Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dampak keberhasilan ini sejalan dengan tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan
yang tertuang dalam undang-undang No 23 Tahun 1992 yakni tercapainya derajat kesehatan
individu atau masyarakat secara optimal. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada
saat ini berdampak pada keberhasilan pembangunan kesehatan, terutama pada meningkatnya
umur harapan hidup yang mana menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia.1 Hasil
Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan
jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada tahun 2010
atau 9,6 persen dari jumlah penduduk. Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN) Kemkes tahun 2014, Umur Harapan Hidup (UHH) manusia Indonesia semakin
meningkat dimana diharapkan terjadi peningkatan UHH dari 70,6 tahun pada tahun 2010
menjadi 72 tahun pada tahun 2014 yang akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur usia
penduduk. Dengan meningkatnya jumlah Lansia maka akan membutuhkan penanganan yang
serius karena secara alamiah Lansia itu mengalami kemunduran, baik secara fisik, biologi,
maupun psikologis. Menurunnya fungsi berbagai organ tubuh akan membuat Lansia menjadi
rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis, keadaan ini akan membuat
meningkatnya presentase keterbatasan fisik pada lanjut usia, Selain itu masih banyak Lansia
yang mengalami ketergantungan fisik, tidak dapat lagi melakukan aktivitas sehari-hari sendiri
oleh karena adanya penyakit. Berdasarkan data Riskedas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007.
Penyebab kematian pada usia lanjut bergeser ke penyakit degeneratif.1,2
Penuaan penduduk dunia di negara berkembang dan negara maju sebenarnya merupakan
indikator meningkatnya kesehatan global. Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun
1990 sebesar 11,3 juta jiwa (6,4%) meningkat menjadi 15,3 juta (7,4%) pada tahun 2000.
Kemudian pada tahun 2012, persentase penduduk lansia adalah 7,56%. Pada tahun 2020
diperkirakan jumlah lansia akan meningkat menjadi 28,8 juta atau 11,34% dari total jumlah
penduduk.2
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai
akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah
otak yang terganggu (WHO, 1989).3
1.2.
Tujuan
Dengan adanya program kunjungan ke pasien, diharapkan Puskesmas dapat mengetahui
lebih banyak dan mendalam mengenai setiap pasien yang selama ini menggunakan layanan
pengobatan di Puskesmas. Dengan demikian pula Puskesmas dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien-pasien yang termasuk dalam ruang lingkup daerah kerja Puskesmas. Sehingga tujuan
kerja Puskesmas sebagai lembaga pelayanan kesehatan menjadi semakin terpenuhi.
1.3.
Metode
Program ini dilaksanakan dengan metode observasi dan survey, dikarenakan program ini
melakukan pendekatan langsung ke pasien dan mengadakan kunjungan ke rumah pasien yang
bersangkutan, serta memberikan beberapa pertanyaan yang menyangkut dengan kesehatan pasien
dan keluarganya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat dari
adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang
terganggu (WHO, 1989).3
2.2. Etiologi
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang
menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai
satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam
darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.3
2.3. Klasifikasi
Klasifikasi Berdasarkan Penyebab:
o Stroke Iskemik
Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah.. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa
terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian
besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah,
kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
o Stroke Hemoragik
Pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak
(subarachnoid hemorrhage). Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah :
(intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang meliputi
pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya
disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangkan sebagai stroke.3
3
penyakit jantung, penyakit pembuluh darah tepi, hematokrit tinggi, dan lain-lain.
Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obatobatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok
2.5. Patofisiologi
Trombosis (penyakit trombo oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan
yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang
dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.3
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel sel ototnya
menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan
atau tempat tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat tempat
khusus tersebut. Pembuluh pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang
makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah
menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali
mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli,
atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan
4
sempurna.3
Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung.
Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan
menyumbat bagian bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus
2.6. Diagnosis
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami
stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama,
dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan
melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan
menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya
tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.3
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi
tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin
bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi: Tumor otak,
abses otak (kumpulan nanah di dalam otak karena bakteri atau jamur), sakit kepala migraine,
perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma, meningitis atau encephalitis, overdosis
karena obat tertentu, ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga
menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
5
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat
dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan mulai
memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG
( elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke. The
American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf
untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi
agresif mungkin diperlukan.
2.7. Penatalaksanaan
a. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan
resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian
cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.3
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap
dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
b. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat
dilakukan keluarga.3
Stroke Iskemik
Terapi umum:3
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
6
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam
10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-
25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi
kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik),
Terapi khusus:3
Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder
training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.3
Terapi fase subakut:
Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya.
Penatalaksanaan komplikasi,
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
Prevensi sekunder
Edukasi keluarga dan Discharge Planning
2.8. Pencegahan
Pencegahan yang dimaksud mencakup pencegahan primer, sekunder, dan tersier,
pencegahan primer dilakukan pada lansia sehat, terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan
promosi kesehatan. Jenis pelayanan pencegahan primer adalah program imunisasi (seperti
influenza), konseling untuk berhenti merokok dan minum alkohol, dukungan nutrisi, kegiatan
fisik ringan yang sesuai, keamanan di dalam dan sekitar rumah, manajemen stress, dan
penggunaan medikasi yang tepat.
Kemudian pencegahan sekunder meliputi pemeriksaan terhadap penderita yang belum
menunjukkan gejala klinis dan memiliki faktor risiko. Jenis pelayanan pencegahan sekunder
antara lain kontrol hipertensi, deteksi dini dan terapi kanker, dan skrining terdiri dari
pemeriksaan rektal, mamogram, papsmear, dan sebagainya.
Dan pencegahan tersier adalah pencegahan yang dilakukan kepada penderita yang sudah
menunjukkan gejala penyakit atau kecacatan. Tujuannya dalah mencegah bertambahnya
kecacatan, ketergantungan, dan menyediakan sarana perawatan bertahap dimulai dari perawatan
di rumah sakit, rehabilitasi di rawat jalan, dan pelayanan perawatan jangka panjang.
BAB III
MATERI
Puskesmas
: Cikampek
: 342
Identitas Pasien:
a. Nama
b. Umur
c. Jenis Kelamin
: Ny. J
: 74 tahun
: Perempuan
10
d. Pekerjaan
e. Pendidikan
f. Alamat
II.
III.
IV.
V.
VI.
: buruk
: baik
: pegal-pegal
: hipertensi
: tidak ada
: tidak ada
: baik
: baik
: 3 orang
: tidak ada
: keluarga (secara musyawarah)
: tidak ada
: Puskesmas, Alternatif,
: Kurang
: Permanen
: keramik di kamar ,dapur dan ruang tamu
: 35 m2 (1 tingkat)
: Baik (4 lampu)
: cukup
: cukup
: ada, cukup baik
: ada
: air gallon isi ulang
: tidak ada
: tidak ada
: ada
: ada
: cukup baik
: baik
: kurang (malas ke puskesmas/ RS)
a.
b.
c.
d.
e.
VII.
VIII.
Tingkat pendidikan
Hubungan antar anggota keluarga
Hubungan dengan orang lain
Kegiatan organisasi sosial
Keadaan ekonomi
: sedang
: baik
: baik
: baik
: sedang
Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh
b. Lain-lain
: Sunda
:-
Hubungan
Umur
L/P Pernikaha
n
IX.
X.
XI.
Totok
2
3
4
Julehah
Saeful
Rizki
Kepala
Keluarga
Istri
Anak 1
Anak 2
Pendidika
n
Pekerjaan
75 th
Menikah
D3
Pensiunan
74 th
47 th
39 th
P
L
P
Menikah
Menikah
Menikah
SMP
D3
S1
I.R.T.
karyawan
karyawan
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
OS terkena stroke 2 tahun lalu, lumpuh pada seluruh tubuh bagian kiri, tangan dan kaki sulit
digerakkan, bicara sudah mulai membaik, namun aktifitas menjadi terhambat, memerlukan
bantuan orang lain dalam aktifitas sehari-hari. Tidak minum obat teratur.
XII.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum
:
: Tampak lemas
Kesadaran
: Compos mentis
Berat badan
: 40 kg
12
Tinggi badan
: 149 cm
Tanda vital :
Tekanan darah
: 160/100 mmHg
Nadi
: 78x/mnt
Frekuensi nafas
: 20x/mnt
Suhu
: 36.9oC
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Normocephali
Mata : Pupil isokor diameter 4mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
THT : dalam batas normal
Leher : KGB tidak membesar, Tiroid tidak membesar, JVP 5+3 cm
Thorax : cor: BJ I/II murni regular m(-) g(-)
Pulmo : SN Vesikuler wh(-/-) Rh (-/-)
Abdomen: Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas:
Inspeksi : ekstrimitas kiri tampak lebih kurus daripada kanan
Palpasi : nyeri tekan -/-, Motorik lengan dan tungkai kiri
Perkusi : reflex fisiologis (+/+) reflex patologis (-/-)
XIV.
XV.
XVI.
Diagnosis Penyakit
:
Hemiparesis Sinistra e.c. Post Stroke
Diagnosis Keluarga
XVII.
a.
b.
c.
d.
XVIII.
Pemeriksaan Penunjang
:
Diusulkan pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan kadar lipid
: Tidak Ada
Prognosis:
a. Penyakit
b. Keluarga
c. Masyarakat
: Dubia Ad malam
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
13
XIX.
Resume :
Ny.J, 74 tahun, dengen keluhan utama tubuh sebelah kiri sulit digerakkan sejak 2 tahun lalu,
dan keluhan tambahan nafsu makan menurun, aktifitas menurun. OS terkena stroke 2 tahun
lalu, lumpuh pada seluruh tubuh bagian kiri, tangan dan kaki sulit digerakkan, bicara sudah
mulai membaik, namun aktifitas menjadi terhambat, memerlukan bantuan orang lain dalam
aktifitas sehari-hari. Tidak minum obat teratur. Terdapat riawayat keluarga hipertensi (+).
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, dan pada pemeriksaan
ekstrimitas terlihay ekstrimitas kiri tampak lebih kurus daripada kanan, nyeri tekan -/-,
motorik lengan dan tungkai kiri .
BAB IV
PEMBAHASAN & PENYELESAIAN MASALAH
4.1 Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
Sesuai dengan pendekatan dokter keluarga, maka penatalaksaan terbagi atas promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif
14
15
Edukasi kepada pasien dan keluarga bahwa kelemahan pada ekstrimitas merupakan sisa dari
stroke perlu ditekankan supaya baik pasien ataupun keluarga memiliki kesadaran bahwa
kondisi yang dialami merupakan sisa dari penyakit dan dapat dikurangi efek sampingnya.
Pasien juga harus tetap dimotivasi untuk menambah semangat hidup dengan cara rutin
mengikuti posyandu lansia untuk memiliki kesempatan bersosialisasi dengan teman sebaya.
Rutin mengikuti posyandu lansia juga membantu memantau kondisi kesehatan pasien seperti
tekanan darah, gula darah, dan berat badan setiap bulannya supaya penyakit degeneratif dapat
terdeteksi sejak dini dan mencegah berulangnya serangan stroke.
Pasien ini tidak rutin control dan tidak meminum obat teratur, sehingga disarankan agar
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan lengkap dan kembali mengkonsumsi obat sesuai
dengan penyakit degenerative yang diderita pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Puskesmas Santun Lanjut Usia bagi petugas Kesehatan. Direktorat bina kesehatan
komunitas ditjen bina kesehatan masyarakat kementrian kesehatan RI. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI. 2010.
16
2. Depkes RI. Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Usila tahun 2000. Jakarta: Direktorat Jiwa
Depkes RI. 2000.
3. American Heart Association. Stroke. Journal of The American Heart Association.:
2011;42:517-584. Dipublikasi online pada tanggal: 2 Desember 2010. Diunduh dari:
http://stroke.ahajournals.org/content/42/2/517. Pada tanggal 1 September 2014.
LAMPIRAN
17