You are on page 1of 15

ANESTESI BLOK NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR

SECARA DIRECT

a. Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi secara sempurna yang bersifat
sementara pada daerah tubuh tertentu yang disebabkan oleh depresi karena adanya
rangsangan pada ujung saraf atau adanya hambatan pada proses konduksi saraf
perifer.1
Anestesi lokal dapat dibagi menjadi beberapa bagian, tergantung pada
daerah anestesi, daerah insisi dan teknik yang digunakan. Adapun beberapa teknik
yang dapat digunakan adalah blok nervus, infiltrasi, teknik intraligamen, injeksi
intraosseous, intraseptal dan topical anastesi.1
Anastesi local adalah obat yang dapat memblok konduksi saraf secara
reversible, menghilangkan sensasi nyeri bila digunakan pada bagian tubuh tertentu
tanpa diikuti hilangnya kesadaran. Selama berabad-abad penduduk pegunungan di
Peru menggunakan daun koka untuk mencegah rasa lapar, penghilangan kelelahan
dan meningkatkan semangat. Dari daun koka yang berasalah dari tanaman
Erythroxylon coca, diisolasi senyawa kokain yang kemudian mempunyai efek
anestesi local. Tetapi ternyata kokain selain mempunyai efek anestesi local juga
berpotensi dapat menimnbulkan adiksi yang sangat merugikan. Beberapa tahun
kemudian prokain berhasil ditemukan dan selanjutnya disusul dengan penemuan
obat-obat anestesi local yang diharapkan mempunyai efek yang lebih baik.

Sifat-sifat anestesi local1 :


1. Anestesi local harus dapat menekan konduksi saraf.
2. Harus bersifat lipofilik dan hidrofilik agar efektif pada pemberian parental.
Kelarutan lemak diperlukan agar obat dapat berpenetrasi melalui berbagai
sawar yang terdapat antara obat dengan tempat kerja, termasuk serat saraf.
Kelarutan air diperlukan agar obat tidak mengendap (presipitasi), bila
terpapar cairan interstisial.
3. Sifat-sifat anestesi local ideal adalah tidak mengiritasi dimana anestesi
local diaplikasikan, serta tidak menimbulkan kerusakan permanen pada
struktur syaraf. Memiliki toksisitas sistemik rendah. Memiliki mulai kerja
cepat dan masa kerja cukup. Memiliki efek anestesi local pada daerah
sekitar tempat aplikasi baik diberikan secara infeksi maupun topical.
Pada pemberian anestesi local yang terutama dipengaruhi adalah serabut
saraf kecil dan tidak bermielin. Urutan modalitas rasa yang dipengaruhi
berturut-turut adalah : rasa sakit; dingin atau panas; rasa raba; tekanan
dalam.

Tabel 1.1 Golongan obat anestesi local, cara pen ggunaan dan contoh
obatnya.1
1. Suntikan
Amida :

Obat Anestesi Lokal


- Bupivakain
- Dibukain
- Mepivakain

Ester:
II. Topikal
Amida :
Ester :

Lain-lain:

Etidokain
Lidokain
Prilokain
Kloroprokain
Prokain
Tetrakain

Lidokain
Dibukain
Ester asam benzoate
Benzokain
Butamben
Piperokain
Tetrakain
Siklometikain

Ada 3 macam anestesi local, yaitu2 :


1. Anestesi topical : Pada bagian superfisial, misal : benzokaim, tetrakain.
2. Anestesi infiltrasi ; Pada akhiran saraf.
3. Anestesi blok : Pada bagian proksimal cabang saraf utama.

Tabel 1.2 Dosis maksimum anestesi local yang banyak digunakan (dalam mg
untuk individu sehat dengan berat badan 70 kg)1.
Articaine
Bupivakain
Lidokain
Mepivakain
Prilokain

Tanpa adrenalin (mg)


400
75
300
375
400

Dengan adrenalin (mg)


500
150
500
400
600

Tabel 1.3 Dosis maksimum beberapa obat anestesi local yang sering digunakan
pada anak-anak1.

Berat badan anak

Artikain 4%
mg1 catridges2

Lidokain 2%
mg1 catridges2

Prilokain 3%
mg1 catridges2

5-10

25

0,3

22

0,6

30

0,5

10-15

50

0,7

44

1,2

60

1,1

15-20

75

1,0

66

1,8

90

1,6

20-25

100

1,3

88

2,4

120

2,2

25-30

125

1,7

110

3,0

150

2,7

30-35

150

2,0

132

3,6

180

3,3

35-40

175

2,4

154

4,2

210

3,8

40-45

200

2,7

176

4,8

240

4,4

(kg)

dosis maksimum yang diindikasikan pada anak-anak. Dosis maksimum ini juga tergantung psda

perbedaan individu, cara pemberian anestesi dan vaskularisasi jaringan.


2

jumlah catridge berdasarkan volume catridge mengandung 1,8 ml.

Tabel ini berdasarkan : Malamed,S.F. (2004) dalam Handbook of Local Anesthesia, Mosby, St
Louis.

b. Anestesi Topikal3
Anestesi topical diperolej melalui aplikasi agen anestesi tertentu pada
daerah kulit maupun membrane mukosa yang dapat dipenetrasi untuk
membaalkan ujung-ujung saraf superfisial. Anestesi ini paling sering
digunakan untuk membaalkan mukosa sebelum penyuntikan.
Semprotan yang mengandung agen anestesi local tertentu dapat digunakan
untuk tujuan ini karena aksinya berjalan cukup cepat. Bahan aktif yang
terkandung dalam larutan adalah lignokain hidroklorida 10% dalam basis
air yang dikeluarkan dalam jumlah kecil dari container aerosol.

Penambahan berbagai rasa buah-buahan dimaksudkan untuk membuat


preparat tersebut lebih dapat ditolerir oleh anak, namun sebenarnya dapat
menimbulkan masalah karena merangsang terjadinya salivasi berlebihan.
Bila anestesi dilakukan dengan menggunakan semprotan, larutan
umumnya dapat didistribusikan dengan lebih mudah dan efeknya, akan
lebih luas daripada yang kita inginkan. Umumnya setelah daerah yang
akan dianestesi dikeringkan, larutan anestesi disemprotkan pada gulungan
kapas kecil yang kemudian diletakkan pada daerah penyuntikkan di sulkus
dan dibiarkan selama 1 menit sebelum jarum suntik diinsersikan. Mukosa
tidak perlu dipersiapkan terlebih dahulu karena semprotan anestesi sudah
mempunyai efek antiseptic. Waktu timbulnya anestesi adalah 1 menit, dan
durasinya adalah sekitar 10 menit.
Salep yang mengandung lignokain hidroklorida 5% juga dapat digunakan
untuk tujuan yang sama, namun diperlukan waktu 3-4 menit untuk
memberikan efek anestesi permukaan.
Beberapa industri farmasi bahkan menyertakan enzim hialuronidase dalam
produknya dengan harapan dapat membantu penetrasi agen anestesi local
ke dalam jaringan. Amethocaine dan benzocaine umumnya juga di
tambahkan ke dalam beberapa preparat lain. Salep sangat bermanfaat bila
diaplikasikan pada gingiva lunak sebelum pemberian tumpatan yang
dalam/
Emulsi yang mengandung lignokain hidroklorida 2% juga dapat
digunakan. Emulsi ini akan sangat bermanfaat bila ingin mencetak seluruh
rongga mulut dari pasien yang sangat mual. Sesendok teh emulsi dapat
digunakan pasien untuk kumur-kumur di sekitar rongga mulut dan

orofaring dan kemudian dibiarkan satu sampai dua menit, sisanya


diludahkan tepat sebelum pencetakan. Emulsi ini juga bermanfaat untuk
mengurangi rasa nyeri pascaoperatif seperti setelah gingivektomi dan tidak
berbahaya bila tertelan secara tidak sengaja.
Etil klorida bila disemprotkan pada kulit atau mukosa akan menguap
dengan cepat sehingga dapat menimbulkan anestesi melalui efek
pendinginan. Fenomena ini mempunyai manfaat klinis hanya bila
semprotan diarahkan pada daerah terbatas sampai timbul uap es. Namun
tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
terstimulasinya pulpa gigi-gigi tetangga dan inhalasi uap oleh pasien.
Manfaat teknik ini memang terbatas tetapi kadang-kadang dapat
digunakan untuk mendapatkan anestesi permukaan sebelum insisi dari
abses fluktuan.
Injeksi jet adalah teknik di mana sejumlah kecil larutan anestesi
dikeluarkan dengan kecepatan cukup tinggi pada submukosa tanpa
menggunakan jarum hipodermik.
c. Anestesi Infiltrasi3
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan
terinfiltrasi di sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan
menimbulkan efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf
tersebut. Teknik infiltrasi dapat dibagi menjadi :
1. Suntikan submukosa. Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan
tepat di balik membrane mukosa. Walaupun cenderung tidak
menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering digunakan

baik untuk anestesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan molar


bawah atau operasi jaringan lunak.
2. Suntikan supraperiosteal. Pada beberapa daerah seperti maksilla,
bidang kortikal bagian luar dari tulang alveolar biasanya tipis dan
dapat terperforasi oleh saluran vascular yang kecil. Pada daerah-daerah
ini bila larutan anestesi didepositkan di luar periosteium, larutan akan
terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal, dan tulang medularis
ke serabut saraf. Dengan cara ini, anestesi pulpa gigi dapat diperoleh
melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntikan supraperiosteal
merupakan teknik yang paling sering digunakan pada kedokteran gigi
dan sering disebut sebagai suntikan infiltrasi.
3. Suntikan subperiosteal. Pada teknik ini, larutan anestesi di depositkan
antara periosteum dan bidang kortikal. Karena struktur ini terikat erat
suntikan tentu terasa sangat sakit. Karena itu, suntikan ini hanya
digunakan bila tidak ada alternative lain atau bila anestesi superfisial
dapat diperoleh dari suntikan supraperiosteal. Teknik ini biasa
digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal
gagal untuk memberikan efek anestesi, walaupun biasanya pada situasi
ini lebih sering digunakan suntikan intraligamental.
4. Suntikan intraosseus. Seperti terlihat dari namanya, pada teknik ini
larutan di depositkan pada tulang medularis. Prosedur ini sangat efektif
bila dilakukan dengan bantuan bur tulang dan jarum yang di desain
khusus untuk tujuan tersebut. Setelah suntikan supraperiosteal
diberikan

dengan

cara

biasa,

dibuat

insisi

kecil

melalui

mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk

mendapat jalan masuk bagi bur dan reamer kecil. Kemudian dapat
dibuat lubang melalui bidang kortikal bagian luar tulang dengan alat
yang sudah dipilih. Lubang harus terletak di dekat apeks gigi pada
posisi sedemikian rupa sehingga tidak mungkin merusak akar gigi
geligi.
Jarum yang pendek dengan hub yang panjang diinsersikan melalui
lubang dan diteruskan ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan
perlahan ke ruang medularis dari tulang. Jumlah larutan tersebut
biasanya cukup untuk sebagian besar prosedur perawatan gigi. Teknik
suntikan intraosseus akan memberikan efek anestesi yang baik pada
pulpa disertai dengan gangguan sensasi jaringan lunak yang minimal.
Walaupun demikian, biasanya tulang alveolar akan terkena trauma dan
cenderung terjadi rute infeksi. Prosedur asepsis yang tepat pada tahap
ini merupakan keharusan. Pada prakteknya, dewasa ini sudah
dipasarkan larutan anestesi yang efektif dan penggunaan suntikan
intraligamentum atau ligament periodontal sudah mengurangi perlunya
suntikan intraosseus dan karena itu, teknik suntikan intraosseus sudah
makin jarang dipergunakan.
5. Suntikan Intraseptal. Merupakan versi modifikasi dari teknik
intraosseus yang kadang-kadang digunakan bila anestesi yang
menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan dipasang gigi geligi tiruan
immediate serta bila teknik supraperiosteal tidak mungkin digunakan.
Jarum 27 gauge diinsersikan pada tulang lunak di crest alveolar.
Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui tulang

medularis serta jaringan periodontal untuk memberi efek anestesi.


Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi
superfisial.
6. Suntikan intraligamental atau ligament periodontal. Teknik ini makin
popular sejak 1980an dan dewasa ini dianggap sebagai teknik
pembantu untuk teknik yang lebih canggih. Teknik ini umumnya
menggunakan syringe konvensional yang pendek dan lebarnya 27
gauge atau syringe yang didesain khusus untuk tujuan tersebut, seperti
Ligmaject, Rolon atau Peripress, yang digunakan bersama jarum 30
gauge.
Jarum diinsersikan pada sulkus gingiva dengan bevel mengarah
menjauhi gigi. Jarum kemudian di dorong ke membrane periodontal
bersudut 300 terhadap sumbu panjang gigi. Jarum ditahan dengan jari
operator untuk mencegah pembengkokan dan didorong ke penetrasi
maksimal sehingga terletak antara akar-akar gigi dan tulang
intercrestal. Tekanan maksimal diaplikasikan pada pegangan syringe
selama lima detik dengan tekanan kebelakang yang kuat untuk
mendepositkan sejumlah kecil larutan pada membrane periodontal.
Untuk menganastesi gigi-gigi berakar jamak, dilakukan penyuntikan
untuk tiap akar. Pengalaman menunjukkan bahwa suntikan dengan
tekanan kebelakang yang kuat mempunyai angka keberhasilan yang
besar.
Teknik ini mempunyai beberapa manfaat, efeknya yang terbatas
memungkinkan dilakukan perawatan pada satu gigi dan membantu
perawatan pada kuadran mulut yang berbeda. Suntikan ini juga tidak

terlalu sakit bagi pasien yang umumnya tidak menyukai rasa bengkak
yang sering menyertai anestesi local.
Biasanya, 1/8 dari isi catridge 1,8 ml sudah cukup untuk memberikan
efek anestesi pada pemakaian teknik ini, jadi memungkinkan dosis
obat dikurangi. Suntikan intraligamental biasanya diikuti dengan
timbulnya anestesi yang cepat, yaitu dalam waktu 30 detik dan
berlangsung selama 45-55 menit.
d. Anestesi Blok4,5
Teknik anestesi blok merupakan metode anestesi lokal yang dilakukan dengan
mendepositkan larutan anestesi dekat dengan batang saraf utama. Metode ini akan
mencegah perjalanan impuls aferen melewati daerah tersebut.
Nervus yang menyuplai gigi dan berhubungan dengan jaringan pada
mandibula adalah nervus alveolaris inferior, dengan percabangannya nervus
mentalis dan nervus insisivus, nervus lingualis dan nervus bukalis.
Pada teknik ini, beberapa nervus yang akan teranestesi adalah :
1. Nervus alveolaris inferior
2. Nervus insisivus
3. Nervus mentalis
4. Nervus lingualis
5. Nervus buccinators
Adapun daerah yang teranestesi pada teknik ini adalah :
1.
2.
3.
4.

Gigi rahang bawah sampai ke midline


Daerah mandibula
Daerah inferior dari ramus
Mukoperiosteum bukal dan membran mukosa anterior sampai ke

molar pertama rahang bawah


5. Jaringan lunak lingual dan periosteum
6. Daerah 2/3 anterior lidah dan dasar mulut
7. Eksternal dan internal ridge oblique

Pada dasarnya terdapat dua teknik untuk melakukan anestesi blok nervus
alveolaris inferior, yaitu teknik direct dan teknik indirect.

e. Teknik Anestesi Blok secara Indirect2


a. Siapkan disposable injeksi steril sesuai ukuran, lalu diisi obat
anestesi.
b. Sterilkan area yang akan dianestesi, raba area trigonum retromolar.
c. Telusuri linea oblique dengan jari telunjuk sampai terasa hilang dan
berhenti disitu, suntikkan jarum di area tersebut.
Posisi I : dari arah C/P kontralateral.
Posisi II : digeser ke permukaan oklusal ipsilateral, sejajar occlusal
plane.
Posisi III: hamper sama dengan posisi I.
d. Aspirasi, kemudian deponir pelan-pelan
f. Teknik Anestesi Blok secara Direct4,5,6
- Pasien didudukkan di dental unit dengan posisi supine atau semisupine
dengan mulut yang terbuka lebar sehingga dataran oklusal rahang
bawah sejajar dengan lantai.

A : posisi operator untuk anastesi blok gigi kanan rahang bawah


B : posisi operator untuk anastesi blok gigi kiri rahang bawah

Gunakan jari indeks (jari telunjuk di ektraoral dan ibu jari di intraoral)
untuk palpasi ridge oblique eksternal dan gerakkan jari ke posterior
sampai ke coronoid notch (bagian terdalam dari tepi anterior ramus

mandibula)
Palpasi jari dan gerakkan melewati retromolar triangle ke oblique
internal; pterygomandibular raphe dan pterygotemporal depression

dapat terlihat jelas


Letakkan jari indeks di belakang mandibula secara ekstraoral untuk

menilai ketebalan mandibula


Jarum 25 gauge dimasukkan dari arah berlawanan sejajar melewati
bidang oklusal dengan titik tusuk berada pada dari jari indeks, jarum
dimasukkan sampai menyentuh tulang

Setelah aspirasi negatif, larutan anastesi didepositkan secara perlahan

sebanyak 1,8 ml
Jarum ditarik hingga kedalaman jarum, aspirasi, jika negatif lalu

injeksikan anastesi untuk nervus lingualis


Untuk nervus bukalis dianestesi terpisah yaitu diantara ridge oblique
ekternal dan internal. Saat anestesi, jaringan pada mucobuccal fold
diinjeksikan jarum 25 gauge dengan sudut 450 terhadap tulang.

penempatan jarum untuk daerah anastesi nervus bukalis

g. Komplikasi Anestesi
Ada beberapa komplikasi yang potensial terjadi saat dilakukan anestesi, yaitu ;
-

patahnya jarum
sakit saat injeksi larutan anestesi
rasa terbakar saat injeksi larutan anestesi
anestesi yang persisten atau parastesia
trismus
hematoma
infeksi
edema
pengelupasan jaringan
trauma pada jaringan lunak
paralysis nervus facialis
lesi intraoral post anestesi
DAFTAR PUSTAKA

1. Suniarti DF, Soekanto SA, Arif A. Farmakologi kedokteran gigi. Jakarta:


Badan Penerbit FKUI; 2012.
2. Bakar A. Kedokteran gigi klinis. Yogyakarta: Quantum;2013.
3. Howe GL, Whitehead FIH. Anestesi local. Alih bahasa: Lilian
Yuwono;1994.
4. Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi :
Elsevier; 2009.
5. Malamed S. Handbook of Local Anesthesia 5th ed., USA : Mosby; 2004.
6. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. Textbook of General and Oral
Surgery. Churchill : Elsevier ; 2003

You might also like