You are on page 1of 10

PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP
DOKTER INDONESIA

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Pembimbing :
dr. Kadek Suliastuty
Disusun oleh :
dr. Kintami

Unit Gawat Darurat (UGD)


RSUD Patut Patuh Patju
Lombok Barat, NTB
November 2015 November 2016
Nama Peserta : dr. Kintami

Nama Wahana : RSUD Patut Patuh Patju (IGD)


Topik: Ketoasidosis Diabetikum
Tanggal (kasus) : 29
Desember 2015
Nama Pasien : Tn AS , 50
tahun

No. RM : -

Tanggal Presentasi :

Pendamping : dr. Kadek Suliastuty

Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan

O Ketrampilan

O Penyegaran

Tinjauan
Pustaka

O Diagnostik

Manajemen

O Masalah

O Istimewa

O Neonatus

O Bayi

O Anak

O Remaja

Dewasa

O Lansia

O Deskripsi : Ketoasidosis Diabetikum


O Tujuan : Memahami patofisiologi dan tatalaksana pada pasien dengan
ketoasidosis diabetikum
Bahan
Bahasan

Tinjauan
Pustaka

O Riset

O Kasus

O Audit

Cara
Membahas

O Diskusi

Presentasi dan
diskusi

DATA PASIEN

Nama : Tn. AS

Nomor Registrasi : -

Nama klinik :
UGD

Telp : -

Terdaftar sejak : -

O Email

O Pos

Data utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis : Ketoasidosis Diabetikum
Gambaran klinis : penurunan kesadaran, riwayat sering terbangun untuk
kencing malam hari, RR 36x/menit, bibir kering.
2. Riwayat pengobatan : 3. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat hipertensi dan DM tidak diketahui

4. Riwayat keluarga : Riwayat hipertensi dan DM pada keluarga tidak diketahui


5. Riwayat pekerjaan : tidak bekerja
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama istri, anak,
menantu, dan cucu
Daftar Pustaka
1. Soewondo, Pradana. Ketoasidosis diabetic. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009. P 1906-1910
2. American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes
Care 2004;27(1):94-102
3. Bakta IM, Suastika IK. 1999. Ketoasidosis diabetic. Gawat Darurat di Bidang
Penyakit Dalam. Penerbit Buku KEdokteran EGC. Jakarta
4. Kapita Selekta Indonesia. 2001. Ketoasidosis Diabetik. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indoesia.h.606-610
5. Willie T Ong, AnnaLiza R, et al. 2013. Expanded Medicine Blue Book 5th
Edition. Philippine.
Hasil Pembelajaran
1. Memahami penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum

SUBJEKTIF:
3 bulan SMRS menurut keluarga pasien sering merasa mudah lapar dan
sehari makan bisa sampai 6 kali sehari. Namun pasien merasa berat badan
menurun. Selain itu pasien sering haus sehingga minum banyak dan sering
kencing dan sering terbangun untuk kencing malam hari 7 kali sehingga
mengganggu tidur pasien. 2 hari SMRS, pasien sering mengeluh sesak nafas,
namun sesak nafas tidak memberat dengan aktifitas. Selain itu pasien
mengeluh dada berdebar-debar, rasa mual, namun tidak ada nyeri dada, tidak
ada sakit kepala, tidak muntah dan tidak ada batuk . 2 jam SMRS pasien
diantar oleh keluarga ke puskesmas dengan keluhan penurunan kesadaran
sejak 2 jam SMRS. Pasien terlihat gelisah dan tidak nyambung bila diajak
berbicara. Menurut keluarga pasien terlihat sesak nafas dan berkeringat
banyak. Tidak ada demam. Pasien tampak lemah. Buang air kecil sehari 4-5
kali sehari, berwarna kuning jernih, tidak nyeri, tidak ada darah, volume
sekitar gelas aqua. Buang air besar 1 kali sehari, warna dan konsistensi
normal, tidak ada nyeri dan tidak ada darah.
OBJEKTIF :

a. Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : Delirium, GCS E3M5V3
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Tanda vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi

: 90 kali/menit, teratur, kuat, penuh

- SpO2
- Laju nafas

: 97%
: 36 kali/menit

- Suhu aksila : 36,5oC


Kepala
Mata : Konjungtiva pucat (-), sklera anikterik
Hidung : Deformitas (-), discharge (-), nafas cuping hidung (-)
Bibir : Kering
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba
Thorax
Paru/
Inspeksi

: Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: Gerak nafas simetris, Fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara nafas vesicular (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)


Jantung/
Inspeksi
Palpasi
sinistra
Perkusi

: ictus cordis tidak terlihat


: ictus cordis teraba di ICS IV linea mid clavicular
: kesan kardiomegali (-)

Auskultasi

: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop

(-)
Abdomen/
Inspeksi

: datar, tidak tampak massa

Auskultasi: bising usus (+), 4 kali permenit


Palpasi
tekan (-)
Perkusi

: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri


: timpani (+)

Extremitas
Akral hangat +/+ , edema -/b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
WBC : 12.95
RBC : 3.97
HGB : 10.5

GDS : 498
SGOT : SGPT : -

HCT : 29.6%

Ureum: 78

MCV : 82.3

Creatinin: 2.1

MCH : 25.2

Natrium : -

MCHC : 30.2

Kalium : -

PLT : 137

Klorida : -

Urinalisis :
BJ : 1.020
Leukosit : 3
Keton : +1
Urobilinogen : -

pH : 7,20
Protein : +4
BIlirubin : Eritrosit : -

ASSESMENT
Pasien laki-laki 50 tahun dengan Ketoasidosis Diabetikum
Dasar diagnosis:
Anamnesis: Ada penurunan kesadaran , sesak nafas, badan lemah 2 jam
SMRS. Riwayat pasien sering merasa mudah lapar, namun berat badan
menurun, sering merasa haus dan sering kencing dalam 3 bulan SMRS.
Pemeriks aan Fisik:
Kesadaran : Delirium , GCS E3M5V3, Bibir kering
Laju nafas: 36 kali/menit
Pemeriksaan Penunjang:
GDS= 498, WBC=12.95, Urinalisis : protein +3, keton +1, dan leukosit 3

Definisi

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes


mellitus yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi.
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius dari Diabetes Mellitus
Tipe 1. KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat
angka kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting
untuk menghindari terjadinya KAD.
Ketoasidosis

diabetik

(KAD)

adalah

keadaan

dekompensasi

kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan


ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD
dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang
serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis
osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai
menyebabkan syok.

Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut
atau

relatif

ketokolamin,

dan

peningkatan

kortisol,

dan

hormon

hormone

kontra

regulator

pertumbuhan);

(glukagon,

keadaan

tersebut

menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel
tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia
sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala
dan tanda klinis KAD dapat dkelompokkan menjadi dua bagian yaitu :

Akibat hiperglikemia

Akibat ketosis

Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem


homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam
jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin
dan peningkatan kadar hormon kontra

regulator terutama epinefrin,

mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibat lipolisis


meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam

lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel
hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama adalah
asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan
normal kadar 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda
keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar
tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel,
member

signal

untuk

proses

perubahan

glukosa

menjadi

glikogen,

menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak


bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses
oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi
tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber
energi utama sel.
Resistensi

insulin

juga

berperan

dalam

memperberat

keadaan

defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin,


meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan
elektrolit dan asam-basa dapat mengganggu sensitivitas insulin.
Tanda dan Gejala Klinis
Gejala-gejala dari KAD berupa: (1) dehidrasi: kekeringan di mulut dan
hilangnya elastisitas kulit, (2) napas berbau kecut/asam, (3) mual-mual,
muntah-muntah, dan rasa sakit di perut, (4) napas berat, (5) tarikan napas
meningkat, (6) merasa sangat lemah dan mengantuk.
Gambaran keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului KAD
serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi.
Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD
anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu
berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung.
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis,
delirium, atau depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma

perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia,


trauma, infeksi, minum alcohol).
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Walaupun faktor
pencetusnya adalah infeksi, kebanyakan pasien tidak mengalami demam.
Bila dijumpai nyeri abdomen perlu dipikirkan kemungkinan kolesistisis,
iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak
menunjukkan respons yang baik terhadap pengobatan KAD maka perlu dicari
kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses perirektal).
PLANNING

Diagnosis :
Ketoasidosis Diabetikum
Diagnosis Banding :
Hiperosmolar Hiperglikemik Stage
Penatalaksanaan :
a. Saran pemeriksaan
Pro pemeriksaan darah lengkap cito, urinalisis cito, GDS cito,
analisis gas darah, elektrolit serum, ureum creatinine, SGPT,
SGOT, profil lipid.
Pro pemeriksaan GDS per jam
Pro EKG
b. Tatalaksana di UGD
Oksigen 4 L/menit
IVFD 2 line NaCl 0,9% 2000cc loading
Inj Ondancentron 2 mg IV
Inj Ranitidine 50 mg IV
Novorapid 20 IU IV inisial, dilanjutkan 4 IU per jam sampai GDS
<250 mg/dL
Pasang kateter urin balans cairan

Pendidikan :
Dilakukan kepada pasien dan keluarga pasien untuk membantu proses
penyembuhan dan pemulihan. Pemberian edukasi untuk dilakukan evaluasi
terhadap penyakit diabetes melitus tipe II yang diderita pasien, dan
pemberian edukasi untuk kontrol secara rutin.
Konsultasi :
Dilakukan secara rasional perlunya konsultasi dengan dokter spesialis
penyakit dalam untuk kontrol dan tatalaksana lebih lanjut
Rujukan : Kontrol :
Dilakukan oleh spesialis penyakt dalam

You might also like