You are on page 1of 7

TAHAPAN KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA

Dalam proses penambangan batubara ada banyak proses yang perlu dilakukan.
dalam penambangan batubara juga tidak boleh ditinggalkan aspek lingkungan,
agar setelah penambangan selesai dilakukan, lingkungan dapat dikembalikan ke
keadaan yang baik.
1. PRA KONSTRUKSI
Persiapan
Kegiatan ini merupakan kegiatan tambahan dalam tahap penambangan.
Kegiatan ini bertujuan mendukung kelancaran kegiatan penambangan.
Pada tahap ini akan dibangun jalan tambang (acces road), stockpile, dll.

Land Cleaning
tahapan
pekerjaan
penambangan
umumnya
diawali
dengan
mempersiapkan lahan, yaitu mulai dari pemotongan pepohonan hutan,
pembabatan sampai ke pembakaran hasilnya, yang dinamakan land
clearing. Jadi land clearing dapat diartikan sebagai suatu aktivitas
pembersihan material hutan yang meliputi pepohonan, hutan belukar
sampai alang-alang.
Variabel yang mempengaruhi pekerjaan land clearing yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Pepohonan yang tumbuh


Kondisi dan daya dukung tanah
Topografi
Hujan dan perubahan cuaca
Sfesifikasi pekerjaan

Data yang diperlukan untuk menganalisis produksi, kebutuhan alat dan


akhirnya ke biaya meliputi:
1. spesifikasi pekerjaan (proyek),
2. kondisi lapangan biaya alat (beli atau sewa).
3. Untuk selanjutnya pembahasan akan fokuskan pada masalah teknis
dan tidak akan menyinggung masalah biaya.
2. KONSTRUKSI
Pengusapan Tanah Tertutup
Pengertian kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup yaitu
pemindahan suatu lapisan tanah atau batuan yang berada diatas
cadangan bahan galian, agar bahan galian tersebut menjadi tersingkap.
Untuk mewujudkan kondisi kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup
yang baik diperlukan alat yang mendukung dan sistimatika pengupasan
yang baik. Pekerjaan pengupasan lapisan tanah penutup merupakan
kegiatan yang mutlak harus dikerjakan pada pertambangan terutama
pada kegiatan penambangan yang menggunakan sistim tambang terbuka.
Kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup ditentukan oleh rencana
target produksi, semakin baik rancangan pada pengupasan lapisan tanah
penutup maka rencana target produksi semakin baik. Untuk mewujudkan

kondisi tersebut diperlukan metode dan alat yang mendukung pengupasan


lapisan tanah penutup. Adapun pola teknis dari pengupasan lapisan tanah
penutup yaitu :
a. Back filling digging method Pada cara ini tanah penutup di buang ke
tempat sudah digali.
b. Benching System Cara pengupasan lapisan tanah penutup dengan
sistem jenjang (benching). Cara ini pada waktu pengupasan lapisan
tanah penutup sekaligus sambil membuat jenjang.
c. Multi Bucket Exavator System Pada pengupasan cara ini tanah
penutup dibuang ke tempat yang sudah digali atau ke tempat
pembuangan khusus. Cara ini ialah dengan menggunakan Bucket
Wheel Exavator ( BWE).
d. Drag Scraper System Cara ini biasanya langsung diikuti dengan
pengambilan bahan galian setelah tanah penutup dibuang, tetapi
bisa juga tanah penutupnya dihabiskan terlabih dahulu, kemudian
baru bahan galiannnya ditambang. Sistem ini cocok untuk tanah
penutup yang materialnya lunak dan lepas (loose).
Pemboran
Peledakan Pemboran dapat dilakukan untuk bermacam-macam tujuan,
antara lain adalah untuk penempatan bahan peledak, pemercontohan
(merupakan metoda sampling utama dalam eksplorasi), dalam tahap
development seperti penirisan dan tes pondasi, serta dalam tahap
eksploitasi untuk penempatan baut batuan & kabel batuan. Jika
dihubungkan dengan operasi peledakan, penggunaan terbesar adalah
pemboran produksi (Nurhakim, 2004). Urutan pekerjan peledakan adalah
pemboran, pemuatan bahan peledak, penyambungan rangkaian
peledakan dan penembakan. Prinsip pemboran adalah mendapatkan
kualitas lubang ledak yang tinggi dengan pemboran yang cepat dan dalam
posisi yang tepat. Guna mendapatkan hasil peledakan yang baik, yaitu
volume bongkaran lapisan batuan yang besar dengan fragmentasi yang
sesuai untuk dimanfaatkan serta biaya yang seminimal mungkin
(Kartodharmo, 1989). Pada peledakan jenjang posisi dari suatu lubang
ledak dapat memberikan keuntungan maupun kerugian dalam
memperoleh hasil peledakan yang baik. Dalam upaya menghasilkan
fragmentasi batuan yang diinginkan serta mengurangi terjadinya bahaya
flyrock yang merupakan akibat sampingan dari proses peledakan, maka
terlebih dahulu perlu ditinjau pemakaian arah lubang ledak. Pada
perinsipnya terdapat dua cara untuk membuat lubang ledak, yaitu
membor dengan lubang miring dan membor dengan lubang tegak.
Peledakan
Peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran yang
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk melepas batuan
dari batuan induknya dengan harapan menghasilkan bongkaran batuan
yang berukuran lebih kecil sesuai dengan yang diharapkan sehingga
memudahkan dalam proses pendorongan, pemuatan, pengangkutan, dan
konsumsi material (Kartodharmo, 1989). Sebelum operasi peledakan
dimulai, penentuan letak lubang ledak harus dievaluasi dengan hati-hati
untuk mendapatkan hasil yang optimum dari bahan peledak yang dipilih.

Lebih dari pada itu, penyediaan lubang ledak yang tepat untuk
pembongkaran dengan biaya rendah, karakteristik massa batuan dan
kemampuan pembuatan lubang ledak harus diidentifikasi. Bahan peledak
adalah suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk
padat, cair, gas atau campurannya yang apabila dikenai suatu aksi panas,
benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia
eksotermis sangat cepat yang hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya
berbentuk gas dan disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara
kimia lebih stabil.

3. OPERASI
Penggalian dan Pemuatan
Semua satuan operasi yang terlihat dalam penggalian atau pemindah
tanah/batuan selama penambangan disebut penangan material (material
handling). Pada siklus operasi, dua operasi utama pemuatan dan
transportasi dengan kerekan sebagai operasi optimal ketiga, jika
transportasi vertikal diperlukan. Pola pemuatan yang digunakan
tergantung pada kondisi lapangan operasi pengupasan serta alat mekanis
yang digunakan dengan asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang,
mangkuk (bucket) alat gali muat sudah terisi penuh dan siap
ditumpahkan. Setelah alat angkut terisi penuh segera keluar dan
dilanjutkan dengan alat angkut lainnya sehingga tidak terjadi waktu
tunggu pada alat angkut maupun alat gali-muatnya.
Pola pemuatan pada operasi pengangkutan di tambang terbuka
dikelompokkan berdasarkan posisi back hoe terhadap front penggalian dan
posisi dump truck terhadap back hoe. Proses pemuatan pada operasi
penambangan dapat dibagi tiga macam yaitu frontal cut, parallel cut with
drive-by, dan parallel cut with turn and back.
1. Frontal cut
Back hoe berhadapan dengan muka jenjang atau front penggalian.
Pada pola ini back hoe memuat pertama pada dump truck sebelah
kanan sampai penuh dan berangkat, setelah itu dilanjutkan pada
dump truck sebelah kiri.
2. Paralel cut with Drive-by
Back hoe bergerak melintang dan sejajar dengan front penggalian.
Pola ini ditetapkan apabila lokasi pemuatan memiliki dua akses dan
berdekatan dengan lokasi penimbunan. Sudut putar rata-rata lebih
besar daripada sudut frontal cut, tetapi waktu tunggu bagi back hoe
dan dump truck lebih kecil daripada parallel cut with turn and back.
3. Parallel cut with turn and back
Parallel cut with turn and back terdiri dari dua metode berdasarkan
cara pemuatannya, yaitu:
Single stopping, dump truck kedua menunggu selagi back hoe
memuat ke dump truck pertama. Setelah dump truck pertama
berangkat, dump truck kedua berputar dan mundur. Saat dump
truck kedua diisi, dump truck ketiga datang dan menunggu untuk
bermanuver dan seterusnya.

Double stopping, dump truck memutar dan mundur ke salah satu


sisi back hoe selagi back hoe memuati dump truck pertama.
Begitu dump truck pertama berangkat, back hoe mengisi dump
truck kedua. Ketika dump truck kedua diisi dump truck ketiga
datang dan seterusnya.

Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan alat
gali-muat dan alat angkut, yaitu :
1. Pola pemuatan berdasarkan jumlah penempatan posisi alat angkut
untuk dimuati terhadap posisi alat gali muat.
Single back up, yaitu alat angkut memposisikan diri untuk dimuat
pada satu tempat sedangkan alat angkut berikutnya menunggu alat
angkut pertama dimuati sampai penuh, setelah alat angkut pertama
berangkat maka alat angkut kedua memposisikan diri untuk dimuati
sedangkan truk ketiga menunggu, dan begitu seterusnya.
Double back up, yaitu alat angkut memposisikan diri untuk dimuati
pada dua tempat, kemudian alat gali muat mengisi salah satu alat
angkut sampai penuh setelah itu mengisi alat angkut kedua yang
sudah memposisikan diri di sisi lain sementara alat angkut kedua
diisi, alat angkut ketiga memposisikan diri di tempat yang sama
dengan alat angkut pertama dan seterusnya
2. Pola pemuatan yang didasarkan pada keadaan alat gali muat yang
berada di atas atau di bawah jenjang.
Top Loading, yaitu alat gali muat melakukan penggalian dengan
menempatkan dirinya di atas jenjang atau alat angkut berada di
bawah alat gali muat.
Bottom Loading, yaitu alat gali muat melakukan penggalian dengan
menempatkan dirinya di jenjang yang sama dengan posisi alat
angkut.
Pengangkutan (Hauling)
Material dalam jumlah besar dalam industri pertambangan di transport
dengan haulage (pemindahan tanah ke arah horisontal) dan hoisting
(pemindahan tanah ke arah vertikal).
Beberapa bagian dari pengangkutan ini meliputi :
1. Pengangkutan batubara dari daerah penambangan ke tempat
penumpukan (ROM Stockpile/Temporary Stockpile)
2. Pengangkutan waste/overburden ke lokasi waste dump/dump area
(baik berupa tanah pucuk/humus ataupun lapisan penutup).

4. Pasca operasi
Reklamasi
Revegetasi dan Reklamasi adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki
lahan bekas tambang atau lahan terbuka, dan pengelolaannya sesudah
selesainya
penambangan.
Reklamasi
dan
Revegetasi
bertujuan
memperbaiki lahan bekas tambang untuk pelestarian lingkungan dan
penanggulangan resiko akibat dampak dari pertambangan. Jadi

Revegetasi dan Reklamasi adalah bagian integral dari rencana


keseluruhan
operasional pertambangan secara terpadu dimulai
Perencanaan, exsploetasi sampai penggunaan lahan baru pasca
penambangan. Tujuan akhir dari rencana reklamasi adalah untuk
menyakinkan bahwa lahan bekas tambang dikembalikan pada
penggunaan yang produktif (Kartosudjono, 1994)
ASPEK DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dampak lingkungan didefinisikan sebagai suatu
perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan.
Sementara itu, Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu
perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut
dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan
dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi
lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah
ada pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan
penambangan batubara yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan
secara umum.
Setiap kegiatan penambangan baik itu penambangan Batu bara, Nikel dan
Marmer serta lainnya pasti menimbulkan dampak positif dan negatif bagi
lingkungan sekitarnya. Dampak positifnya adalah meningkatnya devisa negara
dan pendapatan asli daerah serta menampung tenaga kerja sedangkan dampak
negatif dari kegiatan penambangan dapat dikelompokan dalam bentuk
kerusakan permukaan bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan, polusi udara,
menurunnya permukaan bumi (land subsidence), dan kerusakan karena
transportasi alat dan pengangut berat.
Karena begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan
penambangan maka perlu kesadaran kita terhadap lingkungan sehingga dapat
memenuhi standar lingkungan agar dapat diterima pasar. Apalagi kebanyakan
komoditi hasil tambang biasanya dijual dalam bentuk bahan mentah sehingga
harus hati-hati dalam pengelolaannya karena bila para pemakai mengetahui
bahan mentah yang dibeli mencemari lingkungan, maka dapat dirasakan
tamparannya terhadap industri penambangan kita.
Sementara itu, harus diketahui pula bahwa pengelolaan sumber daya alam hasil
penambangan adalah untuk kemakmuran rakyat. Salah satu caranya adalah
dengan pengembangan wilayah atau community development. Perusahaan
pertambangan wajib ikut mengembangkan wilayah sekitar lokasi tambang
termasuk yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia. Karena
hasil tambang suatu saat akan habis maka penglolaan kegiatan penambangan
sangat penting dan tidak boleh terjadi kesalahan.
Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara
juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup besar,
baik itu air, tanah, Udara, dan hutan, Air . Penambangan Batubara secara
langsung menyebabkan pencemaran antara lain:
1. Pencemaran Air

Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi


dengan air menghasilkan Asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya
ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap
perubahan pH yang drastis.
Batubara yang mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium,
dan isotop radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika dibuang akan
mengakibatkan kontaminasi radioaktif. Meskipun senyawa-senyawa ini
terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak
signifikan jika dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi
merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus berpindah
melalui rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang
merupakan senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama
ketika mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri.
2. Pencemaran Udara
Polusi/pencemaran udara yang kronis sangat berbahaya bagi
kesehatan. Menurut logika udara kotor pasti mempengaruhi kerja paruparu. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan
seperti influensa,bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti
asma dan bronchitis kronis.
3. Pencemaran Tanah
Penambangan
batubara
dapat
merusak
vegetasi
yang
ada,
menghancurkan profil tanah genetic, menggantikan profil tanah genetic,
menghancurkan satwa liar dan habitatnya, degradasi kualitas udara,
mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu dapat
megubah topografi umum daerah penambangan secara permanen.
Disamping itu, penambangan batubara juga menghasilkan gas metana,
gas ini mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas metana
yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi sebesar
10,5% pada emisi gas rumah kaca.

UNDANG UNDANG TERKAIT


UUD 1945
[Pasal 33, Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(Pengganti UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan)
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Urusan bersama
Pusat, Provinsi, Kab./Kota)
UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

[berdasarkan fungsi utama kawasan (lindung dan budidaya), kegiatan


pertambangan dilakukan dalam kawasan peruntukan tambang yang
masuk dalam kawasan budidaya]
PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
[Pasal 2 ayat 4, Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:
termasuk didalamnya energi dan sumber daya mineral, dimana urusan
pemerintah adalah penetapan kriteria kawasan pertambangan dan
wilayah kerja usaha pertambangan mineral dan batubara serta panas
bumi setelah mendapat pertimbangan dan/atau rekomendasi provinsi dan
kabupaten/kota]
PP No. 75 tahun 2001 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 32 thn 1969
ttg pelaksanaan UU No. 11 thn 1967 ttg Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan
[Pasal 64(1&2), Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
usaha penyelenggaraan pertambangan umum yang dilakukan oleh
Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya yang meliputi
pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi]
PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Kawasan pertambangan diarahkan pada kawasan andalan dan kawasan
startegis nasional.

You might also like