You are on page 1of 6

Panatalaksanaan Peri-implantitis: Pendekatan Saat Ini

Oksana P. Mishler, Harlan J. Shiau


Abstrak
Seiring dengan berkembangnya pengetahuan klinis mengenai pengelolaan periimplantitis, pengamatan seksama serta perawatan preventif terkait kesehatan jaringan
peri-implan selama tahap maintenance menjadi hal penting.
Latar Belakang
Kini implan telah menjadi pilihan perawatan rutin untuk kasus hilangnya gigi.
Komplikasi biologis dari implan gigi yang telah terestorasi dan suprastruktur di
sekitarnya memiliki kemiripan dengan infeksi biofilm pada gigi asli sehingga penulis
memandang bahwa sebagian perawatan penyakit periodontal dapat diaplikasikan pada
penatalaksanaan peri-implantitis.
Pendekatan
Sebuah analisis kritis terhadap literatur peri-implantitis dalam database MEDLINE
(2005-sekarang) dilakukan melalui Ovid Medline. Kata kunci yang digunakan
adalah peri-implantitis, mukositis peri-implan, dan penyakit peri-implan. Beberapa
referensi dalam daftar pustaka artikel review digunakan.
Kesimpulan
Tim dokter gigi memiliki peran penting dalam mengedukasi pasien untuk dapat
memantau biofilm-plak pada jaringan peri-implan dan restorasinya. Pemeriksaan rutin
pada visitasi tahap maintenance memberikan kesempatan bagi intervensi perawatan
awal untuk mencegah berkembangnya penyakit peri-implan. Mengingat masih
terbatasnya pengetahuan klinis terkait perawatan peri-implantitis, diharapkan akan
lebih banyak studi evidence based berkualitas yang membahas mengenai hal ini.
Pada kasus buruknya prognosis gigi, klinisi dan pasien sering dihadapkan dengan
keputusan untuk melakukan penggatian gigi. Implan gigi dan restorasinya telah
menjadi pilihan perawatan yang umum pada praktik klinis. Sebuah review sistematik
terkini menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan implan selama 5 tahun adalah
sebesar 97,7% sementara tingkat keberhasilan implan selama 10 tahun adalah sebesar
92,8%. Bagaimanapun, implan yang telah mengalami osteointegrasi rentan terhadap
komplikasi. Telah diketahui bahwa implan dapat mengalami infeksi yang mirip
dengan komplikasi biologis pada gigi asli. Infeksi biofilm pada jaringan peri-implan
dapat mempengaruhi kesehatan epitel, jaringan lunak, bahkan tulang pendukung di
sekitarnya.
Penyakit peri-implan diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan anatomis menjadi:
mukositis peri-implan dan peri-implantitis. Penyakit-penyakit ini dapat menyertai fase
penyembuhan luka normal dari implan dan oseointegrasi. Mukositis peri-implan
dicirikan dengan adanya peradangan pada jaringan lunak gingiva di sekitar implan.
Peri-implantitis dicirikan dengan hilangnya puncak tulang alveolar di sekitar implan
yang menyertai peradangan jaringan lunak peri-implan yang secara klinis ditunjukkan
dengan adanya perdarahan saat probing. Parameter klinis tambahan lain terkait periimplantitis termasuk munculnya supurasi, penambahan kedalaman probing, dan resesi
jaringan mukosa. Secara khusus, peri-implantitis merujuk pada kejadian pascaoseointergrasi yang membedakannya dengan perubahan ketinggian tulang dinamis
pada proses remodeling yang seharusnya terjadi setelah pemasangan implan.

Penyakit peri-implan merupakan kasus yang umum ditemui pada praktik klinis
kontemporer. Mombeli dkk. yang melakukan review mengenai kejadian penyakit periimplan pada penelitian-penelitian dengan minimum studi 5 tahun, menunjukkan
bahwa prevalensi peri-implantitis ditemukan pada 10% implan dan dirasakan oleh
20% pasien. Penulis menyebutkan bahwa keberagaman definisi penyakit pada studi
yang digunakan menjadi kesulitan tersendiri dalam menentukan prevalensi periimplantitis. Persoalan lain adalah apakah sampel pada studi klinis tersebut dapat
digunakan untuk meng-generalisasi seluruh populasi pasien yang membutuhkan
perawatan implan. Secara umum, prevalensi mukositis peri-implan lebih tinggi dari
peri-implantitis, yaitu sekitar 50% dan hanya terjadi pada kurang dari 80% pasien.
Penyakit peri-implan secara umum dikatakan sebagai kondisi peradangan sebagai
respon terhadap plak. Faktor lain seperti tingginya gaya kunyah kemungkinan juga
berperan terhadap inisiasi dan atau progresi penyakit peri-implan namun masih belum
diketahui secara pasti. Komposisi biofilm peri-implan mirip dengan bakteri
subgingiva pada periodontitis kronis, yaitu didominasi oleh bakteri gram negatif.
Studi pada umumnya menyebutkan bahwa Porphyromonas gingivalis dan bakteri
kompleks merah lainnya memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada area periimplantitis dibandingkan dengan jaringan yang sehat. Pada implan sehat, dengan
kedalaman probing 5mm, flora yang ditemukan umumnya cocci gram positif dan
sedikit spesies gram-negatif.
Karena tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan pilihan perawatan untuk
penyakit peri-implan, diskusi mengenai pemeriksaan dan diagnosis perlu didiskusikan
pula. Dengan terbatasnya paradigma mengenai berbagai perawatan dan
penatalaksanaan penyakit peri-implan, implementasi srategi deteksi dini dan
maintenance implan menjadi sangat penting.
Apakah Implan Ini Sehat?
Pemeriksaan Kondisi Peri-Implan
Alat-alat yang digunakan pada pemeriksaan klinis pemantauan kesehatan jaringan
periodontal gigi asli dapat pula digunakan untuk memantau jaringan peri-implan,
meskipun beberapa pertimbangan harus dibuat mengingat adanya perbedaan
struktural antar keduanya (Gambar 1).
Pemeriksaan peradangan mukosa awalnya dilakukan dengan mengobservasi
perdarahan yang menyertai probing ringan (0,25 N) dari sulkus atau poket implan.
Sama halnya dengan periodontitis, tidak adanya perdarahan yang menyertai probing
memiliki nilai prediksi negatif yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai prediktor
kondisi peri-implan yang stabil. Sebuah studi prospektif yang meneliti tentang
penggunaan parameter ini selama fase maintenance implan yang telah direstorasi
menjelaskan bahwa perdarahan saat probing pada area implan yang terjadi pada
50% kunjungan kontrol dalam jangka waktu 2 tahun berkaitan erat dengan progresi
penyakit peri-implan. Supurasi pada poket implan berkaitan dengan infeksi dan reaksi
peradangan yang terjadi pada jaringan peri-implan. Supurasi juga berkaitan dengan
kehilangan tulang di sekitar implan.
Probing periodontal dan perubahan ketinggian perlekatan jaringan mewakili inti dari
proses diagnosis dan pemantauan penyakit peri-implan. Peningkatan kedalaman poket
merupakan tanda klinis yang konsisten dengan temuan peri-implantitis meskipun

tanda ini tidak dapat menentukan diagnosis peri-implantitis jika berdiri sendiri.
Bagaimanapun temuan probing 5 mm harus diperiksa lebih lanjut oleh klinisi,
menggunakan radiograf saat ini dan radiograf sebelumnya. Telah diketahui bahwa
sebagian besar studi epidemiologis mengaitkan definisi peri-implantitis dengan
kedalaman probing (dengan ambang 4 atau 5 mm), kriteria radiografik hilangnya
tulang, dan tanda-tanda inflamasi (perdarahan saat probing atau timbulnya supurasi).
Beberapa studi juga menunjukkan ketakutan tersendiri bahwa probing dapat
menyebabkan kerusakan jangka panjang pada jaringan peri-implan. Mukosa gingiva
pada area sekitar implan gigi berbeda dengan pada gigi asli. Seal perimukosa yang
terbentuk setelah penempatan implan secara bedah dapat berperan sebagai barrier
terhadap invasi bakteri rongga mulut namun kekuatan perlekatannya tidak sebaik pada
gigi asli. Oleh karena itu, probe plastik dengan gaya minimal (0,25 N)
direkomendasikan untuk probing daerah sekitar implan untuk menghindari kerusakan
jangka panjang pada jaringan peri-implan. Etter dkk. menyatakan bahwa
pembentukan kembali seal perimukosa terjadi setelah 5 hari pasca probing ringan.
Pengukuran probing harus dilakukan secara hati-hati. Adanya rekonstruksi prostetik
yang melekat pada implan profil dari abutment atau mahkota dapat meningkatkan
pembacaan kedalaman probing. Interpretasi radiografik digunakan untuk memastikan
atau mengesampingkan diagnosis peri-implantitis apabila terdapat perdarahan atau
peradangan yang disertai peningkatan kedalaman probing. Penggunaan radiograf yang
menyertai probing periodontal akan sangat membantu klinisi dalam
menginterpretasikan kedalaman probing yang besar: contohnya, radiograf yang
menunjukkan lebih banyak suprastruktur implan yang menggantung melebihi implan
harus membuat klinisi mengantisipasi adanya hasil pengukuran kedalaman probing
yang lebih besar.
Mobilitas implan merupakan tanda klinis terminal yang menunjukkan perlunya
pengangkatan implan yang gagal. Implan yang telah mengalami osteointegrasi tidak
memiliki perlekatan serat jaringan ikat antara tulang dan implan. Berkaitan dengan hal
tersebut, mobilitas merupakan temuan mengkhawatirkan yang menandakan tidak
adanya kontak antar tulang dan implan sehingga menyebabkan hilangnya stabilitas
implan. Hingga saat ini hanya terdapat sedikit penelitian tentang perawatan mobilisasi
implan yang menunjukkan hasil terapeutik stabil dalam jangka panjang.
Pemeriksaan radiografik merupakan hal penting dalam mengidentifikasi hilangnya
tulang yang berkaitan dengan peri-implantitis. Sekali lagi, bersamaan dengan
dilakukannya probing, radiograf dapat membantu memberikan gambaran yang baik
akan topografi jaringan tulang di bawah implan yang diduga mengalami periimplantitis (Gambar 3). Dalam perkembangan peri-implantitis, dapat ditemui adanya
lesi tulang yang parah serta defek yang menyerupai kawah (crater-like). Perbandingan
dengan radiograf awal yang diambil pada waktu pemasangan prostetik pada implan
harus dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, stabilitas implan dapat dievaluasi
dengan radiograf yang diambil secara rutin setiap tahunnya selama tahap maintenance
dan dapat menjadi petunjuk bagi klinisi apakah implan tersebut sehat atau mengalami
mukositis peri-implan.
Mukositis Peri-Implan: Perawatan Non-bedah
Perawatan non-bedah pada kondisi peri-implan berfokus pada penanganan inflamasi
dengan cara kontrol biofilm (Gambar 4). Secara umum, studi menunjukkan efektivitas
debridasi mekanis non-bedah dan kontrol plak dalam penanganan mukositis peri-

implan. Terapi mekanis, baik dalam penanganan mukositis peri-implan ataupun periimplantitis, umumnya melibatkan penggunaan kuret untuk menghilangkan biofilm
supra- dan sub-gingiva. Literatur tentang implan membahas penggunaan kuret
titanium, karbon, atau resin serta tip khusus untuk instrumentasi ultrasonik: prinsip
umumnya adalah bahwa permukaan dari titanium harus dibersihkan dengan alat yang
memiliki kekerasan lebih rendah dari titanium. Alat lain yang digunakan dalam
pendekatan mekanis adalah rubber cup atau polishing brushes serta air powder flow
devices. Sistem air abrasive powder yang awalnya digunakan untuk menghilangkan
biofilm pada gigi kini telah digunakan pula dalam perawatan peri-implantitis. Variasi
dari teknik ini menggunakan air/sodium bikarbonat atau bubuk glycine yang
dihantarkan oleh air dan udara bertekanan tinggi. Angulasi yang sesuai dari tip dengan
arah menjauhi implan, mengelilingi jaringan gingiva merupakan satu hal yang penting
untuk menghindari kerusakan jaringan yang tidak diinginkan. Studi yang telah
dilakukan mengemukakan bahwa hal ini berhasil mengurangi kedalaman probing dan
perdarahan pada daerah implan.
Penggunaan bahan tambahan kemoterapeutik seperti klorheksidin menunjukkan
hanya sedikit/tidak adanya keuntungan tambahan dibandingkan dengan debridasi
mekanis saja. Beberapa studi menunjukkan pasta gigi yang mengandung triclosan
dapat secara efektif mengurangi peradangan pada kasus mukositis peri-implan. Selain
perannya dalam memperbaiki indeks plak dan inflamasi gingiva, pasta gigi yang
mengandung triclosan juga terbukti memiliki efek antimikroba: subjek yang
menggunakan triclosan menunjukkan jumlah bakteri anaerob gram-negatif yang lebih
rendah secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Subjek yang
menggunakan triclosan menunjukkan pengurangan jumlah bakteri P. gingivalis,
Campylobacter rectus, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, dan Tannerella
forsythia hingga lebih dari 90%. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa
penggunaan pasta gigi yang mengandung triclosan sebanyak 2x sehari dapat
meningkatkan perawatan implan gigi dan berkontribusi dalam kesuksesan jangka
panjang dari implan. Kontrol plak yang cukup oleh pasien serta keikutsertaan pasien
dalam program maintenance yang dilakukan secara berkala merupakan komponen
kunci dari perawatan penyakit peri-implan. Strategi menjaga kebersihan mulut khusus
(rekomendasi penggunaan sikat gigi khusus dan pembersih interproksimal) harus
mempertimbangkan suprastruktur prostetik dan keterampilan pasien dalam
menggunakan alat tersebut sesuai dengan petunjuknya.
Peri-implantitis: Perawatan Non-bedah
Terapi mekanis yang digunakan dalam perawatan mukositis peri-implan digunakan
pula dalam perawatan peri-implantitis. Sekali lagi, perawatan ini bertujuan untuk
mengurangi kolonisasi bakteri pada permukaan implan: hasil ideal dari perawatan
bedah korektif di masa yang akan datang dipengaruhi oleh lingkungan yang relatif
bebas dari peradangan dan plak. Secara umum, debridasi mekanis non-bedah telah
diteliti dan terbukti tidak efektif dalam perawatan peri-implantitis jangka panjang
apabila dilakukan tanpa perawatan lain. Oleh karena itu, penelitian klinis dilakukan
untuk menyelidiki keuntungan tambahan dari penggunaan kemoterapeutik lokal.
Penggunaan agen antiseptik tambahan seperti klorheksidin telah disarankan sebagai
perawatan penyakit peri-implan. Bagaimanapun, penggunaan klorheksidin sebagai
perawatan tambahan terbukti hanya dapat memberikan perbaikan jangka pendek (6
bulan atau kurang) dan terbatas pada parameter klinis. Pada studi tentang pendekatan
non-bedah dalam terapi peri-implantitis, antimikroba tambahan seperti minocycline

microspheres dan doxycycline hyclate yang menyertai debridasi mekanis


menunjukkan efek perbaikan kondisi peradangan gingiva dan kedalaman probing jika
dibandingkan dengan instrumentasi dengan irigasi klorheksidin. Lebih jauh lagi,
dibutuhkan penelitian jangka panjang dan studi randomized controlled terkait hal ini.
Seiring dengan kurang berhasilnya perawatan non-bedah dalam penanganan periimplantitis, intervensi bedah dengan akses flap nampaknya sesuai dilakukan sebagai
tahap lanjut dalam perawatan peri-implantitis. Ahli bedah yang melakukan perawatan
peri-implantitis dapat mengandalkan pendekatan yang sejalan dengan pendekatan
bedah periodontal, mulai dari reseksi hingga regenerasi.
Peri-implantitis: Perawatan Bedah
Apabila kedalaman probing dan kehilangan tulang di sekitar implan memasuki tahap
lanjut atau terus berlangsung meskipun perawatan awal non-bedah sudah dilakukan,
maka harus dilakukan intervensi bedah pada kondisi peri-implantitis (Gambar 2).
Strategi dekonaminasi permukaan yang digunakan dalam pendekatan non-bedah kini
dapat dilakukan dengan bantuan akses terbuka, yang terbentuk oleh adanya
pembukaan flap gingiva. Selain itu, penghilangan jaringan granulasi dan akses
terhadap arsitektur tulang di bawah implan dapat terfasilitasi. Morfologi tulang
menjadi panduan pemilihan dan komposisi prosedur bedah. Kasus kehilangan tulang
horizontal ringan di sekitar implan, dapat dirawat dengan flap posisi apikal bersama
dengan implantoplasty. Pada implantoplasty, bur diamond berkualitas serta
irigasi/evakuasi yang memadai digunakan untuk menghaluskan permukaan implan
yang kasar sehingga tidak lagi menyebabkan retensi plak dan dapat mengurangi
progresi kehilangan tulang di sekitar implan.
Akses bedah umumnya melibatkan flap ketebalan penuh untuk memberikan
kesempatan bagi akses dan pembersihan permukaan implan yang terkontaminasi. Hal
ini bertujuan untuk menghilangkan biofilm dan menciptakan permukaan yang secara
teori memungkinkan terjadinya re-oseointegrasi. Literatur mendukung penggunaan
berbagai agen (seperti saline, pumice, asam sitrat, klorheksidin, dan hidrogen
peroksida) untuk dekontaminasi permukaan implan sebagai perawatan tambahan bagi
debridasi bedah. Meskipun memiliki pengaruh baik dalam mendukung reoseonintegrasi, tidak ada satu bahan di antara agen tersebut yang terbukti lebih
superior dibandingkan agen lainnya (Tabel 1). Laser juga dapat digunakan untuk
dekontaminasi area peri-implan saat akses bedah telah diperoleh. Beberapa studi
klinis yang melibatkan manusia telah meneliti laser CO2 dan Er.YAG sebagai
tambahan perawatan dekontaminasi bedah namun saat ini masih sulit untuk
menyimpulkan keuntungan atau kontribusi tambahan apa yang diberikan oleh
dekontaminasi laser terhadap akses bedah.
Pendekatan regeneratif dapat digunakan bersamaan dengan akses bedah, berlandaskan
paradigma yang digunakan dalam merawat defek periodontal pada gigi asli. Defek
tulang yang masih bisa dirawat defek berdinding di sekitar implan- akan lebih
mudah dirawat dengan grafting hingga tercapai pengisian tulang sesuai jumlah yang
diinginkan dan terjadi reduksi kedalaman probing. Debridasi dan dekontaminasi
permukaan implan masih menjadi hal yang penting sebelum dilakukannya prosedur
regeneratif karena infeksi harus dieliminasi sebelum aplikasi bone graft. Faktor risiko
pasien, seperti merokok, diabetes tak terkontrol, dan kebersihan mulut yang rendah
dapat mengganggu kesuksesan perawatan regenerasi defek peri-implan. Saat ini,

keberagaman desain dan kualitas studi meghalangi terbentuknya kesimpulan kuat


terkait perawatan regeneratif dalam mengatasi peri-implantitis. Meskipun begitu,
masih ada beberapa studi bedah yang menunjukkan adanya perbaikan kedalaman
probing dan pengisian tulang dalam waktu tiga tahun. Diketahui dari studi ini,
maintenance implan merupakan hal yang sangat penting dalam perawatan periimplantitis yang dapat diperkirakan berperan dalam mencapai hasil yang disebutkan
sebelumnya. Studi terkini, Chan dkk. melakukan review sistematik dan meta-analisis
mengenai keberhasilan perawatan bedah dalam mengatasi peri-implantitis. Sementara
penggunaan teknik grafting dan membran cenderung memberikan hasil yang lebih
baik terhadap kedalaman probing dan pengisian defek tulang, penulis mengemukakan
bahwa masih dibutuhkan investigasi yang lebih berkualitas dan berjangka panjang
terkait hal tersebut.
Kesimpulan
Klinisi secara aktif menyetujui bahwa program maintenance implan berperan penting
dalam pemeriksaan penyakit peri-implan. Lebih jauh lagi, seluruh tim dokter gigi
harus memperbaiki anggapan umum bahwa implan gigi merupakan sesuatu yang tidak
mungkin mengalami kerusakan. Terkait dengan keberhasilan klinis yang lebih tinggi
dalam menangani mukositis peri-implan dibandingkan dengan terganggunya
osteointegrasi pada peri-implantitis, dokter gigi kontemporer harus membuat protokol
pemeriksaan implan terrestorasi beserta jaringan peri-implan di sekitarnya. Upaya
preventif dan upaya tanggap etiologi serta faktor yang berkontribusi dalam terjadinya
penyakit peri-implan perlu ditekankan pada pasien.

You might also like