You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
Penemuan anestesia inhalasi merupakan kontribusi dari para dokter dan dokter gigi di
Amerika dan Inggris.1 Nitrous oksida, kloroform, dan eter merupakan anestesi general
pertama yang diterima secara universal. Etil-klorida, etilen, dan siklopropan kemudian juga
popular digunakan, karena berhubungan dengan induksi yang cepat dan pemulihannya yang
cepat tanpa disertai dengan delirium. Namun, sayangnya agen- agen yang telah disebutkan
diatas telah ditarik dari pasaran.2
Sebagai contoh, eter sudah tidak digunakan secara luas karena mudah tersulut api dan
berisiko mengakibatkan kerusakan hepar. Di samping itu, eter juga mempunyai beberapa
kerugian yang tidak disenangi para anestetis seperti berbau menyengat dan menimbulkan
sekresi bronkus berlebih. Kloroform juga kini dihindari karena toksik terhadap jantung dan
hepar. Etil klorida, etilen, dan siklopropan pun tidak lagi digunakan sebagai anestetik, baik
karena toksik ataupun mudah terbakar.
Metoksifluran dan enfluran termasuk agen anastetik yang digunakan bertahun-tahun,
namun sekarang jarang digunakan karena toksisitas dan efikasinya. Metoksifluran merupakan
agen inhalasi yang paling poten, tetapi induksi dan pemulihannya relatif lambat. Sebanyak
50% dari agen ini dimetabolisme oleh enzim sitokrom p-450 menghasilkan florida bebas,
asam oksalat, dan komponen-komponen lain yang bersifat nefrotoksik. Sementara itu,
enfluran mengurangi kontraksi myokardial dan meningkatkan sekresi likuor serebrospinal
(CSF). Selama anestesia, enfluran menginduksi perubahan elektroensefalograf yang dapat
berprogresi pada pola spike-and-wave yang biasa ditemukan pada kejang tonik-klonik. Oleh
karena itulah, dewasa ini baik metoksifluran maupun enfluran penggunaannya telah dibatasi.2
Dengan ditariknya berbagai zat anestetik dari peredaran seperti yang dikemukakan di
atas, kini terdapat lima agen inhalasi yang masih digunakan dalam praktik anestesi yakni
agen single seperti nitrous oksida, dan cairan volatile seperti halotan, isofluran, desfluran, dan
sevofluran.3 Anestetik inhalasi paling banyak dipakai untuk induksi pada pediatri yang mana
sulit dimulai dengan jalur intravena. Di sisi lain, bagi pasien dewasa biasanya dokter anestesi
lebih menyukai induksi cepat dengan agen intravena. Meskipun demikian, sevofluran masih
menjadi obat induksi pilihan untuk pasien dewasa, mengingat baunya tidak menyengat dan
onsetnya segera. Selain induksi, agen inhalasi juga sering digunakan dalam praktik
anestesiologi untuk rumatan.2
1

Studi mengenai kaitan antara dosis obat, konsentrasi jaringan, dan waktu kerja obat
disebut sebagai farmakokinetik (bagaimana tubuh memengaruhi obat); sedangkan studi
mengenai mekanisme aksi obat, termasuk respons toksik, disebut farmakodinamik
(bagaimana obat memengaruhi tubuh). Setelah penjelasan secara umum tentang
farmakokinetik dan dinamik anestetik inhalasi, akan dibahas farmakologi klinis dari masingmasing agen.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Farmakokinetik Anestesi Inhalasi
Farmakokinetik dari anestesi inhalasi menjelaskan pengambilan obat (absorpsi) dari
alveoli ke dalam sirkulasi sistemik, distribusi dalam tubuh dan eliminasi dari paru atau
metabolisme utama di hati.3 Walaupun mekanisme kerja anestesi inhalasi masih belum
diketahui, efek anestesi inhalasi tergantung dari konsentrasi terapeutik di jaringan pada sistem
saraf pusat. Ada banyak tahap di antara mulainya pemberian obat dari vaporizer sampai
deposisi obat anestesi inhalasi di otak. 2

Gambar 1. Perjalanan gas anestetik inhalasi dari mesin anestesia ke otak


2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Inspirasi (FI)

Gas segar yang diberikan oleh mesin anestesi telah bercampur dengan gas di sirkuit
pernafasan sebelum di inspirasi oleh pasien. Komposisi aktual dari percampuran gas yang
terinspirasi tergantung terutama pada kecepatan aliran gas segar (fresh gas flow rate), volume
sistem pernafasan (volume of the breathing systems), dan absorbsi oleh mesin atau sirkuit
pernafasan. Semakin tinggi kecepatan aliran gas segar, semakin kecil volume sistem
pernafasan dan semakin rendah absorpsi sirkuit, maka semakin dekat konsentrasi gas
3

terinspirasi dengan konsentrasi gas segar. Hal ini akan berpengaruh pada induksi dan
recovery time yang lebih cepat.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Alveolar (FA)

2.1.2.1 Uptake
Bila tidak ada pengambilan agen anestesi oleh tubuh, konsentrasi gas alveolar (F A)
akan dengan cepat mencapai konsentrasi gas yang terinspirasi (F I). Karena agen anestesi
diambil oleh sirkulasi paru selama induksi, maka konsentrasi alveolar tertinggal di belakang
konsentrasi yang terinspirasi (FA/FI < 1.0). Semakin besar pengambilan, semakin lambat
kecepatan peningkatan konsentrasi alveolar dan semakin rendah rasio FA:FI.
Karena konsentrasi dari sebuah gas secara langsung berhubungan proporsional
dengan tekanan parsial gas tersebut, maka tekanan parsial alveolar (P A) juga akan lambat
untuk naik. Tekanan parsial alveolar penting karena menentukan tekanan parsial dari obat
anestesi dalam darah dan juga terutama dalam otak. Tekanan parsial agen anestesi dalam otak
secara langsung proporsional dengan kosentrasi jaringan otak yang akan menentukan efek
klinis. Maka semakin besar pengambilan agen anestesi, semakin besar perbedaan antara
konsentrasi yang terpinspirasi dengan konsentrasi alveolar, semakin lambat kecepatan
induksi.
Tiga faktor yang mempengaruhi pengambilan obat anestesi adalah kelarutan dalam
darah, aliran darah alveolar, dan perbedaan tekanan parsial antara gas alveolar dan darah
vena.
Kelarutan darah tinggi berarti terdapat sejumlah besar dari anestesi inhalasi harus
terurai (untuk pengambilan) dalam darah sebelum equilibrium dengan fase gas dicapai. Darah
dapat dipertimbangkan secara farmakologi reservoir yang tidak aktif. Bila koefisien partisi
darah-gas tinggi, sejumlah besar anestesi harus diurai dalam darah sebelum tercapai
equilibrium. Bila kelarutan dalam darah rendah maka hanya sedikit jumlah obat anestesi yang
harus diurai dalam darah sebelum eqilibrium tercapai sehingga kecepatan peningkatan dari P A
dan Fa cepat.3
Agen yang tidak larut seperti nitrous oxide lebih jarang diambil oleh darah dibanding
agen yang larut seperti halotan. Sebagai konsekuensinya, konsentrasi alveolar dari nitrous
oxide meningkat lebih cepat dibandingkan halotan dan induksi lebih cepat. Kelarutan relatif
dari sebuah agen anestesi di udara, darah, dan jaringan diekspresikan sebagai koefisien
partisi. Koefisien partisi merupakan rasio distribusi yang menjelaskan bagaimana anestesi
inhalasi mendistribusikan dirinya di antara dua fase equilibrium (ketika tekanan parsial
4

identik/sama). Koefisien partisi tergantung pada suhu. Contohnya, kelarutan sebuah gas
dalam cairan meningkat ketika suhu cairan menurun. Kecuali bila ditentukan yang lain,
koefisien partisi biasanya untuk suhu 370C.3
Equilibrium merupakan tekanan parsial yang sama dalam dua fase. Singkatnya,
koefisien partisi darah/gas (b/g) dari nitrous oxide pada suhu 370C adalah 0.47, artinya pada
equilibrium, 1 ml darah mengandung 0.47 nitrous oxide sama banyaknya dengan 1 ml gas
alveolar bahkan walaupun tekanan parsialnya sama. Atau arti lainnya adalah darah memiliki
kapasitas 47 % nitrous oxide sama seperti kapasitas gas alveolar. Nitrous oxide kurang larut
dalam darah dibandingkan halotan dimana memiliki koenfisien partisi darah/gasnya pada
suhu 370C adalah 2.4 sehingga hampir lima kali lebih banyak halotan dibanding nitrous oxide
yang diuraikan untuk meningkatkan tekanan parsial di darah. Semakin tinggi koefisien
darah/gas maka semakin besar kelarutan obat anestesi dan semakin besar pengambilannya
oleh sirkulasi paru. Karena koefisien partisi lemak/darah lebih besar daripada satu, maka
tidak mengejukan bahwa kelarutan darah/gas meningkat dengan postprandial lipidemia dan
menurun dengan anemia.
Koefisien partisi darah-gas dari nitrous oxide (0.46) 34 kali lebih besar dibanding
nitrogen (0.014). perbedaan kelarutan ini berarti nitrous oxide dapat meninggalkan darah
untuk masuk ke kavitas terisi udara 34 kali lebih cepat dibandingkan nitrogen dapat
meninggalkan kavitas untuk masuk ke dalam darah. Hasilnya adalah transfer nitrous oxide,
volum atau tekanan kavitas terisi udara meningkat.3
Tabel I. Koefisien Partisi dari Anestesi Volatil pada Suhu 370C
Agen
Blood/Gas Brain/Blood Muscle/Blood
Fat/Blood
Nitrous oxide
0.47
1.1
1.2
2.3
Halotan
2.4
2.9
3.5
60
Isofluran
1.4
2.6
4.0
45
Desfluran
0.42
1.3
2.0
27
Sevofluran
0.65
1.7
3.1
48
Sumber: Morgan E.G et al. 2006. Clinical Anesthesiology 4th Edition. Lange
Faktor kedua yang mempengaruhi pengambilan adalah aliran darah alveolar dimana
saat tidak adanya shunting paru biasanya sama dengan cardiac output. Jika cardiac output
turun sampai ke nol begitu pula dengan pengambilan obat anestesi. Bila cardiac output
meningkat, maka pengambilan obat anestesi akan meningkat, peningkatan tekanan parsial
alveolar melambat dan induksi tertunda. Efek perubahan cardiac output kurang pada anestesi
5

yang tidak larut karena hanya sedikit yang diambil tanpa memperhatikan aliran darah
alveolar. Rendahnya output menyebabkan pasien terpredisposisi dengan overdosis dari agen
yang larut karena kecepatan peningkatan konsentrasi alveolar akan meningkat secara nyata.
Halotan yang memiliki efek myocardial depressant akan menyebabkan positive
feedback loop dengan semakin merendahkan cardiac output.2 Cardiac output yang rendah
mempercepat peningkatan FA karena pengambilan lebih kurang ke dalam darah. Impresi
klinis yang umum adalah induksi anestesi pada pasien yang syok lebih cepat.3
Faktor terakhir yang mempengaruhi pengambilan obat anestesi oleh sirkulasi paru
adalah perbedaan tekanan parsial antara gas alveolar dengan darah vena. Gradien perbedaan
ini tergantung dari pengambilan jaringan. Jika obat anestesi tidak melewati organ seperti
otak, maka tekanan parsial alveolar dan vena akan sama sehingga tidak ada pengambilan
paru. Transfer obat anestesi dari darah ke jaringan ditentukan oleh tiga faktor yang analog
dengan pengambilan sistemik yaitu, kelarutan obat anestesi pada jaringan (koefisien partisi
jaringan/darah), aliran darah jaringan, dan perbedaan tekanan parsial antara darah arterial
dengan jaringan.
Jaringan bisa dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan kelarutan dan aliran darah.
Kelompok yang kaya pembuluh darah yang tinggi perfusi (otak, jantung, hati, ginjal, dan
organ endokrin) merupakan yang pertama yang mengambil sejumlah kadar obat anestesi.
Kelarutan yang sedang dan volume kecil membatasi kapasitas kelompok ini (tekanan parsial
jaringan dan arteri sama). Kelompok otot dan kulit tidak terperfusi dengan baik sehingga
pengambilan lebih lambat namun memiliki kapasitas yang lebih besar karena volume yang
lebih besar dan pengambilan akan dipertahankan selama berjam-jam. Perfusi dari kelompok
lemak hampir mirip dengan kelompok otot namun kelarutan yang besar sekali dari obat
anestesi dalam lemak menyebabkan kapasitas total (kelarutan jaringan/darah x volume
jaringan) membutuhkan waktu berhari-hari untuk terisi. Perfusi minimal dari kelompok
serperti tulang, ligamen, gigi, rambut dan kartilago menyebabkan pengambilan yang tidak
berarti. 2 Otot skeletal dan lemak mewakili 70% masa tubuh tetapi mendapatkan kurang dari
25% cardiac output. Jaringan ini bertindak sebagai reservoir tidak aktif dari pengambilan
anestesi untuk berjam-jam lamanya. Equilibrasi lemak dengan anestesi inhalasi dalam darah
arterial kemungkinan tidak akan pernah tercapai.3
Tabel 2. Kelompok Jaringan berdasarkan Perfusi dan Kelarutan
Karakteristik

Kaya

Otot

Lemak

Miskin
6

pembuluh

pembuluh

darah
10

50

20

darah
20

tubuh
Persentase

75

19

cardiac output
Perfusi

75

Persentase berat

(ml/menit/100gr)
Kelarutan relatif
1
1
20
0
th
Sumber: Morgan E.G et al. 2006. Clinical Anesthesiology 4 Edition. Lange
2.1.2.2 Ventilasi
Merendahkan tekanan parsial alveolar dengan pengambilan bisa dilawan dengan
meningkatkan ventilasi alveolar. Mengganti obat anestesi yang diambil oleh aliran darah paru
secara konstan akan menghasilkan maintenance konsentrasi alveolar yang lebih baik. Efek
peningkatan ventilasi akan paling jelas terlihat dalam peningkatan rasio F A/FI untuk agen
yang larut. Karena FA/FI sudah tinggi untuk agen yang tidak larut maka meningkatan ventilasi
hanya memiliki efek minimal. Berlawanan dengan efek anestesi pada cardiac output, anestesi
yang menekan ventilasi (misal halotan) akan menurunkan kecepatan peningkatan konsentrasi
alveolar dan menciptakan negative feedback loop.2
Meningkatnya ventilasi alveolar menyebabkan input anestesi inhalasi untuk
pengambilan ke dalam darah sehingga efeknya adalah kecepatan peningkatan yang lebih
cepat dari PA dan induksi anestesi. Hipoventilasi memiliki efek yang berlawanan, bertindak
untuk memperlambat induksi dari anestesi.
Ventilasi terkontrol dari paru yang menyebabkan hiperventilasi dan menurunnya
venous return mempercepat kecepatan dari peningkatan PA dengan meningkatnya input dan
menurunnya pengambilan sehingga resiko overdosis anestesi dapat meningkat selama
ventilasi terkontrol dari paru dan hal yang perlu dilakukan adalah menurunkan F I dari
amestesi volatil ketika ventilasi paru diubah dari spontan ke ventilasi terkontrol untuk
mempertahankan PA yang sama saat ventilasi spontan.
Efek lain dari hiperventilasi adalah menurunnya aliran darah serebral karena
penyebab apapun dari menurunnya PaCO2. Input anestesi yang meningkat akan menyebabkan
depresi myokardial dan menurunnya aliran darah serebral mencegah depresi sistem saraf
pusat.3

2.1.2.3 Konsentrasi
Konsentrasi inspirasi tinggi pada saat awal memberikan dampak pada pengambilan ke
dalam darah dan mempercepat induksi dari anestesi yang direfleksikan oleh kecepatan
peningkatan pada PA. Efek ini disebut dengan efek konsentrasi. Secara klinis, rentang
konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek konsentrasi hanya mungkin dilakukan
dengan nitrous oxide.3
Efek pengambilan juga bisa dikurangi dengan meningkatkan konsentrasi yang
terinspirasi. Meningkatkan konsentrasi yang terinspirasi tidak hanya meningkatkan
konsentrasi alveolar tetapi juga meningkatkan kecepatan peningkatan (misal meningkatkan
FA/FI). Hal tersebut dinamakan efek konsentrasi yang benar-benar merupakan hasil dari dua
fenomena. Fenomena pertama disebut efek konsentrasi. Bila 50% dari obat anestesi diambil
oleh sirkulasi paru, konsentrasi terinspirasi dari 20 % (20 bagian dari anestesi per 100 bagian
dari gas) akan menghasilkan konsentrasi alveolar 11% (10 bagian dari anestesi yang tersisa
dalam volum total 90 bagian gas). Jadi bila konsentrasi yang terinspirasi dinaikkan sampai
80% maka konsentrasi alveolar akan menjadi 67% (40 bagian dari anestesi yang tersisa
dalam volum total 60 bagian gas). Sehingga walaupun jika 50% anestesi diambil dari kedua
contoh, semakin tinggi konsentrasi yang terinspirasi akan menghasilkan semakin tingginya
konsentrasi alveolar secara tidak proporsional. Dalam contoh ini, meningkatkan konsentrasi
terinspirasi sebanyak 4 kali menyebabkan peningkatan 6 kali konsentrasi alveolar.
Fenomena kedua yang bertanggungjawab terhadap efek konsentrasi merupakan
augmented inflow effect. Menggunakan contoh di atas, 10 bagian dari gas yang terabsorbsi
harus digantikan dengan volume yang sama dari 20% campuran untuk mencegah kolaps
alveolar. Konsentrasi alveolar menjadi 12% (10 ditambah 2 bagian anestesi dalam total 100
bagian gas). Berlawanan dengan hal itu, setelah absorpsi dari 50% anestesi dalam campuran
gas 80%, 40 bagian dari 90% gas harus diinspirasi. Hal ini akan meningkatkan konsentrasi
alveolar dari 67% menjadi 72% (40 ditambah 32 bagian dari anestesi dalam volume 100
bagian gas).
Efek konsentrasi ini lebih signifikan dengan nitrous oxide dibandingkan dengan
anestesi volatil. Meskipun demikian, konsentrasi tinggi nitrous oxide akan menambah
(dengan mekanisme yang sama) tidak hanya pengambilan dirinya sendiri tetapi juga anestesi
volatil yang diberikan bersamaan.2
Second gas effect merupakan fenomena yang jelas yang terjadi secara independen dari
efek konsentrasi. Kemampuan pengambilan volume besar dari suatu gas (gas pertama) untuk
mempercepat kecepatan peningkatan PA dari gas lain yang juga diberikan (gas kedua)
8

diketahui sebagai second gas effect. Contohnya, pengambilan awal volum besar dari nitrous
oxide mempercepat pengambilan gas lain seperti anestesi volatil dan oksigen. Peningkatan
singkat (sekitar 10%) dalam PaO2 yang menyertai fase awal pemberian nitrous oxide
merefleksikan second gas effect dari nitrous oxide pada oksigen. Walaupun second gas effect
berdasarkan bukti dari prinsip farmakokinetik, hal tersebut mungkin bukan fenomena yang
signifikan secara klinis. 3
2.1.3

Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Arterial (Fa)

2.1.3.1 Ventilation/Perfusion Mismacth


Normalnya, tekanan parsial anestesi arterial dan alveolar diasumsikan sama, tapi pada
kenyataannya tekanan parsial arterial secara konsisten kurang dari prediksi gas endexpiratory. Alasannya mungkin karena campuran vena, alveolar dead space, dan distribusi
gas alveolar yang tidak sama. Keberadaan ventilation/perfusion mismacthing akan
meningkatkan perbedaan alveolar-arterial. Mismacth bertindak sebagai restriksi terhadap
aliran. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan restriksi, merendahkan tekanan melebihi
restriksi dan mengurangi aliran melalui restriksi. Efek keseluruhan adalah peningkatan
tekanan parsial alveolar (terutama agen yang sangat mudah larut) dan penurunan tekanan
parsial arterial (terutama agen yang sulit larut). Intubasi bronkial atau shunt intracardiac
kanan ke kiri akan memperlambat kecepatan induksi dengan nitrous oxide dibanding dengan
halotan.
2.1.4

Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi


Kesembuhan dari anestesia tergantung dari pengurangan konsentrasi anestesi di

jaringan otak.2 Kesembuhan (recovery) merupakan kebalikan dari induksi anestesi, kecepatan
dimana FA menurun seiring dengan waktu. Kesembuhan dari anestesi berbeda dengan induksi
anestesi dari tidak adanya efek konsentrasi pada kesembuhan, konsentrasi jaringan yang
bervariasi terhadap obat anestesi pada awal kesembuhan dan pentingnya potensi metabolisme
dalam kecepatan penurunan FA.
Dampak penyimpanan jaringan tergantung dari durasi anestesi dan kelarutan anestesi
pada berbagai kompartemen jaringan. Contohnya, waktu untuk kesembuhan diperlama dalam
proporsi terhadap durasi anestesi untuk anestesi yang larut (misal isofluran) dimana dampak
durasi administrasi pada waktu terhadap kesembuhan minimal pada anestesi yang kurang
larut (misal sevofluran).3
9

Anestesi bisa dieliminasi dengan biotransformasi, kehilangan transkutaneus, atau


ekshalasi. Biotransformasi biasanya untuk peningkatan minimal pada kecepatan penurunan
tekanan parsial alveolar. Dampak terbesarnya terdapat pada eliminasi dari anestesti yang larut
yang harus melewati metabolisme ekstensif. Biotransformasi yang lebih besar dari halotan
dibanding dengan isofluran menyebabkan eliminasi halotan lebih cepat walaupun lebih larut.
Kelompok sitokrom P-450 isoenzim penting untuk metabolisme anestesi volatil. Difusi
anestesi melalui kulit tidak signifikan. Rute paling penting untuk eliminasi dari anestesi
inhalasi adalah lewat alveolus.
Kebanyakan faktor yang mempercepat induksi juga mempercepat kesembuhan yaitu:
eliminasi rebreathing, high fresh gas flow, low anesthetic circuit volume, absorbsi rendah
oleh sirkuit anestesi, menurunnya kelarutan, aliran darah serebral yang tinggi dan
meningkatnya ventilasi. Eliminasi nitrous oxide begitu cepat sehingga oksigen alveolar dan
CO2 terdilusi.
Diffusion hypoxia dapat terjadi pada penghentian pemberian nitrous oxide bila pasien
dibiarkan menginhalasi udara ruangan. Volume awal yang tinggi dari nitrous oxide dari darah
ke dalam alveoli ketika inhalasi gas ini dihentikan dapat mendilusi PaO2 sehingga PaO2
menurun. 3Diffusion hypoxia dicegah dengan memberikan 100% oksigen selama 5-10 menit
setelah menghentikan nitrous oxide.
Kecepatan penyembuhan biasanya lebih cepat daripada induksi karena jaringan yang
tidak mencapai equilibrium akan berlanjut untuk mengambil obat anestesi sampai tekanan
parsial alveolar turun di bawah tekanan parsial jaringan. Singkatnya lemak akan terus
mengambil anestesi dan mempercepat kesembuhan sampai tekanan parsial melebihi tekanan
parsial alveolar. Redistribusi tidak terjadi setelah anestesia yang lama. Kecepatan
kesembuhan juga tergantung pada lamanya waktu anestesi diberikan.
2.2. Farmakodinamik Anestesi Inhalasi
2.2.1 Teori-teori mengenai Mekanisme Kerja Anestetik Inhalasi
Anestesia umum adalah keadaan fisiologis yang sengaja disimpangkan, ditandai dengan
kehilangan kesadaran secara reversibel, analgesia seluruh tubuh, amnesia, dan sedikit
relaksasi otot. Zat-zat yang dapat menghasilkan keadaan anestesia umum sangat beragam
mulai dari elemen inert (xenon), substansi organik sederhana (nitrous oksida), hidrokarbon
terhalogenasi (halotan), dan struktur irganik kompleks (barbiturat). Teori yang dapat
menyatukan mekanisme kerja anestetik harus dapat mengakomodasi diversitas struktur yang
telah tergambarkan tadi. Pada kenyataannya, berbagai agen mungkin menghasilkan anestesia
melalui metodenya masing-masing.2
10

Yang menjadi pertanyaan ialah, pada sistem saraf mana anestesi inhalasi bekerja,
molekul apa yang berinteraksi untuk bekerja, dan bagaimana secara alami interaksi biologis
antara zat anestesi dan susbstrat yang nantinya akan mampu digunakan untuk mengukur efek
anestesi. Walaupun anestesi inhalasi telah digunakan untuk menganestesi selama operasi
selama 160 tahun, tidak ada satupun definisi yang diterima sebagai dasar tingkat anestesi.
Untuk tujuan percobaan, definisi operasional dari imobilitas terhadap respon dari stimulasi
selama operasi dan amnesia selama masa intraoperatif telah digunakan dan disetujui.3
Karakteristik pengukuran
Pengukuran dan karakteristik universal dari seluruh anestesi inhalasi, termasuk
produksi dari imobilitas dan efek amnesia. Imobilitas diukur dengan minimum alveolar
concentration (MAC)

zat anastetik yang diperlukan untuk menekan pergerakan terhadap

inisisi operasi pada 50% pasien. Ketidaksadaran merupakan salah satu bagian dari tingkat
anestesi, namun tidak mungkin diketahui dari pasien- pasien yang tidak mengingat even dari
operasi tersebut. Analgesai dikatakan sebagai salah satu tingkat anastetik, namun juga tidak
dapat diketahui pada pasien yang tidak mengingat.
Melalui tanda lain,yang dapat mengukur nyeri (peningkatan denyut nadi dan
peningkatan tekanan darah sistemik) menunjukkan bahwa anestesi inhalasi tidak menurunkan
persepsi stimulasi terhadap nyeri. Beberapa agen anestesi inhalasi bahkan memiliki efek
hiperalgesik dalam konsentrasi rendah.
Relaksasi otot skeletal biasanya didapatkan, namun tidak semua agen anestesi inhalasi
memilikinya, sebagai bukti, nitrous oksida yang malah meningkatkan tonus otot skeletal.
Imobilitas
Anestesi inhalasi menyebabkan imobilitas secara umum, dengan aksi mereka pada
corda spinalis, yang telah dibuktikan dengan pemberian MAC pada hewan percobaan
Efek amnestik
Struktur supraspinal, seperti amigdala, hipokampus dan korteks, diperkirakan sebagai
target yang paling mungkin berperan pada efek amnestik.
Depresi Susunan Saraf Pusat dan Kanal ion
Terdapat kesepakatan umum, bahwa anatesi inhalasi menyebabkan depresi SSP dengan
aksi mereka pada kanal ion, yaitu dengan mengatur hantaran listrik dari sistem saraf. Anestesi
inhalasi menyebabkan anestesia dengan cara meningkatkan fungsi inhibisi kanal ion dan
11

dengan memblok fungsi eksitasi kanal ion. Peningkatan fungsi inhibisi kanal ion
mengakibatkan hiperpolarisasi dari neuron. Hiperpolarisasi terjadi saat anion klorida masuk
melalui reseptor asam gamma-aminobutirik A (GABA A) atau reseptor glisin atau ketika
terdapat efluks dari kation kalium keluar dari neuron melalui kanal ion kalium. Hambatan
pada fungsi eksitasi kanal ion mencegah depolarisasi dari neuron dengan mencegah
masuknya ion positif kedalam neuron. Anestesi juga dapat mempengaruhi pelepasan
neurotransmiter, dan efek ini dapat dimediasi sebagian oleh kanal ion yang meregulasi
pelepasan neurotransmiter.
Aspek anestesia yang berbeda mungkin dilatarbelakangi oleh mekanisme yang berbeda
pula. Misalnya, ketidaksadaran dan amnesia mungkin dimediasi oleh aksi anestetik di
korteks, sementara supresi nyeri mungkin berkaitan dengan struktur subkortikal seperti
medula spinalis atau batang otak. Suatu studi mencit bahkan menunjukkan bahwa
pengangkatan korteks serebral tidak mengubah potensi anestetik!
Pada level mikroskopik, transmisi sinaptik lebih sensitif terhadap anestesia umum
daripada konduksi aksonal. Hipotesis ini beranggapan bahwa semua agen inhalasi
mempunyai suatu mekanisme yang sama di tingkat molekuler. Hal ini didukung oleh
observasi di mana potensi agen-agen inhalasi berkorelasi secara langsung dengan
solubilitasnya dalam lemak (aturan MeyerOverton). Implikasinya, anestesia dihasilkan oleh
kinerja molekul anestetik di suatu situs lipofilik tertentu. Relasi antara potensi anestetik dan
solubilitasnya dalam lemak secara kasar dapat dilihat pada diagram 1.

Diagram 1. Relasi potensi anestetik inhalasi dengan solubilitasnya dalam lemak

12

Membran

neuron mengandung situs hidrofobik beragam di bilayer fosfolipidnya.

Ikatan anestetik di situs tersebut dapat memperluas bilayer melebihi jumlah kritisnya dan
mengganggu fungsi membran; hal ini tertuang sebagai hipotesis volume kritis. Meskipun
tampaknya terlalu disimplifikasikan, teori ini dapat menjelaskan fenomena reversal anestesia
akibat peningkatan tekanan: laboratorium mencit yang terekspos tekanan hidrostatik yang
meningkat ternyata resisten terhadap anestetik. Kemungkinan tekanan tersebut menggantikan
sejumlah molekul di membran neuron, sehingga meningkatkan jumlah anestetik yang
diperlukan untuk memberikan efek. Anestesia umum dapat muncul akibat alterasi satu atau
beberapa sistem seluler seperti kanal ion, fungsi perantau kedua, atau reseptor
neurotransmiter terutama GABA.

2.2.2 Konsentrasi Alveolar Minimum


13

Konsentrasi alveolar minimum atau minimum

Agen
alveolar concentration (MAC) anestetik inhalasi adalah Nitrous oksida
konsentrasi alveolar yang dapat menghambat gerakan Halotan

MAC%

pada 50% pasien terhadap stimulus standar seperti insisi Isofluran

1.2

bedah. MAC merupakan ukuran yang berguna karena Desfluran


merefleksikan tekanan parsial anestetik di otak, sehingga Sevofluran

6.0

105
0.75

2.0

dapat membandingkan secara langsung potensi setiap anestetik sekaligus memberikan standar
baku untuk penelitian. Meskipun demikian, nilai MAC tetap saja hanya merupakan angka
statistikal belaka pada saat menangani pasien; masing-masing pasien merupakan individu
yang unik dan oleh karena itu memerlukan pendekatan yang bersifat individual pula,
misalnya pada saat menentukan dosis induksi.
2.3. Farmakologi klinik dari anestesi inhalasi
2.3.1 Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat dari udara,
serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan dengan zat anestetik
yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan dalam bentuk cair dalam tekanan
tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen anestetik inhalasi lain.
Efek terhadap Sistem Organ
Efek terhadap kardiovaskular dapat dijelaskan melalui tendensinya dalam menstimulasi
sistem saraf simpatis. Meski secara in vitro gas ini mendepresikan kontraktilitas otot jantung,
namun secara in vivo tekanan darah arteri, curah jantung, serta frekuensi nadi tidak
mengalami perubahan atau hanya terjadi sedikit peningkatan karena adanya stimulasi
katekolamin, sehingga peredaran darah tidak terganggu (kecuali pada pasien dengan penyakit
jantung koroner atau hipovolemik berat).
Efek terhadap respirasi dari gas ini adalah peningkatan laju napas (takipnea) dan
penurunan volume tidal akibat stimulasi Sistem Saraf Pusat (SSP). N 2O dapat menyebabkan
berkurangnya respons pernapasan terhadap CO2 meski hanya diberikan dalam jumlah kecil,
sehingga dapat berdampak serius di ruang pemulihan (pasien jadi lebih lama dalam keadaan
tidak sadar).
Efek terhadap SSP adalah peningkatan aliran darah serebral yang berakibat pada sedikit
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). N2O juga meningkatkan konsumsi oksigen serebral.
Efek terhadap neuromuskular tidak seperti agen anestetik inhalasi lain, di mana N 2O tidak
14

menghasilkan efek relaksasi otot, malah dalam konsentrasi tinggi pada ruangan hiperbarik,
N2O menyebabkan rigiditas otot skeletal.
Efek terhadap ginjal adalah penurunan aliran darah renal (dengan meningkatkan
resistensi vaskular renal) yang berujung pada penurunan laju filtrasi glomerulus dan jumlah
urin. Efek terhadap hepar adalah penurunan aliran darah hepatik (namun dalam jumlah yang
lebih ringan dibandingkan dengan agen inhalasi lain). Efek terhadap gastrointestinal adalah
adalanya mual muntah pascaoperasi, yang diduga akibat aktivasi dari chemoreceptor trigger
zone dan pusat muntah di medula. Efek ini dapat muncul pada anestesi yang lama.
Biotransformasi dan Toksisitas
Selama ini, hampir seluruh N2O dikeluarkan melalui ekshalasi. Sebagian kecil berdifusi
melalui kulit. Biotransformasi terbatas pada kurang dari 0,01% yang akan melalui
metabolisme reduktif pada saluran gastrointestinal oleh bakteri anaerobic.
Dengan mengoksidasi secara ireversibel atom kobalt pada vitamin B12, N2O
menginhibisi enzim yang bergantung pada vitamin B12. Enzim- enzim ini termasuk
didalamnya adalah, metionin sintetase, yang berguna untuk formasi mielin, dan timidilate
sintetase, yang berguna untuk sintesa DNA. Penggunaan anestesi nitrous oxide secara
berkepanjangan dapat menyebabkan depresi sumsum tulang (anemia megaloblastik) dan
bahkan defisit neurologis (neuropati perifer dan anemia pernisiosa). Karena kemungkinan
efek teratogenik, maka N2O biasanya dihindari untuk dipakai pada pasien yang hamil. N 2O
juga dapat merubah respon imun terhadap infeksi dengan mempengaruhi kemotaksis dan
motilitas dari leukosit polimorfonuklear.
Sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang kurang kuat sehingga kini
hanya

dipakai

sebagai

adjuvan

atau

pembawa

anestetik

inhalasi

lain

karena

kesukarlarutannya ini berguna dalam meningkatkan tekanan parsial sehingga induksi dapat
lebih cepat (setelah induksi dicapai, tekanan parsial diturunkan untuk mempertahankan
anestesia). Dengan perbandingan N2O:O2 = 85:15, induksi cepat dicapai tapi tidak boleh
terlalu lama karena bisa mengakibatkan hipoksia (bisa dicegah dengan pemberian O 2 100%
setelah N2O dihentikan). Efek relaksasi otot yang dihasilkan kurang baik sehingga
dibutuhkan obat pelumpuh otot.
Kontraindikasi
Walaupun N2O paling tidak larut dibandingkan dengan agen inhalasi lain, zat ini 35 kali
lebih larut dibanding nitrogen dalam darah. Sehingga lebih mudah tercampur dalam rongga
udara lebih cepat, daripada nitrogen terikat oleh aliran darah. Sebagai contoh, bila pasien
15

dengan pneumothorax 100-ml menghirup N2O, udara yang terdapat dalam pneumothorax
akan menghantarkannya ke aliran darah.
Karena N2O berdifusi kedalam rongga lebih cepat dari udara berdifusi keluar, maka
pneumothorax akan meluas sampai terdapat 100 ml udara dan 100 ml N2O. Bila dinding
disekitar rongga kaku, maka tekanan akan bertambah.
Keadaan- keadaan dimana N2O dapat berbahaya, yaitu embolisme, pneumothorax,
obstruksi usus akut, udara intrakranial, kista pulmonari, udara intraokular, dan grafting
membran timpani.
Interaksi Obat
Kombinasinya dengan agen anestetik inhalasi lain dapat menurunkan MAC agen
inhalasi tersebut sampai 50%, contohnya halotan dari 0,75% menjadi 0,29% atau enfluran
dari 1,68% menjadi 0,6%.
2.3.2 Halotan
Halotan merupakan anestetik umum inhalasi dengan nama IUPAC 2-bromo-2-kloro1,1,1-trifluoroetan. Halotan merupakan satu dari dua agen anestetik inhalasiyang terdaftar
dalam formulasi WHO 2004 untuk anestesi induksi dan pemeliharaan,selain eter.
Perbedaannya adalah, halotan merupakan agen anestetik yang bersifatterfluorinasi.
Halotan termasuk dalam alkali halogenasi (golongan VII A dalam tabel periodik
kimia). Rantai carbon-fluor membuat halotan secara alamiah bersifat tidak mudah terbakar
dan meledak. Halotan sendiri merupakan cairan tidak berwarna, berbau tidak menyengat,
tidak iritatif, mudah menguap, tidak bereaksi dengan soda lime, mudah diuraikan cahaya.
Oleh karena itu Dekomposisi dapat terjadi setelah pemajanansinar, dan untuk menghindari
hal ini, halotan perlu ditambahkan timol 0,01%.
Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, alumunium, brom, karet
dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium, dan polietilen tidak
sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec.Titik didih halotan
50,3 C.
Untuk induksi anestesi, halotan diberikan dengan konsentrasi 2 4 % volume
padadewasa, dan 1,52 % volume pada anak-anak, dan diberikan bersama oksigen
ataucampuran oksigen-nitrous oksida. Induksi dapat dimulai dengan konsentrasi 0,5 %
volume dan secara bertahap dititrasi dengan meningkatkan dosis ke level tertentu.Efek
analgesik halotan lemah tapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang
16

aman diperlukan waktu 10 menit untuk induksi sehingga untuk mempercepatnya digunakan
kadar tinggi (3-4 %volume). Kadar untuk anestesia ialah 0.76 % volume. Untuk dosis
pemeliharaan dewasa dan anak-anak adalah 0,5 2 % volume Untuk orang tua,dosis dapat
dikurang.
Depresi nafas terjadi pada semua konsentrasi halotan yang menimbulkan anestesia.
Halotan dapat mencegah spasme laring dan bronkus, batuk serta menghambat salivasi,
sedangkan relaksasi otot maseter baik, sehingga intubasi mudah dilakukan. Pernafasan buatan
haruis dilakukan dengan hati-hati karena dapat menyebabkan dosis halotan berlebihan.
Halotan secara langsung menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh darah
serta menurunkan aktivitas saraf simpatis. Makin dalam anesthesia, makin jelas turunnya
kekuatan kontraksi otot jantung, curah jantung, tekanan darah dan resistensi perifer karena
halotan bersifat mendepresi miokardial. Bila kadar halotan ditingkatkan dengan cepat, maka
tekanan darah akan tidak terukur dan dapatterjadi henti jantung. Halotan menyebabkan
vasodilatasi pembuluh otot rangka dan darah otak sehingga aliran darah ke otak dan otot
bertambah.
Halotan menyebabkan bradikardi, karena aktivitas vagal yang meningkat. Halotan
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin sehingga dapat terjadi aritmia jantung
bila diberikan katekolamin sewaktu inhalasi halotan. Suntikan local epinefin hanya boleh
diberikan dengan syarat : (1) ventilasi harus cukup adekuat; (2) kadar epineterin yang
diberikan tidak lebih dari 1:100.000; dan (3) dosis dewasa tidak lebih dari 1:100.000 dalam
10 menit, atau 30 ml dalam satu jam.
Penggunaan halotan berulang kali dapat menyebabkan kerusakan hati yang bersifat
alergi berupa nekrosis sel hati yang letaknya sentrolobular. Gejala yang mungkin timbul
adalah anoreksia, mual, muntah dan kadang-kadang kemerahan pada kulit.
Halotan menghambat tonus miometrium, mengurangi efektivitas alkaloid ergot dan
oksitosin sehingga harus hati hati diberikan waktu partus. Halotan berguna sekali pada versi
ekstraksi.
Absopsi dan ekskresi halotan melalui paru, hanya 20 % dimetabolasi dalam badan dan
diekresi melalui urin dalam bentuk asam triluoro asetatm trifluoreatanol dan bromide. Untuk
induksi, halotan diberikan dengan kadar 1-4% dalam campuran dengan oksigen atau N2O
sedangkan untuk dosis penunjang 0,5 - 2%. Halotan diberikan dengan alat khusus dan
penentuan kadar harus dapat di lakukan dengan tepat.
17

Efek samping lainnya adalah PONVS ( Postoperative nausea, vomiting, and


shivering), peningkatan tekanan intrakranial, penurunan aliran darah renal dan GFR,
hipertermia.
Halotan sangat popular dan digunakan secara luas dalam anestesi. Dengan ditemukan
enfluran dan isofluran maka ada pilihan lain sehingga penggunaan berulang yang berakibat
hepatokosisitas dapat dihindari.
Efek terhadap sistem organ
Efek langsung depresi miokardial berupa penurunan tekanan darah arteri
tergantung dari dosis. Halotan dengan dosis 2.0 MAC dapat menurunkan tekanan
darah dan keluaran curah jantung sebanyak 50%. Walaupun halotan sendiri bersifat
vasodilator pada arteri koroner, namun aliran darah koroner akan turun karena penurunan
tekanan arteri sistemik itu sendiri. Secara normal, hipotensi akan menghambat baroreseptor
pada lengkung aorta dan bifurkasio Carotis, menyebabkan penurunan stimulasi refleks vagus
dan kompensasi peningkatan detak jantung. Halotan akan melumpuhkan refleks ini.
Perlambatan konduksi Sinoatrial (SA) akan menyebabkan bradikardia. Pada anak (umur 28
hari sampai 1 tahun) halotan akan menurunkan keluaran curah jantung dengan kombinasi
penurunan detak jantung dan menekan kontraktilitas miokardial. Kombinasi dengan epinefrin
di atas dosis 1.5 g/ kg harus dihindari, karena sensitasi halotan dengan efek aritmogenik
pada epinefrin. Fenomena ini karena halotan akan mengganggu dengan konduksi calciumchannelyang lambat. Walaupun aliran darah ke organ didistribusikan, resistensi vaskular
secara sistemik tidak berubah.
Halotan secara cepat akan mendangkalkan pernapasan. Peningkatan frekuensi
pernapasan tetap tidak dapat untuk melawan volume tidal yang menurun, sehingga ventilasi
alveolar menurun tajam, dan PaCO2saat istirahat akan meningkat. Ambang apneu ( Kadar
PaCO2 tertinggi yang membuat seseorang apneu), akan meningkat karena perbedaannya
dengan PaCO2 saat istirahat tidak diubah oleh anestesi umum. Demikian juga, halotan akan
membatasi peningkatan minute ventilationyang secara normal menyertai peningkatan PaCO2.
Efek ventilasi halotan kemungkinan disebabkan oleh mekanisme sentral (depresi medular)
dan perifer ( disfungsi otot- otot interkostal). Perubahan ini akan berlebihan bila terdapat
penyakit paru sebelumnya dan dilemahkan dengan stimulasi pembedahan. Peningkatan
PaCO2 dan penurunan tekanan intra-toraks yang menyertai ventilasi spontan dengan sebagian
halotan akan membalikkan penurunan keluaran curah jantung, tekanan darah arteri, dan detak
jantung. Rangsangan hipoksia ditekan secara berat bahkan dengan konsentrasi halotan yang
rendah (0,1 MAC).
18

Halotan dianggap sebagai bronkodilator yang poten, sering sebagai pembalik asmamenginduksi bronkospasme. Pada kenyataannya halotan merupakan bronkodilator terbaik
diantara anestesi hirup yang ada. Aksi ini tidak diinhibisi oleh propranolol, penghambat agen
- adrenergik. Halotan melemahkan refleks jalan napas, dan merelaksasi otot- otot polos
bronkial dengan menginhibisi mobilisasi kalsium intraseluler. Halotan juga menekan bersihan
mukus dari traktus respiratorik (fungsi mukosiliar), memicu postoperatif hipoksia dan
atelektasis.
Dengan mendilatasi pembuluh darah, halotan menurunkan resistensi pembuluh darah
cerebral, dan meningkatkan aliran pembuluh darah cerebral. Autoregulasi sebagai
pemeliharaan aliran pembuluh darah cerebral agar tetap konstan dengan perubahan tekanan
darah arteri dilumpuhkan. Seiring dengan peningkatan tekanan intrakranial dapat dicegah
dengan membangun hiperventilasi sebelum menggunakan halotan. Aktifitas cerebral
menurun, EEG melambat, dan mengurangi kebutuhan metabolisme oksigen.
Halotan merelaksasi otot- otot skeletal dan NMBA ( non depolarizing neuromuscularblocking agents). Seperti anestesi hirup lainnya, hal ini memicu terjadinya malignant
hyperthermia.
Halotan mengurangi aliran darah, GFR, dan urine output. Penurunan ini dapat
dijelaskan dengan penurunan tekanan darah arteri dan curah jantung. Karena reduksi aliran
darah ginjal lebih besar daripada reduksi GFR, fraksi filtrasi akan meningkat. Hidrasi saat
preoperatif akan membatasi perubahan ini.
Halotan menyebabkan aliran darah hepatik menurun sebagai bagian dari penurunan
curah jantung. Vasospasme arteri hepatis telah dilaporkan saat penggunaan anestesi halotan.
Gangguan metabolisme dan bersihan pada beberapa obat- obatan (Fentanil, feniotin,
verapamil) muncul oleh halotan. Kejadian disfungsi sel hati lainnya termasuk retensi BSP
(sulfobromophtalein) dan elevasi minor transaminase hati.
Biotransformasi dan toksisitas
Halotan dioksidasi pada hati oleh sebagian isozim dari sitokrom P-450 (2EI) untuk
prinsip metabolit, asam trifluoroacetic. Metabolisme ini dapat diinhibisi dengan terapi awal
dengan disulfiram. Bromida, metabolit oksidatif lainnya, juga dicurigai namun tidak mungkin
menjadi penyebab perubahan post-anestesi pada status mental. Dengan absennya Oksigen,
metabolisme reduktif dapat menghasilkan produk akhir hepatotoksik dalam jumlah kecil yang
secara kovalen berikatan dengan jaringan makromolekul. Cenderung muncul dengan
19

mengikuti induksi enzim oleh fenobarbital. Peningkatan level Fluoride signifikan terhadap
metabolisme anaerob
Disfungsi hepatik post- operatif menyebabkan : hepatitis karena virus, gangguan
perfusi hepatik, penyakit hati yang sudah ada, hipoksia sel hepatik, sepsis, hemolisis,
kolestatis intrahepatik jinak post- operatif, hepatitis yang disebabkan obat. Halotan hepatitis
sangat jarang (1 dari 35.000 kasus). Peningkatan resiko terjadi pada pasien dengan : paparan
anestesi halotan yang berlebihan pada interval yang pendek, wanita dengan obesitas dan usia
pertengahan, orang dengan predisposisi keluarga dengan toksisitas halotan, atau ada riwayat
toksisitas. Tanda termasuk peningkatan alanin serum dan aspartat transferase, peningkatan
bilirubin (jaundice) dan enselopati.
Lesi hepatik yang terdapat pada manusia nekrosis sentrilobular, juga muncul pada
tikus yang diberikan enzim inducer (fenobarbital) dan terpapar dengan halotan di bawah
kondisi hipoksia (FiO2< 14%). Model hipoksia halotan ini mengimplikasikan kerusakan
hepatik dari metabolisme reduktif atau hipoksia itu sendiri.
Pada Kejadian terbaru titik berat lebih pada mekanisme imun. Secara singkat
beberapa tanda dari penyakit ini mengindikasi reaksi alergi (eosinofilia, kemerahan, demam)
dan tidak muncul sampai beberapa hari setelah terpapar. Lebih jauh lagi, antibodi yang
mengikat sel- sel hepatosit yang sebelumnya telah terpapar dengan halotan diisolasi dari
pasien dengan

disfungsi hepatik disebabkan halotan. Respon antibodi tersebut dapat

mempengaruhi protein- protein mikrosom hati yang telah dimodifikasi oleh asam
trifluoroasetat sebagai pemicu antigen.
Kontraindikasi
Hati- hati menahan menggunakan halotan pada pasien dengan disfungsi hepar yang
tidak jelas diikuti dengan paparan sebelumnya. Karena hepatitis halotan muncul kebanyakan
pada orang dewasa dan anak- anak dengan usia setelah puber, beberapa anestiologi memilih
gas inhalasi jenis lain pada pasien ini. Tidak ada kejadian yang berhubungan dengan halotan
dan perburukan dengan penyakit hati yang telah ada sebelumnya.
Halotan harus digunakan dengan sangat hati- hati khususnya pada pasien dengan
massa pada intrakranial karena kemungkinan akan terjadi hipertensi intrakranial.
Pasien dengan hipovolemik dan beberapa pasien dengan penyakit jantung yang berat
(stenosis aorta) mungkin tidak dapat mentoleransi efek

inotropik negatif dari halotan.

Sensitasi jantung terhadap katekolamin membatasi kegunaan dari halotan ketika diberikan
bersamaan dengan epineprin eksogen atau pada pasien dengan pheochromocytoma.
Interaksi Obat
20

Depresi miokordium muncul pada eksaserbasi halotan melaluo agen penyekat

adrenergik (propranolol) dan agen penyekat pompa kalsium (verapamil). Antidepresan


trisiklik dan inhibitor monoamin oksidase berhubungan dengan fluktuasi tekanan darah dan
aritmia, walaupun keduanya tidak sebagai kontraindikasi absolut. Kombinasi halotan dan
aminofilin dapat menghasilkan aritmia ventrikular yang serius.
2.3.3 Isoflurane
Isofluran merupakan isomer dari enfluran dengan efek-efek samping yangminimal.
Isofluran memiliki nama kimia 2-kloro-2-(difluorometoksi)-1,1,1- trifluoro-etan, merupakan
eter berhalogenasi yang digunakan untuk anestesi inhalasi.Karakteristik fisik isofluran antara
lain memiliki titik didih 48,5 C, nilai MAC 1,15 % volume.
Mekanisme terkait sifat anestetik masih belum sepenuhnya dipahami, namundiduga
terdapat interaksi isofluran dengan berbagai reseptor pada transmisi sinaptik.Isofluran
mengikat reseptor GABA, reseptor glutamat, dan reseptor glisin, sertamenghambat konduksi
kanal kalium. Penghambatan glisin akan membantumenghambat fungsi motorik. Aktivasi
kalsium ATPase akan meningkatkan permeabilitas membran.
Seperti anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga dapat mendepresi napas.Volume
tidal dan frekuensi napas dapat menurun berefek menimbulkan dilatasi bronkus,
sehingga baik untuk kasus penyakit paru obstruksi menahun.
Depresi terhadap jantung minimal dibandingkan enfluran dan halotan. Pada beberapa
kasus dapat menyebabkan takikardi. Isofluran memiliki efek relaksasi ototyang baik dan
berpotensiasi dengan obat relaksan otot, namun tidak terlalumerelaksasi otot uterus pada
kasus obstetri.
Berbeda

dengan

enfluran,

obat

ini

tidak

menimbulkan

perubahan

gambaranepileptiform pada EEG, serta tidak begitu mempengaruhi aliran darah


otak.Metabolisme yang minimal menyebabkan obat ini aman bagi fungsi hepar dan ginjal.
Efek pada sistem organ
Secara in vivo, isofluran menyebabkan depresi jantung minimal. Curah jantung dipelihara
dengan peningkatan detak jantung sebagai sebagianpemeliharaan dari barorefleks karotis.
Stimulasi

- adrenergik yang ringan dapat meningkatkan aliran darah otot skeletal,

menurunkan resistensi vaskular sistemik, dan menurunkan tekanan pembuluh darah arteri.
Peningkatan konsentrasi isofluran yang cepat dapat meningkatkan detak jantung sementara,
21

tekanan darah arteri, level plasma dari norepinefrin. Isofluran mendilatasi arteri koroner,
namun tidak sepotensial nitrogliserin/ adenosin sebagai dilator. Dilatasi arteri koroner yang
norrnal secara teori dapat mengalihkan darah jauh dari lesi stenosis yang tetap. Pernah ada
laporan konflik mengenai apakah coronary steal syndrome menyebabkan iskemia
miokardium regional selama episode takikardia/ tekanan perfusi yang turun. Meskipun pada
beberapa pasien memiliki hasil yang negatif, beberapa anestesiologi tetap menghindari
isofluran pada pasein dengan penyakit arteri koroner.
Depresi pernapasan selama penggunaan sama seperti jenis gas inhalasi lainnya,
kecuali takipneu lebih jarang muncul. Efek yang lebih sering ditangkap adalah menurunnya
minute volume. Bahkan dengan dosis isofluran yang rendah (MAC 0.1) dapat melumpuhkan
respon ventilasi normal terhadapa hipoksia dan hiperkapnia. Walaupun ada kecenderungan
untuk mengganggu refleks jalan napas atas, isofluran dapat sebagai bronkodilator, namun
tidak sepotensial Halotan.
Pada konsentrasi lebih dari 1 MAC, isofluran akan meningkatkan aliran darah
cerebral dan tekanan intrakranial. Perlu diingat efek- efek tersebut lebih sedikit muncul
daripada dengan menggunakan halotan dan dibalikkan dengan hiperventilasi. Berbeda dengan
halotan, hiperventilasi tidak harus diteruskan sebagai pencegahan awal terhadap penggunaan
isofluran untuk mencegah hipertensi intrakranial. Isofluran mengurangi kebutuhan
metabolisme oksigen otak, dan pada 2 MAC ia akan memproduksi silent EEG. Supresi
EEG mungkin sebagai persiapan proteksi otak selama episode iskemia serebri. Isofluran akan
merelaksasi otot- otot skeletal
Isofluran akan menurunkan aliran darah ginjal, GFR, dan urine output. Aliran darah
hepatik total (arteri hepatis dan aliran pembuluh portal) berkurang selama anestesi dengan
isofluran. Suplai oksigen hepatik mungkin lebih terpelihara baik dibandingkan dengan
menggunakan halotan, bagaimanapun juga karena tersedianya perfusi arteri hepatis dan
saturasi oksigen vena hepatis yang baik. Tes fungsi hati berpengaruh minimal.
Biotransformasi dan toksisitas
Isofluran dimetabolisme oleh asam trifluoroasetat. Meskipun level cairan fluoride
serum meningkat, nefrotoksisitas secara ekstrim sangat jarang terjadi. Sedasi yang panjang
( >24 jam 0.1-0.6 % isofluran) pada pasien yang sakit menghasilkan peningkatan level
plasma fluoride (15-50 mol/L) dengan tanpa kejadian gangguan ginjal. Secara sama lebih
dari 20 MAC- jam dari isofluran dapat meningkatkan level fluoride menjadi lebih dari 50
mol/L tanpa dapat terdeteksi disfungsi ginjal postoperatif. Metabolisme yang dibatasi ini
juga dapat meminimalisasi resiko-resiko yang mungkin secara signifikan terhadap disfungsi
hati.
22

Kontraindikasi
Isofluran tidak memiliki kontraindikasi yang unik. Pasien dengan hipovolemia berat
mungkin tidak dapat mentoleransi efek vasodilatasi.
Interaksi Obat
Epinefrin dapat diberikan dengan aman pada dosis sampai dengan 4,5 g/kg.
Nondepolarizing NMBAs potensial terhadap isofluran.
2.3.4 Desfluran
Struktur desfluran sangat mirip dengan isofluran. Bahkan pada kenyataannya,
perbedaan satu-satunya hanya substitusi atom fluorin untuk atom klorin isofluran. Perubahan
minor tersebut memiliki efek yang cukup besar terhadap karakteristik fisik dari desfluran.
Singkatnya, karena tekanan penguapan desfluran pada suhu 200C adalah 681 mmHg, pada
ketinggian permukaan laut yang tinggi, desfluran akan mendidih pda suhu ruangan. Masalah
ini membutuhkan perkembangan vaporizer khusus untuk desfluran. Kelarutan desfluran yang
rendah dalam darah dan jaringan tubuh menyebbabkan cepatnya masuk keluarnya obat
anestesi. Konsentrasi alveolar desfluran mendekati konsentrasi terinspirasi lebih cepat
dibanding agen volatin lainnya, memberikan anestesiologis konrrol yang lebih ketat terhadap
level anestesi.
Waktu untuk bangun rata-rata 50% lebih kurang dibandingkan isofluran. Hal ini
terutama disebabkan oleh koefisien partisi darah/gas (0.42) yang bahkan lebih rendah
dibandingkan nitrous oxygen (0.47). Walaupun desfluran hanya seperempat poten dari agen
volatil yang lain, desfluran 17 kali lebih poten dibandingkan nitrous oxide. Tekanan
penguapan yang tinggi, durasi kerja yang sangat singkat, dan potensi sedang merupakan
karakteristik utama dari desfluran.

Efek terhadap Sistem Organ


Efek kardiovaskular desfluran mirip dengan efek isofluran. Meningkatkan dosis
berhubungan dengan penurunan resistensi vaskular sistemik yang menyebabkan penurunan
tekanan darah arterial. Cardiac output tetap tidak berubah atau sedikit ditekan pada 1-2 MAC.
Terdapat peningkatan sedang dari denyut jantung, tekanan vena sentral dan tekanan arteri
pulmonal yang sering tidak begitu nyata pada dosis rendah. Peningkatan cepat dari
konsentrasi desfluran menyebabkan peningkatan singkat namun kadang mengkhawatirkan
dari denyut jantung, tekanan darah, dan kadar katekolamin yang lebih nyata terjadi dibanding
23

pada penggunaan isofluran, terutama pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Respon
kardiovaskular ini dapat dikurangi dengan fentanyl, esmolol atau klonidin. Tidak seperti
isofluran, desfluran tidak meningkatkan aliran darah arteri koroner.
Desfluran menyebabkan penurunan pada tidal volume dan peningkatan laju pernafasan.
Secara keseluruhan terdapat penurunan ventilasi alveolar yang menyebabkan peningkatan
pada PaCO2 istirahat. Seperti agen anestesi volatil lainnya, desfluran menekan respon
pernafasan terhadap meningkatnya PaCO2. Ketajaman dan iritasi jalan nafas selama induksi
desfluran bisa dimanifestasikan sebagai salivasi, menahan nafas, batuk, dan laringospasme.
Masalah ini menyebabkan desfluran kurang ideal untuk induksi inhalasi.
Seperti anestesi volatil lainnya, desfluran secara langsug memvasodilatasi pembuluh
darah serebral, meningkatkan cairan cerebrovaskular dan tekanan intrakranial pada
normotension dan normocapnia. Melawan penurunan resistensi vaskular serebral ditandai
dengan penurunan kecepatan metabolik oksigen serebral (CMRO2) yang cenderung
menyebabkan vasokontriksi serebral dan peningkatan sedang CBF. Pembuluh darah serebral
tetap responsif terhadap perubahan dalam PaCO2 sehingga tekanan intrakranial bisa
diturunkan dengan hiperventilasi. Konsumsi oksigen serebral menurun selama anestesi
desfluran. Selama periode desfluran yang menyebabkan hipotensi (mean arterial pressure =
60 mmHg), CBF cukup untuk mempertahankan metabolisme aerobik walaupun tekanan
perfusi serebral yang rendah. Efek kepada EEG mirip dengan efek dari isofluran.
Desfluran berhubungan dengan penurunan yang tergantung dosis dalam respon train-offour dan stimulasi saraf perifer tetanik. Tidak ada bukti efek nefrotoksik yang disebabkan
oleh desfluran.Tes fungsi hepatik tidak dipengaruhi dan tidak ada bukti hepatic injury yang
disebabkan oleh anestesi desfluran.

Biotransformasi dan Toksisitas


Desfluran melewati metabolisme minimal pada manusia. Serum dan kadar fluorida
inorganik urin yang mengikuti anestesi desfluran tidak berubah dari kadar sebelum anestesi.
Terdapat kehilangan perkutaneus yang tidak signifikan. Desfluran, lebih dari anestesi volatil
lainnya, didegradasi oleh penyerap karbon dioksida (terutama barium hydroxide lime, tetapi
juga sodium dan potassium hydroxide) menjadi karbon monooksida yang signifikan secara
klinis. Keracunan karbon monooksida sulit untuk didiagnosis dalam anestesi umum namun
keberadaan karboksihemoglobin bisa terdeteksi oleh analisis gas darah arterial atau
pembacaan pulse oximetry (walaupun kesalahan interpretasi tinggi). Membuang absorben
24

yang sudah terpakai atau menggunakan calcium hydroxide dapat meminimalisir resiko
keracunan karbon monooksida.
Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk pemakaian desfluran adalah hipovolemia berat, malignant
hyperthermia, dan hipertensi intrakranial.
Interaksi Obat
Desfluran meningkatkan potensi obat neuromoskular blocking non-depolarizing sama
seperti isofluran. Epinefrin bisa dengan aman diberikan dengan dosis sampai 4.5 g/kg
karena desfluran tidak mensensitisasikan myokardium kepada efek aritmogenik dari
epinefrin. Walaupun penghentian anestesti (pengembalian kesadaran) lebih cepat pada
desfluran dibandingkan isofluran, mengganti dari isofluran menjadi desfluran pada akhir
anestesi tidak secara signifikan mempercepat kesembuhan ataupun mempercepat bangun dan
waktu discharge yang lebih cepat dari post anesthesia care unit. Bangunnya pasien dengan
desfluran berhubungan dengan delirium pada beberapa pasien anak.
2.3.5.Sevofluran
Seperti

desfluran,

sevofluran

terhalogenasi

dengan

fluorin.

Sevofluran

mengkombinasikan kelarutan dalam darah lebih besar daripada desfluran (b/g 0.65 versus
0.42). Tidak terlalu tajam dan peningkatan yang cepat dalam konsentrasi alveolar anestesi
menyebabkan sevofluran sebagai pilihan yang baik untuk inhalasi induksi yang cepat dan
lancar pada pasien anak dan dewasa. Pada kenyataannya, inhalasi induksi dengan 4-8%
sevofluran dalam campuran 50 % dari nitrous oxide dan oksigen bisa dicapai kurang lebih
dalam 1-3 menit. Kelarutan darah yang rendah menyebabkan penurunan yang cepat dari
konsentrasi amestesi alveolar pada penghentian pemakaian dan lebih cepat bangun
dibandingkan dengan isofluran (walaupun bukan discharge yang lebih cepat dari post
anesthesia care unit). Sama seperti desfluran, bangun yang lebih cepat ini berhubungan
dengan insidens delirium yang lebih besar pada beberapa populasi anak yang bisa diobati
dengan 1.0-2.0 g/kg fentanyl.
Efek terhadap Sistem Organ
Sevofluran secara ringan menekan kontraktilitas myocardial. Resistensi vaskular
sistemik dan tekanan darah arterial menurun lebih ringan daripada isofluran ataupun
25

desfluran. Karena sevofluran menyebabkan sedikit peningkatan denyut jantung, cardiac


output tidak dipertahankan sebaik dengan isofluran atau desfluran. Tidak ada bukti yang
mengaitkan sevofluran dengan coronary steal syndrome. Sevofluran dapat memperpanjang
interval QT namun signifikan secara klinis masih belum diketahui.
Sevofluran menekan respirasi dan membalikkan bronkospasme hampir sama dengan
isofluran. Serperti isofluran dan desfluran, sevofluran menyebabkan peningkatan ringan dari
CBF dan tekanan intrakranial pada normocarbia walaupun beberapa penelitian menunjukkan
penurunan pada aliran darah serewbral. Konsentrasi tinggi dari sevofluran (> 1.5 MAC) dapat
menganggu autoregulasi dari CBF yang menyebabkan penurunan CBF selama hipotensi
hemoragik. Efek pada autoregulasi CBF kurang dibandingkan dengan isofluran. Kebutuhan
oksugen metabolik serebral menurun dan aktivitas kejang belum pernah dilaporkan.
Sevofluran menghasilkan relaksasi otot yang cukup untuk intubasi pada anak setelah
inhalasi induksi. Sevofluran menurunkan sedikit aliran darah ginjal. Selain itu, sevofluran
menurunkan aliran darah vena portal, tetapi meningkatkan aliran darah arteri hepatik,
sehingga mempertahankan aliran darah hepatik total dan pengiriman oksigen.
Biotransformasi dan Toksisitas
Enzim mikrosomal hati P-450 memetabolisme sevofluran pada kecepatan dari
halotan (5% versus 20%) namun 10-25 kali dari isofluran atau desfluran dan mungkin bisa
diinduksi dengan pretreatment etanol atau fenobarbital. Konsentrasi fluorid serum yang
melebihi 50 mol/L pada rata-rata 7% pasien yang mendapatkan sevofluran masih belum
signifikan secara klinis untuk menghubungkan disfungsi renal dengan anestesi sevofluran.
Keseluruhan kecepatan metabolisme sevofluran 5-10 kali dari isofluran. Meskipun begitu
tidak ada hubungan antara puncak kadar fluorid dan abnormalitas ginjal.
Alkali seperti barium hydroxide lime atau soda lime (tetapi bukan calcium hydroxide)
dapat mendegradasi sevofluran, menghasilkan bukti lain produk akhir nefrotoksik (compound
A, fluoromethyl-2,2-difluoro-1-[trifluoromethyl]vinyl ether). Akumulasi dari compound A
meningkat dengan meningkatnya suhu gas respirasi, aliran rendah anestesi, absorben barium
hidroksida kering (Baralyme), konsentrasi sevofluran yang tinggi dan durasi panjang
anestesia.
Kebanyakan penelitian tidak menghubungkan sevofluran dengan gangguan fungsi
renal post operasi yang bisa terdeteksi yang mengindikasikan toksisitas atau injury. Meskipun
begitu, beberapa klinisi mengajurkan aliran gas segar paling sedikit 2 L/menit untuk anestesi
26

yang berlangsung lebih dari beberapa jam dan sevofluran tidak digunakan pada pasien
dengan disfungsi renal yang sudah ada sebelumnya.
Sevofluran juga bisa didegradasi menjadi hidrogen fluorid oleh metal dan alat yang
terdapat pada peralatan, glass bottle packaging dan perlengkapan anestesi. Hidrogen fluoride
dapat menghasilkan luka bakar asam bila kontak dengan mukosa respirasi. Resiko melukai
pasien telah dikurangi dengan inhibisi proses degradasi dengan menambahkan air kepada
sevofluran pada proses produksi dam packaging.
Kontraindikasi
Kontraindikasi meliputi hipovolemia berat, kerentanan malignant hyperthermia, dan
hipertensi intrakranial.
Interaksi Obat
Seperti obat anestesi volatil lainnya, sevofluran mempotensiasikan NMBAs dan tidak
mensensitisasikan jantung terhadap aritmia yang disebabkan oleh katekolamin.

BAB III
KESIMPULAN
Sekarang terdapat lima agen inhalasi yang masih digunakan dalam praktik anestesi yakni
agen single seperti nitrous oksida, dan cairan volatile seperti halotan, isofluran, desfluran, dan
sevofluran.
Walaupun mekanisme kerja anestesi inhalasi masih belum diketahui, efek anestesi
inhalasi tergantung dari konsentrasi terapeutik di jaringan pada sistem saraf pusat. Tiga faktor
yang mempengaruhi pengambilan obat anestesi adalah kelarutan dalam darah, aliran darah
alveolar, dan perbedaan tekanan parsial antara gas alveolar dan darah vena.

27

Terdapat banyak faktor- faktor yang mempengaruhi konsentrasi inspirasi, konsentrasi


alveolar, konsentrasi arterial dan eliminasi dari agen- agen anestesi inhalasi.
Anestesia umum adalah keadaan fisiologis yang sengaja disimpangkan, ditandai
dengan kehilangan kesadaran secara reversibel, analgesia seluruh tubuh, amnesia, dan sedikit
relaksasi otot. Zat-zat yang dapat menghasilkan keadaan anestesia umum sangat beragam
mulai dari elemen inert (xenon), substansi organik sederhana (nitrous oksida), hidrokarbon
terhalogenasi (halotan), dan struktur irganik kompleks (barbiturat). Teori yang dapat
menyatukan mekanisme kerja anestetik harus dapat mengakomodasi diversitas struktur yang
telah tergambarkan tadi. Pada kenyataannya, berbagai agen mungkin menghasilkan anestesia
melalui metodenya masing-masing

28

You might also like