You are on page 1of 10

PERUBAHAN INTENSITAS NYERI SENDI RHEUMTOID ARTRITIS PADA

LANSIA DENGAN PEMBERIAN TEKNIKRELAKSASI KOMBINASI


KOMPRES HANGAT DAN DINGIN
Indah Kusmindarti, Enny Virda Yuniarti, Nanda Wardianto
STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

ABSTRACT
Rhematoid arthrithisin elderlycanincrease pain level because there is an
inflamation. One of therapy non farmacologic that use to decrease pain level by use
combination warm and cold compress. Warm and cold compress believed can increase
threshold of pain. The purpose of this research is to make true there is or there is not
influence warm and cold compress technique to change joint pain level in elderly with
rheumatoid arthritis. The research method is pra experiment with one group pre test-post
test design. Sample in this research is all number population elderly with Rheumatoid
Arthritis that choose with total sampling technique with total respondent 18 respondents.
Instrument that use in this research is protap warm and cold compress. The result of
statistic test with descriptive modus used SPSS for windows show the value of modus
before give an action is 3,00 that is mean reasonable level of pain and the value after
give an action is 2,00 that is mean categories abated pain. That mean there is influence
relaxation combination warm and cold to change pain level in elderly with rheumatoid
arthritis. Gate control theories said that kuataneus stimulation warm
and cold compress activated neuron big sensor A-beta if stimulus
taktil that domination in subtanciesgelatinose will meet pain gate that
make sinap gate close the transmission or stimulus obstruct and
influence decrease the joint pain level. Based from the result of research
above, combination warm and cold compress can adopt by respondent for decrease joint
pain level out of farmacologic therapy.
Key word : warm and cold compress, rheumatoid arthrithis pain
PENDAHULUAN
Rheumatoid Arthritis merupakan
penyakit kronis sistemik yang progresif
pada jaringan pengikat ini mencakup
peradangan pada persendian synovial
yang simetris sehingga menyebabkan
kerusakan
persendian
(Reeves,
2001).Awitan
rheumatoid
arthritisditandai oleh gejala umum
inflamasi, berupa demam, keletihan,
nyeri dan pembengkakan sendi

(Corwin, 2009). Pada sebagian besar


lansia, nyeri merupakan masalah yang
akan mempengaruhi aktifitas kegiatan
sehari-hari dan kualitas hidupnya. Nyeri
juga merupakan keadaan yang sangat
mengganggu
dan
menyebabkan
penyakit lain menjadi lebih parah
(Darmojo, 2000). Sebagian besar lansia
belum
mengetahui
bagaimana
pertolongan pertama untuk mengurangi
nyeri
sendi,
mereka
hanya
mengandalkan obat-obatan dari dokter.

Ada banyak cara non-farmakologi


untuk menguragi respon nyeri yang
timbul akibat rheumatoid arthtritis,
salah satunya kompres hangat dan
dingin. Penatalaksanaan tersebut masih
belum
banyak
diterapkan
oleh
masayarakat.
Hampir 8% orang-orang berusia 50
tahun ke atas mempunyai keluhan pada
sendi-sendinya, misalnya linu-linu,
pegal, dan kadang-kadang terasa seperti
nyeri. Biasanya yang terkena ialah
persendian pada jari-jari, tulang
punggung, sendi-sendi penahan berat
tubuh (lutut dan panggul) (Azizah,
2011). Hasil survei di benua Eropa pada
tahun
2004menunjukkan
bahwa
penyakit reumatikmerupakan penyakit
kronik
yang
palingsering
dijumpai.Kurang lebih 50% penduduk
Eropa yang berusia diatas 50
tahunmengalami
keluhan
nyeri
muskuloskeletal(Deslinda, 2011).
Di Indonesia, data epidemiologi
tentang penyakit rheumatoid arthritis
masih sangat terbatas. Hasil penelitian
WHO-Community Study of the Elderly,
Central Java 1990, bahwa dari 1203
responden lansia, penyakit atau keluhan
yang menempati presentase paling
banyak
adalah
arthritis
atau
reumatisme dengan jumlah presentase
49,0% (Azizah, 2011). Hasil studi
tentang kondisi sosialekonomi dan
kesehatan lansia yang dilaksanakan
Komnas
Lansia
tahun
2006,
diketahuibahwa
penyakitterbanyak
yang diderita lansia adalah penyakit
sendi (52,3%) (Pusat Komunikasi
Publik, Departemen Kesehatan, 2008
dalam Afriyanti, 2009). Hasil penelitian
terakhir dari Zeng QY tahun 2008
(Purnomo,
2010),
prevalensi
nyerirematik di Indonesia mencapai
23,6%
hingga
31,3%.
Angka
inimenunjukkan bahwa rasa nyeri

akibat
reumatik
sudah
cukup
menggangguaktivitas
masyarakat
Indonesia, terutama mereka yang
memiliki aktivitas.
Prosentase efektifitas kompres
hangat berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Ilham Nur Riza tahun
2012 menghasilkan bahwa 38,5% dari
total responden mengalami penurunan
intensitas nyeri setelah diberikan terapi
kompres hangat. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Muhamad Irafat tahun
2010
tentang
kompres
dingin
menghasilkan bahwa 40% dari total
responden menunjukan perubahan nyeri
sendi sesudah diberikan kompres
dingin.
Hasil studi pendahuluan pada
tanggal 31 Desember 2013 di UPTD
Puskesmas Desa Kejapanan Kecamatan
Gempol Kabupaten Pasuruan, di Dusun
Penanggungan Desa kejapanan terdapat
sebanyak 18 lanjut usia yang menderita
Rheumatoid arthritis. Data dari
puskesmas apabila lansia merasakan
nyeri sebagian besar meminta obat
untuk menurunkan nyeri pada sendi,
untuk
sehari-harinya
tidak
ada
penangganan secara khusus baik
farmakologis atau non farmakologis.
Kasus nyeri sedang sampai berat,
tindakan non-farmakologis menjadi
suatu pelengkap yang efektif untuk
mengatasi nyeri disamping tindakan
farmakologis yang utama (Prasetyo,
2010). Beberapa lansia mungkin
mengalami kesulitan untuk merubah
pola pikir dan perilaku, akan tetapi
banyak diantaranya yang mendapat
manfaat dari strategi non farmakologik
ini (Darmojo, 2000). Jenis tindakan
non-farmakologis antara lain: relaksasi,
imajinasi
terbimbing,
distraksi,
stimulasi kutaneus (Prasetyo, 2010).
Kompres hangat dan dingin dapat
menghilangkan nyeri dan meningkatkan

proses penyembuhan panas lembab


menghilangkan kekakuan pada pagi
hari akibat arthritis, tetapi kompres
dingin mengurangi nyeri akut dan sendi
yang mengalami peradangan akibat
penyakit tersebut (Potter, 2005).
Tindakan kompres hangat dapat
digunakan untuk mengurangi maupun
meredakan rangsang pada ujung saraf
atau memblokir arah berjalanya impuls
nyeri menuju ke otak.Pemberian
kompres hangat pada daerah tubuh akan
memberikan sinyal ke hipotalamus
melalui sumsum tulang belakang.
Ketika reseptor yang peka terhadap
panas di hipotalamus dirangsang,
system efektor mengeluarkan sinyal
yang
memulai
berkeringat
dan
vasodilitasi perifer.Perubahan ukuran
pembuluh darah diatur oleh pusat
vasomotor pada medulla oblongata dari
tangkai otak, dibawah pengaruh
hipotalamus bagian anterior sehingga
terjadi
vasodilatasi.Vasodilitasiini
menyebabkan aliran darah sehingga
suplai oksigen ke jaringan lancar dan
metabolisme
jaringan
meningkat
Jaringankhususnya yang mengalami
radang dan nyeri diharapkan akan
terjadi penurunan nyeri sendi pada
jaringan yang meradang (Tamsuri,
2007). Efek fisologi terapi dingin
adalah vasokontriksi pembuluh darah
Perubahan ukuran pembuluh darah
diatur oleh pusat vasomotor pada
medulla oblongata dari tangkai otak,
dibawah pengaruh hipotalamus bagian
anterior sehingga terjadi vasokontriksi.
Terjadinya
vasokontriksi
ini
menghasilkan perubahan fisiologis suhu
jaringan, ukuran pembuluh darah,
tekanan darah kapiler area permukaan
kapiler untuk pertukaran cairan
elektrolit (Churlish, 2009), sehingga
dapat untuk mengurangi inflamsi akut,
sebaliknya pada pemberian kompres

dingin yang lebih lama akan memicu


tejadinya vasodilatasi sekunder yang
disebut hunting respon yang dipercaya
merupakan
mekanisme
proteksi
jaringan perifer tubuh. Efek fisiologi
kompres
dingin
terhadap
neruromuskular adalah meningkakan
ambang nyeri, menurunkan kecepatan
hantar saraf dan mengurangi spasme
otot (Andrea, 2002).
Teori gate control mengatakan
bahwa stimulasi kutaneus: kompres
hangat dan kompres dingin bahwa cara
ini menyebabkan pelepasan endorfin
suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh memblok transmisi
stimulus nyeri, neuromodulator ini
menutup menakanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan sustansi
P, mengaktifkan serabut saraf sensori Abeta yang lebih besar dan lebih cepat
proses ini menurunkan transmisi nyeri
melalui serabut C dan delta A
berdiameter kecil, gerbang sinap
menutup transmisi nyeri (Potter, 2005).
Menurut Price(1995), kompres
hangat sebagai metode yang sangat
efektif untuk mengurangi nyeri atau
kejang otot. Panas dapat disalurkan
melaui konduksi (botol air panas).Panas
dapat melebarkan pembuluh darah dan
dapat
meningkatkan
aliran
darah.SedangkanKompres dingin pada
tubuh bertujuan untuk meningkatkan
perbaikan dan pemulihan jaringan.
Kompres dingin pada bagian tubuh
akan menyerap panas dari area tersebut.
Kompres
dingin
menghasilkan
perubahan fisioligis suhu jaringan,
ukuran pembuluh darah, tekanan darah
kapiler area permukaan kapiler untuk
pertukaran cairan elektrolit. Kompres
dingin paling baik untuk peradangan
sendi
akut
selama
serangan,
mengurangi pembekakan mengurangi

kejang otot dan menghilangkan rasa


nyeri (Churlish, 2009).
Tujuan penelitian ini untuk
menganalisis perubahan intensitas nyeri
sendi rheumatoid arthritis pada lansia
dengan pemberian teknik relaksasi
kombinasi kompres hangat dan dingin di
Dusun Penanggungan Desa Kejapanan
Kecamatan
Gempol
Kabupaten
Pasuruan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis
pra-eksperimen dengan rancangan one
group pre test-post test design. Variabel
dependent dalam penelitian ini adalah
kompres hangat dan dingin, sedangkan
variabel independent adalah nyeri
rheumatoid.Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh jumlah populasi lansia
dengan rhematoid artritis yang di ambil
dengan teknik total sampling dengan 18
responden.Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah protap
kompres hangat dan dingin.Sampel
diambil dengan menggunakan total
sampling.
Penelitian ini dilaksankan pada
tanggal 16 juni 22 juni 2014.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik
wawancara (pre test dan post test).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan usiamenunjukkan
bahwa sebagian besar lansia yang
tinggal di dusun penanggungan berusia
60-74 tahun yaitu sebanyak 9
responden atau 50 %.Berdasarkanjenis
kelamin menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memiliki jenis kelamin
perempuan
yaitu
sebanyak
13
responden
atau
72,2%.

Berdasarkantingkat
pendidikan
menunjukkan bahwa sebagian besar 6
responden
atau
33,3%
apabila
merasakan nyeri sendi dibawa ke
puskesmas.
Berdasarkan
Hasil
analisis perubahan skala nyeri
sebelum dan sesudah diberikan
kompres hangat dan dingin
yang disajikan dalam tabel 4.8
menunjukkan bahwa frekuensi
skala
nyeri
yang
dialami
responden sebelum diberikan
perlakuan adalah 10 atau
55,5%
termasuk
dalam
klasifikasi nyeri sedang, setelah
diberi perlakuan frekuensinya
berubah menjadi 6 atau 33,4%.

Klasifikasi
Tidak nyeri
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Nyeri Sangat
Berat
Total

Sebelum
Frekue
Prosent
nsi (F)
ase (%)
0
0
2
11,1%
10
55,5%
5
27,8%
1
18

5,6%
100

Sesudah
Frekue
Prosent
nsi (F)
ase (%)
0
0
12
66,6%
6
33,4%
0
0
0

18

100

Tabel 1 Distribusi Frekuensi


responden
berdasarkan
tindakan yang dilakukan pada
saat mengalami nyeri di Dusun
N
O

1
2

3
4

Tindak
an
pada
saat
nyeri
Dibiarka
n
Diberi
obat
gosok
Kompre
s
hangat
Dibawa
ke
puskes
mas
Total

Frekue
nsi (F)

Prosent
ase (%)

4
6

22,2%
33,3%

11,2%

33,3%

18

100

Penanggungan
Desa
Kejapanan
Kecamatan
Gempol
Kabupaten
Pasuruan tanggal 16 Juni 22
Juni 2014

Hasil frekuensi yang disajikan


dalam tabel 1 menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
6
responden atau 33,3% apabila
merasakan nyeri sendi dibawa
ke puskesmas.
Tabel 2Distribusi Frekuensi skala
nyeri
sebelum
dan
sesudah
diberikan
kombinasi
kompres
hangat dan dingin pada lansia
dengan rheumatoid arthritis di
Dusun Penanggungan Desa Kejapanan
Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan
tanggal 16 Juni 22 Juni 2014

Tabel 2 menunjukkan bahwa


frekuensi skala nyeri yang dialami
responden
sebelum
diberikan
perlakuan adalah 10 atau 55,5%
termasuk dalam klasifikasi nyeri
sedang, setelah diberi perlakuan
frekuensinya berubah menjadi 6
atau 33,4%.

PEMBAHASAN

Tabel 2 menunjukkan sebelum


dilakukan kombinasi kompres
hangat dan dingin sebanyak 2
responden 11,1% mengalami
skala
nyeri
ringan,
10
responden
55,5%
yang
mengalami nyeri sedang, 5
responden 27,8% mengalami
nyeri berat, dan 1 responden
5,6% mengalami nyeri sangat
berat.
Nyeri timbul oleh karena
aktivasi
dan
sensitisasi
sistem
nosiseptif, baik perifer maupun
sentral.Dalam keadaan normal, reseptor
tersebut tidak aktif.Dalam keadaan
patologis,
misalnya
inflamasi,
nosiseptor menjadi sensitive bahkan
hipersensitif. Adanya pencederaan
jaringan akan membebaskan berbagai
jenis mediator inflamasi, seperti
prostaglandin, bradikinin, histamin dan
sebagainya. Mediator inflamasi dapat
mengaktivasi
nosiseptor
yang
menyebabkan
munculnya
nyeri
(Lelo,2004)
Rasa nyeri timbul dapat juga
dipengaruhi oleh faktor usia, jenis
kelamin Hal tersebut wajar, karena
respon nyeri antara satu individu
dengan individu yang lainnya tidak
sama atau berbeda-beda. Nyeri
merupakan suatu kondisi yang lebih
dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu.Nyeri
bersifat subjektif dan sangat bersifat
individual.Responden dalam menangani
nyeri sendi, sangat kurang mengerti
dikarenakan
sangat
minimnya
pengetahuan tentang penatalaksanaan
nyeri
sendi.Sehingga
kebanyakan
responden, dalam menghilangkan nyeri
sendi hanya menggunakan obat gosok
dan memeriksakan ke puskesmas

terdekat.Sehingga dalam Pemberian


tindakan farmakologi atau pun non
farmakologis lebih awal itu bisa
mencegah bahkan bisa mengurangi rasa
nyeri sendi yang dirasakan responden
salah satunya dengan pemberian
kombinasi kompres hangat dan dingin
yang
merupakan
tindakan
non
farmakologis.
Terdapat berbagai tindakan yang
dapat dilakukan untuk mengurangi rasa
nyeri yang diderita.Tindakan-tindakan
tersebut mencakup tindakan nonfarmakologis
dan
tindakan
farmakologis. Salah satu tindakan nonfarmakologis yang dipakai adalah
teknik relaksasi kompres hangat dan
dingin Prasetyo (2010), menjelaskan
bahwa relaksasi adalah suatu tindakan
untuk membebaskan mental dan fisik
dari ketegangan dan stres, sehingga
dapat meningkatkan toleransi terhadap
nyeri. Berbagai metode digunakan
untuk menurunkan kecemasan dan
ketegangan otot sehingga didapatkan
penurunan denyut jantung, penurunan
respirasi serta penurunan ketegangan
otot.
Jika dibandingkan dengan nyeri
yang dirasakan responden pada
kelompok sebelum diberikan perlakuan,
maka terdapat perubahan intensitas
nyeri sendi yang dirasakan responden
sesudah diberikan perlakuan. Perubahan
intensitas nyeri tersebut dapat terjadi
karena pengaruh teknik relaksasi, baik
dari teknik relaksasi kombinasi
kompres
hangat
dan
dingin.
Dikarenakan kompres hangat membuat
pembuluh darah mengalami inflamsi
akan terjadi vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah) sehingga
asupan
oksigen yang menuju ke jaringan akan
semakin
meningkat.
Sedangkankompres dingin dipecaya
untuk
efek
anastesi
lokal,

memperlambat pertumbuhan bakteri,


mengurangi inflamasi, meredakan nyeri
dengan membuat area menjadi mati
rasa, meperlambat aliran impuls nyeri
dan meningkatkan amabang nyeri.
Hasil
penghitungan
statistis
menggunakan
uji
deskriptif
modus dengan
bantuan
SPSS
versi
17.0
diketahui bahwa nilai modus
sebelum diberikan perlakuan
adalah 3,00 yang menunjukkan
skala nyeri sedang dan nilai
modus
setelah
diberikan
perlakuan adalah 2,00 yang
menunjukkan
skala
nyeri
ringan,
artinyaterdapat
pengaruh
teknik
relaksasi
kombinasikompres hangat dan
dingin
terhadap
penurunan
intensitas nyeri sendi pada
lansia
dengan
rheumatoid
arthritis.
Hal
ini
dikarenakan
pemberian kompres hangat dan
dingin
sangat
bermanfaat
meningkatkan
permeabilitas
kapiler,
meningkatkanmetabolisme
seluler, merelaksasikan otot,
meredakan
nyeri
dengan
membuat area mati rasa,
memperlambat aliran impuls
nyeri
dan
meningkatkan
ambang nyeri.
Stimulasi
kutaneus
adalah
stimulasi kulit yang digunakan untuk
menghilangkan nyeri. Seperti masase
mandi air hangat dan kompres dingin
merupakan langkah-langkah sederhana
dalam upaya menurunkan nyeri, cara
kerja stimulasi kutaneus adanya
pemikiran bahwa pelepasan endorfrin
sehingga transmisi stimulasi nyeri
terblokade. Tindakan stimulasi kulit

seperti hangat dan kompres dingin ini


disebutkan dapat menurunkan tingkat
nyeri (Crisp&Taylor, 2005).
SerabutA-delta
berdiameter
kecil membawa impuls nyeri cepat
sedangkan serabut C membawa impuls
nyeri lambat.Sebagai tambahan bahwa
serabut A-Beta yang berdiameter lebar
membawa impuls yang dihasilkan oleh
stimulus taktil (perabaan/sentuhan). Di
dalam substansia gelatinosa impuls ini
akan bertemu dengan suatu gerbang
yang
membuka
dan
menutup
berdasarkan prinsip siapa yang lebih
mendominasi, serabut taktil A-Beta
ataukah serabut nyeri yang berdiameter
kecil.Apabila impuls yang dibawa
serabut nyeri yang berdiameter kecil
melebihi impuls yang dibawa oleh
serabut taktil A-beta maka gerbang
akan terbuka sehingga perjalanan
impuls nyeri tidak terhalangi sehingga
impuls akan sampai otak. Sebaliknya,
apabila impuls yang dibawa oleh
serabut taktil lebih mendominasi,
gerbang akan menutup sehingga
impuls nyeri akan terhalangi. Alasan
inilah yang mendasari mengapa dengan
melakukan kombinasi kompres hangat
dan dingin dapat mengurangi durasi dan
intensitas nyeri.
Penelitian
inimenunjukkan
adanya
pengaruh pemberian kombinasi
kompres hangat dan dingin
pada lansia dengan rheumatoid
arthritis
di
Dusun
Penanggungan Desa Kejapanan
Kecamatan Gempol Kabupaten
Pasuruan apabila sebelum responden
merasakan nyeri sendi yang kronis.
Faktor pemberian kombinasi suhu
kompres hangat dan dingin juga
menentukan
keberhasilan
dari
kombinasi kompres hangat dan dingin

tersebut, dengan pemberian kombinasi


kompres hangat dan dingin yang sesuai
dengan prosedur maka akan didapatkan
hasil yang maksimal serta bisa
mencegah terjadinya inflamasi pada
daerah sendi yang terkena rheumatoid
arthritis. Oleh sebab itu pemberian
terapi
kombinasi
kompres
hangat
dan
dingindapat
digunakan untuk menurunkan
intensitas
nyeri
pada
responden dengan rheumatoid
arthritis.
SIMPULAN

2.

3.

1. Intensitas nyeri sendi sebelum


pemberian teknik relaksasi
kombinasi kompres hangat dan
dinginpada
lansia
dengan
rheumatoid arthritisdi Dusun
Penanggungan Desa Kejapanan
Kecamatan Gempol Kabupaten
Pasuruan sebagian besar 10
responden
55,5%
yang
mengalami nyeri sedang.
Intensitas nyeri sendi sesudah
pemberian teknik relaksasi kombinasi
kompres hangat dan dinginpada
lansia dengan rheumatoid arthritisdi
Dusun
Penanggungan
Desa
Kejapanan
Kecamatan
Gempol
Kabupaten Pasuruan, menunjukkan
sebagian besar reponden setelah
dibeikan kombinasi kompres hangat
dan dingin mengalami penurunan
nyeri, sebanyak 12 responden
mengalami nyeri ringan 66,6%.
Terdapat peubahan pemberian teknik
relaksasikombinasi kompres hangat
dan dingin terhadap intensitas nyeri
sendi pada lansia dengan rheumatoid
arthritis di Dusun Penanggungan
Desa Kejapanan Kecamatan Gempol
Kabupaten Pasuruan dengan hasil

modus pada uji deskriptif dengan


SPSS yaitu sebelum 3,00 yaitu Nyeri
Sedang dan sesudah 2,00 yaitu nyeri
ringan. Teknik relaksasikombinasi
kompres hangat dan dingindapat
menurunkan intensitas nyeri.
REKOMENDASI
1. Bagi Lanjut Usia
Diharapkan lansia untuk lebih
sering dan teratur melaksanakan
teknik relaksasi kombinasi kompres
hangat dan dingin yang mempunyai
efek
menguntungkan
terhadap
penurunan intensitas nyeri sendi
akibat rheumatoid arthritis.Perlakuan
tersebut tidak memerlukan biaya,
mudah
dilakukan
dan
tidak
menimbulkan resiko jika dilakukan.
2. Bagi
Petugas
Kesehatan
Diharapkan teknik relaksasi
kombinasi kompres hangat dan
dingin dijadikan salah satu alternatif
tindakan keperawatan mandiri yang
dapat digunakan oleh perawat untuk
menurunkan intensitas nyeri sendi
pada lansia penderita rheumatoid
arthritis.
3. Bagi
Peneliti
Selanjutnya
1) Dikarenaka
n
pada
penelitian
ini
pemberian
teknik
relaksasi
kombinasi
kompres
hangat dan
dinginhanya
berlangsung
selama
1
minggu.

Diharapkan
penelitian
ini
dilakukan
secara
berkelanjuta
n, sehingga
efek
dari
teknik
relaksasi
kombinasi
kompres
hangat dan
dinginterha
dap
perubahan
intensitas
nyeri sendi
pada lansia
dengan
rheumatoid
arthritis
dapat
diketahui
lebih jelas.
2) Untuk
penelitian
selanjutnya
yang terkait
dengan
judul
penelitian
ini,
diharapkan
pengukuran
intensitas
nyeri
menggunak
an
dua
metode,
yaitu secara
subjektif
maupun
objektif.
3) Untuk
peneliti

selanjutnya
dalam
melakukan
kombinasi
kompres
hangat dan
dingin
memperhati
kan factor
penggunaan
terapi
farmakologi
s
berupa
obat
analgesic
aga
hasil
penelitian
tidak terjadi
bias yang
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti, F. N. 2009. Tingkat
Pengetahuan Lansia Tentang
Penyakit Rheumatoid Arthritis Di
Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung
Jakarta
Tahun
2009.Skripsi
Sarjana
Ilmu
Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan
Universitas
Islam
Negeri
Syarif
Hidayatullah
Jakarta.http://perpus.fkik.uinjkt.ac.
id/file_digital/SKRIPSI.pdf
diakses pada tanggal 11 Desember
2012.
Andrea, S. C. 2002. Perbandingan Efek
Terapi Panas Dengan Terapi
Dingin Terhadap Pengurangan
Nyeri
pada
Penderita
Osteoarthritis Lutut di Instalasi
Rehabilitasi Medik RSUP Dr.
Kariadi
Semarang.Tahun
2002.Program studi Rehabilitasi
Medic
Fakultas
Kedokteran

Universitas
Dipenegoro
Semarang.http://eprints.undip.ac.i
d/14725/1/2002FK541.pdfdiakses
pada tanggal 23 Mei 2014.
Churlish. (2009). Jawaban-Jawaban
Alternatif Untuk Arthritis Dan
Rheumatic. Yogyakarta: Citra Adi
Pratama.

Skala Nyeri (Rheumatik) pada


Lansia di Dusun Pateboan Desa
Kebonwaris
Kec.PandaanPasuruan.Skripsi Program Studi
S1 Keperawatan Stiker Bina Sehat
PPNI Mojokerto.
Potter, P. A. dan Perry, A. G. (2005).
Buku
Ajar
Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses Dan
Praktis (4 ed.). Jakarta: EGC.

Corwin, E. (2009). Buku Saku


Patofisiologi (3 ed.). Jakarta:
EGC.

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep Dan


Proses
Keperawatan
Nyeri.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Deslinda, G. 2011. Pelatihan Humor


Untuk
Penanganan
Depresi
Penderita
Nyeri
Sendi.Tesis
Magister
Profesi
Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.http://etd.eprints.ums.ac.
id/15051/3/Bab_1_.pdf
diakses
pada tanggal 11 Desember 2012.

Purnomo, J. (2010). Hubungan Antara


Tingkat
Pengetahuan
tentang
Penyakit Reumatik dengan Sikap
Lansia
dalam
Mengatasi
Kekambuhan Penyakit Reumatik di
Posyandu
Lansia
Kelurahan
Karangasem Kecamatan Laweyan
Kota Surakarta.Skripsi Sarjana
Keperawatan
Fakultas
Ilmu
Kesehatan
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.http://etd.eprints.ums.ac.i
d/10414/1/J210060078.pdf Diakses
pada Tanggal 15 Oktober 2012.
Reeves, C. J. (2001). Buku Saku
Keperawatan
Medikal
Bedah.
Jakarta: Salemba Medika.

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan


Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Darmojo, B, dan Martono, H. (2000).
Buku
Ajar
Geriatri:
Ilmu
Kesehatan Lanjut Usia (2 ed.).
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Muhammad, I. (2010). Pengaruh
Pemberian Teknik Stimulasi Kulit
Kompres Dingin (Es) terhadap

Tamsuri, A. (2007). Konsep Dan


Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta:
EGC.

You might also like