Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia,
pelanggaran norma sosial dan kemanusiaan. Perempuan dan anak sampai dengan sekarang
masih sering mengalami berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi dalam lingkup sosial
dan budaya, baik yang terjadi di lingkungan rumah tangga muapun di luar rumah tangga, dan
hal ini telah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia. Kekerasan terhadap
perempuan dan anak sudah menjadi isu nasional dan di dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2005 2025, penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak
merupakan prioritas utama di dalam program pembangunan pemberdayaan perempuan.
Upaya penanggulangan sudah dimulai secara sistematis dan insentif sejak tahun 2000,
dimana ada pada tahun itu pemerintah bersama masyarakat membuat Deklarasi
Penghapuasan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan. Upaya ini perlu terus ditingkatkan
karena masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak sangat serius, sebagaimana
ditetapkan dalam Undang Undang Dasar 1945 (amandemen), setiap warganegara berhak
mendapat perlindungan dari tindak kekerasan. Definisi kekerasan terhadap perempuan yang
disepakati secara internasional berdasarkan Pasal 1 Deklarasi PBB adalah :
Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin
berakibat pada kekerasan atau penderiataan perempuan secara fisik, seksual, dan psykologis,
termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
Tindak kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi di ranah publik maupun privat dan bisa
berlangsung kapan saja, dan terjadi pada situasi damai atupun konflik baik konflik bersenjata
maupun konflik yang lebih berbasis hubungan-hubungan sosial masyarakat. Pada dasarnya,
tindak kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan memaksakan kehendak terhadap
perempuan dengan menggunakan tubuh dan seksualitas perempuan sebagai medium maupun
areanya.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia telah diakui sebagai permasalahan
yang serius dan sudah menjadi fenomena gunung es. Kekerasan terhadap perempuan dan
anak dapat ditemukan di mana-mana baik di lingkungan keluarga, tempat kerja, masyarakat
dan Negara, dengan bentuk-bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi.
Menurut Data SUSENAS BPS, tahun 2006 Penduduk yang memahami kekerasan terhadap
perempuan sebanyak 63% dengan tingkat pendidikan berkorelasi dengan pengetahuan
tentang kekerasan, Prevelensi kekerasan terhadap perempuan 3,1 %; dan anak 7,6 %. Lokasi
kekerasan 70% terjadi di rumah tangga yang merupakan pencetus kekerasan adalah ekonomi
dan kenakalan anak. Jenis kekerasan dialami adalah kekerasan fisik, psykis, penelataran dan
seksual, 75% korban kekerasan tidak melapor. Pelakunya adalah pasangannya dan pada anak
adalah orang tua yang berakibat pada depresi.
Data kekerasan dari KOMNAS Perempuan pada tahun dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang cukup tinggi, pada tahun 2004 ada 14.020 kasus, di tahun 2005 ada 20.391
kasus, tahun 2006 ada 22.517 kasus, dan di tahun 2007 ada 25.522 kasus, kemudian di tahun
2008 meningkat menjadi 54.425 kasus.
Dengan telah diundangkannya Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan alam Rumah Tangga (UU P KDRT), maka pemerintah telah berupaya agar
perempuan memperoleh perlindungan terutama dalam kehidupan rumah tangganya.
Banyak korban perempuan dan anak tidak mengetahui apa yang harus dilakukan bila
mengalami kekerasan. Banyak yang tidak teridentifikasi, dan dari yang teridentifikasi atau
terlaporkan, banyak diantaranya tidak tercatat dengan baik sehingga terkesan masih sporadis
dan tidak lengkap. Sehubungan dengan masalah tersebut maka perlu suatu upaya dari
pemerintah bekerja sama dengan pemerintah propinsi, kabupaten/kota untuk melaksanakan
pelatihan sistem pencatatan dan pelaporan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Walaupun bantuan hukum untuk penghapusan bentuk kekerasan dalam rumah tangga sudah
ada, namun pelaksanaannya masih menghadapi banyak kendala dan tantangan. Gambaran
yang utuh tentang kejadian bentuk kekerasan dalam rumah tangga secara khusus perempuan
dan anak juga belum dapat di buat secara akurat karena ketiadaan data korban tindak
kekerasan tersebut. Seperti Ruang Pelayanan Khusus (Kepolisian), Pusat Krisis
III.
Kegiatan pelaksanaan pelatihan sistem pencatatan dan pelaporan kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak dilaksanakan di Propinsi terpilih. Yang akan dikuatkan dengan
Perjanjian Kerja Sama untuk pelaksanaan pencatatan dan pelaporan kekerasan terhadap
perempuan. Adapun peserta kegiatan tersebut adalah Kementerian Negara PP,
Badan/Biro/Kantor Pemberdayaan Perempuan setempat, Polwan/Polisi dari UPPA
kota/kabupaten sekitar, Depkes, Depsos, Unitunit Pelayanan kota/kabupaten sekitar, Rumah
Sakit (PKT/PPT), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), LBH, WCC, P2TP2A
kota/kabupaten sekitar.
IV. Hasil yang diharapkan
METODOLOGI
Metodologi yang akan dilgunakan dalam kegiatan ini adalah dengan mengadakan sosialisasi
dan pelatihan mengenai sistem pencatatan dan pelaporan kekerasan terhadap perempuan dan
anak dilanjutkan dengan simuliasi pengisian formulir sistem pencatatan dan pelaporan
kekerasan terhadap perempuan dan anak.
V. Jadwal Kerja dan Lokasi Pelaksanaan Kegiatan
Waktu pelaksanaannya dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2016.
Lokasi pelaksanaan kegiatan dilakukan di Puskesmas Anyar