Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh
Fajar Ahmad Prasetya, S. Ked
04054821517080
04084821517042
Al Hafizh Utama,S.Ked.
04084821517064
Niken Kasati,S.Ked.
04084821517071
Pembimbing
dr. H. Masdianto Musai, SpPD, KAI, FINASIM
Laporan Kasus
Seorang laki-laki, 57 tahun, datang dengan sesak hebat 1 jam SMRS
Oleh
Fajar Ahmad Prasetya, S. Ked
04054821517080
04084821517042
Al Hafizh Utama,S.Ked.
04084821517064
Niken Kasati,S.Ked.
04084821517071
Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit
Dalam RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang / Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada ALLAH SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Congestive Heart Failure et causa
Hypertension Heart Disease. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. H. Masdianto Musai, SpPD, KAI, FINASIM, selaku
pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, aamiin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan
hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% lakilaki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 3,7 perseribu penderita
pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin
bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard
mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.
Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak
spesifik serta hanya sedikit tandatanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan
terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan
pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan,
memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidu
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) yaitu
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar
tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah
pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk
aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung.
Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal
jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia
dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen.1 Untuk itu diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai gagal jantung kongestif
ini. Itulah sebabnya, kasus ini perlu diangkat untuk dipelajari.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTIFIKASI
Nama
Tn.DBS
Umur
57 Tahun
Jenis kelamin :
Laki-laki
Alamat
Plaju
Status
Menikah
Pekerjaan
Swasta
Pendidikan
SD
Agama
Islam
MRS Tanggal :
10 Oktober 2015
No. R. Medik :
507332
Ruang
PDL laki-laki
II.
ANAMNESIS
Keluhan utama
Sesak hebat sejak 1 jam SMRS.
Riwayat Perjalan Penyakit
Sejak 1 bulan SMRS, os mengeluh kaki bengkak pada kedua tungkai, bengkak
pertama kali timbul di tungkai. Bengkak tidak bertambah saat aktivitas, bengkak tidak
berkurang pada saat istirahat. Os juga mengeluh sesak napas hebat tidak dipengaruhi cuaca
dan emosi, bertambah hebat saat aktivitas seperti berjalan 50 m, sesak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari
karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada terus menerus tidak berdahak, demam
5
disangkal, sembab di kemaluan ada, BAK dan BAB normal, Os lalu berobat ke RS Bari, dan
dirawat 2 minggu.
Sejak 1 jam SMRS, os mengeluh sesak bertambah hebat, tidak dipengaruhi cuaca dan
emosi, bertambah berat saat aktivitas seperti berjalan 10 m, sesak tidak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari
karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada tidak berdahak, keringat dingin disangkal, mual
muntah disangkal, demam disangkal, sembab di kaluan ada, bengkak di kedua tungkai ada,
bengkak pertama kali timbul di tungkai, asites ada, os lalu berobat ke RS Bari.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
Compos Mentis
Tekanan Darah
150/100 mmHg
Nadi
Temperatur
36.8 C
RR
Berat Badan
56 kg
Tinggi Badan
156 cm
IMT
56/(1.56)2 = 23,3
6
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi tidak ada, scar tidak ada, pigmentasi dalam batas
normal, ikterus pada kulit tidak ada, temperatur kulit normal, keringat umum tidak ada,
keringat setempat tidak ada, pucat pada telapak tangan dan kaki tidak ada, sianosis tidak ada,
dan lapisan lemak cukup.
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening submandibular, leher, axilla, dan inguinal tidak ada pembesaran,
dan nyeri tekan tidak ada.
Kepala
Bentuk normal, simetris, rambut rontok ada, deformitas tidak ada, perdarahan temporal
tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada.
Mata
Eksopthalmus dan Endopthalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada, konjungtiva
palpebra kedua mata pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor, refleks cahaya
baik, penglihatan kabur pada kedua mata tidak ada, gerakan bola mata ke segala arah, dan
simetris, lapangan penglihatan baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik. Selaput lendir
dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan dan perdarahan. Pernapasan
cuping hidung tidak ada.
Telinga
Tophi tidak ada, pada liang telinga tidak ada kelainan, nyeri tekan pada processus mastoideus
tidak ada, selaput pendengaran tidak ada kelainan, pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi
berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, bau pernapasan yang khas tidak ada.
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP
(5+2) cm H2O, hipertrofi m. sternocleidomastoideus tidak ada.
Dada
Bentuk thoraks normal. Tidak terdapat barrel chest, sela iga melebar tidak ada, retraksi
dinding thoraks tidak ada, ginekomastia tidak ada, tidak ditemukan venektasi, dan spider
nevi.
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Stemfremitus kanan=kiri
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas atas jantung ICS II, kanan 1 jari lateral linea parasternalis
dextra,
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Cembung
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas Atas
Kedua ekstremitas atas tampak pucat tidak ada, palmar eritema tidak ada, nyeri otot dan
sendi tidak ada, gerakan kesegala arah, kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks
patologis tidak ada, jari tabuh tidak ada, eutoni, eutropi, tremor tidak ada, edema ada pada
kedua lengan dan tangan tidak ada.
Ekstremitas Bawah
Kedua ekstremitas bawah tidak tampak pucat, nyeri otot dan sendi tidak ada, kekuatan
+5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, eutoni, eutrophi, varices tidak
dijumpai, jaringan parut tidak ada, pigmentasi dalam batas normal, jari tabuh tidak
ada, turgor cukup, edema pretibial ada.
Genitalia
Tidak diperiksa.
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (10 Oktober 2015)
Hb
RBC
Leukosit
Trombosit
BSS
124 mg/dl
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Glukosa
negatif
9
Kesan :
10
Sinus rhytm with occasional, premature ventricular complexes, posible left atrial
enlargement, prolonged QT, abnormal ECG
V.
RESUME
Keluhan utama
Sesak hebat sejak 1 jam SMRS.
Riwayat Perjalan Penyakit
Sejak 1 bulan SMRS, os mengeluh kaki bengkak pada kedua tungkai, bengkak
pertama kali timbul di tungkai. Bengkak tidak bertambah saat aktivitas, bengkak tidak
berkurang pada saat istirahat. Os juga mengeluh sesak napas hebat tidak dipengaruhi cuaca
dan emosi, bertambah hebat saat aktivitas seperti berjalan 50 m, sesak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari
karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada terus menerus tidak berdahak, demam
disangkal, sembab di kemaluan ada, BAK dan BAB normal, Os lalu berobat ke RS Bari, dan
dirawat 2 minggu.
Sejak 1 jam SMRS, os mengeluh sesak bertambah hebat, tidak dipengaruhi cuaca dan
emosi, bertambah berat saat aktivitas seperti berjalan 10 m, sesak tidak berkurang saat
istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari
11
karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada tidak berdahak, keringat dingin disangkal, mual
muntah disangkal, demam disangkal, sembab di kaluan ada, bengkak di kedua tungkai ada,
bengkak pertama kali timbul di tungkai, asites ada, os lalu berobat ke RS Bari.
Os menyangkal ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya, darah tinggi disangkal,
riwayat kencing manis disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat penyakit ginjal disangkal,
dan os juga menyangkal keluhan yang sama muncul pada keluarga. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan bahwa keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 140/100 mmHg, nadi
96 x/m reguler isi dan tegangancukup, frekuensi pernapasan 34 x/m, dan suhu 36.7C.
Pada pemeriksaan JVP ditemukan hasil peningkatan, 5+2 cmH2O. Pada pemeriksaan
paru ditemukan adanya ronkhi basah halus di kedua basal paru dan pada pemeriksaan jantung
didapatkan batas jantung membesar yaitu batas jantung kanan 1 jari lateral LPS dekstra, kiri
pada linea axillaris anterior sinistra. Pada auskultasi ditemukan murmur sistolik grade 4/6.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan pada inspeksi tampak cembung, pada palpasi
ditemukan hepar membesar, teraba 1 jari dibawah arcus costae. Lien tidak teraba, pada
perkusi ditemukan adanya shifting dullness. Pada pemeriksaan ekstremitas tampak adanya
edema pretibial.
Skor Farmingham untuk pasien ini :
Kriteria Mayor :
Kardiomegali (+)
Gallop S3 (-)
12
Kriteria Minor
Hepatomegali (+)
VI.
VII.
VIII.
DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
-
Diet Jantung II
O2 3 L/menit
Edukasi
Farmakologis
13
IX.
Captopril 2 x 12.5 mg
Laxadine syr 3 x 1 c
Spironolakton 1 x 25 mg
RENCANA PEMERIKSAAN
X.
Echocardiograhy
PROGNOSIS
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Gagal jantung adalah Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen..
15
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi
vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beri-beri, dan
Penyakit Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi
kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal
primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang
menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena
perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi
cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tibatiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular
yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan
darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir selalu
disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure), karena
ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini
menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan
tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal
jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga
jantung.2
3.2 ETIOLOGI
16
3.3 PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka kemampuan
pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua efek utama
penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan
vena jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu dalam
upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas
adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron,
dan
hipertrofi
ventrikel.
Mekanisme
ini
mungkin
memadai
untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal
perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal
jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.
1
adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek
inotropik positif) dan peningkatan kecepatan
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
misal kulit dan ginjal untuk
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan.
Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk
mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap
rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap
2
kerja ventrikel.
Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh
ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem
renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun
mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa
berikut:
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Hipertrofi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah
tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel.
18
lebih ringan. Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah
gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala
yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan
seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan
keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi
kebutuhan oksigen.
Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara
juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan
gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke
arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan
menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan
manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea
atau ortopnea.
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena
pengaruh gaya gravitasi.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.
Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik.
Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami
20
bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama
inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap
peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula
hati.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mulamula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari;
dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga
berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik
dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari
bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung
kanan yang nyata.
Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi
dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.3-5
3.5 DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
21
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman
untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik,
antara lain:
22
NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,
sesak napas atau nyeri dada.
NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti yang tersebut di atas.
NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.2,6,7
23
jantung dan
bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi pleura. begitu
pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada
gejala pasien.
4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan
menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler,
dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu
pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding
regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy
LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan
oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal.
Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan
tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor
pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan
sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic
volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah
dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki
beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh
perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada
regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya
adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).4,7
3.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non
farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun
kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
24
Non farmakologi :
a
Anjuran Umum
-
Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.
Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan
hormone dosis rendah masih dapat dianjurkan.
Tindakan Umum
-
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5
liter pada gagal jantung ringan).
Hentikan rokok
Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
Farmakologi
-
25
jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung
sistolik.
-
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom
gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretic.
Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang
intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.
Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama
diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.
26
3.8 PROGNOSIS
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang,
tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5%
pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan
progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi
ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen
maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin
plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan
akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya
adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif
yang sangat cermat. 8
27
BAB IV
ANALISA KASUS
Gagal jantung Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Gagal jantung
terbagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif, yakni
gabungan gagal jantung kiri dan kanan. Gagal jantung kiri ditandai oleh dispneu deffort,
kelelahan, orthopnea, paroksismal nokturnal dispnea, batuk, pembesaran jantung, irama
derap, bunyi derapS3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, ronki dan kongesti vena
pulmonalis. Gagal jantung kanan ditandai oleh adanya kelelahan, pitting edema, ascites,
peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, pembesaran jantung kanan, irama derap
atrium kanan, murmur dan bunyi P2 mengeras, sedangkan gagal jantung kongestif terjadi
manifestasi gejala gabungan keduanya. Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika
terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria framingham,
ditambah dengan pemeriksaan penunjang. Kriteria framingham terbagi menjadi kriteria
mayor dan kriteria minor. Yang termasuk kriteria mayor yakni: dispneu nokturnal
paroksismal atau orthopneu, peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah tidak nyaring,
kardiomegali, edema paru akut, irama derap S3, peningkatan vena > 16 cm H2O dan refluks
hepatojugular. Sedangkan yang termasuk kriteria minor yakni : edema pergelangan kaki,
batuk pada malam hari, dispneu deffort, hepatomegali, efusi pleura, kapisitas vital berkurang
menjadi 1/3 maksimum dan takikardi (>120x/menit). Sedangkan pada pemeriksaan
penunjang, dari hasil pemeriksaan fotorontgen toraks dapat mengarah ke kardiomegali
dengan corakan bronkovaskuler yang meningkat.
Pada pasien ini, dari hasil anamnesis didapatkan adanya sesak nafas, sesak dipengaruhi
oleh aktifitas, pasien juga sering terbangun pada malam hari karena sesak, selain itu pasien
juga lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk. Tidak adanya keluhan-keluhan lain seperti
28
sakit kepala, mual, muntah, bengkak pada kelopak mata mendukung bahwa sesak yang
dialami oleh pasien berhubungan dengan jantung bukan dari organ yang lain. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan adanya perut yang membesar. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg. didapatkan pula adanya peningkatan tekanan vena
jugularis, ronki basah halus (RBH) pada kedua basal paru, adanya pelebaran, batas jantung,
serta adanya ascites.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, dapat disimpulkan bahwa pada
pasien ini dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena kriteria framingham
sudah terpenuhi. selain itu berdasarkan JNC 7 os menderita hipertensi stage II
Terapi utama yang diberikan adalah furosemid 1x 20 mg, pemberian diuretika ini
bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan, di paru dan ascites yang ada pada pasien ini.
dan untuk mengurangi beban awal jantung tanpa mengurangi curah jantung. Selain itu
diberikan pulas captopril 2 x 12,5 mg guna menatalaksana hipertensinya.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic function
and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. Circulation Journal Of The
American Heart Association. Available from : http://circ.ahajournals.org
2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1514-7.
3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1638-45.
4. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia,
Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology.
American Journal of Gastroenterology.
5. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. h. 132-5.
6. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th
Edition. Mc Graw Hill. h. 464-8.
7. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 261-5.
8. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. h. 83-6.
30