You are on page 1of 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan
bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa dimana ventilasi relatif
mendekati norma. Keadaan ini pada orang-orang yang menderita asma mudah
ditimbulkan oleh berbagai rangsang: hal ini menandakan suatu keadaan
hiperreaktivitas bronkus yang khas.
Asma adalah penyebab utama penyakit kronik pada anak, yang
menyebabkan sebagian besar hilangnya hari sekolah akibat penyakit kronik.
Diperkirakan 5 10 anak pada suatu waktu selama masa anak akan mendapat
gejala dan tanda yang sesuai dengan asma. Sebelum pubertas sekitar dua kali
lebih banyak anak pria dibandingkan anak wanita yang menderita; sesudah
pubertas, insiden pada kedua jenis kelamin adalah sama. Asma dapat
menyebabkan

gangguan

psikososial

yang

berat

dalam

keluarga.

Bagaimanapun dengan pengobatan yang tepat banyak perbaikan dapat dicapai.


Tidak ada definisi asma yang dapat diterima secara universal; asma mungkin
dianggap sebagai penyakit paru obstruksif difus dengan:
(1) hiperreaktivitas jalan udara terhadap berbagai rangsangan dan
(2) reversibilitas yang baik dari proses obstruktif, yang dapat terjadi
spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Jalan udara besar (>2mm) dan kecil (<2mm) mungkin tertekan samapi
tingkat tertentu. Iritabilitas atau hiperreaktivitas jalan udara bermanifestasi
sebagai bronkokonstriksi sesudah latihan; kontak alamiah terhadap bau-bau
keras atau uap merangsang, seperti sulfur dioksida (SO 2), asap tembakau, atau
udara dingin, dan kontak yang disengaja dalam laboratorium, inhalasi zat-zat
parasimpatomimetik,

seperti

metakolin

(Mecholyl)

atau

histamin.

Hiperreaktivitas jalan udara, walaupun tidak terbatas pada penderita asma,


sebenarnya terdapat pada semua penderita asma. Hiperreaktivitas jalan napas

adalah indikator objektif asma yang paling sensitif dan pada tingkat tertentu
terdapat

pada penderita

asimtomatik,

yang

tidak

terdapat

kelainan

pemeriksaan fisik, dan mempunyai spirometri normal. Hiperreaktivitas jalan


udara, yang berhubungan dengan keseluruhan berat penyakit, mungkin
berbeda dari penderita ke penderita tetapi umumnya stabil untuk waktu lama
kecuali fluktuasi sementara sebagai berikut: kebaikan respons terjadi selama
infeksi virus saluran napas, sesudah kontak dengan pengotoran udara dan
alergen atau zat-zat kimia di tempat kerja pada individu yang sensitif, dan
sesudah pemberian antagonis -reseptor. Pengurangan mendadak respons
saluran napas terlihat sesudah pemberian agonis -reseptor, teofilin,
antikolinergik dan sesudah pemberian kronik kromolin dan berklometason.
Asma mungkin mempunyai awitan pada setiap usia; sekitar 80 90%
anak asma mendapat gejala pertama mereka sebelum usia 4 5 tahun. Kirakira 2 20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Di Indonesia
belum ada penyelidikan yang menyeluruh tetapi diperkirakan berkisar antara 5
10%. Di laporkan dibeberapa negara angka kejadian asma meningkat,
misalnya di Jepang, Melbourne dan Taiwan. Di Poliklinik Subbagian Paru
Anak FKUI/RSCM Jakarta lebih dari 50% kunjungan merupakan pasien asma.
Jumlah kunjungan di Poloklinik Subbagian Paru Anak berkisar antara 12000
13000 atau rata-rata 12.324 kunjungan per tahun.
Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan. Sebagian besar anak yang
menderita hanya kadang-kadang terserang ringan sampai sedang, yang mudah
diatasi. Sebagaian kecil akan menderita asma berat yang sulit diobati, biasanya
lebih

bersifat

menahun

daripada

musiman,

yang

menyebabkan

ketidakberdayaan dan secara nyata mempengaruhi hari-hari sekolah, aktivitas


bermain, dan fungsi sehari-hari.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dapat memberikan tindakan asuhan keperawatan pada anak dengan asma.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat menjelaskan definisi dari asma.
b. Dapat menyebutkan etiologi dari asma.
c. Dapat menyebutkan manifestasi klinis dari asma.
d. Dapat menjelaskan patofisiologi dari asma.
e. Dapat menentukan diagnosa keperawatan.
f. Dapat memberikan asuhan kepeawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSKATA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung
sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara
masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi
yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan
epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar
mukosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut
yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan
terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan ke posterior di
dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernapasan bagian
bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertelan atau
dibatukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus,
sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di
bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah
disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir
bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai
100%.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring
merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan
mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga
yang bermuara ke dalam trakea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan
pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring
terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ
pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas,
penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis

yang berbentuk daun, berperanan untuk mengarahkan makanan dan cairan


masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk
melampaui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu
menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.
Trakea dikosongkan oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti
sepatu kuda yang panjangnya 5 inci. Struktur trakea dan bronkus
dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon
trakeobronkial. Permukaan posterior trakea agak pipih (karena cincin tulang
rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di depan esofagus. Sebagai
akibatnya, jika suatu selang endotrakea bulat yang kaku dengan balon yang
digembungkan dimasukkan selama ventilasi mekanik, maka dapat timbul erosi
di posterior pada membran tersebut, dan membentuk fistula trakeo-esofageal.
Erosi bagian anterior menembus cincin tulang rawan dapat juga timbul tetapi
tidak sering. (Pembengkakan dan kerusakan pita suara juga merupakan
komplikasi dari pemakaian selang endotrakea). Tempat di mana trakea
bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina.
Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan
batuk yang kuat jika dirangsang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih lebar
dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal.
Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan
kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Bronkiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar
udara ketempat pertukaran gas paru-paru.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari:
1. Bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara
kecil atau alveoli pada dindingnya.
2. Duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus.

3. Sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.


Asinus atau kadang-kadang disebut lobulus primer memiliki garis tengah kirakira 0,5 sampai 1,0 cm. terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea
sampai sakus alveolaris terminalis. Alveolus (dalam kelompokan sakus
alveolaris yang menyerupai anggur, yang membentuk sakus terminalis)
dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang
ini memungkinkan komunikasi antara sakus alveolus terminalis.
B. DEFINISI
Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran napas sangat
mudah bereaksi terhadap rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa
serangan asma. Serangan asma dapat berupa sesak napas ekspirator yang
paroksismal berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang akibat
konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus, dan produksi
lendir kental yang berlebihan. Asma merupakan penyakit keturunan.
(Ngastiyah)
Asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan di
mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih
jarang telah disingkirkan. (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran)
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya rekasi
trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya
penyempitan luas saluran napas bagian bawah yang dapat berubah-ubah
derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan. (Staf Pengajar, FKUI)
Asma adalah proses obstruksi reversibel yang ditandai dengan
peningkatan responsivitas dan inflamasi jalan napas, terutama jalan napas
bagian bawah. (Donna L. Wong)

Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik:


1. Obstruksi saluran napas yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada
beberapa pasien) baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
2. Inflamasi saluran napas.
3. Peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai rangsangan.
(Slamet Suyono, IPD)
C. KLASIFIKASI
Ada berbagai pembagian asma pada anak, diantaranya adalah:
1. Asma episodik yang jarang.
Biasanya terdapat pada anak umur 3 8 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas bagian atas. Banyaknya
serangan 3 4 kali dalam 1 tahun. Lamanya serangan dapat beberapa
hari, jarang merupakan serangan yang berat. Gejala yang timbul lebih
menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung kurang dari 3 4
hari, sedang batuk-batuknya dapat berlangsung 10 14 hari. Manifestasi
alergi lainnya misalnya eksim, jarang terdapat pada golongan ini.
Tumbuh kembang anak biasanya baik, di luar serangan tidak ditemukan
kelainan. Waktu remisi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
Golongan ini merupakan 70 75% dari populasi asma anak.
2. Asma episodik sering.
Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3
tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran
napas akut. Pada umur 5 6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi
yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan
udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyak yang tidak jelas
pencetusnya. Frekuensi serangan 3 4 kali dalam satu tahun, tiap
serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan
paling tinggi pada umur 8 13 tahun. Pada golongan lanjut kadangkadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten.
Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan

mengi yang akan menunggu tidurnya. Pemeriksaan fisik di luar serangan


tergantung frekuensi serangan. Jika waktu serangan lebih dari 1 2
minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay fever dapat
ditemukan pada golongan asma kronik atau persisten. Gangguan
pertumbuhan jarang terjadi. Golongan ini merupakan 20% dari populasi
asma pada anak.
3. Asma kronik atau persisten.
Pada 25% anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur 6
bulan; 75% sebelum umur 3 tahun. Pada lebih dari 50% anak terdapat
mengi yang lama pada 2 tahun pertama, dan 50% sisanya serangannya
episodik. Pada umur 5 6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi
saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap
hari; malam hari terganggu oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik sering
menyebabkan mengi. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat
dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit. Terdapat juga
golongan yang mengalami serangan berat, hanya sesak sedikit dan
mengi sepanjang waktu. Biasanya setelah mendapatkan penanganan
anak dan orangtua baru menyadari mengenai asma pada anak dan
masalahnya. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 8
14 tahun, baru kemudian terjadi perubahan, biasanya perbaikan. Pada
umur dewasa muda 50% golongan ini tetap menderita asam persisten
atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa
muda. Pada pemeriksaan fisik jarang yang norma; dapat terjadi bentuk
perubahan toraks seperti dada burung (pigeon chest), barrel chest dan
terdapat sulkus horison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan
pertumbuhan yakni bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisik kurang
sekali, sering tidak dapat melakukan olah raga dan kegiatan lainnya.
Juga sering tidak masuk sekolah hingga prestasi belajarnya terganggu.
Sebagai kecil ada mengalami gangguan psikososial.

Disamping tiga golangan besar tersebut diatas terdapat bentuk asma yang
tidak dapat begitu saja dimasukkan ke dalamnya.
1. Asma episodik berat dan berulang.
Dapat terjadi pada semua umur, tetapi biasanya terjadi pada anak kecil
dan umur sebelum sekolah. Serangan biasanya berat dan sering
memerlukan perawatan rumah sakit. Biasanya berhubungan dengan
infeksi virus saluran nafas. Di luar serangan bisanya normal dan tandatanda alergi tidak menonjol. Serangan biasanya hilang pada umur 5 6
tahun. Tidak terdapat obstruksi saluran nafas yang persistensi.
2. Asma persiten pada bayi.
Mengi yang persisten dengan takipnea untuk beberapa hari atau
beberapa minggu. Dapat terjadi pada beberapa anak umur 3 12 bulan.
Mengi biasanya terdengar jelas kalau anak sedang aktif dan tidak
terdengar kalau anak yang sedang tidur. Keadaan umum anak biasanya
tetap baik dan tumbuh kembangnya juga baik. Beberapa anak bahkan
menjadi gemuk sehingga ada istilah fat happy whezzer. Gambaran
rontgen paru biasanya normal.
Keadaan mengi yang persisten ini kemungkinan besar berhubungan
dengan kecilnya saluran nafas pada golongan umur ini. Gejala obstruksi
saluran nafas pada golongan ini lebih banyak disebabkan oleh edema
mukosa dan hipersekresi daripada spasme ototnya.
3. Asma hiperseksi.
Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan umur sekolah.
Gambaran utama serangan terdapatnya batuk suara nafas berderak (krekkrek, krok-krok) dan mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki
basah kasar dan ronki kering. Jenis ini sering keliru diobati sebagai
bronkitis infeksi, karena kadang-kadang menginya tidak jelas.
4. Asma karena beban fisik (exercise induced asthma).
Serangan asma setelah melakukan kegiatan fisik sering dijumpai pada
asma episodik sering dan pada asma kronik persisten. Disamping itu
terdapat golongan asma yang manifestasi klinisnya baru timbul setelah

ada beban fisik yang bertambah. Biasanya pada anak besar dan akil
baliq. Penaggulangan asam jenis ini temasuk yang biasanya berhasil.
5. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik.
Pada kebanyakan anak asma biasanya banyak faktor yang dapat
mencetuskan serangan asma, tetapi pada anak yang serangan asma baru
timbul segera setelah terkena alergen misalnya bulu binatang, minum
aspirin, zat warna tartrazine atau makan makanan atau minuman yang
mengandung zat pengawet bisulfit. Pada golongan ini penghindaran
biasanya jelas hasilnya.
6. Batuk malam.
Batuk malam banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi
karena inflamasi mukosa, edema, dan produksi mukus yang banyak. Bila
gejala menginya tak jelas maka tak jarang salah diagnosis. Yaitu pada
golongan asma anak yang berumur 2 6 tahun dengan gejala utama
serangan batuk malam yang keras dan kering. Batuk biasanya terjadi
pada jam 1 4 pagi, dan sering mengganggu tidur si anak dan
keluarganya. Pada golongan ini sering didapatkan tanda adanya alergi
pada anak dan kelurganya.
7. Asma yang memburuk pada pagi hari (early morning dipping).
Di samping umumnya asma lebih sering timbul gejalanya pada malam
hari, ada juga golongan yang gejalanya paling buruk jam 1-4 pagi.
Keadaan demikian dapat terjadi secara teratur atau intermiten. Keadaan
ini di duga berhubungan dengan irama diurnal kaliber saluran nafas yang
pada golongan sangat menonjol.
Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun.
Secara klinis asma dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
1. Stadium I.
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena
iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan
benda asing yang merangsang batuk.

2. Stadium II.
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih
dari berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak napas
berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirium memanjang dan terdengar
bunyi mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat
retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih
senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur
atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat dan sianosis sekitar mulut. Toraks
membungkuk ke depan dan lebih bulat serat bergerak lambat pada
pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan
abdominal, retraksi suprasternal dan interkostal.
3. Stadium III.
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit
sehingga suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat
berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti
ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang
mendadak meninggi.
D. ETIOLOGI.
Asma adalah suatu penyakit kompleks yang menyangkut berbagai tingkat
faktor biokimia, autonom, imunologik, infeksi, endokrin dan psikologi pada
individu yang berlainan.
Penyebab asma belum jelas. Tetapi serangan asma timbul bila ada pencetus,
dan faktor pencetus tersebut adalah:
1. Alergen.
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar anak
dengan asma. Di samping itu hiperreaktivitas saluran nafas juga
merupakan faktor penting. Bila tingkat hiperreaktivitas bronkus tinggi,
diperlukan jumlah alergen yang sedikit dan sebaliknya jika hiperreaktivitas
rendah diperlukan jumlah antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan
serangan asma.

Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan


alergen berhubungan dengan umur. Bayi dan anak kecil sering
berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau
bulu binatang, spora jamur yang terdapat di rumah. Dengan bertambahnya
umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan
sering terjadi pada bayi dan anak kecil.
2. Infeksi.
Biasanya infeki virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang
menyebabkan ialah respiratory syncytial virus (RSV) dan virus
parainfluenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya pertusis dan
streptokokus, jamur, misalnya aspergillus dan parasit sepertinya askari.
3. Iritan.
Hairspray, minyak wangi, obat semprot nyamuk, asap rokok, cerutu dan
pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan polutan udara lainnya dapat memicu
serangan asma. Iritasi hidung dan batuk sendiri dapat menimbulkan refleks
bronkokonstriksi. Udara kering juga merupakan pencetus hiperventilasi
dan kegiatan jasmani.
4. Cuaca.
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin, kelembaban udara
dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.
5. Kegiatan Jasmani.
Kegiatan jasmni berat misalnya berlari dan naik sepeda dapat memicu
serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan dapat
merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di bawah optimal amat
rentang terhadap kegiatan jasmani.
6. Infeksi Saluran nafas.
Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronik dapat
memudahkan terjadinya asma pada anak. Rhinitis alergika dapat
memberatkan asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.

7. Faktor Psikis.
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat
kompleks. Tidak adanya perhatian dan/atau tidak mengakui persoalan
yang berhubungan dengan asma oleh anak sendiri/keluarganya akan
menggagalkan usuha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut terhadap
adanya serangan atau hari depan anak juga dapat memperberat serangan
asma. Pembatasan aktivitas anak, seringnya anak tidak masuk sekolah,
seringnya bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga karena
anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya
pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan
keluarganya. Karena itu semua interaksi kejadian itu perlu diperhatikan
dan dicari jalan keluarnya seoptimal mungkin.
Serangan asma dapat timbul disebabkan berbagai pencetus bersamaan.
Misalnya pada anak dengan pencetus alergen sering disertai perncetus nonalergen yang dapat mempercepat dan memperburuk serangan. Faktor pencetus
adalah alergen dan infeksi; diduga infeksi virus memperkuat reaksi pencetus
alergenik maupun non-alergenik. Serangan dapat terjadi pada seorang anak
setelah mendapat infeksi virus pada saluran nafas atas kemudian berlari-lari
pada waktu udara dingin.
Sebagai ringkasan dikemukakan tabel pencetus serangan asma pada berbagai
golongan umur yang berbeda.
Tabel: pencetus serangan asma pada berbagai golongan umur.
Pencetus

Bayi

Anak
besar
+ (+)

Dewasa

++++

Anak
kecil
++++

Infeksi
saluran
napas
(terutama virus)
Alergen
Makanan
Inhalan di dalam rumah
Inhalan di luar rumah
(musiman)
Iritan
Beban jasmani (exercise)
Aspirin dan obat-obatan
anti inflamasi nonsteroid

+
+
.

+
+++
++

(+)
+++
+++

(+)
+++
+++

+
+
?

++
++
?

++
+++
(+)

++
+++
+

+++

lainnya
Faktor emosi
(+)
Tanda + relatif, tanda (+) mungkin penting.

(+)

(+)

(+)

Sumber: Bierman C. W. & Pearlman D. S. (1983)


E. MANIFESTASI KLINIK.
Pada anak yang rentan, inflamasi di saluran napas ini dapat
menyebabkan timbulnya episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada
tertekan, dan batuk, khususnya pada malam hari atau dini hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun
bervariasi, yang sebagian besar bersifat reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan. Gejala dan serangan asma biasanya timbul bila pasien
terpajan dengan faktor pencetus yang sangat beragam dan bersifat individual.
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi. Pada
beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan
asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti
dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang
mempengaruhi ambang reseptor jalan napas. Serangan asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan
pernapasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesoris pernapasan. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi
segera menjadi lebih kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus
mengandung masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah
payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat,
dan gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardia,
dan pelebaran tekanan nadi.
Awitan serangan asma mungkin akut atau tersembunyi. Episode akut
paling sering disebabkan oleh kontak dengan iritan seperti udara dingin atau
uap berbahaya (asap tembakau, cat basah) atau kontak dengan alergen. Bila
obstruksi jalan udara timbul cepat dalam beberapa menit, ini tampaknya

paling cenderung disebabkan oleh spasme otot polos pada jalan udara besar.
Serangan yang dipresipitasi oleh infeksi virus saluran napas mempunyai
awitan yang lebih lambat, dengan kebaikan lambat frekuensi, berat batuk dan
wheezing selama beberapa hari. Gejala dan tanda asma termasuk batuk, yang
berbunyi kuat dan non-produktif pada permulaan serangan; wheezing,
takipnea, dan dispnea dengan ekspirasi memanjang dan pemakaian otot-otot
pernapasan tambahan; sianosis, hiperinflasi dada; takikardia; dan nyeri
abdomen, yang mungkin terdapat pada berbagai tingkat, tergantung pada
stadium dan beratnya serangan.
Bila penderita dalam keadaan pernapasan sangat tertekan, gejala utama
asma, wheezing, mungkin tidak terdapat; pada penderita seperti ini, hanya
sesudah pengobatan bronkodilator memberikan keringanan sebagian dari
obstruksi jalan udara, gerakan udara yang cukup dapat menimbulkan
wheezing. Sesak napas mungkin demikian berat sehingga anak sulit berjalan
atau bahkan berbicara. Penderita duduk membungkuk ke depan, dalam posisi
seperti tripod yang memudahkan bernapas. Ekspirasi khas lebih sulit karena
penutupan ekspirasi prematur dari jalan udara, tetapi banyak anak juga
mengeluh kesulitan inspirasi. Nyeri perut lazim ditemukan, terutama pada
anak yang lebih muda, dan kemungkinan disebabkan penggunaan otot perut
dan diafragma selama ekspirasi. Hati dan limpa mungkin teraba akibat
hiperinflasi paru. Muntah lazim ditemukan dan mungkin diikuti dengan
peredaan gejala sementara.
Selama serangan berat, usaha bernapas mungkin besar, dan anak
mungkin berkeringat banyak; demam ringan mungkin akibat kerja berat:
pernapasan; mungkin menjadi sangat lelah. Di antara serangan anak mungkin
bebas gejala sama sekali dan tidak mempunyai bukti kelainan pulmonal pada
pemeriksaan fisik. Deformitas barrel chest (dada tong) adalah tanda
obstruksi jalan udara kronik yang terus-menerus dari asma berat. Clubbing
finger (jari tabuh) jarang terlihat pada asma tanpa penyulit, walaupun pada
kasus berat. Clubbing menunjukkan penyebab lain dari penyakit respirasi
kronik, terutama fibrosis kistik.

F. PATOFISIOLOGI
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi
disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini:
1. konstraksi

otot-otot

yang

mengelilingi

bronki,

yang

menyemputkan jalan napas.


2. pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3. pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum
yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini
tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
imunologis dan sistem saraf otonom. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut.
Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak
bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,kapasitas
residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi
mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar
saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru.
Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler
yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO 2
mungkin merupakan kelainan pada asma supklinis. Untuk mengatasi
kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen
terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga
PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada
serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus
tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran
gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan
bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi
CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi

CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas.


Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asedosis metabolik dan
konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu
peredaran darah tanpa melalui unit pertukara gas yang baik, yang akibatnya
memperburuk hiperkapnia.
Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk
terhadap lingkungan mereka. Antibody yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkanikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan
kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran
mukosa, dam pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokanstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu
dengan

asma

dapat

mempunyai

toleransi

rendah

terhadap

respons

parasimpatis.
Selain itu, reseptor - dan -adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak
dalam

bronki.

Ketika

reseptor

-adrenergik

dirangsang,

terjadi

bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik yang


dirangsang. Keseimbangan cairan reseptor - dan -adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-
mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi
reseptor- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang penghambat
pelepasan mediator kimiawi dan myenyebabkan bronkodilatasi. Teori yang

diajukan adalah bahwa penyekatan -adrenergik terjadi pada inividu dengan


asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos.
G. KOMPLIKASI
1. Emfisema.
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan
terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks
membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat
diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus
kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk
dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
2. Atelektasis.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat
sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai.
Mediastinum tertarik ke arah atelektasis.
3. Bronkopneumonia.
Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis,
dan bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia.
4. Status asmatikus.
Status asmatikus adalah serangan asma yang terus-menerus dan
berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obatobat yang biasa. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat
menyebabkan kematian, kegagalan pernapasan dan kegagalan jantung.
5. Pneumotoraks.
6. Aspergilosis bronkopulmoner alergik.
7. Gagal napas.
8. Bronkitis.
9. Fraktur iga.

H. PENCEGAHAN
Penanggulangan asma pada anak sekarang yang lebih penting bukan
mengatasi serangan, tetapi terutama ditujukan untuk mencegah serangan asma.
Anak yang menderita asma harus dapat hidup layak serta tumbuh dan
berkembang sesuai dengan umurnya. Dengan demikian segala upaya
penggunaan obat dan non-obat harus dinilai untung ruginya berdasarkan
tujuan utama tadi atau dengan perkataan lain tidak boleh mengganggu tumbuh
kembang anak. Tindakan-tindakan harus meningkatkan mutu kehidupan anak
asma itu untuk sekarang dan masa depan. Serangan asma dapat dicegah
dengan cairan:
1. Menghindari faktor pencetus.
2. Menggunakan

obat-obatan

atau

tindakan

utnuk

meredakan

atau

mengurangi reaksi-reaksi yang akan atau yang sudah timbul oleh pencetus.
Menghindari Faktor Pencetus.
Cara menghindari berbagai pencetus serangan asma perlu diketahui dan
diajarkan kepada anak serta keluarganya. Misalnya debu rumah merupakan
pencetus yang sering dijumpai pada anak.
Debu rumah biasanya mengandung tepung sari rumput-rumputan, pohon
dan belukar di sekitar rumah yang dibawa oleh angin masuk ke dalam rumah.
Debu rumah juga mengandung serpih atau rontokan kulit, bulu hewan piaraan,
ludah binatang piaraan yang kering, rontokan pakaian, rontokan kain lainnya,
hancuran koran, tembakau, abu rokok dan sebagainya. Debu rumah juga
mengandung serangga yang sudah mati, bakteri, jamur, sisa-sisa makanan
yang telah lama, dan tungau. Tumpukan buku-buku koran yang telah lama dan
mengandung debu tersebut mengandung banyak sekali alergen yang potensial
dapat merupakan pencetus asma pada anak.
Memang tidak mudah menghindarkan debu rumah. Untuk menghindari
pencetus karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur
anak seperti di rumah sakit, ialah:

Kasur tempat tidurnya dimasukkan ke dalam kantong vinil, dipasang


ritsluiting sehingga kasur terbungkus rapat dan debu tidak dapat masuk
atau kapuk tidak keluar, begitu juga bantal harus dibungkus vinil pula.

Sprei, tirai, selimut sekurang-kurangnya dicuci 2 minggu sekali. Speri dan


sarung bantal lebih sering. Lemari, rak dan lainnya dibersihkan dengan lap
basah dan hanya dipakai menyimpan pakaian yang sering dicuci. Mebel
dilap basah dan lantai dibersihkan, dipel setiap hari. Lebih baik tidak
menggunakan karpet di kamar tidur dan kamar/tempat anak bermain.
Lebih baik tidak memelihara binatang. Selain hal-hal tersebut jangan
menyimpan buku di kamar tidur anak. Pakaian yang ada di lemari
walaupun sudah bersih jika sudah lama tidak dipakai supaya dicuci lagi,
lemari dilap basah.

Untuk menghindarkan penyebab dari makanan bila belum diketahui pasti,


lebih baik anak yang asma jangan makan coklat, kacang tanah atau
makanan yang mengandung coklat atau minum es. Perlu diperhatikan pula
apakah asma timbul setelah anak memakan makanan yang menggunakan
zat pengawet atau pewarna makanan.

Hindarkan anak dengan kontak dengan orang dewasa yang sedang


menderita influenza/pilek misalnya berbicara atau bersin didekat anak
yang asma. Bila batuk atau bersin harus menutup mulut dan hidungnya.
Hindarkan anak berada ditempat yang sedang terjadi perubahan udara
misalnya cuaca sedang mendung jangan main di luar rumah.

Kegiatan Fisik.
Anak yang menderita asma tidak dilarang bermain-main atau berolah
raga bahkan dianjurkan tetapi perlu diatur, karena itu merupaka kebutuhan
untuk tumbuh kembang anak. Hanya caranya harus diawasi dan diatur seperti
berikut:

Menambah toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak


yang mendadak, mengalihkan macam kegiatan misalnya dari lari ke naik
sepada atau berenang.

Bila mulai batuk-batuk istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak
batuk-batuk lagi diteruskan kegiatannya.

Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat


atau menghirup aerosol lebih dahulu; misalnya akan berolahraga. Lebih
baik minum obat dan dapat berolahraga daripada takut diberi obat dan
anak tidak dapat mengikuti aktivitas sehari-hari seperti anak lainnya.

Hanya pada beberapa anak yang sementara tidak boleh melakukan olahraga.
Serangan asma dapat timbul segera (6-10 menit) setelah aktiviltas dimulai
tetapi dapt juga setelah 6-8 jam kemudian.
Suasana keluarga harus dibina supaya selalu serasi; hal ini akan berpengaruh
atas keberhasilan usaha penanggulangan terhadapanak yang asma.
I. PENGOBATAN
Obat-obatan untuk asma anak terdiri dari:

Bronkodilator: adrenalin, orsipenalin, terbutalin, fenoterol.

Kortikosteroid: prednison, hidrokortison, deksametason, dsb.

Mukolitik: banyak minum air.

Cara pemberian sesuai petunjuk obat masing-masing.


Obat-obat yang disebutkan itu diberikan jika sedang mendapatkan serangan.
Obat untuk pencegahan serangan asma dapat:

Bronkodilator

Kortikosteroid

Ketotifen (zaditen)

DSCG (intal)

Mukolitik

Obat pencegahan harus terus diberikan walaupun sedang tidak mendapat


serangan.

Tabel: Obat-obat yang dipakai untuk asma pada anak.


Nama obat
Obat simpatomatik:
Terbutaline

Nama dagang
Bricasma

Dosis
Oral: 0,075 mg/kg BB tiap 6 jam.
Subkutan: 0,005 mg/kg BB
Aerosol: 1-2 semprotan (250-500
mikrogram) tiap 4-6 jam.
Larutan respirator: 0,02-0,03 ml/kg
BB tiap 4-6 jam.

Orciprenalin

Alupent

(metaproterenol)

Oral: 0,3 mg/kg BB tiap 6 jam.


Larutan respirator (2%): 0,01-0,02
ml/kg BB tiap 4-6 jam.

Salbutamol
(albuterol)

Ventolin

Oral: 0,15 mg/kg BB tiap 6 jam.


Aerosol:

semprotan

(200

mikrogram) tiap 4-6 jam.


Larutan respirator: 0,02-0,03 ml/kg
tiap 4-6 jam.
Efedrin HCl

Oral: 1 mg per tahun per kali 3-4


kali per hari.

Adrenalin

Subkutan: larutan 1: 1000, 0,01


ml/kg BB per kali, maksimal 0,5
ml.

Methylxanthine:
Aminophyline

IV: 5 mg/kg BB tiap 6 jam atau 5

jam mg/kg BB permulaan dan 0,9


mg/kg BB per jam dalam infus.
Theophyllin

Oral: 5-6 mg/kg BB tiap 6 jam

standart

maksimal 200mg.

slow release

Oral: 8-10 mg/kg BB tiap 12 jam


max. 500mg

Sodium cromoglycate Intal

1 spincap (20mg) 3-4 kali sehari.


2 ml nebulizer solution (20 mg) 34 kali sehari.

Ketotifen

Zaditen

Anak umur > 3 tahun 2x1 mg per


hari.
Anak umur < 3 tahun 2x0,5 mg
atau 2x0,25 mg.

Steroid:
Beclomethasone

Aldecin

Aerosol: 2-4 semprotan (100-200


mikrogram) 3-4 kali sehari.
Puyer kering (rotacaps) 100-200
mg 3-4 kali sehari.

Budesonid

Pulmicort

Aerosol: 2-4 semprotan (100-200


mikrogram) 3-4 kali sehari.

Prednison

Oral: 1-2 mg/kg per hari 3-4 kali


sehari.

Hidrokortison

Intramuskular:
Intrvena: 15 mg/kg BB/hari 3-4

kali sehari.

J. PEMERIKSAAN FISIK
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan serta lamanya serangan
serta jenis asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan
kelainan fisik di luar serangan.
Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, kadang-kadang terdapat suara wheezing (mengi), ekspirium
memanjang,

pada

inspirasi

terlihat

retraksi

daerah

supraklavikular,

suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik terlihat bentuk toraks
amfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteriposterior
toraks bertambah. Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama
bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Pada auskultasi mula-mula bunyi napas kasar/mengeras, tapi pada
stadium lanjut suara napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran
udara sangat lemah. Dalam keadaan normal fase ekspirasi - dari fase
inspirasi. Pada waktu serangan fase ekspirasi memanjang. Terdengar juga
ronki kering dan ronki basah serta suara lendir bila banyak sekresi bronkus.
Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin juga
hubungannya dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan
penyakit

yang

dapat

menghambat

perkembangan

anak.

Gangguan

pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu
diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan, karena perbaikan
akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.
Bentuk toraks perlu diperhatikan untuk melihat adanya dada burung atau
sulkus Harrison sebagai tanda obstruksi jalan napas yang lama. Tanda ini
hanya ditemukan pada asma yang berat dan menahun dengan pengelolaan
asma yang tidak adekuat sebelumnya.
Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan napas
pada waktu pemeriksaan umumnya tidak atau kurang dapat dipercaya dan

sangat tergantung pada kemampuan pengamat. Hal yang lebih baik ialah
mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan hiperinflasi dada, seperti
misalnya hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan tegangnya otototot skalenus. Bentuk kuku jari seperti tabuh genderang jarang sekali didapat,
bila ditemukan dapat menunjukkan kemungkinan adanya penyakit lain. Tiap
anak perlu pemeriksaan fisik lengkap pada kunjungan pertama. Penting
diperhatikan keadaan kulit, saluran napas bagian atas dan telinga.
K. PEMERIKSAAN LANJUTAN (DIAGNOSTIK)

Uji faal paru


Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai
hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti
perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak
flow meter, caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali
(sebelumnya

menarik

napas

dalam

melalui

mulut

kemudian

menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil yang terbaik. Uji


provokasi dapat dilakukan dengan menggunakan histamin, methacholin,
beban lari, udara dingin, uap air, alergen. Yang sering dilakukan adalah
cara histamin, methacholin, dan beban lari. Hiperreaktivitas positif bila
peak flow rate (PFR), FEV1 (forced expirapory volume in 1 second) turun
> 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator
nilainya kembali normal. Bila PFR dan PEV1 sudah rendah dan setelah
diberi bronkodilator naik > 15%, berarti hiperreaktivitas bronkus positif
dan uji provokasi tidak diperlukan.

Foto rontgen toraks


Pemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada foto akan tampak corakan
paru yang meningkat. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada
asma kronik. Atelektasis juga sering ditemukan. Setiap anak penderita
asma yang berkunjung pertama kalinya perlu dibuat foto rontgen parunya.
Foto ini dibuat terutama untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
penyakit lain. Foto perlu diulang bila ada indikasi misalnya dugaan adanya

pneumonia atau pneumotoraks. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga


bila asmanya sulit terkontrol.

Pemeriksaan darah, eosinofil dan uji tuberkulin


Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat
menunjang diagnosis asma. Eosinofil dapat ditemukan pada darah tepi,
sekret hidung dan sputum. Eosinofil darah di atas 250 5400 sel/mm 3
lazim ditemukan. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden
dan spiral Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan pula
lekositosis polimorfonukleus.
Uji tuberkulin penting bukan saja karena di Indonesia masih banyak
tuberkulosis, tetapi juga karena kalau ada tuberkulosis dan tidak diobati,
asmanyapun mungkin sukar dikontrol.

L. PENANGGULANGAN STATUS ASMATIKUS


Penanggulangan status asmatikus:
1. Oksigen, 4 6 liter per menit.
2. Periksa keadaan gas darah dan pasang IVFD (infus) dengan cairan 3:1
glukosa 10% dan NaCl 0,9% + KCl 5 mEq/kolf

Koreksi kekurangan cairan

Koreksi penyimpanan asam basa

Koreksi penyimpanan elektrolit

3. Teofilin yang sudah diberikan diteruskan. Ukur kadar teofilin dalam


darah, pantau tanda-tanda keracunan teofilin. Bila tanda keracunan tidak
ada dan keadaan serangan asma belum membaik mungkin perlu
ditambah teofilin.
4. Kortikosteroid dilanjutkan, jika belum diberi harus diberikan. Lebih baik
pemberian kortikosteroid intravena, karena ada status asmatikus sangat
diperlukan untuk mempercepat hilangnya edema dan mengembalikan
sensitivitas terhadap obat-obat bronkodilator.

5. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik untuk lendir yang


banyak dan lengket di seluruh cabang-cabang bronkus.
6. Periksa foto toraks.
7. Lakukan pemeriksaan EKG.

PATHWAY

Etiologi:
Biokomiawi
Saraf autonom
Imunologis
Infeksi
Endokrin
Faktor psikologis
Faktor pencetus:
Alergen
Infeksi
Iritan
Cuaca
Kegiatan jasmani
Infeksi saluran napas
Faktor psikis

Hambatan dari sebagian sistem adrenergik, enzim denilsiklase <,


dan tonus sistem parasimpatik
Kelebihan tonus parasimpatik
Terjadi spasme bronkus

ASMA

Penyempitan
lumen bronkus

Udara sulit
untuk keluar

Saluran napas dan


alveolus tertutup

Pelepasan asetilkolin
Bronkokonstriksi

Hambatan
saluran udara

Edema
Terisi mukus

Ekspirasi dan
inspirasi

Resti asfiksia

terjadi pertukaran gas


Hipoksemia
Kerja otot-otot pernapasan
berat

Resti asidosis metabolik

Toleransi rendah terhadap


Konstriksi pembuluh darah respons parasimpatis

Dispne
Pola napas efektif

Produksi CO2
Ventilasi alveolus
Retensi CO2
(hiperkapnia)

Otak
Suplai darah ke otak <
Suplai O2 ke otak
Gangguan perfusi jaringan

Resti asidosisr Respiratorik


(gagal napas)

Pembentukan mediator
kimiawi

Bronkus mengeluarkan
histamin
Kontraksi otot polos dan
kelenjar jalan napas

Inflamasi bronkus

Saluran napas menyempit

Kerusakan sel-sel
epitel bronkus

Udara distal
bisa diekspirasi

Kurang mendapat
ventilasi

Diaforesis
O2 ke paru-paru

Darah kapiler

Bronkokonstriksi

Volume residu

Hipoksemia

Ekspirasi dan
inspirasi

Sekret bertambah

Bernapas pada volume

O2 dalam darah

Metabolisme

Sekret kental

Gangguan pertukaran gas

Tubuh melakukan
hiperventilasi

Bronkospasme
Pembengkakan
membran mukosa

Pengeluaran keringat

Produksi sekret

Resti volume cairan <


Pengeluaran CO2

Sekret kental
CO2
Bersihan jalan napas
efektif
Resti alkalosis respiratorik

Kebutuhan O2
Suplai O2 ke jaringan
seimbang
Fatigue
Intoleransi aktivitas
Masalah keperawatan
HOSPITALISASI

Perawatan di RS

Anak di RS
Resti gangguan tumbang

Orang tua di RS
Perubahan proses keluarga

M. PERMAINAN ANAK ASMA.


Ada beberapa permainan pada anak dengan asma yang dapat membantu
pernapasan, yaitu:
1. Permainan kebugaran.
Arahkan anak bermain yang bisa membantu pertumbuhan psikomotorik
dan menunjang kesehatannya. Latihan yang dikemas dengan permainan,
tak saja membuat anak gembira, tetapi juga dapat meningkatkan sistem
pertahanan tubuhnya. Tak hanya itu, latihan-latihan yang tepat akan
mengurangi risiko terkena penyakit jantung atau stroke di kemudian hari.
Jika anak punya penyakit tertentu misal asma atau jantung, lebih baik
konsultasi lebih dulu dengan dokter tentang porsi latihan atau gerakangerakan macam apa yang tak membahayakan anak. Seorang anak dengan
kesehatan lemah/cacat tetap bisa berolahraga, namun intensitas dan
jenisnya harus disesuaikan dengan kondisinya.
Permainan kebugaran atau olahraga dapat membantu anak memperbaiki
pernapasan. Tetapi permainan harus sesuai dengan ketentuan setelah
berkonsultasi pada dokter.
2. Berenang.
Sebenarnya berenang juga sangat baik untuk asma (bisa menghilangkan
sesak nafas). Berenang dalam arti benar-benar berenang, bukan hanya
berendam. Jadi mungkin ini khusus untuk anak yang sudah bisa berenang,
karena berenang akan mengembangkan volume paru dan juga melatih
otot-otot pernapasan. Akan lebih bagus lagi kalau berenang di kolam air
hangat.
3. Meniup gasing atau bola-bola kapas di meja.
Permainan ini bertujuan untuk memperpanjang waktu ekspirasi dan
meningkatkan tekanan eskpirasi saat bernapas.

N. ASUHAN KEPERAWATAN
1. P

ENGKAJIAN

a. Pengkajian fisik.
b. Pengkajian dada dan paru.
c. Pengkajian pernapasan.
d. Riwayat keluarga.

Adanya atopi dalam anggota keluarga.

e. Riwayat kesehatan.

Bukti-bukti atopi (mis., eksema, rinitis)

Bukti kemungkinan faktor pencetus.

Episode sesak napas sebelumnya.

Mengi

Batuk

Adanya keluhan gatal pada bagian depan leher atau bagian atas
punggung.

f. Observasi adanya manifestasi asma bronkial.

Batuk: keras, paroksimal, iritatif, dan nonproduktif. Menjadi


produktif dengan sputum yang banyak, jernih, kental.

Tanda-tanda yang berhubungan dengan pernapasan: napas pendek,


fase ekspirasi memanjang, mengi dapat didengar, sering tampak
pucat, telinga merah dan tonjolan pipi kemerahan, bibir bawah
berwarna merah tua, gelisah, ketakutan, ekspresi wajah cemas, dan
berkeringat (mungkin menonjol) saat serangan berlanjut.

Dada: hiperesonan pada perkusi, suara napas kasar dan keras, mengi
sepanjang lapang paru, eskpirasi memanjang, krekels.

Pada episode ulangan: dada barrel, peningkatan bahu, penggunaan


otot pernapasan aksesori, tampilan wajah (tulang pipi datar,
lingkaran di bawah mata, hidung menyempit, gigi atas menonjol)

g. Kaji lingkungan untuk adanya kemungkinan faktor alergen.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispnea.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan respon alergik,
inflamasi bronkus dan produksi sekret yang berlebih.
c. Resiko tinggi asfiksia berhubungan dengan sekresi mukus dan edema.
d. Resiko tinggi asidosis respiratorik berhubungan dengan peningkatan
CO2, hipoksemia.
e. Resiko tinggi asidosis metabolik berhubungan dengan hipoksemia.
f. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran
darah dan penurunan suplai O2 ke otak.
g. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas dan
peningkatan volume residu.
h. Resiko tinggi alkalosis respiratorik berhubungan dengan penurunan CO2.
i. Resiko tinggi kekurangan volume

cairan berhubungan dengan

pengeluaran keringat berlebih dan diaforesis.


j. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supai dan
kebutuhan O2.
k. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
hospitalisasi.
l. Perubahan

proses

hospitalisasi anak.

keluarga

berhubungan

dengan

kedaruratan

3. INTERVENSI
No
1.

DIAGNOSA

TUJUAN DAN

INTERVENSI

KEPERAWATAN
KRITERIA HASIL
Pola nafas tidak Setelah
dilakukan 1. Kaji
efektif berhubungan asuhan
dengan dispnea.

keperawatan

diharapkan

adanya

frekuensi,

Dispnea dan terjadi peningkatan

upaya

kerja

pernapasan,

penggunaan

pernapasan,

nasal.

kriteria hasil:
napas
dan

efektif

bantu/pelebaran

napas.

Kedalaman

pernapasan bervariasi tergantung


derajat gagal.

adanya

bunyi

napas

adentisius,

seperti krekels, mengi.

napas kecil. Ronki dan mengi

kedalaman

menyertai

rentang
dan

jelas/bersih.

bila jalan napas obstruksi sekunder


terhadap perdarahan, kolaps jalan

frekuensi

dalam
normal

otot

termasuk

2. Auskultasi bunyi napas dan catat 2. Bunyi napas menurun/tidak ada

1. Menunjukkan pola
dengan

kedalaman 1. Kecepatan biasanya meningkat.

pernapasan dan ekspansi dada. Catat

perbaikan dalam pola


dengan

RASIONAL

obstruksi

jalan

napas/kegagalan pernapasan.

paru 3. Tinggikan

kepala

dan

bantu 3. Duduk

tinggi

memungkinkan

mengubah posisi. Bangunkan pasien

ekspansi paru dan memudahkan

turun tempat tidur dan ambulasi

pernapasan.

sesegera mungkin.

dan

Pengubahan

ambulasi

pengisian

udara

posisi

meningkatkan
sehingga

memperbaiki difusi gas.


4. Observasi pola batuk.

4. Kesulitan bernapas disertai dengan


batuk

dapat

meningkatkan

terjadinya asm bronkial.


5. Dorong/bantu pasien dalam napas 5. Dapat meningkatkan kenyamanan
dalam dan latihan batuk.
6. Bantu

pasien

upaya bernapas.
mengatasi 6. Perasaan

takut/ansietas.

takut/ansietas

berhubungan

berat
dengan

ketidakmampuan
bernapas/terjadinya
dan

dapat

hipoksemia

secara

aktual

meningkatkan konsumsi oksigen.


7. Berikan oksigen tambahan.
2.

Bersihan

jalan Setelah

dilakukan 1. Kaji

napas tidak efektif asuhan

sekret

pernapasan,

bernapas

menurunkan kerja napas.


contoh 1. Penurunan bunyi napas

dan
dapat

keperawatan

bunyi napas, kecepatan, irama dan

menunjukkan atelektasis. Ronki,

diharapkan

adanya

kedalaman, dan penggunaan otot

mengi

produksi pencapaian

klirens

aksesori.

sekret/ketidakmampuan

berhubungan
dengan

fungsi

7. Memaksimalkan

yang jalan

napas,

dengan

menunjukkan

akumulasi
untuk

membersihkan jalan napas yang

berlebih

dan kriteria hasil:

inflamasi bronkus.

dapat

1. Mengeluarkan
sekret

otot
tanpa

bantuan.
2. Anak
dengan

mudah

tanpa dispnea.

aksesori

penggunan

pernapasan

dan

peningkatan kerja pernapasan.


2. Catat

bernapas

menimbulkan

kemampuan

untuk 2. Pengeluaran sulit bila sekret sangat

mengeluarkan mukosa/batuk efektif;

tebal.

catat karakter, jumlah sputum.


3. Pertahankan masukan cairan ( 2500 3. Pemasukan
ml/hari) kecuali kontraindikasi.

tinggi

cairan

membantu untuk mengencerkan


sekret,

membuatnya

mudah

dikeluarkan.
4. Berikan pasien posisi semi atau 4. Posisi membantu memaksimalkan
Fowler tinggi. Bantu pasien untuk

ekspansi paru dan menurunkan

batuk dan latihan napas dalam.

upaya

pernapasan.

Ventilasi

maksimal meningkatkan gerakan


sekret ke dalam jalan napas besar
untuk dikeluarkan.
5. Instruksikan dan/atau awasi latihan 5. Untuk meningkatkan pernapasan
pernapasan,
terkontrol.

dan

pernapasan

diafragmatik yang tepat, ekspansi


paru,

dan

perbaikan

mobilitas

dinding dada.
6. Gunakan

tehnik

bermain

untuk 6. Untuk

memperpanjang

latihan pernapasan pada anak kecil

ekspirasi

dan

(mis., meniup gasing atau bola-bola

tekanan ekspirasi.

waktu

meningkatkan

kapas di meja)
7. Anjurkan anak untuk berenang.

7. Karena anak menghirup udara


yang lembab sehingga mencegah
pengerongan

3.

Resiko

tinggi Setelah

asfiksia

asuhan

berhubungan

diharapkan

dengan

keperawatan 2. Berikan bronkodilator aerosol dan 2. Untuk

sekresi mengalami penghentian

mukus dan edema.

kortikosteroid oral atau IV sesuai

1. Anak
dengan

dengan

cermat

lebih

Pantau

dengan

ketat

efek samping minimum.


TTV

sebelum, selama, dan setelah

mudah.
2. Anak tidak asfiksia.

bronkospasme.

infus 3. Untuk keefektifan maksimum dan

aminofilin IV atau teofilin oral.


bernapas

menghilangkan

ketentuan.

bronkospasme, dengan 3. Pantau


kriteria hasil:

mukosa

dan membantu pengenceran sekret.


1. Untuk pemberian obat dan hidrasi.

dilakukan 1. Berikan infus intravena.


pasien

membran

pemberian.

Pantau aminofilin serum atau

3. Anak

tidak

menunjukkan

kadar teofilin.

toksisitas teofilin.

Observasi efek samping teofilin;


mual,

sakit

kepala,

rangsang,

peka

insomnia,

hiperaktifitas.

Observasi
toksisitas

adanya

tanda-tanda

teofilin;

mual,

takikardia, peka rangsang (bila


kadar lebih dari 20 mg/ml), dan
kejang serta disritmia (bila kadar
lebih dari 30 mg/ml)

Wawancarai oarang tua untuk


menentukan obat yang diberikan
sebelum

masuk

rumak

sakit

untuk menghindari kemungkinan


over dosis.
4. Sediakan alat dan obat kedaruratan.
4.

Resiko

tinggi Setelah

4. Untuk mencegah keterlambatan

tindakan.
dilakukan 1. Pantau frekuensi, kedalaman dan 1. Hipoventilasi

dan

hipoksemia

asidosis respiratorik asuhan


berhubungan

diharapkan pasien tidak

dengan peningkatan mengalami


CO2, hipoksemia.

keperawatan

upaya pernapasan. Perhatikan hasil

penyerta

nadi oksimetri.

distres/gagal

asidosis,

menimbulkan
pernapasan.

Penggunaan nadi oksimetri dapat

dengan kriteria hasil:

mengidentifikasi

1. Anak

hipoksia/respon

tidak

kelanjutan
terhadap

terapi

menunjukkan bukti-

sebelum tanda lain atau gejala di

bukti

observasi.

respiratorik.

asidosis
2. Auskultasi bunyi napas

2. Mengidentifikasi

penurunan

ventilasi/obstruksi jalan napas dan


kebutuhan/keefektifan terapi.
3. Kaji terhadap penurunan tingkat 3. Tanda-tanda status asidotik berat,
kesadaran.

yang

memerlukan

perhatian

segara. Sensorium jernih dengan


perlahan karena ini memerlukan
waktu lama untuk ion hidrogen
bersih dari CSS.
4. Perhatikan

warna,

kelembaban kulit.

suhu,

dan 4. Diaforesis,

pucat,

kulit

dingin/lembab berkenaan dengan


hipoksemia.

5. Bantu

atau

dorong

dengan 5. Tindakan

ini

memperbaiki

membalikkan, batuk, dan napas

ventilasi dan mecegah obstruksi

dalam. Tempatkan pada posisi semi

jalan

fowler. Penghisapan perlu. Berikan

difusi/perfusi alveolar.

tambahan

jalan

napas

napas

atau

penurunan

sesuai

indikasi.
6. Pantau pH darah dengan cermat.

6. Karena pH yang kurang dari 7,25


dapat

merusak

aliran

darah

sistemik, pulmonal, dan koroner,


dan pH normal meningkatkan efek
bronkodilator.
7. Berikan natrium bikarbonat sesuai 7. Untuk
ketentuan.
8. Pertahankan infus IV.

mencegah

atau

memperbaiki asidosis.
8. Untuk

memberikan

obat-obat

darurat dan mencegah dehidrasi.


9. Cegah muntah dan dehidrasi lanjut.

9. Pada

awalnya

anak

akan

mengalami alkalosis, tetapi bila


5.

Resiko

tinggi Setelah

dilakukan 1. Pantau tekanan darah.

muntah menjadi tidak terkontrol.


1. Dilatasi
arteriol/penurunan

asidosis metabolik asuhan

keperawatan

berhubungan

diharapkan pasien tidak

dengan hipoksemia.

mengalami

kontraktilitas jantung, dan terjadi


hipovolemia mengakibatkan syok.

asidosis, 2. Kaji

tingkat

kesadaran

dengan kriteria hasil:

perhatikan

1. Anak

pada status neuromuskular, misal

paralisis

kekuatan, tonus, gerakan.

karena hipoksia, hiperkalimia.

tidak

menunjukan buktibukti
metabolik.

kemajuan

dan 2. Menurunkan fungsi mental, kacau

perubahan

mental,

kejang,
flaksid

kelemahan,
dapat

terjadi

asidosisi 3. Berikan kewaspadan kejang/koma, 3. Melindungi pasien dari cidera


misal tempat tidur posisi rendah,

akibat

dari

penggunaan pagar tempat tidur,

mental/kacau mental.

penurunan

observasi sering.
4. Obsevasi

terhadap

pengembangan

perubahan 4. Depresi
pernapasan,

frekuensi, dan kedalaman.

pernapasan

sementara

mungkin akibat dari perbaikan


kelebihan

terhadap

asidosis

metabolik

dengan

natrium

status

sirkulasi,

bikarbonat.
5. Kaji suhu kulit, warna, pengisian 5. Mengevaluasi
kapiler.

perfusi jaringan, efek hipotensi.

6. Auskultasi bising usus, ulur lingkar 6. Pada


abdomen sesuai indikasi.

adanya

hiperkalemia

penyerta, distres GI dapat terjadi.

7. Berikan natrium bikarbonat sesuai 7. Memperbaiki


indikasi.

bikarbonat,
dengan

kekurangan
tetapi

digunakan

kewaspadaan

untuk

memperbaiki asidosis berat (pH


kurang dari 7,2) karena natrium
bikarbonat
6.

Gangguan

perfusi Setelah

dilakukan 1. Auskultasi

jaringan

asuhan

keperawatan

berhubungan

diharapkan

pasien

jantung.

frekuensi
Catat

dan

terjadinya

darah

penurunan
O2 ke otak.

dan peningkatan

menyebabkan

alkalosis metabolik rebound.


irama 1. Takikardia
sebagai
akibat
bunyi

jantung ekstra.

dengan penghentian menunjukan


aliran

dapat

hipoksemia dan kompensasi upaya


peningkatan

aliran

darah

dan

perfusi jaringan. Gangguan irama


perfusi

berhubungan dengan hipoksemia,

secara

ketidakseimbangan

elektrolit,

individual, misal status

dan/atau

regangan

mental

jantung

suplai sesuai

biasa/normal,

peningkatan
kanan.

Bunyi

jantung

dengan kriteria hasil:

ekstra, misal S3 dan S4 terlihat

1. Mempertahankan

sebagai

tingkat
biasa

kesadaran
atau 2. Observasi perubahan status mental.

peningkatan

kerja

jantung/terjadinya dekompensasi.
2. Gelisah,

bingung,

disorientasi,

perbaikan, kognisi,

dan/atau

dan

sensori/motorik

fungsi

motorik/sensori.

perubahan

menunjukkan
darah,

dapat
gangguan

hipoksia,

atau

aliran
cidera

vaskuler cerebral (CSV) sebagai


akibat emboli sistemik.
3. Observasi

warna

kulit/membran mukosa.

dan

suhu 3. Kulit pucat atau sianosis, kuku,


membran bibir/lidah; atau dingin,
kulit

buruk

menunjukkan

vasokonstriksi perifer (syok) dan


atau

gangguan

aliran

darah

sistemik.
4. Berikan cairan IV/per oral sesuai 4. Peningkatan
indikasi.

cairan

diperlukan

untuk menurunkan hiperviskositas


darah

(potensial

pembentukan

trombus) atau mendukung volume


sirkulasi/perfusi jaringan.
7.

Gangguan

Setelah

dilakukan 1. Observasi warna kulit, membran 1. Sianosis

kuku

menunjukkan

pertukaran

gas asuhan

berhubungan
dengan
jalan

keperawatan

mukosa, dan kuku, catat adanya

vasokonstriksi atau respons tubuh

pasien

sionosis perifer (kuku) atau sianosis

terhadap

sentral (sirkumoral).

Namun

diharapkan

obstruksi menunjukkan ventilasi


napas

dan adekuat,

dengan

demam/menggigil.
sianosis

daun

telinga,

membran mukosa, dan kulit sekitar

peningkatan

kriteria hasil:

mulut

volume residu.

1. Menunjukkaan

menunjukkan hipoksemia sistemik.

perbaikan/tidak
adanya

2. Demam

gejala 2. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi.

distres pernapasan.

(membran

hangat)

tinggi

meningkatkan

sangat
kebutuhan

Bantu tindakan kenyamanan untuk

metabolik dan kebutuhan oksigen

menurunkan demam dan menggigil.

dan

mengganggu

oksigenasi

selular.
3. Mencegah
3. Pertahankan istirahat tidur. Dorong
menggunakan tehnik releksasi dan
aktivitas senggang.
mengubah posisi, napas dalam, dan
batuk efektif.
terapi

lelah

dan

menurunkan kebutuhan/konsumsi
oksigen.
4. Meningkatkan inspirasi maksimal,

4. Tinggikan kepala dan dorong sering

5. Berikan

terlalu

meningkatkan pengeluaran sekret


untuk memperbaiki ventilasi.
5. Tujuan

oksigen

dengan

terapi

oksigen

adalah

mempertahankan PaO2 di atas 60

benar, misal dengan nasal, masker,

mmHg. Oksigen diberikan dengan

masker venturi.

metode

yang

memberikan

pengiriman tepat dalam toleransi


8.

Resiko

pasien.
dilakukan 1. Pantau frekuensi, kedalaman, dan 1. Mengidentifikasi perubahan dari

tinggi Setelah

alkalosis

asuhan

keperawatan

upaya pernapasan, misal ansietas,

pola pernapasan biasanya

respiratorik

diharapkan pasien tidak

nyeri, ketidaktepatan penyusunan

mempengaruhi pilihan intervensi.

berhubungan

mengalami

ventilator.

alkalosis,

dengan penurunan dengan kriteria hasil:


CO2.

1. Anak
menunjukkan
tanda-tanda

tidak

dan

2. Kaji tingkat kesadaran dan catat 2. Penurunan mental, dan tetani atau
status

neuromuskular,

misal

kejang dapat terjadi.

kekuatan, tonus, refleks, dan sensasi.


3. Demonstrasikan pola napas tepat 3. Menurunkan frekuensi pernapasan

alkalosis

dan

tinjau

ulang/bantu

dengan

respiratorik.

pengobatan yang dipesankan, misal

akan meningkatkan kadar CO2.

masker/kantung rebreathing.
4. Berikan dukungan dengan cara dan 4. Dapat
suara tenang.

membantu

meyakinkan

kembali dan menenangkan pasien


agitasi,

karenanya

membantu

dalam

menurunkan

frekuensi

9.

Resiko

pernapasan.
dilakukan 1. Pertahankan infus intravena pada 1. Karena
terapi

tinggi Setelah

kekurangan volume asuhan

keperawatan

frekuensi yang tepat.

mengencerkan

cairan

akan

sekresi

(IV

cairan berhubungan diharapkan

pasien

biasanya dialirkan sampai

dengan pengeluaran menunjukkan

hidrasi

dari pemeliharaan kecuali jika

keringat

berlebih yang adekuat, dengan

dan diaforesis.

terjadi

dehidrasi

untuk

kriteria hasil:

meminimalkan resiko edema paru

1. Anak menunjukkan

karena

hidrasi
adekuat.

yang

tekanan

inspirasi

yang

tinggi)
2. Dorong cairan oral:

Berikan

cairan

pernapasan

bila
akut

distres

Untuk mengurangi resiko aspirasi.

sudah

berkurang.

Hindari cairan dingin.

Karena dapat mencetuskan refleks


bronkospasme.

Berikan cairan (dan makanan)

Untuk

dalam jumlah sedikit dan sering.

abdomen

menghindari

mempengaruhi
diafragmatik.

yang

distensi
dapat

pengembangan

Gunakan tehnik bermain yang

Untuk mendorong masukan cairan.

sesuai dengan usia anak.


3. Ukur masukan dan keluaran cairan.

3. Untuk mengetahui keseimbangan


(penurunan

dan

peningkatan)

cairan.
4. Perbaiki dehidrasi dengan perlahan.

4. Karena hidrasi berlebihan dapat


meningkatkan akumulasi cairan
paru

10. Intoleransi aktivitas Setelah


asuhan

dengan

diharapkan

ketidakseimbangan

mendapat istirahat yang

kebutuhan O2.

keperawatan

kondisi dan kemampuan anak.

pasien 2. Beri

dan optimal, dengan kriteria


hasil:
1. Anak

menimbulkan

peningkatan obstruksi jalan napas.


dilakukan 1. Dorong aktivitas yang sesuai dengan 1. Untuk meminimalkan kelelahan

berhubungan

supai

insterstisial,

kesempatan

untuk

istirahat, dan aktivitas tenang.

pada anak.
tidur, 2. Tirah baring dipertahankan selama
fase

akut

untuk

menurunkan

kebutuhan metabolik, menghambat


energi

untuk

penyembuhan.

melakukan

Pembatasan aktivitas ditentukan

aktivitas yang tepat.

dengan respons individual pasien

2. Anak tampak segar.

terhadap aktivitas dan perbaikan


kegagalan pernapasan.

3. Evaluasi respons pasien terhadap 3. Menetapkan

kemampuan

atau

pasien

dan

aktivitas. Catat laporan dispnea,

kebutuhan

peningkatan

memudahkan pilihan intervensi.

kelemahan/kelelahan

dan perubahan tanda vital selama


dan setelah aktivitas.
4. Bantu aktivitas perawatan diri yang 4. Meminimalkan
diperlukan.

Berikan

kemajuan

peningkatan aktivitas selama fase


11. Resiko
gangguan

dan

membantu keseimbangan suplai


dan kebutuhan oksigen.

penyembuhan.
dilakukan 1. Anjurkan orang tua untuk sekamar 1. Hal ini akan memberikan rasa

tinggi Setelah
tumbuh asuhan

kelelahan

keperawatan

dengan anak jika mungkin.

nyaman dan aman pada anak

kembang

diharapkan

anak 2. Ajarkan orang tua untuk membiarkan 2. Merupakan

berhubungan

mencapai

dengan

kembang yang sesuai

potesnya

hospitalisasi.

dengan

menendang, menggigit, dan lain-

tumbuh
usia

perkembangan dengan
kriteria hasil:
1. Anak menunjukkan
kenyamanan.

anak

mengekspresikan
seperti:

perasaan
menangis,

perasaan

bentuk
anak

hospitalisasi

ekspresi

karena

dan

proses

berada

pada

lingkungan yang baru.

lainnya.
3. Ajarkan orang tua untuk meneima 3. Merupakan reaksi karena pengaruh
perilaku agresif. Seperti: tidak aktif,

penyakit

dan

proses

adaptasi

sedih, depresi, tidak tetarik pada

terhadap ligkungan yang baru.

2. Anak

tidak

lingkungan tanpa komentar.

menunjukkan tanda- 4. Anjurkan orang tua untuk mendorong 4. Untuk mengurangi perasaan stres
tanda distres fisik.
3. Anak

tidak

menunjukkan
yang

minimal.

asuhan

berhubungan

diharapkan

orang

membawakan

tua

pasien

kondisi anak.

ansietas,

dengan kriteria hasil:


1. Keluarga

perasaan,

rasa

nyaman,
tua

informasi

untuk

yang

bersama

proses

sesuai dengan usia perkembangan.

tetap 1. Untuk memberikan kejelasan dan


tentang

pengetahuan kepada orang tua.

mengekspresikan 2. Informasi

khususnya

tentang

membantu

untuk

merencanakan intervensi.

keparahan kondisi dan prognosis.


mungkin bersama anak.

kekawatiran
menghasihkan

karena

dapat mengeksplorasi perasaannya

3. Biarkan orang tua untuk sebanyak 3. Membantu

mengungkapkan

waktu

anak

untuk 5. Agar anak merasa nyaman dan

obyek-obyek

menimbulakan

mengalami 2. Dorong

pada

hospitalisasi.

mendapatkan

penurunan

anggota

keluarganya.

keperawatan

dengan kedaruratan (keluarga)


hospitalisasi anak.

tentang

misalnya mainan.
dilakukan 1. Jaga agar orang

proses Setelah

keluarga

bercerita

5. Anjurkan

emosional

12. Perubahan

anak

dalam

konsep

keperawatan yang berpusat pada


keluarga.

4. Tunjukkan
perbaikan.

adanya

bukti-bukti 4. Untuk mendorong perilaku koping


yang positif.

anak.
2. Keluarga

5. Bila/jika
tidak

menunjukkan
tanda-tanda distres.

tindakan

mungkin,
dan

jadwalkan 5. Mempercepat penyembuhan atau

perawatan

sesuai

hospitalisasi pada anak.

rutinitas anak.
6. Kurangi stimulasi sensori dengan 6. Memberikan

kenyamanan

pada

mempertahankan lingkungan yang

anak mendorong perilaku koping

tenang dan rileks.

yang positif.

7. Demonstrasikan
penggunaan

dan

anjurkan 7. Membantu mengarahkan perhatian


ketrampilan

terhadap vitalitas sendiri untuk

penanganan stres, seperti tehnik

meningkatkan kemampuan koping

releksasi,latihan bernapas.

anak.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran napas dengan
mudah bereaksi terhadap rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa
serangan asma. Serangan asma berupa sesak napas ekspirator yang
paroksismal berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang akibat
konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus, dan produksi
lendir kental tyang berlebihan. Asma merupakan penyakit keturunan.
Asma adalah suatu penyakit kompleks yang menyangkut berbagai tingkat
faktor biokimia, autonom, imunologik, infeksi, endokrin dan pisikologi pada
individu yang berlainan. Tetapi serangan asma timbul bila ada faktor pencetus.
Pada anak yang rentang inflamasi di saluran napas ini dapat menyababkan
timbulnya episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk,
khususnya pada malam hari atau dini hari.
Serangan asma dapat dicegah dengan cara menghindari faktor pencetus
dan menggunakan obat-obatan atau tindakan untuk meredakan atau
mengurangi reaksi-reaksi yang akan atau yang sudah timbul oleh pencetus.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. 1999. Jakarta:


EGC.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. 2000. Jakarta: Media
Aesculapius.
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. 1988. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. 1997. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi. Edisi IV. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C.

Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi VIII. 2001. Jakarta: EGC.


Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Jakarta:
FKUI.
Suyono, Slamet. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. 2001. Jakarta: FKUI.
Wong, Donna L. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi IV. 2003. Jakarta:
EGC.
www.Puterakembara.com
www.sahabatnestle.co.id

You might also like