Professional Documents
Culture Documents
Home
Jasa Pemetaan
Pengantar Fotogrametri
Fotogrametri Digital
Survey Deformasi
Materi Tambahan
Download Peta Provinsi
GIS Tutorial
Download Peta RBI
Peta Kampus
Sentra Peta BIG
Tentang Saya
Pesawat saya bikin sendiri dirumah, pake alat alat sendiri, belanja sendiri, dan
ngelem sendiri. Awalnya karena seneng and hobby maen aeromodelling. Biar gak
beli terus saya coba bikin sendiri pesawat buat maen aeromodelling. Selain puasnya
pol, bikin pesawat sendiri itu ternyata gak susah. Konsep dunia penerbangan itu
simpel tinggal copy paste aja dari pesawat yang udah ada dan kita buat model yg
diinginkan.
Sekedar share aja proses pembuatan pesawat aeromodelling, mudah-mudahan dari
thread ini ada yg mau bikin juga dan share model model yang lain. Sepertinya foto
bisa mewakili ribuan kata, jadi proses nya saya tampilkan dalam bentuk foto aja ya,
mudah-mudahan berkenan.
Ini Target hasil akhirnya, alhamdullilah hasil akhirnya sesuai, walaupun center of
gravity pesawat masih perlu di "tweak" lagi.
Tahap desain
Proses pembuatan diawali dengan mendesain pesawat dengan program CAD. Disini
saya menggunakan google sketchup untuk membuat gambar 3D supaya bisa
keliatan kira kira bentuk
pesawat nanti setelah assembly
Desain Wing
Desain Akhir
Tahap Pemotongan
Berikut hasil pemotongan dengan mesin laser
Tahap Perakitan
Proses Assembly
Semua komponen yg sudah dipotong dengan mesin laser, langsung bisa di lem
menggunakan lem CA.
wing assembly:
Hasil akhir
Maap ya beberapa proses gak ada fotonya, soalnya sempet kelewatan, mudah
mudahan bermanfaat
Sumber : klik disini
Categories:
Related Post:
0 Comments
1 Comments
Newer PostOlder Post
http://sibalsa.com/en/artikel/32-rumus-aerodinamika-glider-balsa.html
Bagaimana rumus aerodinamika diterapkan dalam membuat pesawat glider balsa? berapa proporsi
ukuran tiap bagian?
Glider adalah salah satu jenis pesawat model terbuat dari balsa dan tidak menggunakan mesin,
diterbangkan dengan cara dilempar. Jenis ini adalah paling sederhana tetapi merupakan dasar yang
baik untuk memahami konsep dasar aeroneutika, karena kemampuan terbang glider sangat
ditentukan oleh bagaimana kita menerapkan konsep aerodinamika dalam merancang struktur
pesawat glider kita. Bahan yang digunakan adalah kayu balsa.
Model yang akan dibuat kita beri nama bird glider dirancang dengan proporsi dan kontur burung
yang sesungguhnya.
Apa bagian-bagian dasar untuk membuat glider yang efisien dan stabil?
Pertama adalah wing span atau rentang sayap. Semua bagian pesawat lainnya harus proporsional
dengan wing span. (lihat gambar kode S)
Wing span adalah jarak dari satu ujung sayap dengan ujung lainnya. Ukuran yang moderat dengan
konstruksi sederhana dan biaya rendah adalah tetapi hasil memuaskan adalah 16inci = 406.4 mm.
Kurang dari ini membuat penerbangan tidak menentu dan sulit dalam penyesuaian.
Bagian kedua adalah wing chord atau lebar sayap yaitu jarak dari tepi depan sayap sampai tepi
belakang (lihat gambar kode C). Nilai rata-ratanya adalah 1/7 dari wing span S. Sehingga Wing chord
= C = 1/7 x S =58.0 mm.
Perbandingan dari wing span dan wing chord disebut Aspect Ratio sehingga
S/C = 406.4/58.0 = 7
Bagian ketiga adalah Moment Arm (lihat gambar kode M) yaitu jarak pusat sayap sampai pusat
stabilizer. Kita bisa menentukan lokasi dari ekor pesawat dengan menggunakan prinsip bahwa lengan
gaya atau Moment Arm harus cukup panjang untuk menjaga stabilitas pesawat dengan tanpa
membuat ekor pesawat yang terlalu besar. Standard nya adalah x wing span, sehingga lengan
momen ekor = M = 406.4/2 = 203.2 mm = jarak dari pusat sayap sampai dengan pusat stabilizer.
Bagian keempat adalah stabilizer span atau lebar stabilizer atau sayap belakang (SS). Lebar
stabilizer SS = 0.4 x wing span S = 162.5 mm. Sedangkan Stabilizer chord (SC) = 0.85 x wing chord
C = 43.5 mm.
**Aturan dasar yang digunakan adalah luas permukaan stabilizer (SA) dari pesawat
sebaiknya 30% dari luas permukaan sayap atau wing area (A).**
Bagian kelima adalah fin yang berfungsi menjaga kestabilan arah. Bagaimana menentukan
ukurannya? Tinggi fin atau fin height (FH) nilainya adalah 0.43 dari Stabilizer Span SS. Sehingga
FH = 0.43 x 162.5 = 69.9 mm. Sedangkan lebar fin atau Fin chord (FC) nilainya sama dengan
Stabilizer chord (SC) sehingga FC= SC = 43.5 mm. Ujung fin juga dibulatkan sama dengan tip
stabilizer seperti yang ditunjukkan pada gambar.
Luas area fin yang direkomendasikan untuk semua glider dan pesawat tenaga karet
adalah 12% dari luas sayap.
Bagian keenam adalah Panjang Nose = N adalah jarak dari pusat sayap ke ujung paling depan
fuselage (body) dan nilainya mendekati 0.62 dari lengan momen M. Sehingga N = 0.62 x 203.2 =
125.9 mm.
Bagian ketujuh adalah panjang fuselage yaitu bodi pesawat diambil 7/8 dari wingspan = 355.6 mm
maka memungkinkan panjang Nose sama dengan teori diatas dan memberikan proporsi yang benar
untuk pesawat karet maupun glider dengan didukung landing gear terletak dekat dengan ujung
tongkat/fuselage. Pada glider panjang fuselage bisa hamper sama dengan wing span/lebar sayap,
maka perlu penambahan beban pada ujung depan fuselage untuk mendapat keseimbangan
penerbangan yang tepat.
Sekarang hanya tinggal dua karakteristik lainnya harus ditentukan , camber dan sayap dihedral .
Bagian kedelapan Chamber adalah puncak kurva permukaan atas sayap dilihat dari garis wing
chord dari tepi depan/leading ke tepi belakang (trailing edges). Bentuk sayap adalah tipis pada
tip/bagian depan kemudian menebal/mencembung dengan titik tertinggi adalah chamber kemudian
mendatar sampai tepi belakang sayap.
Posisi chamber adalah 1/12 dari wing chord sehingga Camber CA = 1/12 x 58.5 = 4.8
Bagian kesembilan adalah Dihedral. Untuk memastikan stabilitas lateral dan adapatasi sayap
diperlukan dihedral sebesar 1/12 wingspan. Sehingga dihedral = 1/12 x 406.4 = 33.8 mm. Ini artinya
posisi ujung sayap akan lebih tinggi sebesar 33.8 mm dari garis horizontal.
Dua faktor aerodinamis penting lainnya yang berkaitan dengan perakitan adalah sudut sayap
pertama terhadap garis tengah fuselage/body stick dan sudut stabilizer.
Sudut sayap terbaik adalah 1 sampai 1-1/3 derajat. Sudut ini tercapai dengan menaikan sayap
terdepan 1.2 mm dari garis tengah fuselage
Sudut stabilizer dibuat 0 derajat pada glider atau harus sejajar dengan garis tengah fuselage supaya
memberikan perbedaan di sudut antara sayap dan stabilizer sebesar 1-1/3 derajat, faktor yang paling
penting untuk stabilitas longitudinal.
Sekarang Kita telah mendapat desain aerodinamis dari glider. Berikut adalah resume dari proporsi
yang benar
Wing span S = 406.4 mm
Wing Chord C = 1/7 S = 58.0 mm
Wing Area A = S x C = 23594.4 mm2
Stabilizer span SS = ( 0,4 ) X S = 162.5 mm
Stabilizer Chord SC = ( 0.85 ) X C = 43.5 mm
Stabilizer Area AS = SS x SC = 7078.3 mm2 30% X A
Momen arm M = ( 0,5 ) X S = 203.2 mm
Fin high FH = ( 0.43 ) x SS = 69.9 mm
Fin Chord FC = SS = 162.5 mm
Fin Area FA = FH x FC = 3043.6 mm2 12% X A
Standard Grade
Kayu Balsa sheet banyak digunakan untuk pembuatan model-pesawat, RC Plane, kapal
boat, maket arsitektur, art dan craft/kerajinan tangan, mainan kayu yang sangat
edukatif, float fishing, miniatur model, dan gift. Sebagian pelajar dan mahasiswa
berlomba dalam kontes bridge building atau konstruksi jembatan, siapa yang paling kuat
dan ringan dia yang menang. Dengan sifatnya yang ringan dan mudah dikerjakan, Anda
bisa mengeksplore kreatifitas bersama Si-balsa Sheet.
sibalsa Balsa Sheet be worked with high tech machine, density grading, and finish
sanding. Our point of view is give cheapest and the best balsa sheet for you.
Available Density
Grade AAA, Light density <120 kg/m3
Grade AA, Medium density 120-180 kg/m3
Grade A, Heavy density >180 kg/m3
10 x 100 x 1000
1.5 x 75 x 1000
2.0 x 75 x 1000
3.0 x 75 x 1000
4.0 x 75 x 1000
5.0 x 75 x 1000
6.0 x 75 x 1000
8.0 x 75 x 1000
10 x 75 x 1000
10 x 10 x 1000
1.5 x 10 x 1000
3.0 x 10 x 1000
4.0 x 10 x 1000
5.0 x 10 x 1000
6.0 x 10 x 1000
10 x 12.5 x1000
Available Packing
Packing dengan plastik @pack.
NO MINIMUM LIMIT ORDER
Jika Anda ingin membuat model berukuran jumbo, extra besar sehingga size standar
balsa hobby belum mencukupi, sibalsa menyediakan Balsa Hobby Jumbo Size. Anda tidak
lagi bingung dan ragu membuat model Anda sebesar apapun yang Anda inginkan.
Size dan Price klik disini
Available density :
Light, Medium, dan Heavy
Available Packing
Aeromodelling OHLG
Senin, 07 Oktober 2013
Pembuatan pesawat aeromodelling OHLG
Jenis pesawat diterbangkan dengan cara dilempar dengan tangan dan kemudian
terbang pesawatsesuai dengan karakter dan sifat pada saat pesawat diterbangkan. Pesawat
ini terbuat dari bahanyang sangat ringan dan cukup kuat bahwa kayu Balsa. Kayu balsa dapat
diperoleh di toko-toko yang menjual peralatan Aeromodelling. Cara
pembuatan pesawat OHLG adalah sebagai berikut. Sayapberbentuk seperti gambar di bawah ini.
Aerofoil adalah penampang sayap. Terdepan (LE) adalah titik utama dari aerofoil. Trailing
edge (LE)adalah titik paling belakang dari aerofoil. Chord line adalah garis lurus yang
menghubungkan antaraLE dan TE. Maksimum ketebalan 30% dari LE ditunjukkan oleh garis putusputus. Aspect Ratio (AR)merupakan faktor kelangsingan sayap. AR di OHLG pesawat oleh 5 sampai
12. Sementara AR di dalam pesawat terbang yang dikendalikan oleh radio (Radio Controlled RC
Airplanes) sebesar 7sampai 10. Rumusnya adalah aspek rasio AR = b ^ 2 / S di mana b adalah lebar
sayap atau jarak antara ujung sayap ke sayap lain di sayap. S adalah daerah sayap. Untuk
menentukan S dengan pendekatan trapesium di bawah ini.
Dalam LE sepanjang sayap harus digunakan kayu Balsa is Hard seperti yang ditunjukkan
padagambar diatas. Instalasi Hard Balsa dilakukan sebelum membuat sayap. Sulit Balsa pas berakhir
pada sayap selama penerbangan ke amplifier sehingga pesawat tidak mudah rusak karena tabrakan
dengan benda keras.
Selanjutnya memasuki tahap pembuatan badan pesawat. Pesawat ini terbuat dari kayu Balsa keras
dan berbentuk seperti gambar di bawah.
Jarak hidung ke LE dari chord sayap. Fuselas panjang 5,25 dikalikan dengan chord sayap.
Pemasangan stabilo pada tubuh dengan kesenjangan antara sayap dan stabilo sekitar 1,5 sampai
2cm.
Langkah selanjutnya adalah pemasangan amplifier di sayap. Tujuan dari penguat ini instalasi
sehingga sayap tidak rusak ketika membuat penerbangan.
Amplifier instalasi dilakukan di bawah permukaan sayap seperti yang ditunjukkan pada
Gambardiatas. Arah sayap penguat serat yang sejajar dengan badan pesawat.
Pemasangan sirip pesawat seperti yang ditunjukkan pada Gambar diatas. Dengan cara ini lebih
mudah dalam menggerakkan kemudi dan lift. Untuk mendapatkan kulit
luar halus perbaikan haluspesawat dilakukan. Smoothing menggunakan plastik
yang dilarutkan dengan menggunakan pelarutplastik. Biasanya plastik pelarut yang
digunakan Herin bermerek. Smoothing dilakukan sepertilukisan kayu
dan pengamplasan langkah selanjutnya dilakukan.
Langkah berikutnya menganggap pesawat untuk menentukan lokasi pusat massa atau pusat
gravitasi (cg). Langkah ini sering disebut Berat dan Keseimbangan (WAB). WAB tujuan
untukmendapatkan lokasi cg sejauh 30% dari TE seperti yang ditunjukkan
pada Gambar. Pengaturan berat badan dengan menambahkan logam tipis pada hidung pesawat ini.
Beranda
Langganan: Entri (Atom)
Arsip Blog
2013 (1)
Oktober (1)
Google+
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada saat pesawat akan berangkat, tekanan udara pada
bagian bawah lebih besar daripada tekanan udara pada bagian atas.
B.
Gaya Gesek
Gaya gesek adalah gaya yang timbul karena adanya gaya yang menarik sebuah benda
dan arahnya berlawanan. Gaya gesek dapat dirumuskan sebagai berikut:
fg = . N
dimana: fg =gaya gesekan (Newton)
= koefisien gesekan
N= gaya normal
Koefisien gesekan ada dua yaitu:
Hukum Newton
Pada pesawat menggunakan hukum newton III. Hukum Newton III berbunyi : Jika
sebuah benda mengerjakan gaya pada benda lain, maka benda lain tersebut
mengerjakan gaya pada benda yang pertama yang sama besarnya tetapi
berlawanan arah. Hukum Newton III ini sering disebut Hukum Aksi-Reaksi.
Menekankan pada prinsip perubahan momentum manakalah udara dibelokkan
oleh bagian bawah sayap pesawat. Dari prinsip aksi-reaksi, muncul gaya pada
bagian bawah sayap yang besarnya sama dengan gaya yang diberikan sayap
untuk membelokkan udara.
Dalam hal ini, aksi yaitu gerak/ tekanan udara yang berasal dari permukaan
airfoil (bentuk sayap) bagian atas yang menekan airfoil ke bagian bawah dengan
tekanan beribu-ribu ton udara, sehingga karena pada bagian bawah airfoil
tertekan oleh ribuan ton dari atas airfoil.
D.
Efek Coanda
http://bandung-aeromodeling.com/tutorial.php?cat=1#.V38aKNJ97IU
Aircraft Stability
Aircraft Stability
AIRCRAFT STABILITY
1. Stability Concept
The aircrafts response to momentary disturbance is associated with its inherent degree of stability built
in by the designer, in each of the three axes, and occurring without any reaction from the pilot.
There is another condition affecting flight, which is the aircrafts state of trim or equilibrium (where the
net sum of all forces equals zero). Some aircraft can be trimmed by the pilot to fly "hands off" for
straight and level flight, for climb or for descent.
Free flight models generally have to rely on the state of trim built in by the designer and adjusted by the
rigger, while the remote controlled models have some form of trim devices which are adjustable during
the flight.
An aircrafts stability is expressed in relation to each axis:
1. lateral stability (stability in roll),
2. directional stability (stability in yaw)
3. Longitudinal stability (stability in pitch).
Lateral and directional stabilities are inter-dependent.
Stability may be defined as follows:
- Positive stability: tends to return to original condition after a disturbance.
- Negative stability: tends to increase the disturbance.
- Neutral stability: remains at the new condition.
towards the rear, which may also mean the need to make the nose longer in order to minimize the
weight required to balance the aircraft.
A totally stable aircraft will return, more or less immediately, to its trimmed state without pilot
intervention. However, such an aircraft is rare and not much desirable. We usually want an aircraft just
to be reasonably stable so it is easy to fly. If it is too stable, it tends to be sluggish in maneuvering,
exhibiting too slow response on the controls.
Too much instability is also an undesirable characteristic, except where an extremely maneuverable
aircraft is needed and the instability can be continually corrected by on-board "fly-by-wire" computers
rather than the pilot, such as a supersonic air superiority fighter.
Longitudinal stability depends on the location of the centre of gravity, the stabilizer area and how far the
stabilizer is placed from the main wing. Most aircraft would be completely unstable without the
horizontal stabilizer.
Non-symmetrical cambered airfoils have a higher lift coefficient, but they also have a negative pitching
moment (Cm) tending to pitch nose-down and thus being statically unstable, which requires the counter
moment produced by the horizontal stabilizer to get adequate longitudinal stability. The stabilizer
provides the same function in longitudinal stability as the fin does in directional stability.
Symmetrical (zero camber) airfoils have normally a zero pitching moment, resulting in neutral stability,
which means the aircraft goes wherever you point it. Reflexes airfoils (with trailing edge bent up) have a
positive pitching moment making them naturally stable; they are often used with flying wings (without
the horizontal stabilizer).
It is of crucial importance that the aircrafts Centre of Gravity (CG) is located at the right point, so that a
stable and controllable flight can be achieved. In order to achieve a good longitudinal stability, the CG
should be ahead of the Neutral Point (NP), which is the Aerodynamic Centre of the whole aircraft. NP is
the position through which all the net lift increments act for a change in angle of attack. The major
contributors are the main wing, stabilizer surfaces and fuselage.
The bigger the stabilizer area in relationship to the wing area and the longer the tail moment arm
relative to the wing chord, the farther aft the NP will be and the farther aft the CG may be, provided its
kept ahead of the NP for stability.
The angle of the fuselage to the direction of flight affects its drag, but has little effect on the pitch trim
unless both the projected area of the fuselage and its angle to the direction of flight are quite large.
Theory of Flight
Flight is a phenomenon that has long been a part of the natural world. Birds fly not
only by flapping their wings, but by gliding with their wings outstretched for long
distances. Smoke, which is composed of tiny particles, can rise thousands of feet
into the air. Both these types of flight are possible because of the principles of
physical science. Likewise, man-made aircraft rely on these principles to overcome
the force of gravity and achieve flight.
Lighter-than-air craft, such as the hot air balloon, work on a buoyancy principle.
They float on air much like rafts float on water. The density of a raft is less than
that of water, so it floats. Although the density of water is constant, the density of
air decreases with altitude. The density of hot air inside a balloon is less than that
of the air at sea level, so the balloon rises. It will continue to rise until the air
outside of the balloon is of the same density as the air inside. Smoke particles rise
on a plume of hot air being generated by a fire. When the air cools, the particles
fall back to Earth.
Lift
In order for an aircraft to rise into the air, a force must be created
that equals or exceeds the force of gravity. This force is called lift.
In heavier-than-air craft, lift is created by the flow of air over an
airfoil. The shape of an airfoil causes air to flow faster on top than
on bottom. The fast flowing air decreases the surrounding air
pressure. Because the air pressure is greater below the airfoil
than above, a resulting lift force is created. To further understand
how an airfoil creates lift, it is necessary to use two important
equations of physical science.
The pressure variations of flowing air is best represented by Bernoulli's equation. It
was derived by Daniel Bernoulli, a Swiss mathematician, to explain the variation
in pressure exerted by flowing streams of water. The Bernoulli equation is written
as:
where:
To understand the Bernoulli equation, one must first understand another important
principle of physical science, the continuity equation. It simply states that in any
given flow, the density (rho) times the cross-sectional area (A) of the flow, times
the velocity (V) is constant. The continuity equation is written as:
where: P = pressure
V = velocity
A = cross sectional area of flow
Using the Bernoulli equation and the continuity equation, it can be shown how air
flowing over an airfoil creates lift. Imagine air flowing over a stationary airfoil,
such as an aircraft wing. Far ahead of the airfoil, the air travels at a uniform
velocity. To flow past the airfoil, however, it must "split" in two, part of the flow
traveling on top and part traveling on the bottom.
by the bottom airfoil surface, but considerably less than the flow
on top.
The Bernoulli equation states that an increase in velocity leads to an decrease in
pressure. Thus the higher the velocity of the flow, the lower the pressure. Air
flowing over an airfoil will decrease in pressure. The pressure loss over the top
surface is greater than that of the bottom surface. The result is a net pressure force
in the upward (positive) direction. This pressure force is lift.
There is no predetermined shape for a wing airfoil, it is designed based on the
function of the aircraft it will be used for. To aid the design process, engineers use
the lift coefficient to measure the amount of lift obtained from a particular airfoil
shape. Lift is proportional to dynamic pressure and wing area. The lift equation is
written as:
where S is wing area and the quantity in parantheses is the dynamic pressure. In
designing an aircraft wing, it is usually advantageous to get the lift coefficient as
high as possible.
Drag
dynamic pressure gets converted into drag. Unlike the lift coefficient however,
engineers usually design the drag coefficient to be as low as possible. Low drag
coefficients are desirable because an aircraft's efficiency increases as drag
decreases.
Weight
Class Discussion
1. Would more lift be provided by a fluid with a greater density
than air?
2. How do aircraft designers determine the correct shape for a
wing?
3. Explain how a propeller provides thrust in the same way a
wing generates lift.
4. An equation for lift was supplied previously. What would be
the two forces involved on a propeller?
5. Would a propeller work better in a fluid with a greater
density than air?
6. Do you think different planes need differently shaped
airfoils?
7. During the design phase, how is a wing's theoretical shape
tested?
8. How are the wings of a small plane, like a Cessna, different
from a large one, like a passenger jet?
9. How are the propulsion systems of a biplane different than
that of a fighter jet?
10.
What kind of propulsion does a Lear jet use? The
Concorde?
11.
Make a list of the differences between fixed wing
aircraft and helicopters. How does each generate lift? How
fast can each go? What are the advantages and
disadvantages of each?
12.
Some planes have more than one engine to propel the
craft. Are the multiple engines necessary or a safety
precaution?
Class Activities/Research
1. Build paper airplanes and demonstrate the effects of lift,
drag, thrust, and weight.
2. Take a trip to your local airport or an airshow. Visit the
control tower and the aircraft hangers.
3. Determine the wing area of a large aircraft. Describe what
kind of plane it is.
4. What kind of propulsion system does the space shuttle use,
as opposed to an airplane?
5. Who are the leading manufacturers of aircraft engines?
Problems
1. Derive the basic equation for lift (Eqn 3) from Bernoulli's
Equation (Eqn 1). Note any assumptions that you make.
2. What is the density of air? Does it differ from high altitudes
to low altitudes?
3. Draw a free-body diagram of an aircraft.
Man-Vehicle Laboratory
MIT Department of Aeronautics and Astronautics
sablan@mit.edu
16 March 1997