Professional Documents
Culture Documents
2.2.1.
Trauma Basa
Definisi
2.2.2. Etiologi
Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau
terpercik pada wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia
disebabkan oleh 2 macam bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan
kimia yang bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai
pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7.
2.2.3.
ulserasi, proteolisis, dan defek pada sintesis kolagen. Substansi basa bersifat
lipofilik dan lebih mudah dan lebih cepat menembus jaringan mata dibandingkan
asam. Substansi-substansi basa akan berdisosiasi menjadi ion hidroksil dan ion
kation pada permukaan okuler. Ion hidroksil menimbulkan reaksi saponifikasi
pada membran sel yang mengandung asam lemak, sedangkan kation berinteraksi
dengan kolagen dan glikosaminoglikan stroma. Interaksi ini memfasilitasi
penetrasi yang lebih dalam sampai menembus kornea menuju segmen anterior
mata. Proses yang lebih lanjut pada glikosaminoglikan menyebabkan stroma
kornea berkabut. Proses hidrasi yang lebih lanjut pada kolagen menyebabkan
distorsi dan pemendekan fibril yang akan berujung pada gangguan pada
okular. Elemen kunci dalam menentukan luas dan prognosis dari trauma kimia
mata adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.2.3.2.
trauma kimia dimulai. Dalam waktu ini, jaringan mata sendiri akan
menghilangkan kontaminan-kontaminan bersamaan dengan membangun kembali
lapisan pelindung superfisial epitel kornea. Epitel bertindak sebagai lapisan
pelindung enzim-enzim dalam air mata yang dapat menyebabkan penipisan
kornea dan progresi sampai perforasi. Hal ini juga memodulasi perbaikan dan
regenerasi stroma kornea. Mekanisme inflamasi yang signifikan mulai terjadi
pada permukaan dan bagian dalam mata. Pada tahap ini, dapat terjadi peningkatan
tekanan intraokular (Singh, et.al, 2013).
Selama minggu pertama, pertumbuhan kembali sel epitel terjadi jika
terdapat stem cell limbus yang tidak rusak yang cukup signifikan untuk
menyediakan sumber sel epitel kornea yang sehat. Usaha pengobatan ditujukan
untuk mendorong pertumbuhan ini dengan mengurangi peradangan dan
menghindari penggunaan obat topikal yang dapat merusak epitel yang masih
rapuh. Aktivasi keratosit dimulai sebagai respon terhadap trauma yang akan
memulai inisasi sintesis kolagen. Sedikit kerusakan atau bahkan tanpa kerusakan
kolagen dapat terjadi pada minggu pertama setelah cedera (American Academy of
Ophthalmology).
2.2.3.3.
regenerasi seketika dari epitel permukaan okular dan inflamasi akut berubah
menjadi inflamasi kronik, perbaikan stroma, dan pembentukan jaringan parut.
Pada fase ini, ulserasi kornea sering terjadi. Ulserasi stroma dikaitkan dengan
aktivasi enzim kolagenase, metaloproteinase, dan protease lainnya yang
dilepaskan dari epitel kornea yang beregenerasi dan leukosit polimorfonuklear
(Singh, 2013).
Migrasi epitel berlanjut selama early acute phase. Pada trauma ringan
dapat terjadi epitelisasi sempurna pada fase ini, sedangkan pada traum grade II
defek epitel yang presisten bergantung pada stem cell daerah limbus yang
megalami kerusakan. Pada kasus yang lebih parah, reepitilesasi hanya akan terjadi
sedikit atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Mata dengan trauma grade IV
biasanya akan tetap menunjukan tanda iskemi pada fase ini. Inflamasi permukaan
okular akan tetap akan tetap terjadi selama permukaan kornea masih belum terjadi
reepitelisasi. Pengobatan pada fase ini difokuskan memaksimalkan sintesis
kolagen dan meminimalisasi aktivitas kolagenase. (American Academy of
Ophthalmology).
2.2.3.4.
Manifestasi Klinis
Gejala yang biasanya dikeluhkan pasien adalah nyeri yang luar biasa,
sensasi seperti ada benda asing di mata, pandangan kabur, air mata yang
berlebihan, fotofobia, dan mata merah. Sedangkan tanda yang bisa didapatkan
pada pasien dengan trauma kimia pada mata adalah (Ventocilla, 2015) :
1. Penurunan ketajaman visual : dapat tejadi karena defek epitel kornea
kekeruhan kornea, dan peningkatan lakrimasi.
2. Peningkatan tekanan intraokular : peningkatan tekanan intraokular
yang tiba-tiba dapat terjadi karena deformasi dan pemendekan kolagen,
serta penciutan segmen anterior mata.
3. Inflamasi konjungtiva : inflamasi konjungtiva dapat ditandai dengan
hiperemis dan kemosis pada konjungtiva.
4. Partikel pada konjungtiva forniks : partikel-partikel dari bahan kimia
yang menumpuk di forniks, jika tidak dibersihkan akan bertindak
sebgagai reservoir dan akan melanjutkan proses trauma kimia.
5. Iskemia perilimbus.
6. Defek epitel kornea.
7. Pengkabutan stroma.
8. Perforasi kornea.
9. Kerusakan atau parut organ adneksa.
2.2.5. Diagnosis
2.2.5.1.
Anamnesis
Keparahan dari trauma okular bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang
berperan dalam terjadinya kerusakan okular akibat trauma kimia adalah toksisitas
bahan kimia, lama kontak bahan kimia dengan mata, kedalaman penetrasi bahan
kimia pada mata, dan area yang terpengaruh oleh bahan kimia. Sangat penting
untuk mengetahui riwayat terjadinya trauma kimia pada mata. Pasien harus
ditanyakan kapan kejadian terjadi, apakah pasien membilas matanya dengan air
mengalir setelah kejadian, jika iya, berapa lama pasien mengaliri matanya dengan
air, mekanisme trauma yang dialami pasien apakah hanya terpercik atau
tersemprot, tipe bahan kimia yang mengenai mata (produk rumah tangga, air aki,
atau yang lainnya) dan apakah pasien memakai kaca mata pelindung ketika
kejadian (American Academy of Ophthalmology).
2.2.5.2.
Pemeriksaan Fisik
atau
menurunkan
pH
ke
dalam
batas
normal
(7-7,2).
Gambar 2.x Trauma kimia grade III dengan kekeruhan kornea, lama kontak 6 jam
2.2.6. Tatalaksana
Irigasi secepat mungkin sangat penting untuk mengurangi durasi kontak
bahan kimia pada mata. Irigasi dapat dilakukan menggunakan IV catheter. Irigasi
dilakukan minimal 2 liter dalam waktu 30 menit. Tujuan dari irigasi adalah untuk
menghilangkan substansi kimia dan mengembalikan pH mata ke keadaan
fisiologis. Ketika irigasi selesai, pH mata harus kembali diperiksa, jika pH sudah
kembali normal, anamnesis kepada pasien dan pemeriksaan mata lanjut dapat
dilakukan. Untuk mengoptimalkan kenyamanan pasien pemberian anestesi topikal
dapat dilakukan. Jika pH belum kembali ke pH normal, irigasi dan pengecekan pH
ulang harus diulangi. Pemeriksaan pH harus diulangi tiap 15-30 menit sekali
untuk memastikan pH mata tetap normal. Nilai pH yang meningkat atau menurun
setelah normalisasi awal menandakan masih ada material kimia yang tersangkut di
dalam mata (American Academy of Ophthalmology).
Setelah bahan kimia yang mengenai mata telah dihilangkan dari
permukaan okular, proses penyembuhan epitel dapat dimulai. Pada fase ini,
penatalaksanaan lebih ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan epitel dan
mencegah inflamasi lanjut dan superinfeksi. Pengobatan yang diberikan
tergantung pada seberapa berat derajat luka yang disebabkan oleh. Berikut adalah
regimen
terapi
yang
direkomendasikan
oleh
American
Academy
of
Ophthalmology:
Tabel 2.x Regimen terapi menurut AAO
Grade
Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV
Tatalaksana
Antibiotik topikal (eritromisin) 4 kali
sehari.
Prednisolon asetat 1% 4 kali sehari.
Artificial tears.
Sikloplegik 3 kali sehari.
Antibiotik topikal (fluoroquinolone) 4
kali sehari.
Prednisolon asetat 1% tiap jam selama
terjaga. Bila epitel tidak membaik
pada hari ke 10-14, tappering off
kortikosteroid harus dilakukan atau
pertimbangkan penggunaan steroid
progestasional.
Long acting cycloplegic.
Vitamin C oral 2gram 4 kali sehari
Antibiotik oral (doksisiklin) 100 mg 2
kali sehari.
Sodium askorbat tetes 10% tiap jam
ketika terjaga.
Artificial tears.
Debridement epitel yang nekrotik.
Seperti pada penanganan grade II.
Pertimbangkan transplantasi membran
amnion.
Seperti penanganan grade II dan III.
Operasi segera sangat penting.
untuk
mengembalikan
vaskularisasi
limbus
dan
2.2.7.2.
Dry Eye
Trauma kimia dapat merusak sel goblet konjungtiva yang dapat menyebabkan
penurunan atau bahkan menghentikan produksi mukus pada tear film dan
mengganggu dispersi normal tear film. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi
lanjut seperti konjungtivitis sicca (Le, 2011).
2.2.7.3.
Entropion/Ektropion
Complete globe atrophy dapat terjadi apabila penangan yang diberikan tidak
adekuat terutama pada trauma kimia dengan grade tinggi (Ventocilla, 2015).
Prognosis
Prognosis dari trauma kimia mata bergantung pada jenis bahan kimia yang
mengenai mata, lama kontak dengan bahan kimia, dan grade keparahan dari
trauma kimia.
Singh P, Tyagi M, Kumar Y, Gupta KK, Sharma PD. Ocular chemical injury
and their management. Oman J Ophthalmol. 2013;6(2):83-86.
McCulley JP. Chemical injuries. In: Smolin G, Thoft RA, editors. The
Cornea: Scientific Foundation and Clinical Practice. Boston Mass: Little Brown
and Co; 1987. pp. 52742.
American Academy of Ophthalmology. Stages of ocular surface recovery
following chemical injury.
Ventocilla M. Ophthalmologic approach to chemical burns clinical
presentations. Medscape. 2015.
Gupta N, Kalaivani M, Tandon R. Comparison of prognostic value of
Roper Hall and Dua classification systems in acute ocular burns. The British
journal of ophthalmology, 2011. 95(2): p. 194-8.
Lin, MP. Glaucoma in patients with ocular chemical burns. American
journal of ophthalmology, 2012. 154(3): p. 481-485 e1.
Tandon R. Amniotic membrane transplantation as an adjunct to medical
therapy in acute ocular burns. The British journal of ophthalmology. 2011. 95(2):
p. 199-204.
Huang T. Limbal from living-related donors to treat partial limbal
deficiency secondary to ocular chemical burns. Archives of ophthalmology. 2011.
129(10): p. 1267-73.
Ma DH. Transplantation of cultivated oral mucosal epithelial cells for
severe corneal burn. Eye. 2009. 23(6): p. 1442-50.
Hemmati HD and Colby KA. Treating acute chemical injuries of the
cornea. Eyenet. October 2012: p. 43-45.
Kheirkhah A. A Combined Approach of Amniotic Membrane and Oral
Mucosa Transplantation for Fornix Reconstruction in Severe Symblepharon.
Cornea, 2012.
Le Q. Vision-related quality of life in patients with ocular chemical burns.
Investigative ophthalmology & visual science, 2011. 52(12): p. 8951-6.