Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai
saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90%
hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi
esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan
penyebabnya (hipertensi sekunder).1
Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai
darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan
jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang
menebal.2 Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang
melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor- faktor ini memegang
peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan
tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.3
Diagnosis penyakit jantung hipertensi didasarkan pada riwayat,pengkuran tekanan
darah, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal pasien
hipertensif harus
mengkonfirmasi
menyertakan riwayat
diagnosis
hipertensi,
faktor-faktor
fisis
risiko
untuk
penyakit
terotomatisasi harus dikonfirmasi. Pada pemeriksaan fisis, Habitus tubuh, seperti tinggi
dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua
lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi
keberadaan hipotensi postural. Pada pemeriksaan laboratorium meliputi Urinalisis
mikroskopik, ekskresi albumin, BUN atau kreatinin serum, Natrium, kalium, kalsium,
dan TSH serum, Hematokrit, elektrokardiogram, Glukosa darah puasa, kolesterol total,
HDL dan LDL, trigliserida.
Penatalaksanaan penyakit jantung hipertensi meliputi perubahan gaya hidup (non
farmakologi) dan terapi farmakologi (Diuretik,penyekat sistem renin angiotensin,
antagonis aldosteron,penyekat beta, penyekat adrenergik, agen simpatolitik, penyekat
kanal kalsium, vasodilator direk (langsung).4
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACEInhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel
kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit
jantung hipertensi.2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai
saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90%
hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi
esensial atau idiopatik). Sejumlah 85-90 % hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau
disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau Idiopatik). Hanya sebagian
kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).
Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung di
mana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder
sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi
sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan
fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang
disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan strok, gagal ginjal,
atau gangguan retina mata.1,6
2.2. Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya
waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa
darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel
kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output)
berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai
darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan
jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang
menebal.
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang
akan
mendorong
terjadinya
aterosklerosis
(peningkatan
kolesterol
yang
akan
terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan
jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan
kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi pada sekitar 7 dari 1000 orang.2
2.3. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang
melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor- faktor ini memegang
peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan
tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan
darah menyebabkan perubahan yang merugikan pada struktur dan fungsi jantung melalui
2 cara: secara langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui
nuerohormonal terkait dan perubahan vaskular. Peningkatan perubahan tekanan darah dan
tekanan darah malam hari dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling
berhubungan dengan berbagai jenis patologi jantung, terutama bagi masyarakat AfrikaAmerika. Patofisiologi berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan
dijelaskan pada bagian ini.
Hipertrofi ventrikel kiri
Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% mengalami hipertrofi ventrikel kiri (HVK).
Risiko HVK meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Prevalensi HVK berdasarkan
penemuan lewat EKG(bukan merupakan alat pemeriksaan yang sensitif) pada saat
menegakkan diagnosis hipertensi sangatlah bervariasi.Penelitian telah menunjukkan
hubungan langsung antara derajat dan lama berlangsungnya peningkatan tekanan darah
dengan HVK.
HVK didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri, sebagai respon
miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan darah.
Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap peningkatan afterload.
Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan
aktivasi pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi
secara primer dalam perkembangan miosit janin), dan HVK. Sebagai tambahan, aktivasi
sistem renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I
mendorong pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi,
perkembangan HVK dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara
miosit dan struktur interstisium skeleton cordis.
Berbagai jenis pola HVK telah dijelaskan, termasuk remodelling konsentrik, HVK
konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik adalah peningkatan pada ketebalan dan
massa ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan dan volume diastolik ventrikel kiri,
umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Bandingkan dengan HVK eksentrik,
di mana penebalan ventrikel kiri tidak merata namun hanya terjadi pada sisi tertentu,
misalnya pada septum. LVH konsentrik merupakan pertanda prognosis yang buruk pada
kasus hiperetensi. Pada awalnya proses HVK merupakan kompensasi perlindungan
sebagai respon terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel untuk mempertahankan
cardiac output yang adekuat, namun HVK kemudian mendorong terjadinya disfungsi
diastolik otot jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sistolik otot jantung.
Abnormalitas Atrium Kiri
Sering kali tidak terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum terjadi
pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat
peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untukmeningkatkan
tekanan darah yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah
peningkatan ukuran dan penebalan tarium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus
hipertensi yang tidak disertai penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan
biasanya juga terjadi. Pada bagian akhir penyakit, HVK gagal mengkompensasi dengan
meningkatkan cardiac output dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian
ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini
memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini menyebabkan
peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, yang
menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta meningkatkan vasokontriksi
perifer. Apoptosis, atau program kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit dan
ketidakseimbangan antara stimulan dan penghambat, disadari sebagai pemegang peran
pentingdalam transisi dari tahap kompensata menjadi dekompensata. Pasien menjadi
simptomatik selama tahap asimtomatik dari disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri,
menerima perubahan pada kondisi afterload atau terhadap kehadiran gangguan lain bagi
miokard (contoh: iskemia, infark). Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dapat
menyebabkan edema paru akut tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Secara umum, perkembangan dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik
maupun yang simtomatik melambangkan kemunduran yang cepat pad status klinis dan
menandakan peningkatan risiko kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel
kiri, penebalan dan disfungsi diastolik ventrikel kanan juga terjadi sebagai hasil dari
penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri.
Iskemik Miokard
Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap hipertensi. Hipertensi
adalah faktor risiko yang menentukan perkembangan penyakit arteri koroner, bahkan
hampir melipatgandakan risiko. Perkembangan iskemik pada pasien dengan hipertensi
bersifat multifaktorial.
Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi pada ketidakhadiran
penyakit arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload sekunder akibat hipertensi
menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan transmural,
menekan aliran darah koroner selama diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskular, diluar
arteri koroner epikardium, telah terlihat mengalami disfungsi pada pasien dengan
hipertensi dan mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan metabolik dan
kebutuhan oksigen.
Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis, merupakan tanda penyakit arteri koroner,
di eksaserbasikan pada arteri yang menjadisubjek peningkatan tekanan darah kronis
mengurangi tekanan yang terkait dengan hipertensi dan disfungsi endotelial
menyebabkan gangguan pada sintesis dan pelepasan nitrit oksida yang merupakan
vasodilator poten. Penurunan kadar nitrit oksida menyebabkan perkembangan dan makin
cepatnya pembentukan arteriosklerotis dan plak. Gambaran morfologi plak identik
dengan plak yang ditemukan pada pasien tanpa hipertensi.
Arimia kardiak
Arimia kardia umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami
arterial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi. Resiko henti
jantung mendadak meningkat. Berbagai metabolisme dipekirakan memegang peranan
dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel,
ketidakhomogen miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada
afterload. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatanan resiko ventrikel
takiaritmia.
Artrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah merupakan faktor
umum bagi artrial fibrilasi. Pada suatu penelitian hampir 50% pasien dengan artrial
fibrilasi mengidap hipertensi walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas
struktur atrium kiri, penyakit arteri koroner, dan HVK telah dianggap sebagi faktor yang
mungkin berperan. Perkembangan artrial fibrilasi dapat menyebabkan disfungsi sistolik
dekompensata, dan yang lebih penting, disfungsi diastolik, menyebabkan hlangnya
kontraksi atrium, dan juga meningkatkan resiko komplikasi tromboembolik, khususnya
stroke.
Kontraksi ventrikuler prematur, ventrikuler aritmia dan henti jantung mendadak
ditemukan lebih sering pada pasien dengan HVK daripada pasien tanpa HVK. Penyebab
arimitmia tersebut dianggap terjadi bersama-sama
lain,
menyaring
penyebab-
penyebab
sekunder
hipertensi,
lain,
gejala-gejala
didapati,
mereka
umum
berhubungan
dengan
penyakit
Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respon dan efek samping
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaam
Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail
mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang
penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar
pengukuran kantor dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur
tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan darah,
individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening dan dengan privasi yang
terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian tengah cuff harus berada sejajar jantung,
dan lebar cuff harus setara dengan sekurang- kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan
cuff, penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk
diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari sekurang-kurangnya dua
ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan darah diastolik adalah titik di mana suara
Korotkoff regular terakhir didengar. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi
umumnya dilandasi oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.
Monitor ambulatorik yang tersedia sekarang adalah sepenuhnya otomatis, menggunakan
tekhik osilometrik, dan umumnya diprogram untuk membuat pembacaan setiap 15-30
menit. Namun pengawasan tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara
rutin di praktik klinis dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white
coat hypertension. JNC 7 juga telah merekomendasikan pengawasan ambulatorik untuk
resistensi terhadap penanganan, hipotensi simptomatik, kegagalan otonom, dan hipertensi
episodik.
Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal,
tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan
berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral
teraba normal, tekanan arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir
pada pasien di mana hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung
juga harus dicatat. Individu hipertensif memiliki peningkatan prevalensi untuk
mengalami fibrilasi atrial. Leher harus dipalpasi untuk mencari pembesaran kelenjar
tiroid, dan para pasien harus diperiksa untuk tanda-tana hipo dan hipertiroidisme.
2.5. Penatalaksanaan
Perubahan gaya hidup
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh
baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang
meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan
sebagai tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini
harus diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan.
Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata
pada individu dengan hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan
reduksi NaCl diet juga telah terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu
hipertensif, bahkan jika intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan
darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis
yang diperlukan untuk kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang
secara efektif mengurangi tekanan darah adalah penurunan berat badan, reduksi masukan
NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet sehat
secara keseluruhan.
natrium atau kalium saja. Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif
moderat yang tidak konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan darah, suplementasi
kalium mungkin berhubungan dengan penurunan mortalitas stroke. Penggunaan alkohol
pada individu yang mengkonsumsi tiga atau lebih gelas per hari (satu gelas standar
mengandung ~14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan
reduksi konsumsi alkohol berkaitan dengan reduksi tekanan darah. Mekanisme
bagaimana kalium, kalsium, atau alkohol dapat mempengaruhi tekanan darah masihlah
belum diketahui.
Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada periode 8 minggu, diet
yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi
tekanan darah pada individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan.
Reduksi masukan NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada
tekanan darah. Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan
kalium, magnesium, dan serat, dan produk susu merupakan sumber kalsium yang
penting.
Terapi farmakologis
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90 mmHg.
Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan dengan
besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg
dan tekanan darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko
sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula
penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang
nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda,
dan besarnya respon terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi
mekanisme counter-regulasi yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan
agen-agen antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual,
dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan praktis yang berkenaan dengan
biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian obat.
Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau
dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na +/Cldi tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka
panjang, mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman,
memiliki efikasi tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan
efek penurunan-tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker,
ACE inhibitor, atau penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik
terhadap penyekat kanal kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa untuk
hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25 hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi
efek samping metabolik (hipokalemia, resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis
yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan
triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di nefron distal. Agen-agen
ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan dalam kombinasi
dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target farmakologis utama
untuk diuretik loop adalah kotransporter Na +-K+-2Cl- di lengkung Henle ascenden tebal.
Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan penurunan
kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF,
atau retensi natrium dan edema karena alasan- alasan lain seperti penatalaksanaan dengan
vasodilator yang poten, seperti monoxidil.
Penyekat sistem renin-angiotensin
ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan
mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan
blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang
tidak tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen
antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam
kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek
samping ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi
ginjal fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik
pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal
yang diinduksi oleh agen-agen ini antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan
obat-obat antiinflamasi non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan
angioedema terjadi pada <1% pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema
paling sering terjadi pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada
orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan
hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang kadang terjadi baik pada penggunaan
ACE inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin.
Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau
dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada
pasien dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme
primer. Pada pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan
perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan
terhadap terapi konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena
spironolakton berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat
berupa ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini
dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron
selektif. Eplerenone baru-baru ini disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi
Beta blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah
jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang
diajukan mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada
sistem saraf pusat, dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien
hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian
bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara selektif
menghambat reseptor 1 jantung dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor2 pada selsel otot polos bronkus dan vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi
antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu
memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini
memberikan keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas
simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden
death), mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF,
beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas.
Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik
perider. Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam
penatalaksanaan hipertensi masih perlu ditentukan.
Penyekat adrenergik
Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui
penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif,
yang digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain.
Namun dalam uji klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti
mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan
terhadap CHF sebesar kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif
dalam menangani gejala tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat.
Antagonis adrenoreseptor nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan
presinaptik
dan
terutama
digunakan
untuk
penatalaksanaan
pasien
dengan
pheokromositoma.
Agen-agen simpatolitik
Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan
menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati
otonom yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor.
Kerugian agen ini antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat
penghentian. Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena
melalui pengosongan cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen
antihipertensif yang potensial efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi
orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai interaksi obat.
2.6 PROGNOSIS
Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri. Semakin
besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan kompilkasi terjadi. Pengobatan
hipertensi dapat mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan