Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Menurut Dawodu (2002) dan Sutantoro (2003), cedera kepala adalah trauma yang
mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana
kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh
gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta
berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran.
2.2. PATOFISIOLOGI
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun
otak hanya seberat 2 % dari berat badan orang dewasa, ia menerima 20 % dari
curah jantung. Sebagian besar yakni 80 % dari glukosa dan oksigen tersebut
dikonsumsi oleh substansi kelabu.
Cedera kepala yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses
lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel yaitu oksigen dan
nutrien, terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya
oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena aliran darah otak
menurun, misalnya akibat syok. Karena itu pada cedera kepala harus dijamin
bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak
terganggu, sehingga oksigenasi tubuh cukup. Gangguan metabolisme jaringan otak
akam menyebabkan edem yang mengakibaykan hernia melalui foramen tentorium,
foramen magnum, atau herniasi dibawah falks serebrum.
Jika terjadi herniasi jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemik
sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan
kematian (3).
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui
rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak diperlukan
pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran tersebut).
Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang
menghasilkan radikal bebas yang berlebih.
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies
terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel
akan mengkerut (shrinkage).
Dalam penelitian ternyata program bunuh diri ini merupakan suatu proses yang
dapat dihentikan.
2.3. PATOLOGI
Dari gambarannya (neuropatologi), kerusakan otak dapat digolongkan menjadi fokal
dan difus, walaupun terkadang kedua tipe tersebut muncul bersamaan. Alternatif
yang lain menggolongkan kerusakan otak menjadi primer (terjadi sebagai dampak)
dan sekunder (munculnya kerusakan neuronal yang menetap, hematoma,
pembengkakan otak, iskemia, atau infeksi).
2.3.1. KERUSAKAN FOKAL
2.3.1.1. Kontusio kortikal dan laserasi
Kontusio kortikal dan laserasi bisa terjadi di bawah atau berlawanan (counter-coup)
pada sisi yang terkena, tapi kebanyakan melibatkan lobus frontal dan temporal.
Kontusio biasanya terjadi multiple dan bilateral. Kontusio multiple tidak depresi
pada tingkat kesadaran, tapi hal ini dapat terjadi ketika perdarahan akibat kontusio
memproduksi ruang yang menyebabkan hematoma.
2.3.1.2. Hematoma intracranial
Perdarahan intracranial dapat terjadi baik di luar (ekstradural) maupun di dalam
dura (intradural). Lesi intradural biasanya terdiri dari campuran dari hematoma
subdural dan intraserebral, walaupun subdural murni juga terjadi. Kerusakan otak
bisa disebabkan direk atau indirek akibat herniasi tentorial atau tonsilar.
2.3.1.3. Intraserebral (Burst lobe)
Kontusio di lobus frontal dan temporal sering mengarah pada perdarahan di dalam
substansia otak, biasanya dihubungkan dengan hematoma subdural yang hebat.
Burst Lobe adalah definisi yang biasanya digunakan untuk menerangkan
penampakan dari hematoma intraserebral bercampur dengan jaringan otak yang
nekrotik, ruptur keluar ke ruang subdural.
2.3.1.4. Subdural
Pada beberapa pasien, dampaknya bisa mengakibatkan ruptur hubungan vena-vena
dari permukaan kortikal dengan sinus venosus, memproduksi hematoma subdural
murni dengan tidak adanya bukti mendasar adanya kontusio kortikal atau laserasi.
2.3.1.5. Ekstradural
Fraktur cranii merobek pembuluh darah meningeal tengah, mengalir ke dalam
ruang ekstradural. Hal ini biasanya terjadi pada regio temporal atau
temporoparietal. Kadang-kadang hematoma ekstradural terjadi akibat kerusakan
sinus sagital atau transvesal.
2.3.1.6. Herniasi tentorial/tonsillar (sinonim: cone)
Tidak seperti tekanan intrakranial tinggi yang secara direk merusak jaringan
neuronal, tapi kerusakan otak terjadi sebagai akibat herniasi tentorial atau tonsillar.
Peningkatan tekanan intrakranial yang progresif karena hematoma supratentorial,
menyebabkan pergeseran garis tengah (mid line). Herniasi dari lobus temporal
medial sampai hiatus tentorial juga terjadi (herniasi tentorial lateral), menyebabkan
kompresi dan kerusakan otak tengah..
Herniasi tentorial lateral yang tidak terkontrol atau pembengkakan hemispheric
bilateral difus akan mengakibatkan herniasi tentrorial central.
Herniasi dari tonsil serebellar melalui foramen magnum (herniasi tonsillar) dan
berikut kompresi batang otak bawah bisa diikuti herniasi tentorial central atau yang
jarang terjadi, yaitu traumatik posterior dari fossa hematoma.
2.3.2. KERUSAKAN DIFUS
2.3.2.1. Diffused Axonal Injury (DAI)
4, dapat memainkan peranan dalam hal ini. Tergantung dari tingkat keparahan dari
luka, efek dapat bervariasi dari koma ringan sampai kematian.Tekanan yang
berkurang menyebabkan kerusakan mekanik akson secara cepat. Lebih dari 48 jam,
kerusakan lebih lanjut terjadi melalui pelepasan neurotransmiter eksitotoksik yang
menyebabkan influs Ca 2+ ke dalam sel dan memacu kaskade fosfolipid.
Kemungkinan genetik diketahui dengan adanya gen APOE
DAI terjadi pada 10-15% CKB. 60% DAI berakhir dengan kecacatan menetap dan
vegetative state, 35-50% berakhir dengan kematian. Dalam proses biomekanis, DAI
terjadi karena adanya proses deselerasi yang menyebabkan syringe trauma
(tergunting) karena adanya gaya yang simpang siur.
2.3.2.2. Iskemia serebral
Iskemia serebral umumnya terjadi setelah cedera kepala berat dan disebabkan baik
karena hipoksia atau perfusi serebral yang terganggu/rusak. Pada orang normal,
tekanan darah yang rendah tidak mengakibatkan rendahnya perfusi serebral karena
adanya autoregulasi, terbukti adanya vasodilatasi serebral.
Setelah cedera kepala, bagaimanapun juga sistem autoregulasi sering tidak
sempurna/cacat dan hipotensi bisa menyebabkan efek yang drastis. Kelebihan
glutamat dan akumulasi radikal bebas juga bisa mengkontribusikan kerusakan
neuronal. Penyebab lain iskemia serebral adalah lesi massa yang menyebabkan
herniasi tentorial, traksi atau perforasi pembuluh darah, spasme arterial, dan
kenaikan TIK karena edema otak.
Lokasi iskemia dapat terjadi pada korteks, hipokampus, ganglion basalis dan batang
otak. (4,5,6)
terbuka/tertutup
basis dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan/tanpa kelumpuhan
nervus VII
Lesi intracranial fokal epidural, subdural, intraserebral.
difus konkusi ringan, konkusi klasik, cedera
aksonal difus (2).
2.6. DIAGNOSIS
2.6.1. Anamnesis
Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang tua
dengan kecelakaan yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di
kamar mandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan
pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang-kadang tak mengetahui pasti
urutan kejadiannya, jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih
dahulu sebelum jatuh.
Anamnesis lebih rinci tentang:
a. Sifat kecelakaan.
b. Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
c. Ada tidaknya benturan kepala langsung.
d. Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat
diperiksa. Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak
sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui
kemungkinan adanya amnesia retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya
tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang / turun
kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung / disorientasi (kesadaran berubah)
2.6.2. Indikasi Rawat Inap :
1. Perubahan kesadaran saat diperiksa.
2. Fraktur tulang tengkorak.
3. Terdapat defisit neurologik.
4. Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak, riwayat minum
alkohol, pasien tidak kooperatif.
5. Adanya faktor sosial seperti :
a. Kurangnya pengawasan orang tua/keluarga bila dipulangkan.
b. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.
c. Sulitnya transportasi ke rumah sakit.
Pasien yang diperbolehkan pulang harus dipesan agar segera kembali ke rumah
sakit bila timbul gejala sebagai berikut :
1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan. Penderita harus dibangunkan tiap 2 jam
selama periode tidur.
2. Disorientasi, kacau, perubahan tingkah laku
3. Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
4. Rasa lemah atau rasa baal pada lengan atau tungkai, kelumpuhan, penglihatan
kabur.
5. Kejang, pingsan.
6. Keluar darah/cairan dari hidung atau telinga
7. Salah satu pupil lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola mata,
melihat dobel, atau gangguan penglihatan lain
8. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat atau pola nafas yang tidak
biasa
Rawat inap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan.
Observasi ialah usaha untuk menemukan sedini mungkin kemungkinan terjadinya
penyulit atau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala.
Pada penderita yang tidak sadar, perawatan merupakan bagian terpenting dari
penatalaksanaan. Tindakan pembebasan jalan nafas dan pernapasan mendapat
prioritas utama untuk diperhatikan. Penderita harus diletakkan dalam posisi
berbaring yang aman (4,5).
2.7. PEMERIKSAAN
2.7.1. Pemeriksaan Fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai bahkan mendahului trias adalah status
fungsi vital dan status kesadaran pasien.
Status fungsi vital
Yang dinilai dalam status fungsi vital adalah:
Airway (jalan napas) dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu
segera dipasang pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi
leher harus berhati-hati bila ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury).
Breathing (pernapasan) dapat ditemukan adanya pernapasan Cheyne-Stokes, Biot
/ hiperventilasi, atau pernapasan ataksik yang menggambarkan makin buruknya
tingkat kesadaran.
Circulation (nadi dan tekanan darah). Pemantauan dilakukan untuk menduga
adanya shock, terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma
thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah
yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal
peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh
hematoma epidural.
Status kesadaran pasien
Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan Skala Koma Glasgow;
cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan
balk oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini pula, perkembangan/perubahan
kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat. Yang dinilai adalah
respon membuka mata, respon verbal dan respon motorik.
Status neurologis
2.10. PENGOBATAN
1. Memperbaiki / mempertahankan fungsi vital (ingat ABC)
2. Mengurangi edema otak dengan cara:
Hiperventilasi. Bertujuan untuk menurunkan PO2darah sehingga men-cegah
vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat
membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi
kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, PO2dipertahankan > 100 mmHg dan
PCO2di antara 2530 mmHg.
Cairan hiperosmoler. Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk
"menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian
dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol
harus diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan
0,51 g/kgBB dalam 1030 menit.
Kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak
beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa
kortikosteroid tidak / kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya
berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak.
Barbiturat digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat
ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun;
karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan
kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat
digunakan dengan pengawasan yang ketat.
Pada 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 15002000 ml/24 jam
agar tidak memperberat edema jaringan.
3. Obat-obatan neuroprotectan seperti piritinol, piracetam dan citicholine dikatakan
dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada
keadaan koma.
4. Perawatan luka da pencegahan dekubitus harus dilakukan sejak dini
5. Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat
dengan fungsi pembekuan normal. Perdarahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya
dengan hemostatik.
6. Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus
kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin, dapat
diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam waktu 10 menit diikuti
dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4 jam. Setelah itu diberi- kan 3 dd
100 mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi
kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan karena efek sampingnya berupa penurunan
kesadaran dan depresi pernapasan
2.11. PROGNOSIS
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan
beratnya kerusakan otak yang terjadi.
Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami
kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk
menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.
Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat
mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.
Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan
penderita akan pulih kembali.
Penderita bisa mengalami sindroma pasca konkusio, dimana sakit kepala terus
menerus dirasakan dan terjadi gangguan ingatan.
Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu yang
lama, yang disertai dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati normal.
Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera kepala yang non-fatal.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang mengendalikan
fungsi mental), sedangkan talamus dan batang otak (yang mengatur siklus tidur,
suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung) tetap utuh. Jika status vegetatif terus
berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan untuk sadar
kembali sangat kecil.
2.12. KEGAWATDARURATAN CEDERA KEPALA
2.12.1. KOMOSIO SEREBRI
Komosio serebri atau gegar otak adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak
lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan
otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin mutah, tampak
pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya
pusat-pusat dalam batang otak.
Pada komosio serebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya
ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini
timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian antaranya di daerah lobus temporalis.
Pemeriksaan yang selalu dibuat adalah: foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori.
Terapinya simptomatis dengan mobilisasi secepatnya setelah keluhan-keluhan
menghilang. (8)
2.12.2. EDEMA SEREBRI TRAUMATIK
Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahan pada trauma kapitis
terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini pingsan berlangsung lebih dari 10
menit dan pada pemeriksaan neurologik tidak dijumpai tanda-tanda kerusakan
jaringan otak. Pasien mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah. Pada
pemeriksaan cairan otak mungkin hanya dijumpai tekanan yang agak meingkat.
Pada petinju mungkin terjadi keadaan grogi dengan kesadaran yang menurun
ringan, tampak seperti linglung, gerakan tidak teratur, tidak efisien, kurang cepat,
keseimbangan sedikit terganggu, mungkin hanay mengeluh sedikit nyeri kepala dan
pusing. Keadaan demikian dapat berlangsung sebebntar atau hingga berhari-hari.
Pada keadaan ini batang otak mengalami edema. Setelah membaik, penderita tidak
ingat dengan baik apa yang telah dialaminya.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan yang diperlukan sama dengan komosio
serebri, bila mungkin ditambah dengan CT-Scan kepala. Terapi hanya istirahat dan
simptomatis. (8)
2.12.3. KONTUSIO SEREBRI
Pada kontusio serebri atau memar otak terjadi perdarahan-perdarahan di dalam
jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuronneuron mengalami kerusakan atau terputus. Pada trauma yang membentur dahi,
kontusio terjadi di daerah otak yang mengalami benturan. Pada benturan di daerah
parietal, temporalis dan occipital selain ditempat benturan dapat pula terjadi
kontusio pada sisi yang bertentangan pada jalan garis benturan.
Lesi kedua ini disebu lesi kontra benturan (contra-coup). Perdarahan mungkin pula
terjadi di sepanjang garis gaya benturan ini, dan ada permukaan bagian otak yang
menggeser karena gerakan akibat benturan ini.
Pada pemeriksaan neurologik pada kontusio ringan mungkin tidak dijumpai kelainan
neurologik yang jelas kecuali kesadaran yang menurun. Pada kontusio serebri
dengan penurunan kesadaran yang berlangsung berjam-jam pada pemeriksaan
dapat atau dijumpai defisit neurologik. Pada kontusio serebri yang berlangsung 6
jam penurunan kesadarannya, biasanya selalu dijumpai defisit neurologik
neurologik yang jelas. Gejala-gejalanya bergantung pada lokasi dan luasnya daerah
lesi. Keadaan klinis yang berat terjadi pada perdarahan besar atau tersebar di
dalam jaringan otak, sering pula disertai perdarahan subarakhnoidal atau kontusio
pada batang otak. Edema otak yang menyertainya tidak jarang berat dan
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan yaitu dengan Rontgen tengkorak APLateral dengan sisi daerah trauma pada film. Jika memungkinkan dapat dilakukan
CT-Scan dan EEG. Pada CT-Scan akan terlihat gambaran hiperdens berbentuk bulan
sabit. Jika disertai kontusio serebri akan tampak pula bercak-bercak hiperdens di
parenkim otak (salt and pepper). Pungsi lumbal tidak dilakukan karena tekanan
intra kranial yang tinggi dapat menimbulkan herniasi tentorial.
Penanggulangan terdiri dari trepanasi dan evakuasi hematoma.
Karena subdural hematoma sering disertai cedera otak berat lain, maka
dibandingkan dengan epidural hematoma, prognosisnya lebih jelek. (5,11)
Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah
kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari
area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi
beberapa aspek dari fungsi bahasa.
Gangguan bahasa bisa berupa:
- Aleksia, hilangnya kemampuan untuk memahami kata-kata yang tertulis
- Anomia, hilangnya kemampuan untuk mengingat atau mengucapkan nama-nama
benda. Beberapa penderita anomia tidak dapat mengingat kata-kata yang tepat,
sedangkan penderita yang lainnya dapat mengingat kata-kata dalam fikirannya,
tetapi tidak mampu mengucapkannya.
Disartria merupakan ketidakmampuan untuk mengartikulasikan kata-kata dengan
tepat. Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian otak yang mengendalikan otototot yang digunakan untuk menghasilkan suara atau mengatur gerakan dari alatalat vokal.
Afasia Wernicke merupakan suatu keadaan yang terjadi setelah adanya kerusakan
pada lobus temporalis. Penderita tampaknya lancar berbicara, tetapi kalimat yang
keluar kacau (disebut juga gado-gado kata). Penderita menjawab pertanyaan
dengan ragu-ragu tetapi masuk akal.
Pertanyaan : Ini gambar apa? (anjing mengonggong)
Jawaban : A-a-an-j-j-, eh bukan, a-a..aduh..b-b-bin, ya binatang, binatang..bb..berisik
Pada afasia Broca (afasi ekspresif), penderita memahami arti kata-kata dan
mengetahui bagaimana mereka ingin memberikan jawaban, tetapi mengalami
kesulitan dalam mengucapkan kata-kata. Kata-kata keluar dengan perlahan dan
diucapkan sekuat tenaga, seringkali diselingi oleh ungkapan yang tidak memiliki
arti. Penderita menjawab pertanyaan dengan lancar, tetapi tidak masuk akal.
Pertanyaan : Bagaimana kabarmu hari ini?
Jawaban : Kapan? Mudah sekali untuk melakukannya tapi semua tidak terjadi ketika
matahari terbenam.
Tabel: Jenis Afasia
Penetapan berdasarkan kemampuan
Bicara spontan Pengertian berbahasa Pengulangan kata / kalimat Penyebutan nama
benda
Wernicle
Broca
Konduksi
Global
Anomi Lancar
Tak lancar
Lancar
Tak lancar
Lancar Buruk
Baik
Baik
Buruk
Baik Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Baik Buruk
Buruk
Baik
Buruk
Buruk
Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang
disebut sindroma Wernicke-Korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut
(sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama. Kedua hal tersebut
terjadi karena kelainan fungsi otak akibat kekurang vitamin B1 (tiamin).
Mengkonsumsi sejumlah besar alkohol tanpa memakan makanan yang
mengandung tiamin menyebabkan berkurangnya pasokan vitamin ini ke otak.
Penderita kekurangan gizi yang mengkonsumsi sejumlah besar cairan lainnya atau
sejumlah besar cairan infus setelah pembedahan, juga bisa mengalami ensefalopati
Wernicke.
Penderita ensefalopai Wernicke akut mengalami kelainan mata (misalnya
kelumpuhan pergerakan mata, penglihatan ganda atau nistagmus), tatapan
matanya kosong, linglung dan mengantuk. Untuk mengatasi masalah ini biasanya
diberikan infus tiamin. Jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Jika serangan
ensefalopati terjadi berulang dan berat atau jika terjadi gejala putus alkohol, maka
amnesia Korsakoff bisa bersifat menetap. Hilangnya ingatan yang berat disertai
dengan agitasi dan delirium.
Penderita mampu mengadakan interaksi sosial dan mengadakan perbincangan
yang masuk akal meskipun tidak mampu mengingat peristiwa yang terjadi
beberapa hari, bulan atau tahun, bahkan beberapa menit sebelumnya.
Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest
atau ensefalitis akut. Pemberian tiamin kepada alkoholik kadang bisa memperbaiki
ensefalopati Wernicke, tetapi tidak selalu dapat memperbaiki amnesi Korsakoff. Jika
pemakaian alkohol dihentikan atau penyakit yang mendasarinya diobati, kadang
kelainan ini menghilang dengan sendirinya. (8
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim._____. Cedera Kepala: Penatalaksanaan Fase Akut.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/16PenatalaksanaanFaseAkut077.pdf/16Pe
natalaksanaanFaseAkut077.html
2. Arif, et al, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.
3. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC,
Jakarta.
4. Basuki, Endro, Sp.BS,dr; 2003, Materi Pelatihan GELS (General Emergency Life
Support), Tim Brigade Siaga Bencana (BSB), Jogjakarta.
5. Sari, et al. 2005. Chirurgica Re-Package+ Edition. Jogjakarta, Tosca Enterprise.
6. http://www.fleshandbones.com/readingroom/pdf/883.pdf
7. http://www.boa.ac.uk/PDF%20files/NICE/NICE%20head%20injury
%20guidelines.pdf
8. Harsono, 2000. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta, Gajah Mada University Press.
9. Morales, D. 2005. Brain Contusion. www.emedicine.com
10. McDonald, D.K., 2006. Epidural Hematoma. www.emedicine.com