Professional Documents
Culture Documents
GASTROPATI NSAID
OLEH:
Andhika Budhi
Pipit Amelia Burhani
Rezi Amalia Putri
111
1110313071
1110312003
Preseptor:
Dr. Rose Dinda Martini, SpPD,K-GER
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dengan prevelensi berbeda tergantung pada
sosial ekonomi,demografi dan dijumpai lebih banyak pada pria usia lanjut dan
kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Di Amerika
Serikat, diperkirakan 13 juta orang menggunakan NSAID secara teratur. Sekitar 70 juta
resep ditulis setiap tahun, dan 30 miliar NSAID dijual setiap tahun. Dengan meluasnya
penggunaan NSAID telah mengakibatkan peningkatan prevalensi terjadi gastropati
NSAID.2,3,4
B. FAKTOR RISIKO2,3,5
Beberapa faktor risiko gastropathy NSAID meliputi:
-
C. FISIOLOGI LAMBUNG
Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga
abdomen dibawah diafragma. Semua bagian, kecuali sebagian kecil, terletak sebelah
kiri garis tengah. Ukuran dan bentuk setiap individu bervariasi. Secara anatomi,
lambung terdiri dari kardia, fundus, korpus, dan pilorus. Fungsi lambung antara lain,
penyimpanan makanan, produksi kimus, digesti protein, produksi mucus dan produksi
faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang disekresi sel parietal.6,7
Sekresi kelenjar lambung menurut bagian-bagian histologi lambung :6
1) Kelenjar kardia hanya mensekresi mukus
2) Kelenjar fundus-korpus terdiri dari sel utama (chief cell) mensekresi
pepsinogen, Sel parietal mensekresi asam klorida (HCl) dan faktor intrinsik,
serta sel leher mukosa mensekresi mukus.
3) Kelenjar pilorus di antrum pilorus mensekresi mukus dan gastrin.
Tahap-tahap fisiologi sekresi HCl lambung, terdiri dari 3 tahap :6,7
1) Tahap sefalik, diinisiasi dengan melihat, merasakan, membaui, dan menelan
makan, yang dimediasi oleh aktivitas vagal. Hal ini mengakibatkan kelenjar
gastrik menyekresi HCL, pepsinogen, dan menambah mukus.
2) Tahap gastrik meliputi stimulasi reseptor regangan oleh distensi lambung dan
dimediasi oleh impuls vagal serta sekresi gastrin dari sel endokrin (sel G) di
kelenjar-kelenjar antral. Sekresi Gastrin dipicu oleh asam amino dan peptida di
lumen dan mungkin distimulasi vagal.
3) Tahap intestinal terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki
proximal usus halus yang memicu faktor dan hormon. Sekresi lambung
distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum, melalui sirkulasi menuju lambung.
Sekresi dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan duodenum
jika PH di bawah 2 dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini
meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin dan
hormon pembersih enterogastron.
Semua signal yang menyebabkan aktivasi pompa proton pada sel parietal
meliputi, asetilkolin dihasilkan dari aferen chepalic-vagal atau vagal lambung,
menstimulasi sel-sel parietal melalui reseptor 3 kolinergik-muskarinik menghasilkan
peningkatan Ca2+ sitoplasma dan berakibat aktivasi pompa proton. Gastrin
mengaktivasi reseptor gastrin sehingga mengningkatkan Ca2+ sitoplasma dalam sel
parietal. sel-sel Enterochromaffin-like (ECF) memainkan peranan sentral, gastrin dan
aferen vagal menginduksi pelepasan histamin dari sel-sel ECL, yang mana histamin
akan menstimulasi reseptor H2 pada sel-sel parietal. Cara ini dianggap paling penting
untuk aktivasi pompa proton. Aktivasi beberapa reseptor pada permukaan sel parietal
menghambat produksi asam. Reseptor tersebut meliputi reseptor somatostatin,
prostaglandin seri E, dan faktor pertumbuhan epidermal.6
Lapisan pre-epitel :
Sekresi mukus : lapisan tipis pada permukaan mukosa lambung. Cairan yang
mengandung asam dan pepsin keluar dari kelenjar lambung melewati lapisan
permukaan mukosa dan memasuki lumen lambung secara langsung tanpa
kontak langsung dengan sel-sel epitel permukaan lambung.
Lapisan epitel :
Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak dimana terjadi migrasi sel-sel yang
sehat ke daerah yang rusak untuk pembaikan
Lapisan sub-epitel :
COX
(siklooksigenase)
merupakan
tahap
katalitikator
dalam
produksi
prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2.
COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, ginjal,endotelin,otak dan trombosit :
dan berperan penting dalam pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2
pula ditemukan dalam otak dan ginjal yag juga bertanggungjawab dalam respon
inflamasi.
Endotel
vaskular
secara
terus-menerus
menghasilkan
vasodilator
prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan
timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel.4
Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan perubahan
produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi
sintesis leukotrien yang disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam
arakidonat terhadap-lipoxygenase jalur 5. Leukotrien yang memberikan kontribusi
terhadap cedera mukosa lambung dengan mendorong iskemia jaringan dan
peradangan. Peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti molekul adhesi antar sel-1
oleh mediator pro-inflamasi seperti tumor necrosis factor- mengarah ke peningkatan
adheren dan aktivasi neutrofil-endotel. Wallace mendalilkan bahwa pengaruh NSAID
terhadap neutrofil adheren mungkin berkontribusi terhadap patogenesis kerusakan
mukosa lambung melalui dua mekanisme utama: (i) oklusi microvessels lambung oleh
microthrombi menyebabkan aliran darah lambung berkurang dan kerusakan sel
iskemik,
(ii)
meningkatkan
pembebasan
dari
radikal
bebas
yang
berasal-
oksigen. Oksigen radikal bebas bereaksi dengan poli asam lemak tak jenuh dari mukosa
menyebabkan peroksidasi lipid dan kerusakan jaringan. NSAID tidak hanya merusak
8
perut, tetapi dapat mempengaruhi saluran pencernaan seluruh dan dapat menyebabkan
berbagai komplikasi ekstraintestinal parah seperti kerusakan ginjal sampai gagal ginjal
akut pada pasien yang memiliki faktor risiko, retensi natrium dan cairan, hipertensi
arterial, dan, kemudian, gagal jantung.5,8
E. GEJALA KLINIS
Gastropati NSAID ditandai dengan inbalance antara gambaran endoskopi dan
keluhan klinis. Misalnya pada pasien dengan berbagai gejala, seperti ketidaknyamanan
dan nyeri epigastrium, dispepsia, kurang sering muntah memiliki lesi minimal pada
studi endoskopi. Sementara pasien dengan keluhan tidak ada ataupun ringan GI
memiliki lesi erosi mukosa parah dan ulcerating. Perkembangan penyakit berbahaya
tersebut dapat menyebabkan pasien dengan komplikasi mematikan.2
30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang (> 6
minggu), memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil studi
endoskopi. Hampir 40% dari pasien dengan tidak ada keluhan GI telah luka parah
mengungkapkan pada studi endoskopi, dan 50% dari pasien dengan keluhan GI
memiliki integritas mukosa normal.2
Gastropati NSAID dapat diungkapkan dengan tidak hanya dispepsia tetapi juga
dengan gejala sakit, juga mungkin memiliki onset tersembunyi dengan penyebab
mematikan seperti ucler perforasi dan perdarahan.7
F. DIAGNOSIS
Spektrum klinis Gastropati NSAID meliputi suatu keadaan klinis yang bervariasi
sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan gastrointestinal discontrol. Secara
endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai
perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa
mengatasi lesi-lesi ringan akibat rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi
yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi
saluran cerna.3
Untuk mengevaluasi gangguan mukosa dapat menggunakan Modified Lanza Skor
(MLS) kriteria. Sistem grading ini menurut MLS adalah sebagai berikut:1
Grade 0
Grade 1
Grade 2
Grade 3
Grade 4
Grade 5
atas.Namun,
G. DIAGNOSIS BANDING
Dengan tanda-tanda perdarahan pada sistem gastrointestinal bagian atas maupun
dispepsia, Gastropati NSAID dapat didiagnosis banding dengan:9
1. Varises esofagus
2. Karsinoma lambung
3. Zollinger-Ellison Syndrome
4. Ulkus duodenum
H.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-mediamentosa
dan medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa istirahat, diet dan
jika memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara umum, pasien dapat
11
dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru
dianjurkan rawat inap di rumah sakit.7
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan
untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung,
mencegah dan menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan
keadaan gizi sebaik mungkin. Adapun syarat diet lambung yakni:9
1.
2.
Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima
3.
Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan
secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4.
Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
5.
6.
Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara
termis,
mekanis,
maupun
kimia
(disesuaikan
dengan
daya
terima
perseorangan)
7.
Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak dianjurkan
minum susu terlalu banyak.
8.
9.
Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48jam
untuk memberikan istirahat [ada lambung.
Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan dapat
sembuh sendiri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau
PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat menghentikan NSAID,
obat-obat tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan dengan
hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak mungkin menghentikan NSAID dengan
12
Tiga strategi saat ini diikuti secara rutin klinis untuk mencegah kerusakan yang
disebabkan gastropati NSAID: (i) coprescription agen gastroprotektif, (ii) penggunaan
inhibitor selektif COX-2, dan (iii) pemberantasan H. pylori.
Gastroprotektif4,5
Misoprostol
Misoprostol adalah analog prostaglandin yang digunakan untuk menggantikan
secara lokal pembentukan prostaglandin yang dihambat oleh NSAID. Menurut
analisis-meta dilakukan oleh Koch, misoprostol mencegah kerusakan GI: ulserasi
lambung ditemukan dikurangi secara signifikan dalam kedua penggunaan NSAID,
kronis dan akut, sedangkan ulserasi duodenum berkurang secara signifikan hanya
13
Sukralfat / antasida
Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan membentuk gel
pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam lambung (antasida), kedua
regimen telah ditunjukkan untuk mendorong berbagai mekanisme gastroprotektif.
Sukralfat dapat menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin. Sukralfat masih
dapat digunakan pada pencegahan tukak akibar stress, meskipun kurang efektif.
Karena diaktivasi oleh asam, maka sukralfat digunakan pada kondisi lambung
kosong. Efek samping yang paling banyak terjadi yaitu konstipasi.
Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan mempertahankan PH
cukup tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan, sehingga mukosa terlindungi dan
nyeri mereda. Preparat antasida yang paling banyak digunakan adalah campuran
dari alumunium hidroksida dengan magnesium hidroksida. Efek samping yang
sering terjadi adalah konstipasi dan diare
H2-reseptor antagonis
H 2 reseptor antagonis (H2RA) merupakan standar pengobatan ulkus sampai
pengembangan
PPI. Mereka
adalah
obat
pertama
yang
efektif
untuk
14
Proton-pump inhibitor
Supressi asam oleh PPI lebih efektif dibandingkan dengan H2RA dan sekarang
terapi standar untuk pengobatan baik tukak lambung dan refluks gastro-esofagealpenyakit (GERD). Jika diberikan dalam dosis yang cukup, produksi asam harian
dapat dikurangi hingga lebih dari 95%. Sekresi asam akan kembali normal setelah
molekul pompa yang baru dimasukkan ke dalam membran lumen. Omeprazol juga
secara
selektif
menghambat
karbonat
anhidrase
mukosa
lambung
yang
15
I. KOMPLIKASI4,11,12
Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa komplikasi
yakni:
1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum
adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke
dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
3. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung ke
dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum hepatik.
16
4. Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan
parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang
terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak.
Selain terjadinya gangguan di saluran gastrointestinal, penggunanaan NSAID
yang berlebihan, dapat menyebabkan berbagai efek samping lain, baik di ginjal, pada
kulit, maupun sistem syaraf.
Prostaglandin E2 (PGE2) dan I2 (PGI2) yang dibentuk dalam glomerulus
mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glomerulus. PGI1
yang diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah ginjal. Penghambatan
biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, oleh NSAID menyebabkan
penurunan aliran darah ginjal. Pada orang normal, dengan hidrasi yang cukup dan ginjal
yang normal, gangguan ini tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal karena PGE2 dan
PGI2 tidak memegang peranan penting dalam pengendalian fungsi ginjal. Tetapi pada
penderita hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai asites, dan penderita gagal jantung,
PGE2 dan PGI2 menjadi penting untuk mempertahankan fungsi ginjal. Sehingga bila
NSAID diberikan, akan terjadi penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan aliran darah
ginjal bahkan dapat pula terjadi gagal ginjal. Penghambatan enzim siklooksigenase
dapat menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Hal ini sering sekali terjadi pada penderita
diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, dan penderita yang menggunakan -blocker dan
ACE-inhibitor atau diuretika yang menjaga kalium (potassium sparing). Selain itu,
penggunaan NSAID dapat menimbulkan reaksi idiosinkrasi yang disertai proteinuria
yang masif dan nefritis interstitial yang akut.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat perpanjangan
waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam sirkulasi darah
mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian menyumbat dengan endotel
17
yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan terhenti. Agregasi trombosit disebabkan
oleh adanya tromboksan A2 (TXA2). TXA2, sama seperti prostaglandin, disintesis dari
asam arachidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. NSAID bekerja menghambat
enzim siklooksigenase. Aspirin mengasetilasi Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512)
sehingga sintesis prostaglandin dan TXA2 terhambat. Dengan terhambatnya TXA2,
maka proses trombogenesis terganggu, dan akibatnya agregasi trombosit tidak terjadi.
Jadi, efek antikoagulan trombosit yang memanjang pada penggunaan aspirin atau
NSAID lainnya disebabkan oleh adanya asetilasi siklooksigenase trombosit yang
irreversibel (oleh aspirin) maupun reversibel (oleh NSAID lainnya). Proses ini menetap
selama trombosit masih terpapar NSAID dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Dengan menggunakan meta analisis, dapat diketahui bahwa NSAID dapat
meningkatkan tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) sebanyak kurang lebih 5
mmHg. NSAID paling kuat mengantagonis efek antihipertensi -blocker dan ACEinhibitor, sedangkan terhadap efek antihipertensi vasodilator atau diuretik efeknya
paling lemah. NSAID yang paling kuat menimbulkan efek meningkatkan tekanan darah
ialah piroksikam.
NSAID juga dapat menyebabkan reaksi kulit seperti erupsi morbiliform yang
ringan, reaksi-reaksi obat yang menetap, reaksi-reaksi fotosensitifitas, erupsi-erupsi
vesikobulosa, serum sickness, dan eritroderma exofoliatif. Hampir semua NSAID dapat
menyebabkan urtikaria terutama pada pasien yang sensitif dengan aspirin. Menurut
studi oleh Akademi Dermatologi di Amerika pada tahun 1984, NSAID yang paling
sedikit menimbulkan gangguan kulit adalah piroksikam, zomepirac, sulindak, natrium
meklofenamat, dan benaxoprofen.
Pada sistem syaraf pusat, NSAID dapat menyebabkan gangguan seperti, depresi,
konvulsi, nyeri kepala, rasa lelah, halusinasi, reaksi depersonalisasi, kejang, dan
18
sinkope. Pada penderita usia lanjut yang menggunakan naproksen atau ibuprofen telah
dilaporkan mengalami disfungsi kognitif, kehilangan personalitas, pelupa, depresi,
insomnia, iritasi, rasa ringan kepala, hingga paranoid.20 Pada beberapa orang dapat
terjadi reaksi hipersensitifitas berupa rinitis vasomotor, oedem angioneurotik, urtikaria
luas, asma bronkiale, hipotensi hingga syok.
19
DAFTAR PUSTAKA
10. Almatsier S (editor). Diet penyakit lambung. In: Penuntun diet edisi baru.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007. p.108-16.
11. Tjay TH, Rahardja K. Analgetika antiradang dan obat-obat rema. In: Obat-obat
penting; khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Jakarta: Elex Media
Komputindo. 2007. p.321-47.
12. Anonim. Obat anti inflamasi nonsteroid part 1. FKUNSRI [online]. 2008 [cited
January
28
2011].
Available
from:
http://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/obat-anti-inflamasi-nonsteroid-part-1
20