You are on page 1of 14

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ISPA

DI SUSUN OLEH: ARNITA RAHMANIA, AMK


NITK: 19920126 201208 1 01K

INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


RUMAH SAKIT GIGI DAM MULUT PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2014

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA

I. TINJAUAN TEORI
A.

Defenisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan
laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah
dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi,
saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinussinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)

B. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
2. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus paru-paru.
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi,
2002) :
1. ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut:
a. Batuk.
b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau
menangis).
c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung
tangan terasa panas
2. ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai

gejala sebagai berikut :


a. Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40
kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b. Suhu lebih dari 390C.
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
3. ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu
atau lebih gejala sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Bibir atau kulit membiru


Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas
Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
Tenggorokan berwarna merah

C. Etiologi
1. Virus Utama :
a. ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
b.
c. ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma
pneumonia.
D. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus
sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas
bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.
Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan
stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak
terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus
tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada
saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat
pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga
timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut
pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh,
sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell,
1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteribakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus,
dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas
terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak
sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel
dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya
adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.
Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa
saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila
keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
E. PATWAY
Virus (Streptococus dan shaphy lococus)
Masuk melalui partikel udara
Melekat pada epitel sel di hidung

Masuk ke bronkus
Kemudian ke Traktus Respiratorius (sel nafas)
Tampak tanda dan gejala influenza
Batuk

demam

sakit kepala

Dx.gangguan pertukaran
gas b.d Perubahan
membrane kapiler alveolar

Dx. Hipertermi b.d penyakit

Bakteri
Saluran pernapasan
Silia mendorong bakteri ke faring
Reflek spasmus gagal
inflamasi
bakteri

Demam, Meningismus, Anoreksia, Muntah+Diare,


Nyeri abdomen, Hidung Tersumbat, Rabas Hidung,
Batuk, Bunyi Napas, Sakit Tenggorokan.
merusak lapisan epitel dan
pembengkakan mukosa saluran pernapasan
Peningkatan aktifitas kelenjar mucus
peningkatan produksi mukus

sekresi mukus bertambah banyak


menyumbat saluran pernapasan

Dx. bersihan jalan nafas tidak


efektif b.d peningkatan produksi
mukus

F. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama
periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan
bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami
sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi
virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh
karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan
(Whaley and Wong; 1991; 1419)
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai
dengan jenis kuman.

2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

H. Pencegahan ISPA
1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk
bayi.
b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup protein
(zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di peroleh dari
tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan
vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai
dengan

umurnya

dan

perlu

diperiksa

apakah

ada

penyakit

yang

menghambat

pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)


2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT
(Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis
yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber Ministries, 2001).
3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya
perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini
dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi,
2002).
4. Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan makanan yang
dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan yang
mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak
yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002)
I.

Pengobatan Pada Ispa


1. ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen dan
sebagainya
2. ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi /
tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin

3. ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat
digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik selama 10 hari.
J. Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah
1.
2.
3.
4.

II.

Meningitis
OMA
Mastoiditis
Kematian

KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelelahan ,insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis

Tanda : Takikardia, Penampilan kemerahan atau pucat


3. Integritas Ego
Gejala : Banyakya stressor, masalah finansial
4. Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan,mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen, Hiperaktif bunyi usus, Kulit kering dengan turgor buruk, Penampilan
kakeksia(malnutrisi)
5. Neurosensori
Gejala :sakit kepala daerah frontal (influnza)
Tanda :perubahn mental (bingung, samnolen )
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala

Sakit

kepala,

Nyeri

dada(pleuritik),

meningkat

oleh

batuk,

nyeri

dada

subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan


7. Pernafasan
Gejala : Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret.
Tanda : Adanya sputum atau sekret, Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi, Bunyi nafas
menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat atau nafas yang bronkhial, Warna pucat atau
sianosis bibir/kuku
8. Keamanan
Gejala : Demam (mis :38,5-39,76oC)
Tanda : Berkeringat , Menggigil berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola
atau varisela
9. Penyuluhan/Pembelajaran
Tanda : Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah, Oksigen mungkin diperlukan,
bila ada kondisi pencetus
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan tidak efektif b.d peningkatan produksi mucus
2. Kerusakan pertukaran gas b.d Perubahan membrane kapiler alveolar
3. Hipertermi b.d penyakit

C. Intervensi Keperawatan
N

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

INTERVENSI

Bersihan jalan nafas tidak efektif


Tanda dan Gejala
Dispnea
Penurunan suara nafas
Sianosis
Kelainan
suara
nafas

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan
selama ....... x 24 jam, diharapkan
bersihan jalan nafas efektif.

AIRWAY MANAGEMENT
(Manajemen Jalan Nafas) :
Buka jalan nafas, gunakan
teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan
pasien
untuk

Kriteria hasil:
Respiratory Status: Airway Patency

(Wheezing)
Kelainan suara nafas (Rales)
Produksi sputum
Perubahan frekuensi dan irama
nafas
DO:..................................................
.........................................................
.........................................................
.........
DS:...................................................
.........................................................
.........................................................
........

memaksimalkan ventilasi
Tidak didapatkan demam
Identifikasi pasien perlunya
Tidak didapatkan kecemasan
pemasangan alat jalan nafas
Irama nafas sesuai yang diharapkan
buatan
Tidak didapatkan tercekik

Pasang mayo bila perlu


Pengeluaran sputum pada jalan
Lakukan fisioterapi dada jika
nafas
perlu
Bebas dari suara nafas tambahan
Keluarkan secret dengan
Skala :
batuk atau suction
1. Keluhan ekstrim
Auskultasi suara nafas, catat
2. Keluhan berat
adanya suara tambahan
3. Keluhan sedang
Berikan pelembab udara
4. Keluhan ringan
(nebulizer)
5. Tidak ada keluhan
Monitor respirasi dan status
O2

Berhubungan dengan
Obstruksi jalan nafas, spasme
jalan nafas, sekresi tertahan,
banykanya mucus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi
bronkus, adanya eksudat di
alveolus, adanya benda asing
di jalan nafas
Fisiologis:
disfungsi
neuromuskuler,
hyperplasia
dinding bronkus, alergi jalan
nafas, asma

Kerusakan Pertukaran Gas


Tanda dan Gejala
Gangguan penglihatan
Penurunan CO2
Takikardi

AIRWAY SUCTION (Suksion


jalan nafas)
Pastikan
kebutuhan
oral/tracheal suctioning
Auskultasi
suara
nafas
sebelum
dan
sesudah
suctioning
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam
sebelum suction dilakukan
Berikan
O2
dengan
menggunakan nasal untuk
memfasilitasi
suction
nasotracheal
Monitor status oksigen pasien
Hentikan suction dan berikan
oksigen
apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama ....... x 24 jam,
diharapkan pertukaran gas efektif.

AIRWAY MANAGEMENT
(Manajemen Jalan Nafas) :

Buka jalan nafas, gunakan


Kriteria hasil:

teknik chin lift atau jaw

Keletihan
Somnolen
Hipoksia
Dyspnea
Sianosis
Warna kulit abnormal (pucat,
kehitaman)
Hipoksemia
Sakit
kepala
ketika
bangufrekuensi dan kedalaman
nafas abnormal

DO:..................................................
.........................................................
.........................................................
.........
DS:...................................................
.........................................................
.........................................................
........
Berhubungan dengan
Ketidakseimbangan
perfusi
ventilasi
Perubahan membrane kapiler
alveolar

Respiratory Status: Gas Exchange


Kemudahan dalam bernafas
Dyspnea saat aktifitas tidak ada
Sianosis tidak ada
Somnolen tidak ada
PaO2 dalam batas normal
PaCO2 dalam batas normal
Skala :
1.
2.
3.
4.
5.

Keluhan ekstrim
Keluhan berat
Keluhan sedang
Keluhan ringan
Tidak ada keluhan

thrust bila perlu


Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Berikan pelembab udara
(nebulizer)
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
Monitor respirasi dan status
O2
RESPIRATORY
MONITORING (Monitor
Respirasi):
Monitor rata-rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular
dan
intercostal
Monitor suara nafas seperti
dengkur
Monitor
pola
nafas:
bradipnea,
takipnea,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Palpasi kesamaan epansi paru
Monitor
kelelahan
otot
diafragma
(gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

Posisikan pasien pada satu


sisi untuk mencegah aspirasi
Hipertermi
Tanda dan Gejala
Kenaikan suhu tubuh di atas
rentang normal
Serangan
atau
konvulsi
(kejang)
Kulit kemerahan
Pertambahan RR
Takikardi
Saat disentuh tangan terasa
hangat

DO:..................................................
.........................................................
.........................................................
.........
DS:...................................................
.........................................................
.........................................................
........
Berhubungan dengan
Penyakit atau trauma
Peningkatan metabolism
Aktifitas yang berlebihan
Pengaruh anastesi/medikasi
Ketidakseimbangan/penurunan
Kemampuan untuk berkeringat
Terpapar dilingkungan panas
Dehidrasi
Pakaian yang tidak tepat

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama ....... x 24 jam,
diharapkan suhu klien dalam rentang
normal.

FEWER TREATMENT :

Monitor

suhu

sesering

mungkin

Monitor warna dan suhu


Kriteria hasil:
Respiratory Status: Gas Exchange
Temperature kulit sesuai yang
diharapkan
Temperature kulit sesuai yang
diharapkan
Tidak ada sakit kepala
Pernafasan sesuai yang diharapkan
Denyut
nadi
sesuai
yang
diharapkan
Tidak ada perubahan warna kulit
Skala :
1.
2.
3.
4.
5.

Keluhan ekstrim
Keluhan berat
Keluhan sedang
Keluhan ringan
Tidak ada keluhan

kulit.
Monitor IWL.
Monitor td, nadi dan RR
Monitor Wbc, Hb, Hct
Monitor intake dan output
Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demem
Selimuti pasien.
Lakukan water tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat
paha dan axila
Selimuti pasien
Berikan antipiretik
Tingkatkan sirkulasi udara
beadrest

DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes
gunawan. Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1. USA: CV. MosbyYear book. Inc
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta:
Balai penerbit FKUI.

Diposkan oleh Adriana di 20.53


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Diposkan oleh M. Wahyu NC di 06.59


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

You might also like