Professional Documents
Culture Documents
SKENARIO 2
BLOK TRAUMATOLOGI
Disusun oleh:
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pada pasien di dalam skenario, terjadi cidera yang menyebabkan fraktur?
2. Apa indikasi dari pemeriksaan Radiologi yang dilakukan pada pasien?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya perbaikan vital sign pada pasien didalam
skenario setelah dibawa ke rumah sakit?
4. Apa maksud pemberian oksigen 10-12 liter/menit pada pasien didalam
skenario??
5. Apa yang menyebabkan Respirasi rate pada pasien meningkat?
6. Bagaimana prosedur dilakukannya Needle Thoracosintesis dan WSD?
7. Apa tujuan dari infus RL hangat?
8.Jelaskan mengenai status GCS dan kekuatan motorik pada pasien.
C. Tujuan Penulisan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk :
1. Memenuhi kompetensi mahasiswa di dalam blok Traumatologi
2. Menambah pengetahuan dan pemahaman di bidang Traumatologi
3. Mengetahui akibat-akibat yang muncul karena proses trauma pada seseorang.
4. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan terkini di bidang traumatologi
D. Manfaat Penulisan
Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematis
2. Mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar
3. Menambah pengetahuan mahasiswa di bidang traumatologi
4. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang penatalaksanan yang efektif
sebagai dokter umum dalam menghadapis kasus kasus trauma pada suatu
kecelakaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TENSION PNEUMOTORAKS
3. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah
portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan
melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
4. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan
nyawa.
6. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki
sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
B. SYOK NEUROGENIK
Syok neurogenik merupakan syok yang disebabkan kegagalan pusat vasomotor yang
ditandai dengan hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh
sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara massif.
Etiologi
1. Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan spinal syok
(trauma medulla spinalis dengan quadriflegia atau paraflegia)
2. Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri hebat
3. Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat anestesi
4. Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardi jantung
mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang pingan mendadak akibat gangguan
emosional
Patofisiologi
Cedera pada tulang belakang atau medulla spinalis menyebabkan kegagalan pada pusat
vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada vena perifer. Gagalnya
pusat vasomotor akan diikuti dengan hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak
diseluruh tubuh sehingga terjadi penurunan darah sistemik akibat vasodilatasi pembuluh
darah perifer dan penurunan curah jantung Selain karena cedera, rangsangan pada medulla
spinalis juga bisa disebabkan oleh penggunaan obat ansestesi spinal. Sedangkan letupan
rangang parasimpatis ke jantung dapat memperlambat denyut jantung dan menurunkan
rangsangan simpatis pada pembuluh darah. Proses ini terjadi ketika seseorang
mendapatkan rangsangan emosional yang sangat kuat, misal mendengar/menyaksikan
sesuatu yang membuatnya sangat marah atau sedih (Purnawan, 2009).
C. HIPOTERMIA
Hipotermia adalah rendahnya suhu tubuh sampai dibawah 350C. Gejala hipotermia dapat
dibagi menjadi 3 stadium (tanpa ada trauma):
D. PEMERIKSAAN KESADARAN
0 Kelumpuhan Total
5 Kekuatan normal
Pemeriksaan vital sign terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, nadi, respiration rate,
dan suhu tubuh. Penyebab dari syok sendiri dapat beranekaragam baik karena kehilangan
voume darah yang berlebihan (syok hopovolemik), kegagalan jantung memompa darah
secara adekuat (syok kardiogenik), vasodilatasi arteriol luas akibat zat-zat vasodilator
toksik atau alergik (syok vasogenik), atau tonus vasokonstriktor (syok neurogenik). Dalam
keadaan syok maka dapat terjadi perubahan dalam vital sign sebagai kompensasi
perubahan sirkulasi tubuh. Segala jenis kasus syok akan berakibat pada penurunan tekanan
arteri rata-rata. Apabila pasien kehilangan cairan tubuh akibat perdarhan yang berlebihan
akan mengakibatkan penurunan volume darah sehingga curah jantung tidak akan adekuat.
Pada syok kardiogenik penurunan curah jantung terjadi akibat kontraksi jantung yang
melemah. Pada syok vasogenik baik syok septik ataupun syok anafilaktik, zat-zat
vasodilator akan mengakibatkan vasodilatasi yang luas pada arteri sehingga terjadi
penurunan resistensi perifer total yang juga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Syok
neurogenik mengakibatkan penurunan aktivitas saraf simpatis yang mengakibatkan
hilangnya tonus vaskuler. Dengan demikian akan terjadi vasodilatasi yang luas disertai
penurunan tekanan darah.
Saat terjadi syok maka tubuh akan melakukan beberapa kompensasi untuk
mempertahankan aliran darah ke otak. Respon refleks baroreseptor terhadap penurunan
tekanan darah adalah peningkatan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis.
Dengan demikian akan terjadi peningkatan denyut jantung. Namun pada kehilangan cairan
tubuh yang hebat denyut nadi melemah karena penurunan volume sekuncup. Jadi pada
perabaan nadi akan teraba cepat namun lemah. Selain melalui peningkatan heart rate dan
kontraktilitas jantung, kompensasi lain yaitu berupa vasokonstriksi arteri dan vena.
Konstriksi dari arteri akan mengurangi aliran darah ke daerah yang kurang membutuhkan
dan konstriksi vena akan menurunkan waktu sirkulasi dan meningkatkan sirkulasi menuju
ke arteri.
Temuan obektif pada pemeriksan yang menandakan adanya penurunan perfusi organ
dan mekanisme kompensasi antara lain takikardia, kulit yang dingin, pucat, dan lembab
karena pengisian kapiler terlambat, tekanan nadi kecil, tekanan darah menurun, takipneu,
dilatasi pupil, hingga penurunan pengeluaran urine.
Hal lain yang harus diperhatikan pada pemeriksaan vital sign adalah respiration rate
dan suhu tubuh. Respiration rate yang meningkat dapat menandakan adanya suatu
kebutuhan oksigen yang meningkat baik diakibatkan oleh gangguan pada saluran
pernapasan ataupun adanya gangguan sirkulasi oksigen ke jaringan. Dengan demikian
pembebasan jalan napas dan pemberian bantuan ventilasi merupakan hal yang perlu
diperhatikan pada kasus trauma dan kegawatan lain. Pemeriksaan suhu merupakan hal
yang penting untuk memantau terjadinya hipotermia. Hipotermia dapat mengakibatkan
terjadinya metabolisme anaerob dalam tubuh yang dapat berakibat asidosis. Penurunan
suhu tubuh hingga dibawah 36 0C perlu mendapat pertolongan secepatnya (Sheerwood,
2001; Bresler, 2006)
F. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Penggunaan cross table lateral sendiri tidak cukup untuk menyingkirkan cedera
tulang belakang leher, melainkan memiliki sensitivitas antara 57% dan 85% ,58-60
MacDonald et al menemukan bahwa penambahan anteroposterior dan pandangan yg mirip
gigi-mulut terbuka ke lateral crosstable sensitivitas meningkat dari 83% menjadi 99%. al-
hal yang harus diperhatikan mengenai Cross Table yaitu:
1. Lihat Juga
a. C-Spine Xray
b. Kurus landmark
c. Kartilaginosa ruang
d. Disc
2) Lihat perenang
3) Spine serviks CT
4. digynakan untuk
a. Kriteria penilaian
1) Anterior vertebra
2) Posterior vertebra
3) Facet
d. Temuan Abnormal
6. Kartilaginosa ruang
a. Predental ruang
b. Nilai normal
1) Dewasa: 3mm
2) Anak: 5mm
7. Disc
1) Normal C2 stripe: 5 mm
2) Normal C5 strip: 2 mm
G. PENATALAKSANAAN
1. Needle Thoracocentesis
Needle thoracocentesis adalah memasukkan jarum atau kateter ke dalam cavum pleura
untuk mengeluarkan akumulasi udara atau cairan di dalam cavum pleura. Indikasi
adalah untuk tension pneumothorax dan spontaneous simple pneumothorax. Prosedur
Pemakaian:
a. Posisi - pasien telentang.
b. Identifikasi vena jugularis, dan garis mid-klavikularis di sisi pasien yang terkena
c. Tentukan tempat pemasangan di sela iga 2
d. Bersihkan tempat yang akan dipasang dengan cairan antiseptic
e. Pasang kateter IV 10-16 gauge 2-4 inci ke 3-10 cc jarum suntik. Pasang katup
flapper
f. Masukkan jarum ke dalam sela iga 2
g. Lepaskan jarum dan alat suntik, tinggalkan kateter dan katup flapper di tempat.
h. Pasang balutan kecil di sekitar kateter.
i. Letakkan pasien dalam posisi tegak lurus untuk membantu memudahkan respirasi.
j. Monitoring respon pasien (respiratory rate, suara pernapasan, warna kulit pasien
k. Terus memonitor pasien dan meninjau kembali diperlukan.
(Field Medical Service School, 2001)
Pada primary survey, jalan napas bebas sehingga pasien bisa bernapas bebas. Namun
dokter perlu memberikan oksigen 10-12 lt/menit dengan masker. Hal ini bertujuan agar
pasien mendapat bantuan perfusi sehubungan dengan syok yang dialaminya. Pada
pemeriksaan breathing, terdapat peningkatan JVP (jugular venous pressure), trachea
bergeser ke kanan, RRnya 40X/menit serta tampak sianotik. Jika airway tidak ada masalah,
maka masalah breathing ini dipastikan karena ada gangguan dari paru ataupun organ
dalam.
Pada pemeriksaan paru didapatkan jejas di hemithorak sinistra depan, akibat trauma,
maka jejas ini nantinya akan mengganggu pernapasan pasien. Terbukti dengan
pengembangan dinding dada yang tertinggal, retraksi suprasternal. Kemudian berdasarkan
perkusi yang hipersonor menunjukkan bahwa paru terisi dengan udara yang banyak karena
normal perkusi paru adalah sonor. Pada auskultasi suara dasar vesikel sinistra menghilang.
Pada pasien ini, hipotesa adalah tension pneumothoraks akibat adanya jejas dada kiri
karena jatuh dari atap. Tension penumothoraks menyebabkan cavum pleura terisi udara,
akibatnya adalah jejas tadi mengenai pleura sehingga ada jalan untuk udara masuk ke
dalam cavum pleura, menyebabkan paru kirinya kolaps dan mengecil. Masuknya udara
yang cukup banyak ini akan menggeser letak jantung dan trakhea ke sisi yang
kontralateral. Pada pemeriksaan jantung, suara jantung normal sedangkan letaknya
bergeser ke kanan. Hal inilah yang menyebabkan keterlambatan pengembalian darah ke
jantung sehingga mengakibatkan distensi pada vena jugularis dan pasien kekurangan
suplai darah bersih di jaringan yang ditunjukkan dengan sianotik. Peningkatan denyut
jantung dan peningkatan respiratory rate, adalah kompensasi tubuh agar jaringan segera
mendapat darah dan oksigen.
Maka oksigen 10-12 liter tadi berguna untuk membantu pasien mendapatkan perfusi
pada tubuh. Kemudian, dokter perlu melakukan needle thoracocenthesis untuk mengambil
contoh cairan adan jumlah cairan yang ada. Kemudian follow up nya adalah pemasangan
chest tube atau sistem darinage menggunakan water seal untuk mengalirkan udara dari
cavum pelura pasien sehingga tekanan rongga tersebut kembali menjadi negatif.
Kemudian untuk menilai adanya jejas dan trauma lain serta untuk menilai apakah
ada kelainan yang sifatnya life threatening, pasien dibuka pakaiannya. Setelah itu, segera
diselimuti guna mencegah hipotermi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.KESIMPULAN
Pada scenario ke dua ini pasien mengalami trama yang disebabkan karena terjatuh
dari ketinggian. Pada pasien terjadi Pneumothoraks sebagai komplikasi dari trauma nya
sendiri, sehingga needle thoracosentesis dan WSD dilakukan pada pasien untuk
mencegah memburuknya keadaan pasien.
B. SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan untuk kasus ini ialah seoerti yang telah di
jelaskan di dalam scenario. Setelah primary dan adjunct primary survey dilakukan oleh
dokter, demi mempertahankan kondisi pasien maka dilakukan immobilisasi pasien dengan
long spine board sehingga pasien tidak mengalami gerakan atau cedera lain yang dapat
menimbulkan masalah lain. Kemudian dokter perlu mengkonsulkan pasien lebih lanjut
untuk mendapatkan penatalaksanaan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan Keperawatan. 2009. Terapi Oksigen. http://nursingbegin.com/terapi-oksigen/
(Diakses pada tanggal 21 April 2010)
Komisi Trauma IKABI. 1997. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. Jakarta:
IKABI
Mansjoer, Arif.,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga jilid kedua. Jakarta:
Media Aesculapis FK UI