah dengan makan berlebihan.
Rasa bersalah, diskriminasi, malu, atau ditolak dari lingkungan sosial juga banyak
berpengaruh pada kondisi psikis seseorang yang berhubungan dengan perubahan
pola makan. Binge eating adalah sebagai contoh dimana orang tersebut makan
berlebihan tanpa ia sadari dan pada akhirnya ia akan mencari pengobatan serius
karena masalah ini. Hampir 30 persen orang dengan binge eating terkait faktor
psikis menyerah dengan pergi ke dokter untuk mencari bantuan akan masalah ini.
8. Obat-obatan
Beberapa obat seperti steroid dan anti-depresan memiliki efek samping
penambahan berat badan.
Clarissa Yudakusuma
Clarissa Yudakusuma
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem Kardiovaskular
Obesitas berhubungan dengan bertambahnya volume darah dan cardiac
output sebesar 20 - 30 ml untuk setiap kilogram lemak yang berlebih.
Peningkatan cardiac output ini disebabkan oleh dilatasi ventrikel dan
bertambahnya
volume
sekuncup.
Dilatasi
ventrikel
mengakibatkan
faktor
genetik,
hormonal,
renal,
dan
hemodinamik.
10
Clarissa Yudakusuma
faktor
presipitasi
yangmenyebabkan
hal
ini
diantaranya
obstructive
sleep
apnea,
hipertrofi
miokard,
dan
2.1.2
Sistem Respirasi
Kenaikan berat badan sebanding dengan meningkatnya kesulitan bernapas.
Pada kasus berat,penurunan kemampuan bernapas dapat mencapai tiga puluh
persen. Kombinasi dari tekanan intraabdomen, reduksi dari compliance,
danmeningkatnya
kebutuhan
metabolik
dengan
gerakan
otot
hal
inidisebabkan
oleh
peningkatan
volume
darah
paru.
saluran
napas,
dan
kegagalan
pertukaran
gas.
11
Clarissa Yudakusuma
12
Clarissa Yudakusuma
c) Gejala pada siang hari seperti sering mengantuk, konsentrasi dan memori
terganggu. Terkadang penderita mengeluhkan sakit kepala pada pagi hari
akibat retensi karbondioksida(CO2) pada malam harinya dan vasodilatasi
serebral.
d) Perubahan fisiologi. Apnea berulang dapat menyebabkan hipoksemia,
hiperkapnia, vasokonstriksi pulmonal dan sistemik. Hipoksemia berulang
dapat berujung pada polisitemia yang meningkatkan risiko penyakit
jantung iskemia dan penyakit serebrovaskular. Sedangkan vasokonstriksi
pulmonal menyebabkan kegagalan ventrikel kanan (right ventricle
failure).
2.1.3
Sistem Gastrointestinal
Risiko terjadinya aspirasi asam lambung diikuti oleh pneumonia aspirasi
lebih tinggi pada pasien obesitas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain tekanan intraabdomen yang tinggi, tingginya volume danrendahnya
pH dalam lambung, dan tingginya risiko gastro-esofageal. Walaupun pasien
obesitas memilki volume lambung yang lebih besar daripada orang normal,
namun pengosongan lambung justru lebih cepat berlangsung pada penderita
obesitas,terutama pada intake energi tinggi seperti emulsi lemak. Oleh karena
adanya risikoaspirasi asam, maka pasien obesitas dapat diberikan H2-reseptor
antagonis, antasid,dan prokinetik, juga dilakukan induksi secara cepat dengan
tekanan padakrikoid dan ekstubasi trakea ketika pasien sadar penuh.
13
Clarissa Yudakusuma
14
Clarissa Yudakusuma
jarak mandibular dan bantalan lemak sternum yang pendek.Perlu diingat pula,
setiap penderita obesitas yang akan menjalani operasi harus diperiksa gula
darahnya, baik gula darah sewaktu atau dapat juga dilakukan tes toleransi
glukosa. Respon katabolik selama operasi mungkin mengindikasikan pemberian
insulin pascaoperasi untuk mengontrol konsentrasi glukosa dalam darah.
Kegagalan dalam menjaga konsentrasi ini akan berakibat tingginya risiko infeksi
pada luka operasi dan infark miokard pada periode iskemia miokard.
2.2.2 Intra-operasi
Pasien obesitas harus dianestesi di atas meja operasi di dalam kamar operasi
untuk mempermudah proses pemindahan pasien sehingga mengurangi risiko
cedera baik pada pasien maupun pada petugas kesehatan. Setelah pasien
diposisikan, maka perhatian khusus harus diberikan pada bagian-bagian tubuh
yang tertekan selama operasi untuk menghindari kerusakan saraf akibat
penekanan. Kompresi vena cava inferior harus dihindari dengan cara sedikit
memiringkan meja operasi ke kiri atau meletakkan sanggahan di bawah pasien.
Monitoring tekanan arteri secara invasif dilakukan pada hampir semua
operasi kecuali operasi minor. Jika monitoring tekanan darah dilakukan secara
invasif, maka harus tersedia ukuran manset yang sesuai. Oksimetri denyut,
elektrokardiograf, kapnograf, dan pengawasan blok neuromuskular harus
dilakukan.
Anestesi regional pada pasien obesitas menurunkan risiko dari kegagalan
intubasi dan aspirasi asam lambung. Untuk pembedahan dada dan abdomen,
sebagian besar dokter anestesi menggunkan teknik kombinasi epidural dan
anestesi umum. Teknik ini memberikan lebih banyak keuntungan dibandingkan
jika menggunakan anestesi umum saja, karena akan mengurangi penggunaan
opioid dan anestesi inhalasi. Anestesi epidural berkelanjutan juga memiliki
keuntungan dalam meredakan nyeri dan menurunkan komplikasi pernapasan
selama masa pasca-operasi. Namun, penggunaan anestesi regional pada pasien
obesitas memiliki kesulitan sendiri, antara lain adalah sulitnya mencari patokan
15
Clarissa Yudakusuma
tulang yang biasa digunakan. Jarum yang lebih panjang atau bahkan
ultrasonografi mungkin dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan pembiusan.
Perlu diketahui, pasien obesitas memerlukan dosis anestesi spinal 20-25% lebih
sedikit daripada dosis normal karena vena epidural yang terdistensi dan tekanan
intra-abdomen yang meningkat menyebabkan menyempitnya ruang epidural.
Selain teknik anestesi, perhitungan dosis obat pada pasien obesitas juga harus
diperhatikan. Berat badan total (total body weight) seseorang terdiri dari berat
badan tanpa lemak (lean body weight) dan berat lemak pada tubuh orang
tersebut.Secara teoritis, cadangan lemak yang banyak akan meningkatkan volume
distribusi dari obat yang larut dalam lemak (benzodiazepin, opioid). Dosis obatobatan seperti ini dihitung berdasarkanberat badan total, sedangkan dosis obatobatan yang tidak larut dalam lemak dihitung berdasarkan berat badan tanpa
lemak. Oleh karena itu, perlu diketahui jenis obat-obatan yang larut dalam lemak
dan yang larut dalam air untuk menentukan apakah dosis obat tersebut dihitung
berdasarkan berat badan total, berat badan tanpa lemak, atau bahkan berat badan
ideal. Tabel 3 dan Tabel 4 memperlihatkan cara penghitungan berat badan dan
cara menentukan dosis pada beberapa obat-obatan yang sering dipakai saat intraoperasi.
Jenis Berat
Badan
Berat Badan
Ideal (IBW)
Berat Badan
Tanpa Lemak
(LBW)
16
Clarissa Yudakusuma
Obat
Dosis
Obat
Dosis
Thiopental
LBW
Cisatracurium
IBW
Propofol
Midazolam
TBW (pemeliharaan)
Etomidate
LBW
IBW (infus)
Fentanil
LBW
Succinylcholine TBW
Alfentanil
LBW
Pancuronium
IBW
Remifentanil
LBW
Rocuronium
IBW
Parasetamol
LBW
Vecuronium
IBW
Neostigmin
TBW
Oleh karena adanya risiko aspirasi dan hipoventilasi, pasien obesitas biasanya
diintubasi pada semua kasus anestesi umum kecuali pada kasus anestesi umum
yang sebentar. Namun memutuskan pemilihan intubasi dalam kesadaran penuh
atau tidur dalam merupakan pilihan sulit. Beberapa sumber menyarankan intubasi
dilakukan dalam kesadaran penuh terutama jika berat badan sesungguhnya
>175% berat badan ideal. Apabila terdapat gejala OSA, maka sudah dapat
dipastikan morfologijalan napas bagian atas yang sedikit berbeda yang membuat
pemakaian sungkup menjadi sulit, sehingga intubasi dalam kesadaran penuh lebih
disarankan.Jika intubasi sulit dilakukan, maka digunakan bronkoskop serat optik
atau laringoskopi video. Posisi pasien saat intubasi dilakukan sangat membantu
dan auskultasi napas untuk memastikan apakah ETT sudah masuk mungkin sulit
dilakukan. Ventilasi terkendali mungkin membutuhkan konsentrasi oksigen
inspirasi yang lebih besar untuk mencegah hipoksia, terutama pada posisi
lithotomi, Trendelenburg, atau tengkurap.
2.2.3 Paska-operasi
Kegagalan napas merupakan masalah pasca-operasi terbesar pada pasien
obesitas. Risiko hipoksi pasca-operasi meningkat pada pasien dengan hipoksi praoperasi yang diikuti dengan pembedahan rongga dada atau abdomen bagian atas.
Ekstubasi harus ditunggu hingga kerja dari pelumpuh otot telah dibalikkan dan
pasien sadar. Pasien obesitas harus tetap diintubasi hingga jalur napas yang
17
Clarissa Yudakusuma
adekuat dan volume tidal dapat dipertahankan secara pasti. Jika pasien diekstubasi
di dalam kamar operasi, suplementasi oksigen harus diberikan selama pasien
dipindahkan ke PACU. Posisi duduk 45 derajat dapat memperbaiki ventilasi dan
oksigenasi. Risiko hipoksia pada pasien obesitas tetap ada hingga beberapa hari
pasca-operasi, oleh karena itu suplementasi oksigen dan CPAP mungkin dapat
dipertimbangkan. Komplikasi lain yang sering terjadi pada pasien obesitas adalah
infeksi luka, trombosis vena dalam, dan emboli pulmoner.
Untuk penatalaksanaan nyeri paska-operasi, analgesik epidural dengan opioid
atau anestesi lokal mungkin merupakan pilihan yang paling efektif dan aman bagi
pasien obesitas. Selain itu, pemberian analgesik epidural juga dapat diiringi
dengan pemberian parasetamol atau NSAIDs lainnya. Penanganan nyeri yang
baik akan membuat pasien dapat melakukan mobilisasi lebih awal, hal ini
memberi keuntungan untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi paru dan
trombosis vena dalam.
Hal lain yang perlu diperhatikan pada masa paska-operasi pasien obesitas
adalah tingginya risiko untuk mengalami infeksi pada luka bekas operasi. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hal ini adalah dengan
mengontrol gula darah pasien obesitas paska-operasi. Di samping itu, pemberian
antibiotik dengan waktu dan dosis yang tepat perlu dipertimbangkan.
18
Clarissa Yudakusuma
BAB III
KESIMPULAN
19
Clarissa Yudakusuma
DAFTAR PUSTAKA
20