You are on page 1of 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga tugas laporan tutorial 2 tentang Resin Akrilik dapat terselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan laporan ini melibatkan bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. drg. Rendra Christiedy P, MDSc selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi
tutorial dan memberi masukan kelompok VIII Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Mengingat proses pembuatan karya tulis ilmiah ini dirasa masih jauh dari
kesempurnaan, kami selalu membuka diri untuk menerima kritik dan saran. Selanjutnya,
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Jember, 11 Mei 2015


Kelompok VIII

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................1
Daftar Isi .................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ..3
1.2.Skenario ................................................................................................3
1.3.Rumusan Masalah .................................................................................4
1.4.Tujuan Pembelajaran..............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1

2.1 Resin Akrilik..........................................................................................5


2.2 Komposisi Akrilik.................................................................................5
2.3 Proses Polimerisasi Akrilik...................................................................7
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Mapping ...............................................................................................10
3.2. Klasifikasi, Komposisi, Sifat dan Syarat Resin Akrilik.......................10
3.3. Proses Manipulasi dan Polimerisasi...................................................22
3.4 Faktor yang Mempengaruhi Manipulasi Resin Akrilik......................30
3.5 Pengaplikasian Resin Akrilik dalam Kedokteran Gigi.......................30
3.6 Biokompatibilitas Resin Akrilik.........................................................32
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................36

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Resin akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus
strukturnya. Resin akrilik merupakan resin termoplastis, yaitu persenyawaan
komponen non metalik yang dibuat secara sintetis dari bahan-bahan organik. Resin ini
dapat dibentuk selama masih dalam keadaan plastis dan mengeras apabila dipanaskan
karena tejadi reaksi polymerisasi adisi antara polymer dan monomer.
Hingga saat ini resin akrilik masih sering digunakan sebagai bahan basis gigi
tiruan karena memenuhi beberapa kriteria sebagai bahan yang ideal untuk basis gigi
tiruan. Resin akrilik dipakai karena bahan ini memiliki sifat yang menguntungkan,
yaitu estetika terpenuhi, warna dan tekstur mirip dengan gingiva sehingga estetika di
dalam mulut baik, daya serap air relatif rendah dan perubahan dimensi kecil.
Resin sudah begitu luas digunakan sebagai pembuat basis gigi tiruan, restorasi
gigi (resin komposit), peralatan ortodonsia dan pedodonsia, mahkota dan jembatan
(resin akrilik atau resin komposit), protesa maksilofasial, dai lepasan, pelindung mulut

1.2

untuk atlet, sendok cetak, dan sebagai splin.


Skenario
RESIN AKRILIK
2

Mahasiswa semester II Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember saat ini sedang
mengikuti skill lab Ilmu Bahan dan Teknologi Kedokteran Gigi I. Acara skill lab kali
ini adalah membuat basis gigi tiruan dari bahan resin akrilik. Sebelum acara dimulai
instruktur meminta semua mahasiswa untuk menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan untuk manipulasi resin akrilik dan mencatat tahapan-tahapan yang
dilakukan. Salah satu mahasiswa bertanya apa semua tahapan perlu dicatat mulai
kejadian saat mencampur, kapan saat yang tepat saat flasking, cara polimerisasinya,
proses setting sampai cara pemulasnya. Instruktur menjawab ya termasuk
menjelaskan tipe resin akrilik, macam polimerisasi, bagaimana terjadinya proses
polimerisasi, biokompatibilitasnya serta kelebihan dan kekurangannya.

1.3.

Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

1.4.

Apa klasifikasi, komposisi, sifat dan syarat yang baik dari resin akrilik?
Bagaimana proses manipulasi dan polimerisasi dari resin akrilik?
Apa saja faktor yang mempengaruhi pemanipulasian dari resin akrilik?
Apa saja pengaplikasian resin akrilik dalam Kedokteran Gigi?
Bagaimana biokompatibilitas resin akrilik?
Tujuan Pembelajaran

1. Mengetahui, memahami dan menjelaskan klasifikasi, komposisi, sifat dan syarat yang
baik dari resin akrilik.
2. Mengetahui, memahami dan menjelaskan proses manipulasi dan polimerisasi dari
resin akrilik.
3. Mengetahui, memahami dan menjelaskan faktor yang mempengaruhi pemanipulasian
dari resin akrilik.
4. Mengetahui, memahami dan menjelaskan pengaplikasian resin akrilik dalam
Kedokteran Gigi.
5. Mengetahui, memahami da menjelaskan biokompatibilitas pada resin akrilik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Resin Akrilik
Akrilik merupakan derivat dari etilen dan mengandung grup vinyl (-C=C-) dalam

formula strukturalnya. Akrilik resin atau resin akrilik telah tersedia di beberapa variasi dan
bentuk yang terbagi atas 3 yaitu:
1. Powder-Liquid.
2. Gels
3. Sheet
Penggunaan powder liquid dalam bentuk bubuk atau cairan pada saat ini merupakan
tipe yang paling popular. Ini karena penggunaannya cukup sederhana dalam hal prosedur
maupun prosesnya, dan suatu basis gigi tiruan selesai diproses didalam dental laboratorium
dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Bubuk polimer dilarutkan di dalam cairan
monomer untuk membentuk suatu dough lalu dibentuk sesuai kegunaannya sebelum
polimerisasi selesai.
Resin akrilik yang digunakan sebagai basis gigi tiruan diklasifikasi menurut
spesifikasi American Dental Association No. 12 (ISO 1567) untuk Resin Basis Gigi Tiruan
pada umumnya plastik yang dilapisi oleh beberapa spesifikasi termasuk asetil, akrilik,
karbonat, ester asam dimetakrilat, styrene, sulfonat dan vinil polimer atau bisa juga terbentuk
dari pencampuran beberapa polimer menjadi kopolimer.
Terdapat lima jenis resin basis gigi tiruan berdasarkan cara polimerisasinya yaitu:
1)
Tipe I : Heat-polymerizable polymers / Heat Cured Acrylic (Class 1, Powder dan
2)
3)
4)
5)
2.2

Liquid ; Class 2, Plastic Cake)


Tipe II : Autopolymerizable polymers / Self Cured Acrylic (Class 1, Powder dan
Liquid ; Class 2, Powder dan Liquid pour- tipe resin)
Tipe III : Thermoplastic blank or powder
Tipe IV : Light activated materials / Visible Light Cured
Tipe V : Microwave-cured materials
Komposisi Akrilik
Akrilik ini terdiri dari 2 bagian yaitu bubuk polimer dan cairan monomer.
Komposisi bubuk polimer adalah poli( metil metakrilat ), organic peroxide initiator,

agen titanium dioksida dan pigmen inorganik ( untuk warna ).


Bubuk polimer yaitu poli( metil metakrilat ) adalah resin transparan yang dapat
menyalurkan cahaya dalam range ultraviolet hingga yang mempunyai wavelength 250nm. Ia
mempunyai kekerasan dari 18 hingga 20 Knoop Number. Kekuatan tensilnya dianggarkan
4

dalam 60 Mpa, ketumpatannya adalah 1.19 g/cm2 dan modulus elasticity dianggarkan 2.4
Gpa (2400 Mpa).
Polimer ini sangat stabil. Ia tidak mengalami diskolorisasi dalam cahaya ultraviolet,
secara kimiawi stabil dalam panas dan melembut pada 125C dan dapat dibentuk seperti
bahan termoplastik. Depolimerisasi terjadi pada suhu di antara 125C dan 200C. Sekitar suhu
450C, 90% polimer telah terdepolimerisasi membentuk monomer.
Poli (metil metakrilat) mempunyai kecenderungan untuk meresap air melalui proses
imbibisi. Ini karena, struktur non-kristalinnya mempunyai tenaga internal yang tinggi. Jadi,
diffusi molekul dapat terjadi dengan mudah karena tidak memerlukan tenaga aktivasi yang
banyak. Disebabkan poli (metil metakrilat) adalah polimer yang linear seperti yang
ditunjukkan oleh gambar 1, ia dapat larut dalam beberapa pelarut organik seperti kloroform
dan aseton.

Gambar 1 : Gambaran struktur kimia metil metakrilat dan poli(metil metakrilat).


(From : Craig RG, Powers JM. Restorative Dental Materials. 11th Ed.Missouri : Mosby Inc
2002 : 272)
Komposisi cairan monomer adalah metil metakrilat, hidroquinon inhibitor untuk
mencegah polimerisasi spontan, dimethacrylate atau agen cross linked, organic amine
accelerator dan dyed synthetic fibers ( untuk estetik). Agen cross linked ditambahkan pada
monomer agar terjadi ikatan kovalen antara 2 rantai ketika berlakunya polimerisasi.
Cross linked polimer akrilik adalah lebih kaku, lebih tahan terhadap perubahan suhu
dan lebih tahan larut dibandingkan dengan polimer yang non cross linked. Cross linked
polimer juga lebih tahan terhadap surface cracking atau crazing didalam mulut dan tahan
terhadap keterlarutan dalam pelarut organik seperti etanol. Ia juga lebih mudah digrind dan
dipolish. Cairan monomer adalah metil metakrilat yaitu suatu cairan bening pada suhu
ruangan yang mempunyai sifat fisikal berikut :
a. Berat molekul : 100 u
b. Suhu lebur : - 48C
c. Suhu didih : 100.8C
d. Ketumpatan : 0.945 g/mL pada 20C
e. Tenaga polimerisasi : 12.9 kcal/mol
Metil metakrilat menunjukkan tekanan uap yang tinggi dan merupakan pelarut organik
yang baik. Struktur molekul metil metakrilat ditunjukkan oleh gambar 2.
5

Gambar 2 : Gambaran struktur kimia metil metakrilat.


(From : Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed.
Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 290)
2.3

Proses Polimerisasi Akrilik


Resin akrilik berpolimerisasi melalui reaksi polimerisasi tambahan. Pada reaksi ini,

tidak terjadi perubahan komposisi tetapi menghasilkan molekul raksasa dalam ukuran yang
hampir tidak terbatas. Proses polimerisasi jenis ini terdiri dari 4 tahap seperti yang dapat
dilihat pada gambar 3 yaitu:
a.
Aktivasi (Induksi) : Untuk memulai proses polimerisasi tambahan, haruslah terdapat
radikal bebas. Radikal bebas dapat dihasilkan dengan mengaktifkan molekul monomer
dengan sinar UV, sinar biasa, panas, atau pengalihan energi dan komposisi lain yang
b.

bertindak sebagai radikal bebas.


Inisiasi (Penyebaran) : Reaksi rantai harus berlanjut dengan terbentuknya panas,
sampai semua monomer telah diubah menjadi polimer. Meskipun demikian, reaksi

c.

polimerisasi tidak pernah sempurna.


Propagasi (Pengalihan rantai) : Reaksi rantai dapat diakhiri dengan baik dengan cara
penggabungan langsung atau pertukaran atom hidrogen dari satu rantai yang tumbuh

d.

ke rantai yang lain.


Terminasi (Pengakhiran) : Keadaan aktif diubah dari satu radikal aktif menjadi suatu
molekul tidak aktif, dan tercipta molekul baru untuk pertumbuhan selanjutnya.
Masa yang diperlukan untuk campuran resin akrilik mencapai konsistensi dough-like

dinamakan dough forming time. Spesifikasi American Dental Association No.12 menyatakan
bahwa konsistensi ini harus dicapai kurang dari 40 menit setelah pengadukan. Dalam
penggunaan klinik, biasanya hanya mengambil masa kurang dari 10 menit. Minimum masa
yang diambil untuk resin akrilik self cure berpolimerisasi adalah 30 menit.

Gambar 3 : Reaksi polimerisasi resin akrilik.


(From: Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed.
Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 291)
Terdapat beberapa sifat fisik polimer yang dapat dipengaruhi oleh perubahan dalam
temperatur dan lingkungan serta komposisi, struktur, dan berat molekul suatu polimer:
1. Makin tinggi temperatur, polimer makin lunak dan lemah
2. Makin tinggi berat molekul, makin tinggi sifat fisiko mekanik suatu polimer
Self cure resin akrilik diaktivasi oleh bahan kimia penurun (reducing agent) yang
disebut initiator yang ditambahkan pada cairan monomer. Bahan kimia ini yang selalu
digunakan adalah tertiary aromatic anime. Reducing agent ini bereaksi dengan benzoyl
peroxide pada suhu kamar untuk menghasilkan radikal bebas peroksida, yang akan
menginisiasi proses polimerisasi monomer. Cara inisiasiradikal bebas untuk ketiga tiga jenis
resin akrilik ditunjukkan oleh gambar 4.

Gambar 4 : Cara inisiasi radikal bebas untuk induksi polimerisasi resin akrilik.
(From: Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed.
Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 292)
Perbedaan paling jelas antara self cure dan heat cure akrilik adalah pada proses
aktivasi (induksi) polimerisasi. Heat cure diaktivasi oleh panas, sedangkan self cure diaktivasi
oleh bahan kimia.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mapping
Resin

Alami

Sintetik
Akrilik

Komposisi

Sifat

Klasifikasi
8

Faktor-faktor yang
mmpengaruhi

Manipulasi
Aplikasi
Biokompatibilitas
Polimerisasi
Kedokteran
Propagansi
Terminasi
AInisiasi
klimasi
Gigi

3.2 Klasifikasi, Komposisi, Sifat dan Syarat yang Baik dari Resin Akrilik
Klasifikasi Resin Akrilik
Resin akrilik dibedakan atas empat jenis yaitu heat cured acrylic resin, pour and cure
resin, visible light cured acrylic resin, dan cold cure acrylic resin. Heat cured acrylic resin
adalah resin akrilik yang memerlukan energi panas untuk polimerisasi bahan-bahan tersebut
dengan menggunakan perendaman air di dalam waterbath, jenis resin akrilik panas lain
menggunakan proses polimerisasi dengan gelombang mikro. Bahan-bahan ini terdiri dari
bubuk dan cairan yang setelah pencampuran dan pemanasan berikutnya akan memadat.
Visible light cured acrylic resin adalah resin akrilik yang diaktifkan dengan sinar yang terlihat
oleh mata. Material ini tersusun dari matriks dari urethane dimethacrylate yang tersusun dari
kandungan kecil dari acrylic beads yang menjadi bagian dari struktur jaringan polimer
interpretating. Cold cure acrylic resin adalah resin akrilik yang diaktifkan suatu bahan kimia
lain yang ditambahkan pada monomer yaitu tertiary amine misalnya dumethyl p-Toluidine
(CH3C6H4N(CH3). Bahan ini dikenal sebagai aktivator. Setelah polimer dicampur dengan
polimer, aktivator akan bereaksi dengan inisiator membentuk radikal bebas dan polimerisasi
mulai terjadi pada termperatur kamar. Selain itu juga ada pour and cure resins adalah cold
cure resin dengan cairan yang cukup ketika telah tercampur dapa dituang menjadi cetakan
yang terbuat dari hidrokoloid.
A. Heat Cured (Resin Akrilik Polimerisasi Panas)
Merupakan resin akrilik yang polimerisasinya dengan bantuan pemanasan. Energi
termal yang diperlukan dalam polimerisasi dapat diperoleh dengan menggunakan
perendaman air atau microwave. Penggunaan energy termal menyebabkan
dekomposisi peroksida dan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk
akan mengawali proses polimerisasi ( Ecket, dkk., 2004).
B. Resin Akrilik Swapolimerisasi ( Self- Cured) Autopolymerizing
9

Merupakan resin akrilik yang teraktivasi secara kimia.Resin yang teraktivasi


secara kimia tidak memerlukan penggunaan energy termal dan dapat dilakukan pada
suhu kamar. Aktivasi kimia dapat dicapai melalui penambahan amintersier terhadap
monomer. Bila komponen powder dan liquid diaduk, amintersier akan menyebabkan
terpisahnya benzoil peroksida sehingga dihasilkan radikal bebas dan polimerisasi
dimulai ( Ecket, dkk., 2004).
C. Resin Akrilik Polimerisasi Microwave
Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam rentang frekuensi
megahertz untuk mengaktifkan proses polimerisasi basis resin akrilik. Prosedur ini
sangat disederhanakan pada tahun 1983, dengan pengenalan serat kaca khusus, cocok
untuk digunakan dalam oven microwave. Resin akrilik dicampur dalam bubuk yang
tepat, dalam waktu yang sangat singkat sekitar 3 menit. Kontrol yang cermat dari
waktu dan jumlah watt dari oven adalah penting untuk menghasilkan resin bebas pori
dan memastikan polimerisasi lengkap ( Ecket, dkk., 2004).
D. Resin Akrilik Polimerisasi Cahaya
Resin akrilik diaktifkan cahaya, yang juga disebut resin VLC, adalah kopolimer
dari dimetakrilat uretan dan resin akrilik kopolimer bersama dengan silika microfine.
Proses polimerisasi diaktifkan dengan menempatkan resin akrilik yang telah dicampur
dalam moldable di model master pada sebuah meja berputar, dalam ruang cahaya
dengan intensitas cahaya yang tinggi dari 400-500 nm, untuk periode sekitar 10 menit
( Ecket, dkk., 2004).
Ciri-ciri yang lain dari berbagai macam resin akrilik yaitu sebagai berikut:
a. Heat Cured Acrylic Resin
Inisisasi terjadi pada temperatur 750C-1000C yaitu ketika benzoyl dan phenyl

terbentuk untuk menginisiasi polimerisasi pada resin.


Mempunyai stabilitas warna yang baik.
Membutuhkan waktu pemanasan selama 7 jam pada suhu 70 0C dan 3 jam pada

suhu 1000C (pada polimerisasi konvensional).


b. Self Cured Acrylic Resin
Memiliki daya absorbsi yang lebih besar dari heat cured acrylic resin
Lebih porous, kekuatannya hanya 80%, kurang resisten terhadap abrasi dan

berisi lebih banyak monomer yang tidak bereaksi dibanding heat cured resin
Digunakan dalam reparasi gigi tiruan, re-lines, dan piranti orthodonti
10

c. Light Cured Resin Acrylic


Mengandung matriks urethane dimethacrylate dengan kopolimer akrilik
Komposisi
Komposisi resin akrilik secara umum adalah sama, yaitu terdiri dari bubuk polimer
dan cairan monomer. Namun pada resin jenis tertentu, memiliki beberapa bahan tambahan.
Berikut adalah komposisi resin akrilik:

1. Polimer:
a. Poli(metil metakrilat)
Bubuk polimer yaitu poli( metil metakrilat ) adalah resin transparan yang dapat
menyalurkan cahaya dalam range ultraviolet hingga yang mempunyai wavelength 250nm. Ia
mempunyai kekerasan dari 18 hingga 20 Knoop Number. Kekuatan tensilnya dianggarkan
dalam 60 Mpa, ketumpatannya adalah 1.19 g/cm2 dan modulus elasticity dianggarkan 2.4
Gpa (2400 Mpa).
Polimer ini sangat stabil. Ia tidak mengalami diskolorisasi dalam cahaya ultraviolet, secara
kimiawi stabil dalam panas dan melembut pada 125C dan dapat dibentuk seperti bahan
termoplastik. Depolimerisasi terjadi pada suhu di antara 125C dan 200C. Sekitar suhu
450C, 90% polimer telah terdepolimerisasi membentuk monomer.
Poli (metil metakrilat) mempunyai kecenderungan untuk meresap air melalui proses
imbibisi. Ini karena, struktur non-kristalinnya mempunyai tenaga internal yang tinggi. Jadi,
diffusi molekul dapat terjadi dengan mudah karena tidak memerlukan tenaga aktivasi yang
banyak. Ia dapat larut dalam beberapa pelarut organik seperti kloroform dan aseton.
b. Initiator
Initiator merupakan suatu bahan yang berfungsi untuk mengaktifkan reaksi
polimerisasi resin akrilik. Bahan initiator yang biasa ditemukan adalah berupa 0.2 - 0.5%
benzoil peroksida. Substansi ini akan mengalami pemutusan ikatan oleh karena adanya
pemicu seperti panas pada heat-cured, kimia pada self-cured, dan cahaya pada light-cured.
Pemutusan ikatan satu benzoil peroksida akan menghasilkan dua buah radikal bebas. Radikal
bebas inilah yang nantinya akan mengikat monomer-monomer sehingga terjadilah reaksi
polimerisasi.
c. Pigmen
Zat pigmen pada resin akrilik akan membuat resin akrilik dapat memiliki bermacam
warna, yaitu transparan yang menyerupai warna gigi, atau pink yang menyerupai gingiva.

11

Beberapa sedian bahwa mengandung serat-serat merah sehingga menyerupai pembuluh darah.
Zat pigmen dapat berupa merkuri sulfit, cadmium sulfit, cadmium selenit, dan ferric oxide.
d. Plasticizer
Plasticizer adalah zat additif untuk menambah kefleksibilitasan resin akrilik. Zat ini
dapat berupa dibutil pthalat
.
e. Opacifiers
Tujuan bagi penambahan opacifiers adalah untuk memastikan resin akrilik terlihat di
dalam sinar-X apabila tertelan. Opacifiers yang biasa digunakan adalah zinc atau titanium
oxide.
f. Bahan tambahan
Bahan yang umumnya ditambahkan pada resin akrilik adalah serat sintetis/organik
(serat nilon atau serat akrilik) dan partikel inorganik, seperti serat kaca, zirkonium silikat.
Adanya penambahan bahan-bahan ini biasanya dilakukan untuk merubah sifat fisik dan
menkanik, seperti penambahan serat kaca akan menyebabkan densitas resin akan akrilik
semakin meningkat.
2. Monomer
a. Metil metakrilat
Cairan monomer adalah metil metakrilat, yaitu suatu cairan bening pada suhu ruangan
yang mempunyai sifat fisikal berikut:

Berat molekul : 100 u

Suhu lebur : - 48C

Suhu didih : 100.8C

Ketumpatan : 0.945 g/mL pada 20C

Tenaga polimerisasi : 12.9 kcal/mol


Metil metakrilat menunjukkan tekanan uap yang tinggi dan merupakan pelarut organik

yang baik.
b. Stabilizer
Terdapat sekitar 0.003 0.1% metil ether hydroquinone untuk mencegah terjadinya
proses polimerisasi selama penyimpanan.
c. Plasticizer: dibutil pthalat
d. Bahan untuk memacu ikatan silang (cross-linking agent)
12

Cross-linked agent dapat berupa etilen glikol dimetakrilat (EGDMA). Bahan ini
berpengaruh pada sifat fisik polimer dimana polimer yang memiliki ikatan silang bersifat
lebih keras dan tahan terhadap pelarut.
Pada Heat Cured Acrylic Resin atau Resin akrilik polimerisasi panas dimana resin
akrilik yang memerlukan energi panas untuk polimerisasi bahan-bahan tersebut, memiliki
komposisi :
Powder dan Liquid
o Terdiri dari partikel polimer yang berbentuk pearls atau beads berisi poli (methyl
methacrylate)
Initiator : benzoil peroxide
Pigmen
Opacifiers: titanium/zinc oksida
Plasticizer: Dibutyl phthalate
Fiber sintetik: nylon/akrilik
Stabilisator : talc dan gelatin, agar partikel tidak bersatu
Zat warna : mercuric sulfide, cadmium sulfide, cadmium selenide
Liquid :
o Metil metakrilat
o Inhibitor : hydroquinone, untuk mencegah polimerisasi oleh panas, sinar dan pengaruh
o
o
o
o
o
o
o

oksigen
o Plasticizers : ester-ester dengan BM rendah, agar hasil akhir lebih lunak.
Pada Light Curing Acrylic Resin, komposisi akrilik ini yaitu mengandung matriks urethane
dimethacrylate dengan kopolimer akrilik, bahan pengisinya adalah silica microfine dan sistem
fotoinitiatornya berupa camphorquinone amine.

b.
c.
d.

Sifat Resin Akrilik


Berat Molekul
Polimer : 500.000 1.000.000 ; monomer : 100
Absorbsi air : 2%
Thermal conductivity resin acrylic rendah dibandingkan logam
Acrylic mengalami pengerutan waktu polimerisasi dan pendinginan. Pengerutann

e.

liniernya sebesar 0,47-0,56%.


Acrylic tidak larut dalam pelarut asam, basa lemah, dan pelarut organic, tetapi larut

f.
g.
h.

dalam keton dan ester.


Acrylic menyerap air sebesar 0,45 mg/cm2
Sifat estetika cukup baik karena dapat diberi warna sesuai kebutuhan.
Acrylic tidak mempunyai warna serta bau serta tidak menimbulkan gejala alergi

i.

sehingga jaringan mulut dapat menerima dengan baik.


Acrylic mempunyai sifat cold flow, yaitu apabila acrylic mendapat beban atau tekanan

j.

terus menerus dan kemudian ditiadakan, maka akan berubah bentuk secara permanen
Resin akrilik mempunyai dimensional stability yang baik, sehingga dalam kurun

k.

waktu tertentu bentuknya tidak berubah


Porositas

a.

13

Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik yang telah
mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas menyebabkan efek negatif terhadap
kekuatan dari resin akrilik. Dimana resin akrilik ini mudah porus
Dari komposisinya
A. Sifat dari Methyl Methacrylate Monomer
1. Transparan, mudah menguap pada suhu ruangan
2. Mempunyai aroma yang manis
3. Sifat fisik :
melting point
: 480C
Boiling point
: 1000C
Density
: 0,945 g/ml pada suhu 200C
Heat of polymerization
: 12,9 Kcal/mol
Volume penyusutan saat polomerisasi
: 21 %
B. Sifat dari (Poly) Methyl Methacrylate
1. Tidak mempunyai rasa dan aroma
1. Warna sesuai dengan jaringan rongga mulut
2. Impact Strength naik jika ditambahkan plasticizer
3. Modulus elastisitasnya 2400 Mpa
4. Dapat mereabsorbsi air 0,6 mg/cm2
5. Tidak larut dalam air dan cairan rongga mulut, namun larut pada keton, ester dan
aromatic & chlorinated hydrocarbon
(Rao,J Jyotsna.2014.Quick Review Series for BSD 2nd Years,2e.India:Elsevier)
Sifat-sifat fisik resin acrylic:
a. Hardness sebesar 16-22 KHN yang artinya acrylic mudah terkikis dan tergores.
b. Thermal conductivity resin acrylic rendah dibandingkan logam. Penghantaran panasnya
sebesar 5,7x10-4/detik/cm/0C/cm2
c. Acrylic mengalami pengerutan waktu polimerisasi dan pendinginan. Penerutannya liniernya
sebesar 0,47-0,56%.
d. Acrylic tidak larut dalam pelarut asam, basa lemah, dan pelarut organic, tetapi larut dalam
keton dan ester.
e. Adhesi acrylic terhadap logam rendah sehingga perlu suatu ikatan mekanis seperti undercut
atau permukaan yang kasar.
f. Acrylic menyerap air sebesar 0,45 mg/cm2 yang bias menyebabkan ekspansi linier.
g. Sifat estetika cukup baik karena dapat diberi warna sesuai kebutuhan.
h. Acrylic tidak mempunyai warna serta bau serta tidak menimbulkan gejala alergi sehingga
jaringan mulut dapat menerima dengan baik.
i. Acrylic mempunyai sifat cold flow, yaitu apabila acrylic mendapat beban atau tekanan terus
menerus dan kemudian ditiadakan, maka akan berubah bentuk secara permanen.
j. Retak (crazing), dapat timbul retak retak di permukaan akrilik. Hal ini bisa disebabkan
tensile stress yang menyebabkan terpisahnya molekul molekul polimer.
Sifat Mekanis Resin Akrilik:
Kekuatan Tensil / tarik
14

Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas adalah 55 MPa


Kekuatan Impak
Kekuatan impact adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan beban dinamis atau

mendadak yang dapat menyebabkan patah atau rusak. Kekuatan impak resin akrilik
polimerisasi panas adalah 1 cm kg/cm. Resin akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif
rendah dan apabila gigitiruan akrilik jatuh ke atas permukaan yang keras kemungkinan besar
akan terjadi fraktur.
Fatique
Resin akrilik memiliki ketahanan yang relatif buruk terhadap fraktur akibat fatique.
fatique basis resin akrilik polimerisasi panas adalah 1,5 juta lengkungan sebelum patah
dengan beban 2500 lb/in2 pada stress maksimum 17 MPa
Crazing
Crazing merupakan terbentuknya goresan atau keretakan mikro. Crazing pada resin
transparan menimbulkan penampilan berkabut atau tidak terang. Pada resin berwarna,
menimbulkan gambaran putih
Kekerasan
Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15 kg/mm 2. Nilai
kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak dibandingkan dengan logam
dan mengakibatkan basis resin akrilik cenderung menipis
Sifat-sifat fisik basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas :
1. Pengerutan
Kepadatan massa bahan akan berubah dari 0,94 menjadi 1,19g/cm. Ketika monomer
metilmetakrilat

terpolimerisasi

untuk

membentuk

poli(metilmetakrilat).

Perubahan

menghasilkan pengerutan volumetrik sebesar 21%. Akibatnya, pengerutan volumetrik yang


ditunjukkan oleh massa terpolimerisasi sekitar 6-7% sesuai dengan nilai yang diamati dalam
penelitian laboratorium dan klinis.
2. Perubahan Dimensi
Proses akrilik yang baik akan menghasilkan stabilitas dimensi yang baik. Teknik injection
moulding menunjukkan stabilitas dimensi yang baik dibandingkan dengan teknik
compression moulding. Garfunkel dan Anderson dkk (1988) menyatakan bahwa dari hasil
penelitian menunjukkan perubahan dimensi pada injection moulding lebih rendah
dibandingkan dengancompression moulding.
3. Konduktivitas Termal
Konduktivitas termal adalah pengukuran termofisika mengenai seberapa baik panas
dihantarkan melalui suatu bahan. Basis resin memiliki konduktivitas termal yang rendah yaitu
0,0006 (C/cm).
4. Solubilitas
15

Meskipun basis gigi tiruan resin larut dalam berbagai pelarut, basis resin umumnya
tidak larut dalam cairan yang terdapat dalam rongga mulut.
5. Penyerapan Air
Bahan resin akrilik mempunyai sifat yaitu menyerap air secara perlahan-lahan dalam
jangka waktu tertentu.Resin akrilik menyerap air relatif sedikit ketika ditempatkan pada
lingkungan basah. Namun, air yang terserap ini menimbulkan efek yang nyata pada sifat
mekanik, fisik dan dimensi polimer. Nilai penyerapan air sebesar 0,69 mg/cm. Umumnya
mekanisme penyerapan air yang terjadi adalah difusi. Difusi adalah berpindahnya suatu
substansi melalui rongga yang menyebabkan ekspansi pada resin atau melalui substansi yang
dapat mempengaruhi kekuatan rantai polimer. Umumnya, basis gigi tiruan memerlukan
periode 17 hari untuk menjadi jenuh dengan air.
6. Porositas
Adanya gelembung permukaan dan di bawah permukaan dapat mempengaruhi sifat
fisik, estetika dan kebersihan basis gigi tiruan. Porositas cenderung terjadi pada bagian basis
gigi tiruan yang lebih tebal. Porositas disebabkan oleh penguapan monomer yang tidak
bereaksi dan berat molekul primer yang rendah, disertai temperatur resin mencapai atau
melebihi titik didih bahan tersebut. Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan adonan
resin akrilik yang homogen, perbandingan polimer dan monomer yang tepat, proses
pengadukan yang terkontrol dengan baik serta waktu pengisian bahan ke mould yang tepat.
Macam-macam porositas menurut Philips:
Shrinkage porosity : Kelihatan seperti gelembung yang tidak beraturan dan bisa
terdapat diseluruh massa resin akrilik, didalam ataupun dipermukaan gigi tiruan. Hal
ini disebabkan karena mould yang tidak terisi adonan dengan penuh atau apabila pada

proses curing adonan tidak menerima tekanan yang cukup.


Gaseus porosity/ Internal porosity : Gelembung kecil halus yang biasanya terdapat
pada bagian yang tebal dan bagian yang jauh dari sumber panas, disebabkan karena
massa akrilik yang belum berpolimerisasi. Secara tiba-tiba dimasukkan dalam air
mendidih dan suhu bisa naik sampai 100,3C (titik didih monomer) dan menyebabkan
monomer yang menguap tidak bisa keluar udaranya sehingga terjadi pembentukan
gelembung.
7. Stabilitas Warna
Resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan stabilitas warna yang baik. Yulin Lai,

dkk (2003) mempelajari stabilitas warna dan ketahanan terhadap stain dari nilon, silikon serta
dua jenis resin akrilik dan menemukan bahwa resin akrilik menunjukkan nilai diskolorisasi
yang paling rendah setelah direndam dalam larutan kopi
Syarat yang Baik untuk Resin Akrilik
1 Tidak toksis dan tidak mengiritasi.
16

2
3
4
5

Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.


Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian yang tipis.
Temperatur pelunakan harus diatas temperatur yang tertinggi dari makanan dan minuman
Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress tidak mudah

mengalami perubahan bentuk yang permanent.


6 Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah jika terbentur
atau jatuh.
7 Mempunyai fatigue strength tinggi sehingga akrilik dapat dipakai sebagai bahan restorasi
yang cukup lama.
8 Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi.
9 Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah dipigmen. Warna
yang diperoleh hendaknya tidak luntur.
10 Radio-opacity, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengan sinar x jika tertelan.
11 Tidak boleh menghasilkan uap atu debu toksik selama penanganan dan manipulasi
12 Mudah direparasi jika patah.
13 Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam mulut.
14 Mudah dibersihkan
15 Biaya resin dan penanganannya haruslah rendah, dan proses tersebut tidak memerlukan
peralatan kompleks serta mahal
Selain itu syarat resin dalam kedokteran gigi yaitu:
1. Biologis : tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak toksik, dan tidak mengiritasi jaringan

rongga mulut, tidak boleh larut dalam saliva atau cairan lain yang dimasukkan ke dalam
mulut, dan tidak dapat ditembus cairan mulut.
2. Fisik : memiliki kekuatan dan kepegasan serta tahan terhadap tekanan gigit atau
pengunyahan, tekanan benturan, serta keausan berlebihan yang dapat terjadi di dalam
rongga mulut. Resin akrilik jugalah harus stabil dimensinya dibawah semua keadaan,
termasuk perubahan termal serta variasi-variasi dalam beban.
3. Estetik : menunjukkan transluensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok dengan
penampilan jaringan mulut yang digantikan, harus dapat diwarnai atau dipigmentasi, dan
harus tidak berubah warna atau penampilan setelah pembentukan.
4. Karakteristik penanganan : tidak boleh menghasilkan uap atu debu toksik selama

penanganan dan manipulasi, mudah diaduk, dimasukkan, dibentuk, dan diproses, mudah
dipoles, dan pada keadaan patah yang tidak disengaja, resin harus dapat diperbaiki
dengan mudah dan efisien.
5. Ekonomis : biaya resin dan penanganannya haruslah rendah, dan proses tersebut tidak

memerlukan peralatan kompleks serta mahal


Kelebihan dan Kekurangan Resin Akrilik
17

A. Heat Cured Acrylic (Resin akrilik teraktivasi)


a). Kelebihan:
- nilai estetis yang unggul dimana warna hasil akhir akrilik sama dengan
warna jaringan lunak rongga mulut.
- Selain itu resin akrilik ini tergolong mudah dimanipulasi.
- dan harga terjangkau.
b). Kekurangan:
- daya tahan abrasi atau benturan masih tergolong rendah.
- fleksibilitas juga masih rendah.
- dan hasil akhir dari manipulasi akrilik akan terjadi penyusutan volume
(Combe, 1992).
B. Self Cured Acrylic (Resin akrilik Teraktivasi Kimia)
a). Kelebihan:
-

mudah dilepaskan dari kuvet.


fleksibilitas lebih tinggi dari tipe1.
pengerutan volume akhir tergolong rendah karena proses polimerisasi

dari tipe ini tergolong kurang sempurna.


b). Kekurangan:
- elastisitas dari tipe initergolong kurang dari tipe I, kemudian karena
digunakan bahan kimia hal tersebut dapat mengiritasi jaringan rongga
mulut.
- dari segi ekonomis lebih mahal (Combe, 1992).
C. Light Cured Acrylic (Resin Akrilik teraktivasi Cahaya)
a). Kelebihan:
- penyusutan saat polimerisasi rendah.
- hasil akhir manipulasi dapat dibentuk dengan baik.
- resin ini dapat dimanipulasi dengan peralatan sederhana.
b). Kekurangan:
-

elastisitas dari resin akrilik ini kecil dan penggunaan sinar UV pada

resin ini dapat merusak jaringan rongga mulut (Combe, 1992).


D. Microwave Cured Acrylic (Resin Akrilik Teraktivasi Kimia)
a). Kelebihan:
- waktu pemanasan yang dibutuhkan sangat singkat.
- perubahan warna kecil.
- sisa monomernya lebih sedikit di karenakan polimerisasinya lebih
sempurna.
b). Kekurangan:
- resin akrilik ini masih dapat menyerap air.
18

- harga cukup mahal karena manipulasinya menggunakan peralatan


canggih ( Combe, 1992).
Perbandingan heat cured acrylic dan self cured acrylic
Heat cured acrylic

Self cured acrylic

Aktivasi dengan energi termal


Tidak

mengandung

aktivator

Aktivasi dengan akselerator kimia


meskipun Mengandung

aktivator

seperti

dimetil

komposisi sama dengan Self Cured

paratoluidin dan amin tersier

Porositas lebih kecil

Porositas lebih besar karena terlarutnya


udara pada monomer yang
tidak larut pada polimer pada suhu kamar

Lebih kuat dari self cured

Berat molekul lebih rendah sehingga lebih


banyak sisa monomer sekitar 2-5%

Polimer heat cured mempunyai deformasi awal Stabilitas


lebih kecil dan lebih cepat kembali.

warna

jelek,

apabila

diberi

aktivator (amin tersier) dapat


terjadi penguningan setelah beberapa lama.

3.3 Proses Manipulasi dan Polimerisasi


Manipulasi adalah suatu bentuk tindakan atau proses rekayasa terhadap sesuatu dengan
menambah ataupun mengurangi variabel yang berkaitan guna mencapai sifat fisik maupun
mekanik yang dikehendaki. Sebelum diaplikasikan pada pasien, resin akrilik harus diolah dan
dimanipulasi sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria pengaplikasian klinis yang baik.
Secara umum, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memanipulasi resin akrilik,
antara lain:
a) Perbandingan monomer dan polimer
Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5 : 1 satuan
berat. Bila monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh
monomer akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul.
Sebaliknya, monomer juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan
terjadinya kontraksi pada adonan resin akrilik.
19

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa resin akrilik dikemas dalam dua bentuk
yaitu cairan (yang mengandung poli (metil metakrilat)/PMMA yang tidak
terpolimerasi atau dengan kata lain dalam bentuk monomer) dan bubuk ( berupa
PMMA prapolimerasi yang berbentuk butiran-butiran halus. Perbandingan keduanya
sangat penting bila digunakan untuk pengaplikasian di kedokteran gigi, semisal
pembuatan protesa, hal ini dikarenakan konsistensi yang tepat diantara keduanya
mampu menghasilkan sifat fisik dan mekanik yang tepat pula.
Perbandingan yang tidak sesuai antara bubuk dan cairan mampu menyebabkan
pengerutan volumetrik dan pengerutan secara linier. Selain itu keadaaan dimana:
a. Konsentrasi Bubuk > Cairan
Keadaan ini mampu menyebabkan terbentuknya granula-granula pada adonan. Hal ini
dikarenakan bubuk tidak sepenuhnya mampu dibasahi oleh cairan
b. Konsentrasi Cairan > Bubuk
Keadaan ini mampu menyebabkan kontraksi pada adonan resin akrilik, akibatnya akan
terjadi perubahan dimensi yang tampak, serta adanya pengerutan volumetrik dan linier
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Akibat yang paling harus diwaspadai dari ketidaktepatan perbandingan ini adalah
mampu menghasilkan monomer sisa. Dimana monomer sisa ini apabila bereaksi
dengan jaringan rongga mulut terutama fibroblas akan menimbulkan respon iritasi, hal
ini

sangat

dihindari

pada

tindakan

kedokteran

gigi

karena

menimbulkan

ketidaknyamanan atau bahkan kerugian bagi pasien. Disamping itu monomer sisa juga
mampu bertindak sebagai plasticizer yang mampu berakibat pada menurunnya sifat
flexibel dari resin dan menurunkan kekuatannya.
Untuk itu,dalam mencapai campuran antara bubuk dan cairan yang tepat.
Perbandingan antara bubuk dan cairan resin akrilik adalah 3:1 dilihat berdasarkan
volumenya.
b) Pencampuran
Cara Mencampur Resin Akrilik

Cara pasif, yaitu tidak dilakukan pengadukan atau pencampuran dengan spatula, tetapi
dilakukan penaburan bubuk akrilik diatas pot porselen yang telah dituangkan

monomer secukupnya, sehingga setiap powder dibasahi oleh liquid.


Cara aktif, yaitu dilakukan pengadukan dengan spatula pada bubuk akrilik yang telah
ditaburkan diatas monomer didalam pot.

20

Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar dicampurkan dalam tempat
yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit sampai mencapai fase dough.( SK
Khindria ,2009) . Pada saat pencampuran ada empat tahapan yang terjadi, yaitu:
Sandy stage adalah terbentuknya campuran yang menyerupai pasir basah.

Sticky stage adalah saat bahan akan merekat ketika bubuk mulai larut dalam

cairan dan berserat ketika ditarik.


Dough stage adalah saat konsistensi adonan mudah diangkat dan tidak melekat
lagi, dimana tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan adonan

ke dalam mould dan kebanyakan dicapai dalam waktu 10 menit.


Rubber hard stage adalah tahap seperti karet dan tidak dapat dibentuk dengan

kompresi konvensional.
c) Pengisian
Tahap ini disebut juga dengan packing, yaitu tahap penuangan resin kedalam mould.
Pada proses manipulasi yang perlu diperhatikan pada tahap pengisian ini adalah
ketepatan bahan mengisi rongga mould. Apabila terjadi keadaan:
a. Overpacking : akibatnya akan berpengaruh terhadap ketebalan berlebih pada
pembuatan basis proteosa yang nantinya akan mempengaruhi posisi elemen gigi
protesa di dalamnya.
b. Underpacking : sedangkan keadaan bahan yang tidak sepenuhnya memenuhi rongga
mould akan mampu menimbullkan porus.
Untuk menghindari over ataupun under packing. Dapat dilakukan dengan pengisian
pada rongga mould secara bertahap. Pada tahap selanjutnya setelah dilakukan
pengisian pada rongga mould adalah dilakukannya press dengan pada kuvet. Kekuatan
press yang diberikan pada kuvet sebesar 1000 psi selama 5 menit kemudian sebesar
2200 psi selamat 5 menit juga. Selama proses press ini biasanya ditemukan flash, yaitu
adanya kelebihan bahan. Flash ini harus dibersihkan dan dipisahakan dengan bagian
resin yang mengisi mould.
Pada saat pengisian kita membutuhkan ruang cetak yang telah disiapkan untuk diisi
dengan acrylic. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam kuvet (pelat logam
yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum rongga tersebut diisi dengan acrylic, lebih dulu
diulasi dengan bahan separator/pemisah, yang umumnya menggunakan could mould seal
(CMS). Ruang cetak diisi dengan akrilik pada waktu adonan mencapai tahap plastis (dough
stage).
Pemberian separator tersebut dimaksudkan untuk:

21

a. Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan ber-polimerisasi di


dalam gips sehingga menghasilkan permukaan yang kasar dan merekat dengan bahan
cetakan/gips.
b. Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic.
Sewaktu melakukan pengisian ke dalam cetakan perlu diperhatikan :
- Cetakan terisi penuh.
- Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini dapat dicapai dengan
cara mengisikan dough sedikit lebih banyak ke dalam cetakan. Selama polimerisasi
terjadi kontraksi yang mengakibatkan berkurangnya tekanan di dalam cetakan.
Pengisian yang kurang dapat menyebabkan terjadi shrinkage porosity.
Ruang cetak diisi dengan acrylic pada tahap adonan mencapai tahap plastis (dough).
Agar merat dan padat, maka dipelukan pengepresan dengan menggunakan alat hydraulic
bench press. Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan berulang-ulang agar rongga cetak
terisi penuh dan padat.
Cara pengepresan yang benar adalah:
1. Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam rongga cetak,
kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas selofan. Pengepresan awal
dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua
bagian kuvet dikembalikan, diselipi kertas selofan.
2. Pengepresan dilakukan lagi seperti di atas, tetapi tekanan ditingkatkan menjadi 1200
psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet
dikembalikan tanpa diselipi kertas selofan.
3. Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian kuvet diambil
dan dipindahkan pada begel.
Setelah dilakukan ini tahap berikutnya adalah dilakukannya curing.
d) Curring.
Proses curring adalah proses terjadinya pengerasan, dimana setiap jenis resin akrilik
memiliki spesialisasi tersendiri.
Heat cured acrylic resin : yaitu terjadinya curring yang diaktivasi oleh adanya
panas.
Self cured acrylic resin : curring cukup dapat dilakukan pada suhu ruang
karena adanya aktivator amin tersier.
Light cured resin : proses curring dicapai dengan dipaparkannya cahaya
tampak.
Ada tiga metode pemasakan resin acrylic, yaitu:
22

1. Kuvet dan Begel dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi air setinggi 5 cm
diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala api hingga mencapai
temperature 700C (dipertahankan selama 10 menit). Kemudian temperaturnya
ditingkatkan hingga 1000C (dipertahankan selama 20 menit). Selanjutnya api
dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature ruang.
2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet dan
beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali (dipertahankan selama 20
menit), api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature ruang.
3. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet dean
beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali. Setelah mendidih api
segera dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit.
Kuvet dan begel yang terletak dalam water bath harus dibiarkan dingin secara
perlahan-lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan kontraksi antara gips dan
acrylic yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Pendinginan secara
perlahan-lahan akan akan memberi kesempatan terlepasnya stress oleh karena
perubahan plastis.
Selama pengisian mould space, pengepresan dan pemasakan perlu dikontrol
perbandingan antara monomer dan polimer. Karena monomer mudah menguap, maka
berkurangnya jumlah monomer dapat menyebabkan kurang sempurnanya polimerisasi
dan terjadi porositas pada permukaan acrylic.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring, yaitu :
a.

Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna, memungkinkan

mengandung monomer sisa tinggi.


b. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer mendidih
pada suhu 100,3 C . Resin hendaknya tidak mencapai suhu ini sewaktu masih
terdapat sejumlah bagian monomer yang belum bereaksi . Reaksi polimerisasi
adalah bersifat eksotermis. Maka apabila sejumlah besar massa akrilik yang
belum dikuring tiba tiba dimasukkan ke dalam air mendidih , suhu resin bisa
naik di atas 100,3 C sehingga menyebabkan monomer menguap . Hal ini
menyebabkan gaseous porosity.
Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan. Pendinginan
dilakukan hingga suhu mencapai suhu kamar. Selama proses ini, harus
dihindari pendinginan secara tiba-tiba karena semalaman pendinginan terdapat
perbedaan kontrasksi antara gips dan akrilik yang menyebabkan timbulnya
stress di dalam polimer. Bila pendinginan dilakukan secara perlahan, maka
23

stress diberi kesempatan keluar akrilik oleh karena plastic deformation.


Selanjutnya resin dikeluarkan dari cetakan dengan hati hati untuk mencegah
patahnya gingiva tiruan, kemudian dilakukan pemolesan resin akrilik (Mc Cabe
JF, 2008)
Proses Manipulasi
Jenis Polimerisasi Resin Akrilik
1.
Reaksi Kondensasi
Reaksi yang menghasilkan polimerisasi pertumbuhan bertahap atau kondensasi
berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2 atau lebih
molekul-molekul sederhana. Senyawa utama bereaksi, seringkali dengan pembentukan
produk sampingan seperti air, asam halogen, dan ammonia.Pembentukan produk
sampingan ini adalah alasan mengapa polimerisasi pertumbuhan bertahap, seringkali
2.

disebut polimerisasi kondensasi


Reaksi Adisi
Tidak seperti polimerisasi kondensasi, tidak ada perubahan komposisi selama
polimerisasi tambahan/adisi. Makromolekul dibentuk dari unit-unit yang kecil, atau
monomer, tanpa perubahan dalam komposisi, karena monomer dan polimer memiliki
rumus empiris yang sama. Dengan kata lain struktur monomer diulangi berkali-kali

dalam polimer
Reaksi yang terjadi sewaktu polimerisasi polimetil metakrilat berlangsung dengan tahap
sebagai berikut :
Aktivasi dan Initiasi
Untuk berlangsungnya polimerisasi dibutuhkan radikal bebas, yaitu senyawa kimia
yang sangat mudah bereaksi karena memiliki electron ganjil (tidak mempunyai pasangan).
Radikal bebas tersebut dibentuk misalnya, dalam penguraian peroksida, dimana satu
molekul benzoil peroksida dapat membentuk dua radikal bebas.Radikal bebas inilah yang
menggerakkan terjadinya polimerisasi dan disebut inisiator. Sebelum terjadi inisiasi,
inisiatornya perlu diaktifkan dengan penguraian peroksida baik dengan sinar, ultraviolet,
panas atau dengan bahan kimia lain seperti tertian amina
Proses yang terjadi pada tahap inisiasi adalah:
Benzoil peroksida menghasilkan dua radikal bebas
Radikal bebas dapat terurai dan menghasilkan radikal bebas lain.
Propagasi
Stadium terjadinya reaksi antara radikal bebas dengan monomer dan mendorong
terbentuknaya rantai polimer. Proses yang terjadi pada tahap ini adalah:
Radikal bebas bereaksi dengan monomer menjadi radikal bebas sehingga monomer
teraktifkan.
24

Monomer teraktifkan dapat bereaksi dengan molekul monomer lain dan seterusnya
menjadi pertumbuhan rantai.
Terminasi
Tahap ini terjadi apabila dua radikal bebas bereaksi membentuk suatu molekul yang
stabil.Pertumbuhan rantai polimer merupakan suatu proses random yaitu sebagian rantai
tumbuh lebih cepat dan sebagian terminasi sebelum yang lainnya sehingga tidak semua
rantai mempunyai panjang yang sama. Terjadi pergerakan rantai polimer dari rantai yang
satu ke rantai lainnya sewaktu menerima beban stress, sehingga semakin panjang rantai
polimer semakin sedikit monomer sisa pada basis gigi tiruan dan proses polimerisadi lebih
sempurna
Tahap-tahap polimerisasi tambahan
1. Induksi
Untuk memulai proses polimerisasi tambahan, haruslah terdapat radikal bebas.
Radikal bebas dapat dihasilkan dengan mengaktifkan molekul monomer dengan sinar
ultraviolet, sinar biasa, panas, atau pengalihan energi dari komposisi lain yang
bertindak sebagai radikal bebas.
Sejumlah substansi yang mampu menghasilkan radikal bebas merupakan inisiator
berpotensi untuk polimerisasi metakrilat. Inisiator yang paling sering digunakan
adalah benzoil peroksida, yang terurai pada temperature yang relative rendah untuk
melepaskan 2 radikal bebas per satu molekul benzoil peroksida. Penguraian benzoil
peroksida, juga disebut aktivasi, terjadi cukup cepat antara 50 dan 100C. Periode
induksi (atau inisiasi) adalah waktu dimana molekul-molekul inisiator menjadi
berenergi atau teraktivasi membentuk radikal bebas yang berinteraksi dengan molekul
monomer.
Proses polimerisasi yang berguna untuk resin gigi umumnya teraktivasi melalui 1 dan
3 proses: panas, kimia dan sinar.
2. Penyebaran
Secara teoritis, reaksi rantai harus berlanjut dengan terbentuknya panas, sampai semua
monomer telah diubah menjadi polimer.
3. Pengakhiran
Reaksi rantai dapat diakhiri baik dengan penggabungan langsung atau pertukaran atom
hydrogen dari satu rantai yang tumbuh ke yang lain.
4. Pengalihan Rantai
Keadaan aktif diubah dari suatu radikal aktif menjadi suatu molekul tidak aktif dan
tercipta molekul baru untuk pertumbuhan selanjutnya. Sebagai contoh, molekul

25

monomer dapat diaktifkan dengan pertumbuhan makromolekul sedemikian rupa


sehingga terjadi pengakhiran. Jadi, dihasilkan suatu nucleus baru untuk pertumbuhan.
3.4 Faktor yang Mempengaruhi Manipulasi Resin Akrilik

Perbandingan antara powder dengan liquid


Jika powder lebih banyak maka pengisian monomer tidak memadai sehingga

terbentuk ruang bebas antara partikel powder yang menyebabkan terjadinya porositas. Jika
terlalu banyak monomer maka akan menghasilkan penyusutan polimerisasi yang berlebih
Pemanasan yang terlalu tinggi dan cepat sehingga sebagian monomer tidak sempat
berpolimerisasi dan menguap membentuk bubbles (bola-bola uap) sehingga bagian

resin yang tebal terdapat bubbles yang terlokalisir.


Ketidakhomogenan resin akrilik selama polimerisasi sehingga bagian yang
mengandung lebih banyak monomer akan menyusut dan membentuk voids (ruang-

ruang hampa udara) dan porositas yang terlokalisir


Kurang lamanya pengepresan sebelum penggodokan maupun selama polimerisasi juga
akan menyebabkan difusi monomer menjadi kurang baik dan membuat voids dengan

porosity internal
Faktor yang mempengaruhi waktu dough stage :
Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan lebih cepat dan lebih cepat

mencapai dough.
Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih cepat terbentuk konsistensi

liat.
Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya dough.
Suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan menyimpan adonan dalam

tempat yang dingin.


Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka waktu dough lebih
singkat.

3.5 Aplikasi Resin Akrilik dalam Kedokteran Gigi


Pembuatan Basis Gigi Tiruan
Resin akrilik digunakan karena memiliki sifat yang menguntungkan yaitu estetik,
warna dan tekstur mirip dengan gingiva sehinggga estetik di dalam mulut baik, daya serap
air relatif rendah dan perubahan dimensi kecil.
Sebagai Bahan Restorasi
Kelebihan resin akrilik untuk bahan restorasi antara lain daya alir tinggi, aplikasi
mudah setting dengan Light Curing selama 10 menit, dan menghasilkan permukaan yang
sangat halus dan mengkilat.
26

Bahan penambah post dam pada full denture


Restorasi gigi ; tambalan, inlay dan laminate (resin komposit)
Splint dan stents
Sebagai individual tray atau sendok cetak perorangan
Sendok cetak resin dibuat untuk menyesuaikan lengkung tertentu sehingga sering

disebut sendok cetak individual. Bahan yang digunakan adalah bahan self-cured resin.
Tetapi akhir-akhir ini sering digunakan bahan resin urethra dimetakrilat yang diaktivasi
sinar..
Peralatan ortodonsia (plat ortodontik) dan Pedodonsia
Sebagai alat ortodonti lepasan
Dipakai sebagai plat dasar alat ortodontik lepasan yang berupa lempengan plat akrilik
berbentuk melengkung mengikuti permukaan palatum atau permukaan lingual lengkung
mandibula. Jenis resin yang dipakai adalah heat curing dan cold curing. Bahan dari cold
curing memiliki berat molekul lebih rendah sehingga pengkerutannya lebih sedikit namun
memiliki porositas lebih banyak sehingga kekuatannya lebih rendah. Cold curing
polimerisasinya lebih cepat sehingga waktu pengolahannya pun singkat. Waktu
pembuatan yang singkat ini membuat bahan ini cocok untuk pembuatan alat ortodontik
lepasan dan untuk reparasi plak akrilik. Selain itu cold curing juga mudah dimanipulasi
dalam pembuatan.
Protesa maksilofasial (obturator pada celah palatal)
Inlay dan post-core pattern
Relining
Relining adalah mengganti permukaan protesa yang menghadap jaringan. Bahan yang
biasa digunakan adalah self-cured. Namun juga digunakan resin yang diaktivasi dengan
energy panas, sinar, atau gelombang mikro yang nantinya akan menghasilkan panas yang
cukup besar dan distorsi basis protesa cenderung terjadi. Tahap awal dari relining itu
membersihkan permukaan yang menghadap jaringan untuk meningkatkan perlekatan
antara resin yang ada dengan bahan relining. Lalu resin yang tepat dimasukkan dan
dibentuk dengan teknik molding tekanan.
Rebasing
Rebasing adalah mengganti keseluruhan basis protesa. Bahan yang biasa digunakan
adalah sel-cured. Caranya adalah bahan self-cured dicampur sampai konsistensi encer
lalu dimasukkan ke daerah yang kan direparasi. Polimerisasi yang timbul akan lebih
sedikit apabila polimerisasi dilakukan di bawah tekanan hydrolic hingga sebesar 250

kN/m pada suhu 40-50oC.


Die lepasan
Pelindung Mulut untuk atlet
27

3.6 Biokompatibilitas Resin Akrilik


Biokompatibilitas adalah kemampuan suatu bahan untuk tidak menimbulkan respon
biologis yang merugikan jika bahan tersebut diletakkan di dalam tubuh. Setiap bahan dapat
dikategorikan sebagai suatu bahan yang biokompatibel, tergantung pada fungsi fisik dan
reaksi biologis yang dihasilkan dari pengaplikasian bahan tersebut. Suatu bahan tidak dapat
dilihat secara umum sebagai bahan yang biokompatibel untuk penggunaan di semua jaringan
bagian tubuh, karena setiap jaringan hidup yang berinteraksi akan memberikan respon
biologis yang berbeda.
Biokompatibilitas suatu bahan dapat meliputi derajat sitotoksisitas, mutagenitas dan
potensinya dalam menimbulkan keganasan. Uji biokompatibilitas dilakukan pada bahan yang
akan diletakkan pada tubuh manusia. Reaksi jaringan tubuh terhadap bahan sangat bervariasi
tergantung kepada tipe bahan. Bahan yang dapat berfungsi saat berkontak dengan cairan
biologis atau jaringan hidup dengan menimbulkan reaksi penolakan yang minimal oleh tubuh
disebut bahan yang biokompatibel.
Pengujian biokompatibilitas suatu bahan dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
Pengujian yang dilakukan secara in vitro, yaitu tanpa melibatkan organ hidup, dilakukan pada
sel, enzim, atau system biologis yang terisolasi. Uji bahan secara in vitro sebagian besar
dibagi menjadi pengujian untuk mengetahui sitoksitas dan pertumbuhan sel, mengukur
metabolism dan fungsi sel serta mengukur efek mutagenitas bahan pada sel.
Penelitian secara in vitro harus dapat mencerminkan respon secara in vivo dari sel atau
paling tidak hanya terdapat perbedaan kecil yang mungkin ada pada in vitro dan in vivo.
Pengukuran toksisias secara in vitro merupakan suatu peristiwa yang terjadi dalam lingkup
sel. Akan tetapi, pembentukan kembali reaksi farmakokinetik kompleks yang terjadi secara in
vivo sangatlah sulit. Terdapat berbagai perbedaan yang signifikan dari waktu pemaparan dan
konsentrasi dari agen percobaan, jumlah perbedaan konsentrasi, penetralan, dan ekskresi.
Banyak substansi nontoksik in vitro akan menjadi toksik secara in vivo atau sebaliknya karena
telah dipengaruhi oleh berbagai enzim, salah satu contohnya adalah enzim liver. Untuk itu
perlu dilakukan percobaan dan penelitian bahwa agen yang berpotensial toksik mencapai sel
secara in vitro dalam bentuk yang sama dan waktu yang sama ketika dalam percobaan in vivo.
Pembuktian ini mungkin perlu menggunakan tambahan pengolahan agen dengan purified
liver microsomal enzyme preparation, hepatosit teraktivasi, atau modifikasi genetic dari sel
target. Respon sel terhadap bahan toksik berbeda-beda. Misalnya jika secara in vitro berupa
perubahan sel yang bertahan hidup atau metabolisme, secara in vivo (reaksi inflamasi,
fibrosis, dan lain-lain), atau respon sistemik (pyrexia, pelebaran pembuluh darah, dan alergi).
28

UJI BIOKOMPATIBILITAS BAHAN KEDOKTERAN GIGI


Tujuan uji biokompatibilitas adalah untuk menghilangkan produk atau komponen produk
potensial yang dapat merugikan atau merusak jaringan mulut atau maksilofasial. Uji
biokompatibilitas dikelompokkan menjadi 3 tingkatan (baris) (Anusavice, 2003).
1. Kelompok I (Uji Primer)
Uji primer terdiri atas evaluasi toksik dimana bahan kedokteran gigi dalam keadaan segar
atau tanpa diproses ditempatkan langsung pada biakan sel jaringan atau membran (penghalang
seperti lempeng dentin) yang menutupi sel jaringan biakan yang bereaksi terhadap efek dari
produk atau komponen yang merembes melalui penghalang (Anusavice, 2003).
Uji Genotoksik
Sel mamalia atau nonmamalia, bakteri, ragi atau jamur digunakan untuk menentukan apakah
mutasi gen, perubahan dalam struktur kromosom atau perubahan asam deoksiribonukleat lain,
atau perubahan genetik disebabkan oleh bahan, alat dan ekstrak dari bahan yang diujikan
(Anusavice, 2003).
2. Kelompok II (Uji Sekunder)
Pada tingkat ini, produk dievaluasi terhadap potensinya untuk menciptakan toksisitas
sistemik, toksisitas inhalasi, iritasi kulit dan sensitivitas serta respons implantasi. Dalam uji
toksisitas sitemik seperti uji dosis letal rata-rata untuk rongga mulut (LD 50), sampel bahan
yang diujikan diberikan setiap hari pada tikus selama 14 hari baik secara oral maupun
dimasukkan dalam makanannya. Bila 50% tikus-tikus tersebut tetap hidup, produk tersebut
lolos uji (Anusavice, 2003).
Uji toksisitas kulit adalah penting karena banyaknya jumlah substansi kimia, tidak hanya
produk kedokteran gigi, yang berkontak dengan kita setiap hari. Sekali bahan, produk atau
komponen toksik teridentifikasi, bisa diganti, diencerkan, dinetralkan dan dikelasi untuk
mengurangi resiko keracunan (Anusavice, 2003).
Uji toksisitas inhalasi dilakukan pada tikus, kelinci atau marmot dalam kamar pemajanan
dengan preparat aerosol melalui cara menyemprotkan bahan disekitar kepala dan saluran
pernapasan atas dari binatang tersebut. Binatang-binatang tersebut dipajankan selama 30 detik
terhadap penyemprotan terus menerus yang diulangi lagi setelah istirahat 30 menit. Setelah 10
kali pemajanan terus menerus, binatang-binatang tersebut diamati selama 4 hari. Bila ada
binatang yang mati dalam 2-3 menit, bahan tersebut dianggap amat toksik. Bila tidak ada
binatang yang mati, bahan tersebut cenderung tidak berbahaya bagi manusia (Anusavice,
2003).
Uji Implantasi
Penggunaan teknik implan secara in vivo, juga mempertimbangkan sifat fisik produk, seperti
bentuk, kepadatan, kekerasan, dan kehalusan permukaan yang dapat mempengaruhi karakter
29

respons jaringan. Untuk implantasi subkutan dan otot, bahan uji implan dikemas dalam
berbagai tube plastik (variasi polietilen, atau teflon). Untuk implantasi tulang, korteks lateral
dari tulang femur atau tibia atau keduanya dibuka, dan dibuat lubang dengan menggunakan
bur putaran rendah, intermiten, dibawah irigasi larutan salin fisiologis untuk mencegah panas
berlebihan pada tulang (Anusavice, 2003).
3. Kelompok III (Uji Penguunaan Pra-klinis)
Suatu produk dapat disetujui FDA setelah berhasil memlalui uji primer dan uji sekunder
berdasarkan bahwa produk tersebut tidak membahayakn manusia. (Anusavice,2003).

BAB IV
KESIMPULAN

Resin akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus
strukturnya. Resin Akrilik dibagi menjadi empat jenis yaitu heat cured (resin akrilik
polimerisasi panas), resin akrilik swapolimerisasi (Self- Cured) autopolymerizing, resin
akrilik polimerisasi microwave dan resin akrilik polimerisasi cahaya. Akrilik ini terdiri dari 2
bagian yaitu bubuk polimer dan cairan monomer.
Komposisi bubuk polimer adalah poli(metil metakrilat), organic peroxide initiator,
agen titanium dioksida dan pigmen inorganik (untuk warna). Komposisi cairan monomer
adalah metil metakrilat, hidroquinon inhibitor untuk mencegah polimerisasi spontan,
dimethacrylate atau agen cross linked, organic amine accelerator dan dyed synthetic fibers
( untuk estetik). Agen cross linked ditambahkan pada monomer agar terjadi ikatan kovalen
antara 2 rantai ketika berlakunya polimerisasi.
Proses manipulasi resin akrilik itu sendiri yaitu pengukuran dimana membandingkan
monomer dan polymer, pengisian, curring. Serta tahapan manipulasi yaitu induksi/aktivasi,
inisiasi, propagansi serta terminansi.
30

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi manipulasi resin akrilik yaitu


perbandingan antara powder dengan liquid, pemanasan, ketidakhomogenan resin akrilik serta
waktu pengepresan. Sedangkan yang mempengaruhi waktu dough ada ukuran dan berat
molekul, plastisizer, suhu dan perbandingan monomer dan polymer.
Resin sudah begitu luas digunakan sebagai pembuat basis gigi tiruan, restorasi gigi
(resin komposit), peralatan ortodonsia dan pedodonsia, mahkota dan jembatan (resin akrilik
atau resin komposit), protesa maksilofasial, dai lepasan, pelindung mulut untuk atlet, sendok
cetak, dan sebagai splin.
Biokompatibilitas adalah kemampuan suatu bahan untuk tidak menimbulkan respon
biologis yang merugikan jika bahan tersebut diletakkan di dalam tubuh. Jadi biokompatibilitas
pada resin akrilik diharapkan resin akrilik tidak menimbulkan respon biologis yang merugikan
bila digunakan.

Daftar Pustaka

Anonymous. Basis Gigi Tiruan. <http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/

21739/4/Chapter%20II.pdf>. (14 Januari 2012)


Annusavice, Kenneth J. 2003. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi.

Jakarta: EGC.
Combe, EC. 1992. Sari Dental Material. Penerjemah : Slamat Tarigan. Jakarta : Balai

Pustaka
McCabe JF and Walls AWG. 2008. Applied Dental Materials. 9th Ed. Blackwell.

Munksgaard
OBrien dan Gunnar Ryge.1985. An Outline of Dental Materials and Their Selection.

9th edition. Philadelphia USA : W.B Saunders Company.


Phillips. 2003. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi 10th ed. Jakarta. EGC
Rao,J Jyotsna.2014.Quick Review Series for BSD 2nd Years,2e.India:Elsevier
Syafiar L, Rusfian, Sumadhi S, Yudhit A, Harahap KI, Adiana ID. 2011. Bahan Ajar

Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran gigi. 1st ed. Medan. USU Press
Van Noort, R.2002.Introduction to Dental Material.Philadelphia:Mosby Elsevier
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22643/5/Chapter%20II.pdf

31

You might also like