Professional Documents
Culture Documents
I.
Pendahuluan
Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan
sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Dokumen
perencanaan tersebut harus menjadi pedoman dalam menentukan arah kebijakan pemerintah dalam mendorong pembangunan sektor
industri dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan industri nasional.
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) disusun sebagai pelaksanaan amanat pasal 8 ayat 1, Undang-Undang No. 3
tahun 2014, dan menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku Industri dalam perencanaan dan pembangunan Industri sehingga
tercapai tujuan penyelenggaraan Perindustrian. RIPIN memiliki masa berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dan bila diperlukan dapat
ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
Di dalam RIPIN telah ditentukan ditentukan 10 industri prioritas yang dikelompokkan kedalam industri andalan, industri pendukung dan
industri hulu sebagai berikut :
Industri Andalan
Industri Pendukung
1.Industri Pangan
Jasa Industri
Industri Hulu
Kesepuluh Industri prioritas tersebut merupakan bagian dari Bangun Industri Nasional. Bangun industri nasional berisikan industri
andalan masa depan, industri pendukung, dan industri hulu, dimana ketiga kelompok industri tersebut memerlukan modal dasar berupa
sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi, inovasi dan kreativitas. Pembangunan industri di masa depan tersebut juga
memerlukan prasyarat berupa ketersediaan infrastruktur dan pembiayaan yang memadai, serta didukung oleh kebijakan dan regulasi
yang efektif. Adapun bagan Bangun Industri Nasional bisa dilihat seperti Gambar 1.1 berikut.
Gambar 1.1
Bangun Industri Nasional
2
Industri baja, salah satu bagian dari industri logam dasar yang termasuk dalam industri hulu, merupakan salah satu industri strategis di
Indonesia. Sektor ini memainkan peran utama dalam memasok bahan-bahan baku vital untuk pembangunan di berbagai bidang mulai
dari penyedian infrastruktur (gedung, jalan, jembatan, jaringan listrik dan telekomunikasi), produksi barang modal (mesin pabrik dan
material pendukung serta suku cadangnya), alat transportasi (kapal laut, kereta api beserta relnya dan otomotif), hingga
persenjataan.
Gambar 1.2
Peran Pembangunan Industri Baja
3
Atas perannya yang sangat penting tersebut, keberadaan industri baja menjadi sangat strategis untuk kemakmuran suatu negara.
Indonesia sendiri memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri baja. Hal ini didasarkan pada data konsumsi baja per
kapita Indonesia yang saat ini masih sangat rendah. Pada tahun 2013, konsumsi baja Indonesia baru mencapai 61,6 kg per kapita per
tahun dan menempati urutan ke-6 diantara negara-negara ASEAN. Konsumsi per kapita industri baja suatu negara dihitung dari jumlah
produksi baja kasar dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut.
Gambar 1.3
Konsumsi Baja Perkapita Indonesia Tahun 2013
Cakupan Industri baja sangat luas, meliputi rentang nilai yang panjang dari hulu sampai hilir. Hulunya dimulai dari proses hasil
tambang berupa pasir besi menjadi bijih besi (iron ore) dan dilanjutkan menjadi pellet yang merupakan bahan baku untuk pembuatan
besi baja. Selanjutnya diproses lagi pada tanur baja untuk menghasilkan produk baja antara yang menghasilkan bahan baku bagi
industri hilirnya sebagai produk akhir (end product). Industri baja sendiri merupakan industri yang bersifat padat modal, padat
teknologi dan memerlukan SDM yang trampil dan ahli dalam merencanakan proses produksi dan pengaturan mesin secara optimal dan
efisien.
Gambar 1.4
Industri Besi Baja dari hulu sampai hilir
Mengingat luasnya cakupan industri baja dari hulu sampai hilir, maka dalam pembuatan profil baja ini dibatasi hanya pada produk
hulu yaitu pada industri Slab/Billet dan Hot Rolled Coil (HRC).
Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), Industri tersebut termasuk dalam kode :
KBLI 24101:
KBLI 24102 :
2. Biji besi laterit, dengan deposit sebesar 1.778,4 juta ton yang tersebar di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi tenggara,
Maluku Utara dan Papua barat. Biji Besi laterit merupakan hasil pelapukan sehingga banyak didominasi oleh mineral-mineral guikt
dan mengandung nikel. Kadar biji besi laterit juga bervariasi dapat juga ditingkatkan kadarnya dengan berbagai macam teknologi
peningkatan kadar, dilihat seperti Gambar 2.2 berikut.
3. Pasir besi, dengan deposit yang sangat besar yaitu sebesar 2.121 juta ton yang tersebar di D.I Yogyakarta, Maluku Utara dan
Papua. Pasir besi merupakan pasir dengan konsentrasi besi yang signifikan Pasir ini terdiri dari magnetit, Fe3O4, dan juga
mengandung sejumlah kecil titanium, silika, mangan, kalsium dan vanadium, dilihat seperti Gambar 2.3 berikut.
Tabel 2.1
Sumber Daya dan Cadangan Mineral Besi
Provinsi
Aceh
Bangka Belitung
Bengkulu
DI. Yogyakarta
Jambi
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Kepulauan Riau
Lampung
Maluku Utara
NTB
NTT
Papua
Papua Barat
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
JUMLAH
Pasir Besi
2.897.110,00
4.304.641,00
232.812.330,00
31.065.027,00
9.714.000,00
46.408.353,00
945.429,10
581.283.099,00
20.133,53
668.824,00
1.071.850.000,00
2.088.000,00
7.871.513,32
355.331,00
129.058.246,00
2.121.342.036,95
4.781.539.331,62
Cadangan (Ton)
Besi Primer
21.875.000,00
18.089.105,00
28.411.810,00
83.330.000,00
1.500.000,00
2.432.004,58
7,12
84.830.000,00
70.807.926,70
TOTAL CADANGAN
Besi Laterit
Pasir Besi
169.078.400,00
1.302.000,00
2.730.000,00
700.000,00
173.810.400,00
329.448.326,70
Sedangkan perusahaan yang melakukan pengolahan bijih besi menjadi besi spons (sponge iron) hanya terdapat dua buah perusahaan
yaitu PT.Meratus Jaya Iron & Steel dan PT.Delta Prima Steel dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 315 ribu ton dan 100
ribu ton (Tabel 2.2).
Tabel 2.2
Perusahaan Pengolahan Bijih Besi
No
Nama Perusahaan
Lokasi
Kapasitas Produksi
(Ton)
Keterangan
315.000
PMDN
100.000
PMA
10
Besi Laterit
Besi Primer
Pasir Besi
KALIMANTAN
Sumber Daya
(Ton)
550.297.475
562.980.848
-
Cadangan
(Ton)
Besi Laterit
Besi Primer
Pasir Besi
68.375.915
-
SULAWESI
Sumber Daya
(Ton)
808.902.957
75.678.655
139.373.090
Cadangan
(Ton)
1.500.000
-
Besi Laterit
Besi Primer
Pasir Besi
MALUKU
Sumber Daya
(Ton)
90.790.000
581.283.099
Cadangan
(Ton)
83.330.000
-
SUMATERA
Besi Laterit
Besi Primer
Pasir Besi
Sumber Daya
(Ton)
2.421.435
242.370.742
8.147.180
Cadangan
(Ton)
2.432.012
-
Besi Laterit
Besi Primer
Pasir Besi
JAWA
Sumber Daya
(Ton)
500.000
319.999.710
Cadangan
(Ton)
173.810.400
Besi Laterit
Besi Primer
Pasir Besi
NUSA TENGGARA
Sumber Daya
(Ton)
754.182
688.958
Cadangan
(Ton)
-
Besi Laterit
Besi Primer
Pasir Besi
PAPUA
Sumber Daya
(Ton)
325.501.000
1.071.850.000
Cadangan
(Ton)
-
Gambar 2.4
Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Besi di Wilayah Indonesia
Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi, 2012 (diolah)
11
12
13
Alur dan proses pengolahan bijih besi menjadi slab dan billet dapat ditunjukkan pada Gambar 3.1
14
15
16
industri baja hulu sampai industri baja hilir, maka struktur industri baja dapat ditunjukkan sebagai pohon industri baja seperti
pada Gambar 3.3 berikut:
Gambar 3.3
Pohon Industri Baja
17
2009
2010
2011
2012
2013
Ekonomi Nasional
4.63
6.22
6.49
6.23
5.78
2.56
5.12
6.74
6.42
6.10
0.97
3.13
6.79
6.52
5.11
0.99
3.05
6.28
1.81
8.38
-4.28
2.30
12.85
6.43
10.74
5.37
5.12
5.17
18.45
17.50
17.82
5.77
5.45
18
19.11
18.67
Gambar 4.1
Grafik Pertumbuhan Industri Material Dasar Logam Baja
Cakupan Industri material dasar logam dalam KBLI 24101 sangat luas. Selain Slab dan Billet dalam KBLI ini termasuk produk logam
dasar lainnya seperti: pellet bijih besi, besi spons, besi kasar (pig iron), dan lain-lain. Begitu juga cakupan dalam KBLI 24102 sangat luas.
Selain HRC dalam KBLI ini termasuk produk-produk gilingan batang kawat baja, baja tulangan, baja profil, baja strip, baja rel, pelat
baja, dan baja lembaran hasil gilingan dingin (cold rolled sheet). Dari data pertumbuhan nalai tambah kedua KBLI tersebut, maka nilai
tambah untuk produk Slab/Billet dan HRC sudah merupakan bagian dari angka pertumbuhan tersebut.
19
Nilai tambah produk pada KBLI 24101 meningkat terus dari tahun 2009 sampai tahun 2011, tetapi menurun sekitar 37% pada tahun
2012. Nilai tambah produk pada KBLI 24102 tahun 2010 menurun drastis sebesar 57% dibandingkan tahun 2009, namun kemudian
meningkat tajam sebesar 200% pada tahun 2010.
Perkembangan pertumbuhan nilai tambah industri material logam dasar tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Pertumbuhan nilai tambah industri material dasar logam
Nilai tambah dalam juta rupiah
KBLI
Deskripsi
2009
2010
2011
2012
24101
4,928,346
6,374,248
7,611,491
4,782,288
24102
9,255,694
3,964,826
12,102,284
11,277,204
Ada beberapa perusahaan yang memproduksi produk HRC dan produk baja hilir lainnya. Perusahaan tersebut mengimpor Slab dan
Billet sebagai bahan baku untuk memproduksi HRC dan produk baja batangan.
Jumlah perusahaan produsen yang memproduksi Slab, Billet dan HRC beserta kapasitasnya seperti terlihat pada tabel 4.3 dan
perkembangan produksinya seperti terlihat pada tabel 4.4
Tabel 4.3
Jumlah Perusahaan dan Kapasitas Podusen Baja Dasar
No.
Kelompok
Jumlah
Perusahaan 2013
Kapasitas 2013
(ribu ton)
Slab Baja
1,850
Billet/Ingot/Bloom
40
8,770
HRC
2,550
21
Tabel 4.4
Perkembangan Produksi Produk Baja Dasar
Nilai dalam: ribu ton
No.
Kelompok
2009
2013
Utilisasi
(%)
2010
2011
2012
940,5
1.083,6
1.013,5
1.166,3
1.319,2
71,31
Slab Baja
Billet/Ingot/Bloom
3.123,9
3.254,9
3.686,0
4.181,2
4.616,1
52,63
HRC
1.773,8
2.041,4
2.295,3
2.471,6
2.701,2
1.128,3
22
Tabel 4.5
Impor Produk Logam Dasar
Nilai dalam: US$
No.
Uraian
Sub Total Impor
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Trend (%)
(2008-12)
2014
smt. 1
10,349.3
6,110.2
8,464.1
10,726.5
13,399.2
12,599.4
4.43
6287.53
1,477.4
639.7
815.9
1,195.8
1,269.2
1,242.5
-3.84
632.86
2,100.4
933.2
1,409.5
1,561.0
2,395.1
2,136.9
-4.67
1033.92
HRC/Plate
1,779.1
864.2
1,277.3
2,116.8
2,383.0
2,046.2
9.55
1064.78
CRC/Sheet
1,049.6
759.0
1,033.8
1,332.5
1,349.4
1,268.0
10.79
703.85
698.6
441.3
633.6
823.6
997.9
1,040.6
8.93
623.03
23
Perbandingan konsumsi per kapita per tahun di negara-negara ASEAN dapat terlihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1
Grafik Perbandingan Konsumsi Baja per Kapita
Dari struktur permintaan, pasar domestik lebih banyak mengkonsumsi besi/baja kasar, Hot Rolled Coils (HRC), Hot Rolled Plates, Cold
Rolled Coils (CRC), besi beton profil ringan, dan batang kawat baja (Wire Rod). Sektor konstruksi merupakan sektor penyumbang
terbesar terhadap konsumsi baja nasional dengan proporsi sebesar 80%. Pembangunan jaringan pipa memiliki kontribusi sebesar 8%,
sektor manufaktur, industri alat-alat mesin dan industri otomotif memiliki kontribusi masing-masing sebesar 3%, 2% dan 1%, sedangkan
6% sisanya merupakan kebutuhan industri lain).
24
Konsumsi dalam negeri yang merupakan penjumlahan hasil produksi dalam negeri dengan impor, dan dikurangi dengan ekspor dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.1
Konsumsi Baja
(dalam ribu Ton)
No.
1
Uraian
2008
2009
2010
2011.
2012 *
4,000.2
4,064.4
4,338.5
4,699.5
5,347.6
36.1
2.2
13.2
1.5
3.8
Impor
2,598.4
2,092.5
2,402.0
2,495.1
3,817.7
Konsumsi
6,562.5
6,154.8
6,727.3
7,193.0
9,161.5
1,665.2
1,773.8
2,041.4
2,295.3
2,471.6
46.5
5.7
14.3
23.4
15.5
Impor
1,090.0
600.3
799.3
1,326.1
1,579.7
Konsumsi
2,708.6
2,368.4
2,826.4
3,597.9
4,035.9
Produksi
834.9
886.3
818.7
848.8
879.0
Ekspor
719.9
456.6
406.6
371.5
148.5
Impor
502.9
227.9
300.3
582.2
804.2
Konsumsi
617.9
657.6
712.5
1,136.6
1,534.7
Ekspor
Catatan :
*) Angka sementara
Pertumbuhan konsumsi dalam negeri meningkat terus dalam 6 tahun terakhir, kecuali ada penurunan tajam pada tahun 2008/09,
disebabkan adanya krisis ekonomi global. Korelasi pertumbuhan konsumsi dengan pertumbuhan PDB terlihat pada tahun 2010/11
terjadi pertumbuhan PDB sebesar 15,39% yang mengakibatkan pertumbuhan konsumsi baja sebesar 22,38%. Korelasi pertumbuhan
PDB terhadap pertumbuhan konsumsi baja nasional dalam 6 tahun terakhir dapat dilihat dalam gambar berikut :
%
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
-5,00
2005/06
2006/07
2007/08
2008/09
2009/10
-10,00
Pertumbuhan Konsumsi
-15,00
Pertumbuhan PDB
-20,00
Uraian
Pertumbuhan Konsumsi
Pertumbuhan PDB
2010/11
27
Dari grafik di atas terlihat adanya korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan konsumsi baja. Hal ini mengindikasikan
bahwa konsumsi baja nasional akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan konsumsi baja
menunjukan pertumbuhan pasar baja nasional. Oleh karena itu jika tidak diikuti dengan pertumbuhan industri baja dalam negeri maka
pasar baja nasional akan semakin dipenuhi oleh baja impor.
Mengacu pada Gambar 5.3 diatas dan pendapat Dr Veena Jha (2006) bahwa pertumbuhan baja sejalan dengan pertumbuhan PDB,
maka konsumsi baja nasional dapat diproyeksikan dengan mengikuti persamaan sebagai berikut:
Konsumsi tahun ke-n
= (Konsumsi Tahun n-1 + (Konsumsi Tahun n-1 x Pertumbuhan PDB )
Pendekatan persamaan di atas digunakan juga oleh PLN dalam memproyeksikan kebutuhan listrik nasional (RUPTL 2012-2021).
Pertumbuhan konsumsi PLN mengikuti pertumbuhan PDB Nasional sebesar 6% sebagaimana prediksi Bank Indonesia.
Begitu juga dengan konsumsi baja nasional mengikuti pertumbuhan PDB Nasional sebesar 5,78% pada tahun 2013, sedangkan
pertumbuhan produksi baja nasional mengikuti pertumbuhan PDB logam dasar besi & baja sebesar 6,93% pada tahun 2013. Secara
keseluruhan proyeksi konsumsi dan produksi baja nasional sampai dengan tahun 2025 ditunjukkan pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.4.
28
Tabel 5.2
Proyeksi Produksi dan Konsumsi Baja Nasional (Ribu Ton)
Uraian
Proyeksi Produksi (Scrap)
Proyeksi Produksi (Sponge Iron)
Proyeksi Total Produksi
Proyeksi Konsumsi
GAP
Uraian
Proyeksi Produksi (Scrap)
Proyeksi Produksi (Sponge Iron)
Proyeksi Total Produksi
Proyeksi Konsumsi
GAP
29
2014
3.708
2015
3.708
2016
3.708
2017
3.819
2018
3.819
2019
3.819
3.296
3.296
3.296
3.395
3.395
3.395
7.004
15.659
8.655
2020
3.934
7.004
16.599
9.595
2021
3.934
7.004
17.595
10.591
2022
3.934
7.214
18.651
11.437
2023
4.052
7.214
19.770
12.556
2024
4.052
7.214
20.956
13.742
2025
4.052
3.497
3.497
3.497
3.707
3.707
3.707
7.431
22.213
14.783
7.431
23.546
16.116
7.431
24.959
17.528
7.758
26.456
18.698
7.758
28.044
20.285
7.758
29.726
21.968
'000 Ton
32.000
30.000
28.000
26.000
24.000
22.000
20.000
18.000
16.000
14.000
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
-
GAP
Proyeksi Total Produksi
Proyeksi Konsumsi
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Gambar 5.4.
Proyeksi Konsumsi dan Produksi Baja Nasional
Berdasarkan hasil proyeksi diatas, maka proyeksi konsumsi baja nasional pada tahun 2025 akan mencapai sekitar 29.726 ribu ton (30
juta ton), sedangkan proyeksi produksinya hanya mencapai sekitar 7.758 ribu ton (8 juta ton), sehingga GAP atau kekurangan produksi
baja nasional di tahun 2025 yaitu sekitar 21.968 ribu ton (22 juta ton).
30
2. Pasar Dunia/Global
Proyeksi permintaan Baja Dunia
Berdasarkan laporan World Steel Association dalam World Steel Short Range Outlook 2014-2015 dijelaskan bahwa industri baja
dunia pada tahun 2011 akan mengalami peningkatan permintaan sebesar 2% menjadi 1.562 juta metrik ton melanjutkan pertumbuhan
sebesar 3,8% pada tahun 2013. Pada tahun 2015, permintaan baja diperkirakan akan tetap tumbuh sebesar 2% sehingga mencapai
angka 1.594 juta metrik ton. Permintaan baja pada tahun 2015 diproyeksikan akan dikuasai oleh kawasan Asia dan Oceania dengan
market share sebesar 66,8%, sedangkan kawasan Amerika Utara dan Uni Eropa akan berkontribusi sebesar 18,2% dari total
penggunaan baja dunia. Perbandingan kebutuhan masing-masing negara dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 5.6.
Grafik Proyeksi Kebutuhan HRC
32
33
VI. KESIMPULAN
1. Pertumbuhan konsumsi baja nasional tidak diimbangi dengan pertumbuhan industri baja nasional, sehingga impor baja terus meningkat.
Proyeksi konsumsi baja pada tahun 2015 akan mencapai 30 juta Ton, sedangkan proyeksi produksi nasional hanya 8 juta Ton, sehingga
terdapat kekosongan supply sebesar 22 juta Ton. Data ini menunjukkan adanya peluang investasi untuk industri baja.
2.
Untuk menarik calon investor, maka perlu informasi data yang akurat disampaikan publik. Hal ini dapat dilakukan melalui web
Kementerian Perindustrian
34