You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Age-related macular degeneration (AMD) merupakan penyebab utama
kebutaan permanen pada orang usia lanjut. Gangguan ini meningkat pada setiap
dekade setelah usia 50 tahun. Keterkaitan lain selain usia yakni ras , jenis kelamin
(sedikit predominasi wanita), riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Penyakit ini
mencakup spektrum temuan klinis dan patologis yang luas yang dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu noneksudatif (kering) dan eksudatif
(basah). Walaupun kedua tipe ini bersifat progresif dan biasanya bilateral,
manifestasi, prognosis, dan penatalaksanaannya berbeda. Bentuk eksudatif yang
lebih berat merupakan penyebab pada hampir 90% dari semua kasus buta akibat
AMD.1,2,3
Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, penyebab utama
penurunan penglihatan atau kebutaan permanen di Amerika Serikat pada individu
dengan usia lebih dari 50 tahun adalah AMD. Data di Amerika Serikat
menunjukkan 15% penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula.
Bentuk yang paling sering adalah age-related macular degeneration (AMD).1,4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Retina
2.1.1 Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi-transparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm
di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini
pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrana Bruch, khoroid, dan
sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah
terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada
ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium
pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina
pada ablasio retina.5
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut5 :
1. Membrana limitans interna
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiformis dalam, yang

mengandung

sambungan-

sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar


5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan
sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor

8. Membrana limitans eksterna


9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitelium pigmen retina

Gambar 1. Lapisan Retina

Gambar 2. Histologi Lapisan Retina


Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula
dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh
pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Makula juga adalah daerah
yang dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah
makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea, yang
secara klinis jelas-jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan
khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.5
Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat
di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per
tiga sebelah dalam.5

Gambar 3. Makula Normal

2.1.2 Fisiologi Retina


Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata
harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu transducer yang efektif.
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina
melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung
jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna,
dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf
yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina
perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan
diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu
adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna
(penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri

dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam
(skotopik).5
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskular
pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk
sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton
cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerasi menjadi
bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuh
terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor.
Penyerapan cahaya puncak oleh rodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar
500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. Penelitianpenelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak
penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel
kerucut peka biru, hijau, dan merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari 11-sisretinal yang terikat ke berbagai protein opsin.5
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.
Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa
abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi
penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi
rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan
berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap
panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400-700
nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut,
6

senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh
fotoreseptor batang.5

2.2 Age-related Macular Degeneration (AMD)


2.2.1 Definisi
AMD adalah penyakit degenerasi makula yang biasanya mengenai
individu usia lanjut, yang menghasilkan kehilangan penglihatan di sentral
penglihatan (makula) karena kerusakan retina. Degenerasi makula dapat
menyulitkan untuk membaca atau mengenali wajah, meskipun penglihatan perifer
masih memungkinkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.4

Gambar 4. Degenerasi Makula dengan funduskopi dan mikroskop elektron

2.2.2 Etiologi
Penyebab pastinya masih belum diketahui. Namun, kejadian AMD dapat
ditingkatkan oleh beberapa faktor risiko, diantaranya : 4
1. Umur
Faktor risiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi makula
adalah umur. Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang muda,
penelitian menunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun berisiko lebih besar
terjadi dibanding dengan orang muda. Pada orang muda hanya terdapat
2% saja yang menderita degenerasi makula, tapi risiko ini meningkat 30%
pada orang yang berusia di atas 75 tahun.
2. Genetik
Gen-gen yang tersusun dalam sistem komplemen protein faktor H, faktor
B, dan faktor 3(C3) ditemukan rusak pada orang-orang yang mengalami
degenerasi makula. CFH ikut berpengaruh dalam menghambat respon
inflamasi diperantarai melalui C3b (dan komplemen jalur alternatif)
keduanya bertindak sebagai kofaktor untuk pembelahan C3b menjadi
bentuk aktifnya (C3bi) dan melalui pelemahan komplek aktif yang
terbentuk antara C3b dan faktor B. Faktor komplemen H (gen yang telah
bermutasi) dapat dibawa oleh para keturunan penderita degenerasi makula.
CFH terkait dengan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang meregulasi
peradangan.
3. Merokok
Tembakau dapat meningkatkan risiko degenerasi makula dua sampai tiga
kali dari orang-orang yang tidak pernah merokok. Didapatkan pada
penelitian bahwa literatur mengkonfirmasi adanya hubungan yang kuat

antara merokok dan AMD. Merokok cenderung memiliki efek toksik


pada retina.
4. Ras
Ras kulit putih (kaukasia) sangat rentan sangat rentan dengan terjadinya
degenerasi makula dibanding dengan orang-orang yang berkulit hitam.
5. Riwayat keluarga
Risiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasi makula adalah
50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga penderita
dengan degenerasi makula, dan hanya 12% pada mereka yang tidak
memiliki hubungan dengan degenerasi makula.
6. Hipertensi dan Diabetes
Degenerasi makula menyerang para penderita penyakit diabetes, atau
tekanan darah tinggi karena mudah terpecahnya pembuluh-pembuluh
darah kecil (trombosis) sekitar retina. Trombosis mudah terjadi akibat
penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan pembuluh darah halus.
7. Paparan terhadap sinar Ultraviolet
Paparan sinar matahari terutama cahaya biru. Ada bukti yang bertentangan
mengenai apakah paparan sinar matahari memberikan kontribusi bagi
pengembangan degenerasi makula. Sebuah penelitian baru-baru ini dalam
British Journal of Ophthalmology pada 446 subjek menemukan bahwa
kontroversi itu tidak benar. Penelitian lain, bagaimanapun, telah
menunjukkan bahwa sinar ultraviolet dapat menyebabkan AMD.
8. Obesitas dan kadar kolesterol tinggi
Pemasukan lemak yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko
degenerasi makula baik pada perempuan dan laki-laki. Makan lebih
banyak ikan air tawar (setidaknya dua kali seminggu), daripada daging
merah, dan makan semua jenis kacang dapat membantu penderita
degenerasi makula.
9. Stress oksidatif

Telah disetujui bahwa oligomer prooksidan melanin dalam lisosom di


epitel pigmen retina (RPE) ikut bertanggung jawab dalam mengurangi laju
fagositosis fotoreseptor segmen batang luar oleh RPE tersebut.
10. Mutasi Fibulin-5
Penyakit ini disebabkan oleh cacat genetik di fibulin-5, dominan autosom.
Pada tahun 2004 dilakukan screening pada 402 pasien AMD dan
didapatkan adanya hubungan yang secara signifikan antara mutasi
fibulin-5 dan insiden AMD.
2.2.3 Patofisiologi & Klasifikasi
Berbagai teori dikemukakan untuk menjelakan bagaimana patogenesis
timbulnya AMD, termasuk bagaimana peranan RPE dan membrana Bruch,
abnormalitas perfusi okuler, defek genetik dan pengaruh oksidatif.
Teori terdahulu menjelaskan terjadi proses penumpukan sisa dari fagositsis
sel-sel kerucut dan batang di RPE dn membesarnya sel RPE yang akan
mengakibatkan terbentuknya warna drusen dan gangguan sel-sel RPE. Perubahan
yang terjadi didaerah makula orang berusia lanjut dapat berupa :
a. Berkurangnya fotoreseptor
b. Perubahan ultrastruktur epitel pigmen berupa kurangnya granul
melanin, pembentukan granul lipofusin dan akumulasi zat sisa.
c. Deposit di lamina basalis, sepanjang lapisan kolagen antara lamina
basal ( membrana plasma) RPE dan bagian dalam membrana basement
RPE.
d. Perubahan progresif pada koriokapilaris

10

Deposit pada membrana Bruch mengakibatkan penebalan membrana


Bruch, hingga mengakibatkan terlepasnya epitel pigmen. Jika ukurannya kecil ,
bagian RPE tersebut akan terlihat gambaran drusen, namun jika luas dikenali
sebagai ephitelial detachment of RPE . Daerah drusen dikatakan kecil jika
ukuranya kurang dari 64 mikrometer. Jika diameternya mencapi 125 mikrometer
atau lebih disebut besar. Ukuran drusen yang luas cenderung akan berkembang
menjadi atrofi yang diikuti oleh timbulnya CNV dibanding drusen yang berukuran
kecil.2
Atrofi pada sel RPE disebut juga dengan atrofi RPE geografik. Atrofi RPE
mengakibatkan pembuluh darah daerah koroid dibawahnya akan terlihat jelas.
RPE atrofi sering dikuti oleh atrofi fotoreseptor diatasnya. Atrofi RPE
berhubungan dengan gangguan visus pada penderita AMD, tergantung dari luas
atrofi yang terjadi.
Setiap

gangguan

pada

membrana

Bruch

dapat

mengakibatkan

terbentuknya neovaskuler yang berasal dari koriokapilaris yang akan menembus


membrana Bruch. Pembuluh darah baru disertai fibroblas membentuk kompleks
fibrovaskuler didalam membrana Bruch. Jaringan fibrovaskular ini dapat merusak
jaringan koriokapilaris normal, membrana Bruch dan RPE, bahkan dapat merusak
fotoreseptor.
Teori vaskular menjelaskan bahwa AMD timbul deposit lipid disklera dan
membrana Bruch sehingga terjadi kekakuan sklera dan kelainan perfusi pada
khoroid. Hal ini nantinya akan menganggu fungsi transport metabolik RPE.2,3

11

Penyakit ini mencakup spektrum temuan klinis dan patologis yang luas
yang dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok : non-eksudatif (kering) dan
eksudatif (basah). Walaupun kedua tipe ini bersifat progresif dan biasanya
bilateral, manifestasi, prognosis, dan penatalaksanaannya berbeda. Bentuk
eksudatif yang lebih berat merupakan penyebab hampir 90% dari semua kasus
akibat AMD.5
A. AMD tipe non-eksudatif
AMD ditandai oleh atrofi dan degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen
retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat bervariasi. Dari
perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan membran Bruch yang dapat
dilihat secara ofthalmoskopis, drusen adalah yang paling khas. Drusen adalah
endapan putih-kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel
pigmen dan tersebar di seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu,
drusen dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi, dan meningkat
jumlahnya. Secara histopatologis, sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan
lokal bahan eosinofilik yang terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch;
drusen mencerminkan pelepasan fokal epitel pigmen. Selain drusen, dapat muncul
secara progresif gumpalan-gumpalan pigmen yang tersebar tidak merata di
daerah-daerah depigmentasi atrofi di seluruh makula. Derajat gangguan
penglihatan

bervariasi

dan

mungkin

minimal.

Angiografi

fluoresens

memperlihatkan pola hiperplasia dan atrofi epitel pigmen retina yang irreguler.
Pada sebagian besar pasien, pemeriksaan elektrofisiologik memperlihatkan hasil
normal.1,5

12

Sebagian besar pasien yang memperlihatkan drusen makula tidak pernah


mengalami penurunan penglihatan sentral yang bermakna; perubahan-perubahan
atrofik dapat menjadi stabil atau berkembang secara lambat. Namun, stadium
eksudatif dapat timbul mendadak setiap saat, dan selain pemeriksaan oftalmologik
yang teratur, pasien diberi Amsler grid untuk membantu memantau dan
melaporkan setiap perubahan simtomatik yang terjadi.1,5
B. AMD tipe eksudatif
Walaupun pasien dengan AMD biasanya hanya memperlihatkan kelainan
noneksudatif, sebagian besar pasien yang menderita gangguan penglihatan berat
akibat

penyakit

ini

mengalami

bentuk

eksudat

akibat

terbentuknya

neovaskularisasi subretina dan makulopati eksudat terkait. Cairan serosa dari


koroid di bawahnya dapat bocor melalui defek-defek kecil di membran Bruch,
sehingga menimbulkan pelepasan-pelepasan lokal epitel pigmen. Peningkatan
cairan tersebut dapat semakin menyebabkan pemisahan retina sensorik di
bawahnya, dan penglihatan biasanya menurun apabila fovea terkena. Pelepasan
epitel pigmen retina dapat secara spontan menjadi datar, dengan bermacammacam akibat dari penglihatan, dan meninggalkan daerah geografik depigmentasi
di bagian yang terkena.1,5
Dapat terjadi pertumbuhan pembuluh-pembuluh baru ke arah dalam yang
meluas dari koroid sampai ruang subretina dan merupakan perubahan
histopatologik terpenting yang memudahkan timbulnya pelepasan makula dan
gangguan penglihatan sentral irreversible pada pasien dengan drusen. Pembuluhpembuluh baru ini tumbuh dalam konfigurasi roda pedati dasar atau sea-fan

13

menjauhi tempat mereka masuk ke dalam ruang subretina. Kelainan klinis awal
pada neovaskularisasi subretina bersifat samar dan sering terabaikan; selama
stadium pembentukan pembuluh baru yang samar ini, pasien asimtomatik, dan
pembuluh-pembuluh

baru

tersebut

mungkin

tidak

tampak

baik

secara

oftalmoskopis maupun angiografis.1,5


Walaupun sebagian membran neovaskular subretina dapat mengalami
regresi spontan, perjalanan alamiah neovaskularisasi subretina pada AMD
mengarah ke gangguan penglihatan sentral yang irreversible dalam selang waktu
yang bervariasi. Retina sensorik mungkin rusak akibat edema kronik, pelepasan,
atau perdarahan di bawahnya. Selain itu, pelepasan retina hemoragik dapat
mengalami metaplasia fibrosa sehingga terbentuk suatu massa subretina yang
disebut jaringan parut disiformis. Massa fibrovaskular yang meninggi dan
ukurannya yang bervariasi ini mencerminkan stadium akhir AMD eksudatif.
Massa ini menimbulkan gangguan penglihatan sentral yang permanen.1,5

14

Gambar 5. Makula Normal, AMD Non Eksudatif & AMD Eksudatif

Gambar 6. Drusen pada ARMD non Eksudatif


2.2.4 Gejala Klinis
Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi
makula antara lain:3,4

15

Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk


Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian

pusat penglihatan
Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas
Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan
Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang
Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi
penglihatan tanpa rasa nyeri

Gambar 7. Skotoma Sentral pada Pasien dengan AMD

16

Gambar 8. Distorsi Penglihatan Penderita ARMD pada Amsler Grid


2.2.5 Diagnosis
Untuk mendiagnosis dapat ditegakkan dengan test Amsler grid, dimana
pasien diminta untuk melihat suatu halaman uji yang mirip kertas milimeter grafis
pada jarak 30cm untuk memeriksa titik sentral yang terganggu fungsi
penglihatannya. Kemudian retina diteropong melalui lampu senter kecil dengan
lensa khusus. Pemeriksaan lainnya dengan test penglihatan warna, untuk melihat
apakah penderita masih dapat membedakan warna.4
Pemeriksaan klinik biasanya cukup untuk mendiagnosis. Secara klinik,
abnormalitas makula hampir tidak terlihat, cairan subretina, sebaiknya dideteksi
dengan stereoscopic slit-lamp biomicroscopic dengan menggunakan lensa kontak.
Jarak antara permukaan retina atau pembuluh-pembuluh retina dan RPE akan
meningkat.2
Angiografi fluoresein dapat sangat menolong pasien yang dicurigai telah
mengalami neovaskularisasi khoroid untuk menegakkan indikasi pengobatan.
Pemeriksaan ini bukan untuk test screening untuk mata yang mempunyai drusen
atau atrofi geografik, yang tidak memiliki gejala baru atau tidak adanya
neovaskularisasi.2
Pengaruh dari kehadiran dan evaluasi dari luas dan komposisi lesi
neovaskularisasi khoroid menyulitkan indikasi fotokoagulasi. Jika lesi tersebut
berbatas baik, lokasinya dipengaruhi oleh lokus minoris zona avaskular fovea.
Lokasi lesi diklasifikasikan :2
Extrafoveal
Juxtafoveal
Subfoveal

17

Gambar 9. Degenerasi Makular


2.2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk AMD tipe non-eksudatif : 6

Periferal drusen (drusen terlokasi di luar dari area makula)


Degenerasi miopik (khususnya miopia tinggi dengan karakteristik

peripapilar mengalami perubahan, drusen tidak terlihat)


Korioretinopati serous sentral (pelepasan RPE, atrofi RPE, tanpa drusen,

biasanya pada pasien di bawah 50 tahun)


Riwayat distrofi retina sentral pada keluarga (contoh : penyakit Stargardt)
Retinopati toksik (contoh : keracunan klorokuin) (bercak-bercak
hipopigmentasi dengan cincin hiperpigmentasi (bulls eye maculopathy)

tanpa drusen)
Makulopati inflamasi (contoh : multifokal khoroiditis, rubella)

Diagnosis banding untuk AMD tipe eksudat :6

Miopia tinggi
Ruptur khoroid traumatik
Kerusakan membran Bruch (drusen saraf optik, tumor khoroid, scar
fotokoagulasi)
18

Makroneurisma
Vaskulopati khoroid polipoid
Khorioretinopati serous sentral
Kasus inflamasi
Tumor kecil seperti melanoma khoroid

2.2.7 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi khusus untuk AMD tipe noneksudatif. Penglihatan
dimaksimalkan dengan alat bantu penglihatan termasuk alat pembesar dan
teleskop. Pasien diyakinkan bahwa meskipun penglihatan sentral menghilang,
penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan perifer. Ini penting karena
sebagian besar pasien takut mereka akan menjadi buta total.3,7
Pada sebagian kecil pasien dengan AMD tipe eksudatif yang pada
angiogram flurosein memperlihatkan membran neovaskular subretina yang
terletak eksentrik (tidak sepusat) terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan
obliterasi membran tersebut dengan terapi laser argon. Membran vaskular
subfovea dapat diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT) karena laser argon
konvensional akan merusak fotoreseptor di atasnya. PDT dilakukan dengan
menyuntikkan secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang diaktivasi oleh
sinar laser nontermal saat sinar laser berjalan melalui pembuluh darah di membran
subfovea. Molekul yang teraktivasi menghancurkan pembuluh darah namun tidak
merusak fotoreseptor. Sayangnya kondisi tersebut dapat terjadi kembali bahkan
setelah terapi laser.3,7
Penggunaan penghambat faktor pertumbuhan endotel vaskular (AntiVEGF) seperti ranibizumab dan bevacizumab melalui injeksi intra vitreal dapat

19

diberikan dengan harapan mencegah terbentuknya neovaskularisasi pada pasien


ARMD tipe eksudatif. 5
Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau dapat
dilakukan pembedahan untuk pelepasan epitel pigmen retina serosa yang terbukti
bermanfaat. Pemakaian interferon alfa parenteral, misalnya, belum terbukti efektif
untuk penyakit ini. Namun, apabila terdapat membran neovaskular subretina
ekstrafovea yang berbatas tegas, diindikasikan fotokoagulasi laser. Dengan
angiografi dapat ditentukan dengan tepat lokasi dan batas-batas membran
neovaskular yang kemudian diablasi secara total oleh luka-luka bakar yang
ditimbulkan oleh laser. Fotokoagulasi juga menghancurkan retina di atasnya tetapi
bermanfaat apabila membran subretina dapat dihentikan tanpa mengenai fovea.
Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina avaskular fovea
dianjurkan untuk pasien nonhipertensif. Setelah fotokoagulasi membran
neovaskular subretina berhasil dilakukan, neovaskularisasi rekuren di dekat atau
jauh dari jaringan parut laser dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2 tahun.3,7
Rekurensi

sering

disertai

penurunan

penglihatan

berat

sehingga

pemantauan yang cermat dengan Amsler Grid, oftalmoskopi dan angiografi perlu
dilakukan. Pasien dengan gangguan penglihatan sentral di kedua matanya
mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai alat bantu penglihatan
kurang. Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah berupa pembatasan
kegiatan dan follow up pasien dengan mengevaluasi daya penglihatan yang
rendah. Selain itu, dengan mengkonsumsi multivitamin dan antioksidan (berupa
vitamin E, vitamin C, beta caroten, asam cupric dan zinc), karena diduga dapat

20

memperbaiki dan mencegah terjadinya degenerasi makula. Sayuran hijau terbukti


bisa mencegah terjadinya degenerasi makula tipe non-eksudatif. Selain itu
dilakukan juga pembatasan merokok dan pengendalian tekanan darah tinggi.3,7
2.2.8 Prognosis
Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebabkan kebutaan
total sehingga aktivitas dapat menurun. Prognosis dari AMD tipe eksudat lebih
buruk daripada AMD tipe noneksudat. Prognosis dapat didasarkan pada terapi,
tetapi belum ada terapi yang bernilai efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh
total sangat kecil.7

21

BAB III
KESIMPULAN
Age-related Macular Degeneration (AMD) adalah penyakit degenerasi
makula yang biasanya mengenai individu usia lanjut, yang menghasilkan
kehilangan penglihatan di sentral penglihatan (makula) karena kerusakan retina.
Degenerasi makula dapat menyulitkan untuk membaca atau mengenali wajah,
meskipun penglihatan perifer masih memungkinkan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari. Penyakit ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu
noneksudatif (kering) dan eksudatif (basah). Walaupun kedua tipe ini bersifat
progresif dan biasanya bilateral, manifestasi, prognosis, dan penatalaksanaannya
berbeda. Bentuk eksudatif yang lebih berat merupakan penyebab pada hampir
90% dari semua kasus buta akibat AMD. Bentuk degenerasi makula yang
progresif dapat menyebabkan kebutaan total sehingga aktivitas dapat menurun.
Prognosis dari AMD tipe eksudat lebih buruk daripada AMD tipe non-eksudat.
Prognosis dapat didasarkan pada terapi, tetapi belum ada terapi yang bernilai
efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil.

22

DAFTAR PUSTAKA
1) Jakobiec A. Principles and Practice of Ophthalmology. Section 9.
Philadelphia, America : W.B. Saunders Company. 1994.
2) Yanoff M. Ophthalmology. Section 8. Barcelona, Spain : Mosby
International LTD. 1999.
3) Degenerasi Makula [ Online ]. Medicastore Online. Available at
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
id=&iddtl=983&idktg=16&idobat=&UID=20070306192649125.162.255.
115.
4) Macular Degeneration [ Online ]. Available at http://emedicine.com.
5) Vaughan G. Oftalmologi Umum, edisi 14. Bab 10. Jakarta : Widya Medika.
2000.
6) Cohen J. The wills Eye Manual, 3rd Ed. Chapter 12. Philadelphia,
Pennysylvania : Department of Ophthalmology Jefferson Medical College.
1999.
7) Liesegang TJ., Skuta GL., Cantor LB., Retina and Vitreous. Basic and
Clinical Course. Section 12. San Fransisco, California : American
Academy of Ophthalmology. 2003-2004.

23

You might also like