You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK


A.

PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap (Junaidi,2008)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). ( Puji A,2009)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. ( Purnawan,2010)
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir, progesif dan
irreversibel

dimana

kemampuan

tubuh

gagal

untuk

mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.


(Suyono,2010)

B.

ETIOLOGI
1. Pre renal
Meliputi semua kejadian fisiologis yang mengakibatkan penurunan sirkulasi
( iskemi ) pada ginjal, seperti pada kondisi-kondisi dibawah ini:
a.

Penurunan volume vaskuler


- Kehilangan darah/ plasma : perdarahan, luka bakar.
- Kehilangan cairan ekstravaskuler : muntah diare

b.

Kenaikan kapasitas vaskuler


- Sepsis
- Blokade ganglion
- Reaksi anafilaksis

c.

Penurunan curah jantung/ kegagalan pompa jantung


- Renjatan kardiogenik
- Payah jantung kongestif
- Tamponade jantung
- Disritmia
- Emboli paru
- Infark jantung

2. Renal
Meliputi kejadian fisiologis yang secara langsung mempengaruhi fungsi dan
struktur jaringan ginjal, seperti pada:
a.

ATN ( acute tubular necrosis )

b.

Glomerulonefritis

c.

Lesi vaskuler

d.

Trombosis

e.

Tumor

3. Post renal
Disebabkan oleh obstruksi aliran urin dan duktus kolegentes pada ginjal
sampai orifisium uretra eksternal, atau obstruksi aliran darah vena pada
ginjal, seperti pada:
a.

Hipertrophy prostate

b.

Batu saluran kemih

c.

Tumor saluran kemih

d.

Fibrosis

e.

Striktur uretra

(Purnawan, 2010)

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari
nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

E. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 5 stadium :
- Derajat 1: LFG 90ml/menit/1,73 m2
- Derajat 2 : LFG 60-89ml/menit/1,73 m2
- Derajat 3 : LFG 30-59ml/menit/1,73 m2
- Derajat 4 : LFG 15-29ml/menit/1,73 m2
- Derajat 5 : LFG < 15ml/menit/1,73 m2
1. Menentukan LFG dengan rumus Cocroft-Gault:

Nilai normal :
- Laki-laki : 97-137 ml/menit/1,73 m2
- Wanita : 88-128ml/menit/1,73 m2
2. Menentukan LFG dengan rumus Schwartz
eLFG = k x L
Scr
eLFG : estimated LFG (ml/menit/1,73 m2 )
L : Tinggi badan (cm)
Scr : Serum creatinin
k : konstanta ( bayi aterm :0,45, anak dan remaja putri 0,55, remaja putra
0,7)

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 2000):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2005) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -

angiotensin

aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan


berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2010) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia,
metabolisme

nausea,
protein

dan

fomitus

dalam

usus,

yang

berhubungan

perdarahan

pada

dengan
saluran

gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.


d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ),
burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama
ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot otot
ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa


biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
h. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
G. KOMPLIKASI
1.

Hipekalemia

2.

Perikarditis, efusi pericarditis, tamponade jantung

3.

Hipertensi

4.

Anemia

5.

Penyakit tulang

(Puji Astutik, 2009)


H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi.

2.

Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.

3.

IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.

4.

USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.

5.

Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.

6.

Pemeriksaan

radiologi

jantung

untuk

mencari

kardiomegali,

efusi

perikardial.
7.

Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk


falanks jari), kalsifikasi metastasik.

8.

Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.

9.

Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.

10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda


perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi ginjal :
12. Pemeriksaan

Laboratorium

yang

umumnya

dianggap

menunjang,

kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :


-

Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.

Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan


kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet
rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.

Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.

Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan


menurunnya diuresis.

Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis


1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.

Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama


Isoenzim fosfatase lindi tulang.

Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan


metabolisme dan diet rendah protein.

Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada


gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)

Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,


peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.

Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang


menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal

I.

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat
diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah
kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa
sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral
maka diberikan perparenteral.
menimbulkan

penumpukan

di

Pemberian yang berlebihan dapat


dalam

rongga

badan

dan

dapat

membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.


1.

Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa
penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar.
Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal
ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi
intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal
failure disertai retensi Natrium.

1. Pengendalian K dalam darah


Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat
menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan
menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan,
diet buah dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka
pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan
pemberian infus glukosa.
1. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha
pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari
apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya
dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi
koroner.

1. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum
memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya
dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan.
kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
1. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien
CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya
pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba
diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara
obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan
yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin
harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula
menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.
1. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam
makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein
tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat
menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk
mengurangi jumlah dialisis.
1. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini
sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien
yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.
1. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi
permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa
sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan
demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah
akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik
kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan
peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal

sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya


tidak ditanggulangi.
1.

Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF
maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai
harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah
bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi
imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini
terutama dengan pemeriksaan HLA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GAGAL GINJAL KRONIK
1.

Pengkajian
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal
pada kulit.
c. Riwayat penyakit
a. Sekarang :

Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, reaksi anafilaksis,


renjatan kardiogenik.

b. Dahulu :

Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,


payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.

c. Keluarga :

Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM),hiperensi

d. Tanda vital: Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi,
nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
e. Body Systems :
a.

Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak,
Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif
dengan / tanpa sputum.

b.

Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau
angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada
kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.kecendrungan perdarahan.

c.

Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.

d.

Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)


Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.

e.

Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)


Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis dan
Diare

f.

Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.

f. Pola aktivitas sehari-hari


a.

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.

b.

Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit
pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi
dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala ; Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia)

c.

Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing.

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap


lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
d.

Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.

e.

Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan


lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas seharihari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

f.

Pola hubungan dan peran.


Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).

g.

Pola sensori dan kognitif.


Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien
mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami
disorientasi/ tidak.

h.

Pola persepsi dan konsep diri.


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self
esteem).

i.

Pola seksual dan reproduksi.


Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi

sehingga

menyebabkan

gangguan

potensi

seksual,

gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses


ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j.

Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.


Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat

menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping


yang konstruktif / adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
k.

Pola tata nilai dan kepercayaan


Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan
ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien.

g.

Pemeriksan fisik :
1.

Kepala : rambut hitam merata, bersih, tidak berketombe, tidak


ada benjolan, edema muka terutama daerah orbita, mulut bau

2.

khas ureum, tidak ada nyeri tekan


Wajah : simetris, tidak luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri

3.

tekan
Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada

4.

nyeri tekan
Hidung : simetris, terdapat pernafasan cuping hidung, tidak ada

5.

benjolan, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan


Mulut dan gigi : bersih, tidak ada stomatitis, warna gusi merah

6.

muda, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Telinga : bersih, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada

7.

nyeri tekan kemampuan mendengar baik


Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, terdapat

8.

pembesaran JVP, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan


Dada : Asimetris, retraksi intercoste, pergerakan ireguler,
pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada, ada ronchi, sesak, nyeri

saat inspirasi, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan


9. Payudara : Bersih, tidak ada nyeri tekan
10. Abdomen : Ada asites, warna kulit sama dengan sekitar, tidak
ada luka, tidak ada benjolan, bising usus melemah 8x/menit
11. Genetalia : tidak ada pedarahan, tidak ada luka, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan
12. Anus : tidak ada hemoroid, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan
13. Tangan : warna sama dengan sekitar, tidak ada luka, tidak ada
nyeri tekan, sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun.
14. Kaki : warna seperti warna sekitas, ada edema, tidak ada luka,
tidak ada benjolan, sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perubahan pH otak (pH otak
menjadi asam)
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema sekunder :
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
3. INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perubahan pH otak (pH otak menjadi
asam)
Dibuktikan oleh :
-

perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori

perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan

deficit sensori , bahasa, intelektual dan emosional

perubahan tanda tanda vital

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatn 1x24 jam diharapkan


tidak terjadi gangguan perfusi jaringan serebral
Intervensi :
Independen
-

tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi

individu/

penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK


-

monitor dan catat status neurologist secara teratur

monitor tanda tanda vital

evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya

Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur,


perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang

Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami


gangguan fungsi

Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral .

Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur


kunjungan sesuai indikasi

2.

Kolaborasi
berikan suplemen oksigen sesuai indikasi

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema sekunder : volume


cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam dirapkankan
kelebihan volume cairan bisa berkurang sampai hilang
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual, muntah
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dirapkankan
kebutuhan nutrisi menjadi adekuat
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah

atau

menurunkan

pemasukan

dan

memerlukan

intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Long, B C. (2000). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2001). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2005). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

You might also like