You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

Nervus trigeminus adalah saraf campuran. Saraf ini memiliki komponen


yang lebih besar yang terdiri dari serabut sensorik untuk wajah, dan komponen
yang lebih kecil yang terdiri dari serabut motorik untuk otot-otot pengunyah.
Ganglion trigeminale bersifat seperti ganglia radiks dorsalis medula spinalis untuk
persarafan sensorik wajah. Seperti ganglia radiks dorsalis, ganglion ini
mengandung sel-sel ganglion pseudounipolar, yang prosesus perifernya berakhir
di reseptor raba, tekan, diskrimianasi taktil, nyeri, dan suhu, dan prosesusnya
sentralnya berproyeksi ke nukleus sensoris prinsipalis nervis trigemini dan ke
nukleus spinalis nervis trigemini.
Neuralgia trigeminal adalah gangguan pada saraf trigeminal yang
menyebabkan episode nyeri yang terus menerus seperti tertusuk, dan tersetrum
listrik di daerah wajah yang bersesuaian dengan distribusi cabang saraf, seperti di
daerah bibir, mata, hidung, kulit kepala atas, dahi, rahang atas dan rahang bawah.
Penyakit ini merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang
berulang. Disebut neuralgia trigeminal, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu
atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf yang cukup besar ini
terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan
oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi
persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai
penyebab.

Gangguan ini umumnya mengenai pasien berusia lebih dari 50 tahun, dan
disebabkan oleh kompresi radiks sensoris trigeminus yang dekat dengan batang
otak. Pasien mengalami nyeri wajah unilateral dengan dsitribusi pada satu atau
lebih divisi nervus trigeminus. Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk, cepat, berat ,
tajam , seperti sengatan listrik, walaupun kadang terdapat nyeri yang terusmenerus. Umumnya, pada pemeriksaan pasien neuralgiatrigeminal menunjukkan
fungsi trigeminus yang normal. Adanya tanda-tanda neurologis abnormal
meningkatkan kemungkinan ada lesi penyebab seperti tumor.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Neuralgia Trigeminal (NT) digambarkan oleh IASP ( International
Association for the study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang timbulnya
mendadak, biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah
satu cabang nervus trigeminus. Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi
nyeri kepala Perdossi, neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan
nyeri wajah dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba tiba, seperti
tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih
distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus
ringan dan timbul spontan. Terdapat trigger area diplika nasolabialis dan atau
dagu. Pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi.

2.2 Anatomi
Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada
kulit muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian
frontal dari rongga mulut , juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar
dari bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf
yang lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi trigemini, merupakan akar
saraf motoris. Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak
terdiri dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah.

Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial dari akar
sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan saraf mandibularis
pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar sensoris saraf trigeminal
yang lebih besar disebut dengan portio major nervi trigemini yang memberi
penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akar-akar
saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari
sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan
cabang mandibularis.Cabang pertama yaitu saraf optalmikus berjalan melewati
fissura orbitalis superior dan memberi persarafan sensorik pada kulit kepala mulai
dari fissura palpebralis sampai bregma ( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu
cabang yang lebih kecil ke bagian atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva,
kornea dan iris, mukosa dari sinus frontalis dan sebagian dari hidung, juga
sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga disarafi oleh serabut, saraf
sensoris dari saraf ophtalmikus.
Cabang kedua, yaitu saraf maksilaris memasuki fossa pterygopalatina
melalui foramen maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang
menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu saraf
infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama. Sewaktu keluar
dari foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa cabang yang
menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung
dan bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat
beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar dari rahang
atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan.

Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf


mandibularis. Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os
sphenoid, selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf trigeminal, juga
membawa serabut-serabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang bawah dan
bagian depan dari lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis
yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun
telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana tympani. Serabut
serabut sensoris untuk duramater yang merupakan cabang cabang dari ketiga
bagian saraf trigeminal berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari
intrakranial. Terdapat hubungan yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf
otonomik/simpatis, dimana ganglia siliaris berhubungan dengan saraf ophtalmikus
, ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris sedangkan ganglion otikus dan
submaksilaris berhubungan dengan cabang mandibularis.

Gambar 1. Perjalanan Nervus Trigeminus


5

2.3 Etiologi
Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin pada
kelainan ini. Pada kebanyakan pasien yang dioperasi untuk neuralgia trigeminal
ditemukan adanya kompresi atas nerve root entry zone' saraf kelima pada batang
otak oleh pembuluh darah (45-95% pasien). Hal ini meningkat sesuai usia karena
sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan arteriosklerosis dan
mungkin sebagai penyebab pada kebanyakan pasien.
Otopsi menunjukkan banyak kasus dengan keadaan penekanan vaskuler
serupa tidak menunjukkan gejala saat hidupnya. Kompresi nonvaskuler saraf
kelima terjadi pada beberapa pasien. 1-8% pasien menunjukkan adanya tumor
jinak sudut serebelopontin (meningioma, kista epidermoid, neuroma akustik) dan
kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap penyakit Paget). Tidak seperti
kebanyakan pasien dengan NT, pasien ini sering mempunyai gejala dan/atau tanda
defisit saraf kranial.

2.4 Gambaran Klinis


Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik
sampai semenit, unilateral (97%), paling sering pada cabang ke 2 dan 3. Beberapa
orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain
merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat terkena setrum listrik,
terkena pukulan , atau ada kawat di sepanjang wajahnya. Nyeri yang muncul
mendadak, berat, seperti sengatan listrik, biasanya pada satu sisi rahang atau pipi.
Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula

terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada
saat penderita berbaring.
Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit.
Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang minggu. Lalu, tidak
sakit lagi selama beberapa waktu. Neuralgia trigeminal biasanya hanya terasa di
satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang
sekali terasa di kedua sisi wajah dalam waktu bersamaan.

2.5 Klasifikasi
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan
NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang
etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat akibat
tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator NT
simptomatik adalah defisit sensorik N. Trigeminus, terlibatnya nervus trigeminus
bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai hubungan antara NT
simptomatik dengan terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama, usia muda
atau kegagaralan terapi farmakologik.
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik:

Neuralgia Trigeminus Idiopatik.


1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang
maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.

2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul


antara beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap
dibanding laki-laki.

Neuralgia Trigeminus simptomatik.


1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus
atau nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul
kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak
terbatas pada golongan usia.

2.6 Patofisiologi
Dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun
penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada
nukleus/inti saraf ini yang menimbulkan produksi ektopik potensial aksi pada
saraf trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan
pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak
terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial

antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang
paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan
terjadinya serangan nyeri.
Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes,
dianggap bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat
terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai
waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan selama masa regenerasi
masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang berbeda. Pada
orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa
berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang
adekuat akan sangat mempersingkat lamanya nyeri ini.
Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab
umum dari sindroma saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut,
baik dari arteri maupun vena, adalah penyebab utamanya. Pembuluh darah yang
menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan
diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm,
tinnitus.

2.7 Diagnosis
Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan tes
neurologis (misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting
adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri

relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya
sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1.
Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya
pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf
trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing
bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone).
Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut.
Yang unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau
tekanan pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain,
misalnya dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat
itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgia. Pemeriksaan
neurologik pada neuralgia trigeminal hampir selalu normal. Tidak terdapat
gangguan sensorik pada neuralgia trigeminal murni.
Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada neuralgia trigeminal yang
menyertai Multiple sklerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien dengan MS juga
menderita neuralgia trigeminal yang dalam hal ini bisa bilateral.
Suatu varian neuralgia trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai
dengan kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan
ini perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgia biasa,
yang dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih
sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.

10

Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut:


Anamnesis:

Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang

terkena.
Menentukan waktu dimulainya neuralgia trigeminal dan mekanisme

pemicunya.
Menentukan interval bebas nyeri.
Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap

pengobatan.
Menanyakan riwayat penyakit herpes.

Pemeriksaan Fisik:

Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral

(termasuk refleks kornea).


Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus
(membuka mulut, deviasi dagu).

Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan


untuk mencari etiologi primer di daerah posterior atau sudut serebelo-pontin.

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:
1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.
2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.
3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.
Terapi Medis (obat)

11

Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit
ini mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama
menyerang mereka yang sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian
obat harus memperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping.
Dasar penggunaan obat pada terapi neuralgia trigeminal dan neuralgia saraf lain
adalah kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang
menimbulkan serangan nyeri.
1. Carbamazepine
Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah
carbamazepine. Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4
hingga 24 jam pemberian, kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis
awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik,
terapi dilanjutkan hingga beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya
disesuaikan dengan respons pengurangan nyeri yang dapat dirasakan oleh pasien.
Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari.
Karena diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan
lama pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil
dan pemantauan dari efek sampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan
hingga sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk dikurangi. Pemantauan
laboratorium biasanya meliputi pemeriksaan jumlah leukosit, faal hepar, dan
reaksi alergi kulit.
Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila
ternyata kadar sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa

12

dipertimbangkan untuk menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal


baclofen 10 mg/hari yang bertahap bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari.
Obat ketiga boleh ditambahkan bila kombinasi dua obat ini masih belum
sepenuhnya mengendalikan nyerinya. Tersedia phenytoin, sodium valproate,
gabapentin, dan sebagainya. Semua obat ini juga dikenal sebagai obat anti
epileptik.

2. Gabapentin
Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa
uji coba sebagai obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat
ini mulai dipakai di Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi.
Kemampuannya untuk mengurangi nyeri neuropatik yang membandel dilaporkan
secara insidentil mulai 1995 hingga 1997 oleh Mellick, Rosner, dan Stacey.
Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin dan
phenitoin gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg, malam hari, selama
2 hari. Bila tidak terjadi efek samping yang mengganggu seperti pusing/dizzy,
ngantuk, gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari dengan 300 mg
hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Dosis maksimal
yang diperbolehkan oleh pabrik obat ini adalah 2400 mg/hari. Waldeman
menganjurkan 1800 mg sebagai dosis tertinggi. Rowbotham dkk. menemukan
bahwa gabapentin dalam dosis mulai 900 hingga 3600 mg sehari berhasil
mengurangi nyeri, memperbaiki gangguan tidur, dan secara umum memperbaiki
quality of life dari para pasien mereka.

13

Untuk neuralgia yang menyertai pasien dengan Multipel Sklerosis ternyata


gabapentin dalam dosis antara 900 hingga 2400 mg/hari juga efektif pada 6 dari 7
pasiennya.
Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas
benar. Yang pasti dapat dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis
GABA dan menghambat degradasi GABA. Karena itu, pemberian gabapentin
akan meningkatkan kadar GABA di dalam otak. Karena obat ini lipophilic maka
penetrasinya ke otak baik.

Terapi Non-medis (Bedah)


Pilihan terapi non-medis (bedah) dipikirkan bilamana kombinasi lebih dari
dua obat belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter
menyebutkan bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak dapat
mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi medis tidak
efektif. Terdapat beraneka ragam cara pembedahan, dari yang paling kuno, yang
dapat menimbulkan kecacatan (biasanya pendengaran dan gerak otot wajah)
cukup besar, sampai cara yang lebih sophisticated, yang hanya sedikit atau hampir
tidak pernah dijumpai efek samping.
J. Keith Campbell menulis dalam artikelnya "Are All of the Treatment
Options Being Considered bahwa penatalaksanaan medik sering gagal dalam
menghilangkan nyeri dalam periode yang panjang. Hal ini sering didapati pada
pasien usia lanjut. Untuk pasien-pasien muda, merujuk ke ahli bedah untuk

14

dekompresi mikrovaskular perlu dipertimbangkan segera sesudah diagnosis


ditegakkan.
Dua cara operasi kuno, yaitu ablatio total dari saraf perifer dan reseksi
bagian sensorik dari saraf trigeminal, kini tidak dikerjakan lagi karena ada metode
yang lebih baik. Walaupun demikian, Waldeman masih menganjurkan Trigeminal
nerve block dengan menggunakan anestesi lokal + methylprednisolone. Yang
dipakai adalah bupivacaine tanpa pengawet yang diberi bersama dengan
methylprednisolone. Suntikan dilakukan tiap hari sampai obat oral yang dimulai
pada saat sama, mulai efektif. Radiofrequency rhizotomy (Meglio and Cioni,
1989).
Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah. Sayang, cara ini
mempunyai kemungkinan kekambuhan sebesar 25%. Efek samping lain yang
kurang enak adalah terjadinya anestesi kornea, rasa kesemutan, dan kelemahan
rahang yang kadang-kadang bisa mengganggu. Bahkan, ada pasien yang merasa
menyesal karena rasa kesemutan yang terus-menerus ini lebih tidak nyaman
daripada nyeri yang masih ada masa bebasnya.

Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserol


Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsforf (1997).
Konon, hasilnya sangat baik dengan gangguan minimal pada kepekaan muka.
Hipotesis yang dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik dan
bekerja pada serabut saraf yang sudah mengalami demielinisasi, menghilangkan
compound action potential pada serabut trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri.

15

Cara ini cepat dan pasien bisa cepat dipulangkan. Kerugiannya adalah masih tetap
bisa terjadi gangguan sensorik yang mungkin mengganggu atau kumat lagi
sakitnya.

Microvascular Decompression
Dasar dari prosedur ini adalah anggapan bahwa adanya penekanan
vaskular merupakan penyebab semua keluhan ini. Neuralgia adalah suatu
compressive cranial mononeuropathy. Para penganut cara pengobatan ini
mengganggap bahwa penyembuhan yang terjadi adalah yang paling sempurna dan
permanen. Kerugian cara ini adalah bahwa bagaimanapun juga ini suatu
kraniotomi dan pasien perlu tinggal sekitar 4-10 hari di rumah sakit, dilanjutkan
dengan masa rekonvalesensi yang juga perlu 1-2 minggu. Pertimbangan lain
adalah bahwa walaupun jarang, mikrovaskular dekompression bisa menyebabkan
kematian atau penyulit lain seperti stroke, kelemahan nervus fasialis, dan tuli.
Di tangan ahli bedah yang berpengalaman, komplikasi ini tentunya sangat
kecil. Pada operasi yang berhasil, pengurangan atau bahkan hilangnya nyeri sudah
dapat dirasakan setelah 5-7 hari pasca bedah. Dr. Fred Barker dan timnya
melaporkan dalam suatu pertemuan ilmiah tentang pengalamannya dengan
mikrovaskular dekompression pada 1430 pasien yang dilakukan di Universitas
Pittsburgh. Sebagian besar dari pasien tersebut mendapatkan pengurangan nyeri
secara lengkap atau bermakna. Dua tahun setelah operasi, insidens kekambuhan
1% per tahunnya. Kekambuhan ini secara umum dikarenakan adanya pembuluh
darah baru yang muncul pada nervus trigeminus.

16

Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife


Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Gamma Knife
merupakan alat yang menggunakan stereotactic radiosurgery. Tekniknya dengan
cara memfokuskan sinar Gamma sehingga berlaku seperti prosedur bedah, namun
tanpa membuka kranium. Gamma Knife pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Lars
Leksell dari Stockholm, Swedia pada 1950. Cara ini hanya memerlukan anestesi
lokal dan hasilnya konon cukup baik. Sekitar 80-90% dari pasien dapat
mengharapkan kesembuhan setelah 3-6 bulan setelah terapi.
Cara kerja terapi adalah lewat desentisisasi pada saraf trigeminal setelah
radiasi yang ditujukan pada saraf ini dengan bantuan komputer. Seorang ahli
bedah saraf dari Seattle Dr. Ronald Young mengatakan bahwa dengan Gamma
Knife hasilnya sangat memuaskan juga dengan komplikasi yang minimal.
Meglio dan Cioni melaporkan cara dekompresi baru dengan menggunakan
suatu balon kecil yang dimasukkan secara perkutan lewat foramen ovale. Balon
diisi sekitar 1 ml sehingga menekan ganglion selama 1 hingga 10 menit. Konon
cara ini membawa hasil pada sekitar 90% dari kasus. Belum ada laporan mengenai
berapa banyak yang mengalami residif.

Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan

17

Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan
pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan
yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi
neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan
teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan
rasa nyeri) dan teknik relaksasi.

BAB III

18

KESIMPULAN

Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu


sisi yang berulang, disebut neuralgia trigeminal, karena nyeri di wajah ini terjadi
pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Rasa nyeri disebabkan
oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi
persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai
penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah
adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan
seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari
batang otak.
Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah
distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif
lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering
menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan
nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit),
dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal, misalnya bagian rahang atau
sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang
(trigger area atau trigger zone). Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping
hidung atau sudut mulut.

DAFTAR PUSTAKA

19

1. George Dewanto, dkk. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit


Saraf. Nyeri Neuropatik dan Fibromialgia. EGC. Jakarta. 2009.
2. Lionel Ginsberg. Lecture Notes Neurologi. Nyeri Kepala dan Wajah.
Erlangga. Jakarta. 2007.
3. M. Baehr & M. Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Nervus
Kranialis. EGC. Jakarta. 2012.
4. Utoyo Sunaryo. Seminar sehari PDGI cabang Probolinggo. Neuralgia
Trigeminal. RSUD DR M.Saleh Probolinggo. Malang. 2010.
5. Meliala L, Dkk . Neuralgia Kranial, dalam Meliala L, Suryamiharja A, Purba
JS
dkk. Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan. 2001.
6. Mardjono M, Sidharta P, Saraf Otak kelima atau Nervus Trigeminus dalam
Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2008.

20

You might also like