Professional Documents
Culture Documents
PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap (Junaidi,2008)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). ( Puji A,2009)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. ( Purnawan,2010)
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir, progesif dan
irreversibel
dimana
kemampuan
tubuh
gagal
untuk
mempertahankan
B.
ETIOLOGI
1. Pre renal
Meliputi semua kejadian fisiologis yang mengakibatkan penurunan sirkulasi
( iskemi ) pada ginjal, seperti pada kondisi-kondisi dibawah ini:
a.
b.
c.
2. Renal
Meliputi kejadian fisiologis yang secara langsung mempengaruhi fungsi dan
struktur jaringan ginjal, seperti pada:
a.
b.
Glomerulonefritis
c.
Lesi vaskuler
d.
Trombosis
e.
Tumor
3. Post renal
Disebabkan oleh obstruksi aliran urin dan duktus kolegentes pada ginjal
sampai orifisium uretra eksternal, atau obstruksi aliran darah vena pada
ginjal, seperti pada:
a.
Hipertrophy prostate
b.
c.
d.
Fibrosis
e.
Striktur uretra
(Purnawan, 2010)
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari
nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
E. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 5 stadium :
- Derajat 1: LFG 90ml/menit/1,73 m2
- Derajat 2 : LFG 60-89ml/menit/1,73 m2
- Derajat 3 : LFG 30-59ml/menit/1,73 m2
- Derajat 4 : LFG 15-29ml/menit/1,73 m2
- Derajat 5 : LFG < 15ml/menit/1,73 m2
1. Menentukan LFG dengan rumus Cocroft-Gault:
Nilai normal :
- Laki-laki : 97-137 ml/menit/1,73 m2
- Wanita : 88-128ml/menit/1,73 m2
2. Menentukan LFG dengan rumus Schwartz
eLFG = k x L
Scr
eLFG : estimated LFG (ml/menit/1,73 m2 )
L : Tinggi badan (cm)
Scr : Serum creatinin
k : konstanta ( bayi aterm :0,45, anak dan remaja putri 0,55, remaja putra
0,7)
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 2000):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2005) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -
angiotensin
nausea,
protein
dan
fomitus
dalam
usus,
yang
berhubungan
perdarahan
pada
dengan
saluran
Hipekalemia
2.
3.
Hipertensi
4.
Anemia
5.
Penyakit tulang
Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi.
2.
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
3.
IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
4.
USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
5.
Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6.
Pemeriksaan
radiologi
jantung
untuk
mencari
kardiomegali,
efusi
perikardial.
7.
8.
Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.
9.
Laboratorium
yang
umumnya
dianggap
menunjang,
Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
I.
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat
diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah
kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa
sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral
maka diberikan perparenteral.
menimbulkan
penumpukan
di
rongga
badan
dan
dapat
Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa
penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar.
Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal
ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi
intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal
failure disertai retensi Natrium.
1. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum
memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya
dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan.
kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
1. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien
CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya
pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba
diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara
obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan
yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin
harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula
menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.
1. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam
makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein
tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat
menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk
mengurangi jumlah dialisis.
1. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini
sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien
yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.
1. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi
permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa
sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan
demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah
akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik
kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan
peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal
Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF
maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai
harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah
bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi
imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini
terutama dengan pemeriksaan HLA
Pengkajian
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal
pada kulit.
c. Riwayat penyakit
a. Sekarang :
b. Dahulu :
c. Keluarga :
d. Tanda vital: Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi,
nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
e. Body Systems :
a.
Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak,
Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif
dengan / tanpa sputum.
b.
Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau
angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada
kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.kecendrungan perdarahan.
c.
Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
d.
e.
f.
Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.
b.
Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit
pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi
dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala ; Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia)
c.
Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing.
e.
f.
g.
h.
i.
sehingga
menyebabkan
gangguan
potensi
seksual,
g.
Pemeriksan fisik :
1.
2.
3.
tekan
Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada
4.
nyeri tekan
Hidung : simetris, terdapat pernafasan cuping hidung, tidak ada
5.
6.
muda, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Telinga : bersih, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada
7.
8.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perubahan pH otak (pH otak
menjadi asam)
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema sekunder :
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
3. INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perubahan pH otak (pH otak menjadi
asam)
Dibuktikan oleh :
-
individu/
2.
Kolaborasi
berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
3.
atau
menurunkan
pemasukan
dan
memerlukan
intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Long, B C. (2000). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2001). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2005). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI