You are on page 1of 7

Jumat, 11 Maret 2016

Artikel

Penggunaan Antidepresan Dapat Meningkatkan Risiko Kegagalan Implan


BUFFALO, N.Y., AS: Penelitian terbaru yang dikaitkan dengan antidepresan dan
kegagalan implan gigi. Studi percontohan yang dilakukan di University Buffalo
menemukan bahwa antidepresan, salah satu obat yang paling sering diresepkan di AS
untuk mengobati kecemasan, rasa sakit dan gangguan lain, bisa mempengaruhi
pengaturan metabolisme tulang, faktor penting untuk proses penyembuhan dan
keberhasilan implan.
Dalam studi tersebut, para peneliti menganalisis data dari grafik medis pasien klinik gigi
universitas di tahun 2014. Mereka menemukan bahwa dari beberapa pasien yang
mengalami kegagalan implan, 33 persen menggunakan antidepresan. Untuk pasien
yang tidak mengalami kegagalan, hanya 11 persen yang menggunakan obat
antidepresan. Secara keseluruhan, analisis menunjukkan bahwa penggunaan
antidepresan meningkatkan kemungkinan kegagalan implan empat kali lipat. Setiap
tahun penggunaan antidepresan dua kali lipat kemungkinan kegagalan, para peneliti
menyatakan. Oleh karena itu, mereka menyarankan pasien yang menggunakan
antidepresan untuk berkonsultasi dengan dokter mereka tentang efek samping obat dan
metode alternatif pengelolaan depresi, kecemasan atau nyeri.
Menurut data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, 11 persen orang
Amerika berusia 12 keatas dan menggunakan obat antidepresan pada tahun 2011.
Antidepresan adalah obat resep yang paling umum ketiga diambil oleh Amerika dari
segala usia di 2005-2008 dan yang paling sering digunakan oleh orang berusia 18-44.
Dari periode 1988-1994 untuk periode 2005-2008, tingkat penggunaan antidepresan di
AS antara semua kelompok umur meningkat hampir 400 persen.
Penggunaan antidepresan telah dikaitkan dengan sejumlah efek samping, termasuk
osteoporosis, akatisia, bruxism dan mulut kering, yang semuanya mempengaruhi
proses implan penyembuhan dan perhatian bagi dokter gigi berkaitan dengan
kesehatan mulut dan tulang, para peneliti mencatat.
Saat ini, para peneliti berencana untuk memvalidasi temuan awal mereka dalam
sebuah studi skala besar.
Temuan dari studi, berjudul "Sebuah studi percontohan: Asosiasi antara penggunaan
antidepresan dan kegagalan implan," akan disajikan pada 19 Maret di Rapat 45
Tahunan dan Pameran Asosiasi Amerika untuk Penelitian Gigi, diselenggarakan
bersamaan dengan Pertemuan Tahunan ke-40 Asosiasi Kanada untuk Dental
Research.
Sumber :

Tumor Menyusut Secara Dramatis 'Dalam 11 Hari


Pasangan obat secara dramatis dapat mengecilkan dan menghilangkan beberapa jenis
kanker payudara hanya dalam 11 hari, dokter Inggris telah menunjukan.
Mereka mengatakan temuan yang mengejutkan, dilaporkan pada European Breast
Cancer Conference, bisa berarti beberapa wanita tidak perlu lagi kemoterapi.
Obat-obatan tersebut, diuji pada 257 wanita, menargetkan kelemahan tertentu yang
ditemukan pada satu dalam sepuluh kanker payudara.
Para ahli mengatakan temuan tersebut merupakan sebuah "batu loncatan" untuk
perawatan kanker yang disesuaikan.
Para dokter yang memimpin penelitian ini tidak menduga atau bahkan berniat untuk
mencapai hasil yang mencolok tersebut.
Mereka sedang menyelidiki bagaimana obat-obatan dapat mengubah kanker di jendela
pendek antara tumor yang didiagnosis dan operasi untuk pengangkatan.
Tapi saat dokter bedah datang untuk beroperasi, tidak ada tanda-tanda kanker pada
beberapa pasien.
Prof Judith Bliss, dari Institute of Cancer Research di London, mengatakan dampak itu
"dramatis".
Dia mengatakan: "Kami sangat terkejut dengan temuan ini karena ini adalah percobaan
jangka pendek.
"Ini menjadi jelas beberapa memiliki respon lengkap. Ini benar-benar menarik, hal
tersebut begitu cepat."
Obat-obatan seperti Lapatinib dan Trastuzumab, yang lebih banyak dikenal sebagai
Herceptin.
Mereka berdua Target HER2 - protein sebagai bahan bakar pertumbuhan kanker
payudara pada beberapa perempuan.
Herceptin bekerja pada permukaan sel-sel kanker sementara Lapatinib mampu
menembus ke dalam sel untuk menonaktifkan HER2.
Penelitian, yang juga berlangsung di rumah sakit NHS di Manchester, memberikan
pengobatan untuk wanita dengan tumor berukuran antara 1 dan 3cm.
Dalam waktu kurang dari dua minggu pengobatan, kanker menghilang sepenuhnya
dalam 11% kasus, dan dalam lebih 17% kanker mereka menjadi lebih kecil 5mm.
Terapi saat ini untuk HER2 kanker payudara positif adalah operasi, diikuti dengan
kemoterapi dan Herceptin.

Tapi Prof Bliss percaya temuan tersebut akhirnya bisa berarti pada beberapa wanita
sehingga tidak perlu kemoterapi.
Namun, yang akan membutuhkan penelitian yang lebih besar terutama karena HER2
kanker positif memiliki risiko lebih tinggi untuk muncul kembali. "Kami akan harus
sangat jelas bahwa kita tidak akan mengambil langkah mundur dan meningkatkan risiko
kambuh," tambah Prof Bliss.
Baroness Delyth Morgan, kepala eksekutif di Kanker Payudara Sekarang, mengatakan:
"Kami berharap kombinasi percobaan sangat mengesankan ini akan berfungsi sebagai
batu loncatan untuk sebuah era pengobatan yang lebih personal untuk kanker payudara
positif HER2.
"Seperti respon yang cepat terhadap pengobatan bisa segera memberikan dokter
kemampuan belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengidentifikasi wanita merespon
dengan baik sehingga mereka tidak perlu melakukan kemoterapi yang melelahkan."
Kanker payudara kini dianggap sebagai setidaknya sepuluh penyakit yang terpisah,
masing-masing dengan penyebab yang berbeda, harapan hidup dan membutuhkan
perlakuan yang berbeda.
Pencocokan kesalahan tertentu dalam tumor terhadap obat yang ditargetkan dianggap
masa depan obat kanker. Kanker payudara, dan tumor khususnya HER2 positif, berada
di garis depan revolusi ini dalam pengobatan.
Prof Arnie Purushotham, dari Cancer Research UK yang mendanai studi itu,
mengatakan: "Hasil ini sangat menjanjikan jika mereka berdiri dalam jangka panjang,
dan bisa menjadi langkah awal untuk menemukan cara baru untuk mengobati HER2
kanker payudara positif."
Sumber :

Diet Glikemik Dapat Tingkatkan Risiko Kanker Paru


Laporan sebuah studi dari sebuah Universitas di Texas, metode diet yang terfokus pada
roti dan makanan yang memiliki kadar glikemik tinggi, dapat meningkatkan risiko kanker
paru-paru.
Para peneliti dari universitas itu menganalisa data dari 1,905 partisipan yang meiliki
kanker paru serta 2,413 data kesehatan yang menjadi bagian dari studi kanker.
Hasilnya,dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang sering mengonsumsi makanan
berglikemik tinggi memiliki risiko 49 persen lebih besar untuk terserang kanker paru dan
menumbuhkan karsinoma sel skuamosa, sel yang mengendap di paru dan bisa
menyebabkan kanker.

Apalagi bagi perokok yang suka mengonsumsi makanan berglikemik tinggi, mereka
memiliki 81 persen risiko terserang kanker paru, dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok.
Para peneliti itu juga menjelaskan contoh makanan yang memiliki kadar glikemik tinggi,
seperti melon, nanas, roti, dan nasi putih.
Sedangkan makanan yang memiliki kadar glikemik rendah adalah kentang, jagung,
serta kacang-kacangan.
"Jika hasil penelitian ini sudah dikonfirmasi, makan para dokter harus memberikan
kesadaran bagi para pasiennya terkait hubungan antara glikemik dan kanker paru,"
tutur Xifeng Wu, pencetus studi tentang GI dan kanker paru, dilansir laman Fox News.
"Dengan begitu, mereka (para dokter) bisa berkomunikasi dengan para pasien dan
masyarakat tentang perubahan metode diet mereka untuk mencegah adanya kanker
paru."

Sumber :

Suplemen Ketoanalogue/ Ketoacid Menghambat Progresivitas Penyakit Ginjal Kronik


Sebuah penelitian terbaru berikut ini menunjukkan bahwa diet sangat rendah protein
dengan suplementasi ketoanaloque/ketoacid selain aman ternyata dapat menghambat
progresivitas dari penyakit ginjal kronik. Penelitian yang dilakukan di University of
Medicine and Pharmacy in Bucharest, Romania, ini merupakan penelitian prospektif
dengan desain acak dengan pembanding, yang bertujuan untuk mengevaluasi
keamanan dan efikasi dari suplemen ketoanaloque versus diet rendah protein
konvensional.
Subjek adalah pasien ginjal kronik tanpa diabetes dengan estimasi nilai laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 30 mL/menit/1,73 m2, proteinuria <1g/g kreatinin urin,
status nutrisi dan kepatuhan diet yang baik untuk menjalani fase diet rendah protein.
Pada bulan ke-3 dilakukan pemisahan pada pasien secara acak, di mana dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang mendapatkan suplemen ketoanaloque (1
kapsul/5 kgBB dan diet protein nabati 0,3 g/kgBB/hari) atau kelompok yang terus
menjalani diet rendah protein konvensional (0,6 gram protein/kgBB/hari) hingga bulan
ke-15. Sejumlah 207 pasien memenuhi kriteria inklusi. Selanjutnya dilakukan evaluasi
waktu dimulainya terapi pengganti ginjal (TPG), yaitu dialisis atau transplantasi, atau
terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) >50%.
Hasil evaluasi setelah bulan ke-15 adalah jumlah pasien yang mulai menjalani TPG
atau mengalami penurunan nilai LFG>50% pada kelompok suplemen ketoanaloque

secara signifikan lebih rendah (13% vs 42%) jika dibandingkan kelompok kontrol
(p<0,001). Perbedaan antara dua kelompok adalah 10%.
Dari analisis Kaplan-Meier, probabilitas kumulatif untuk terjadinya TPG atau turunnya
nilai LFG>50% pada tahun pertama juga lebih rendah pada kelompok suplemen
ketoanaloque (12% vs 39%).
Probabilitas untuk terjadinya TPG atau penurunan LFG>50% bahkan juga lebih rendah
setelah dilakukan penyesuaian berbagai faktor yang dapat mempengaruhi (estimasi
LFG, indeks massa tubuh, C-reactive protein(CRP), dan terapi angiotensinconverting
enzyme inhibitor [ACEI]/angiotensin receptor blocker [ARB]). adjusted hazard ratio,
0,10; 95% CI 0,05 s/d 0,20. Efikasi dari suplemen ketoanaloque paling tinggi pada
pasien yang memiliki nilai LFG < 20 mL/menit. Pada kelompok suplemen ketoanaloque
terjadi perbaikan kondisi metabolik yang abnormal (metabolisme kalsium-fosfat,
bikarbonat). Suplementasi ketoanaloque ditoleransi dengan baik oleh pasien, tidak
dilaporkan efek samping bermakna atau kejadian fatal akibat suplemen ini.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa suplementasi ketoanaloque dapat
diberikan secara aman dan bermanfaat dalam memperlambat progresivitas kerusakan
ginjal. Hasil penelitian ini dipublikasikan secara online dalam Journal of the American
Society of Nephrology pada bulan Januari 2016.
Image : Ilustrasi
Referensi:
1. Garneata L, Stancu A, Dragomir D, Stefan G, and Mircescu G. Ketoanaloguesupplemented vegetarian very lowprotein diet and CKD progression. JASN. doi:
10.1681/ASN.2015040369.
2. Very low-protein diet with ketoanalogue may slow CKD progression [Internet]. 2016.
[cited
2016
February
23].
Available
from:
http://www.renalandurologynews.com/chronic-kidney-disease-ckd/very-low-proteindiet-with-ketoanalogue-may-slow-ckd-progression/article/469335/
Sumber :

Pemberian Probiotik pada Anak dengan IBS dapat Membantu Menurunkan Gejala Nyeri
Irritable bowel syndrome (IBS) merupakan gangguan fungsional usus yang memiliki
karakteristik dengan berbagai gejala termasuk nyeri perut atau rasa tidak nyaman pada
abdomen dan gangguan pola defekasi. Gejala IBS yang seringkali terjadi diantaranya
nyeri abdomen yang difus, kembung, buang gas berlebihan, pola defekasi yang tidak
teratur dengan perbaikan gejala setelah defekasi, dan/ atau perasaan defekasi yang
tidak menyeluruh. Diagnosis biasanya berdasarkan adanya penjelasan pola gejala yang

sering terjadi, tidak adanya tanda alarm, dan eksklusi dari berbagai diagnosis banding.
Pada studi observasional yang ada, kriteria diagnosis yang dipublikasikan adalah
konsensus dari Rome III mengenai IBS. Klasifikasi ini juga diterapkan pada gangguan
fungsional usus pada anak-anak dan telah menggantikan istilah yang lebih lama, yaitu
nyeri perut berulang, dalam diagnosisnya.
Sejak beberapa tahun terakhir, prebiotik dan probiotik telah digunakan dalam praktik
klinis dan paling sering digunakan pada gangguan fungsional saluran cerna, dengan
profil efek samping yang rendah juga mendukung penggunaannya pada anak dengan
gangguan fungsional usus. Walaupun pada studi dewasa penggunaan probiotik telah
menunjukkan manfaat positif pada IBS dewasa, namun studi pada anak masih jarang
dilakukan, sebuah studi ingin menilai efikasi penggunan sediaan probiotik pada
populasi anak dan remaja denagn IBS.
Studi ini menggunakan desain acak, tersamar ganda, denagn kontrol plasebo, cross
over, yang dilakukan di 7 divisi gastroenterologi anak. Subjek anak dalam studi ini
berusia 4-18 tahun yang masuk kriteria inklusi. Pasien diberikan kuesioner selama
periode baseline 2 minggu. Lalu subjek secara acak menerima probiotik (VSL#3) atau
plasebo selama 6 minggu dengan kontrol setiap 2 minggu. Setelah periode wash out
selama 2 minggu, setiap pasien ditukar ke kelompok lain dan dinilai selama 6 minggu.
Dari total 59 anak yang menyelesaikan studi, meskipun plasebo efektif untuk beberapa
parameter dan pada hampir separuh pasien. Sediaan probiotik secara bermakna lebih
superior dibandingkan plasebo (p<0,05) pada keluaran primer, penilaian subjektif
hilangnya gejala, hal ini juga terlihat pada 3 dari 4 keluaran sekunder: nyeri/ rasa tidak
nyaman di abdomen (p<0,05), kembung (p<0,05), dan penilaian keluarga mengenai
gangguan pada kehidupan sehari-hari (p<0,01). Tidak terdapat perbedaan bermakna
(p=0,06) pada pola defekasi, tidak ditemukan efek samping pada semua pasien. Dari
studi ini memperlihatkan sediaan probiotik aman dan lebih efektif dibaningkan plasebo
dalam mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup pada pasien dengan IBS.
Sebuah studi lain juga mengevaluasi efek pemberian Lactobacillus GG (LGG) untuk
menangani IBS pada pasien anak. Pada studi dengan desain acak, tersamar ganda,
dengan control, pada pasien anak (usia 4-18 tahun) yang didiagnosis IBS oleh kriteria
Rome III ini, dilakukan pada Agustus 2012 sampai September 2012. Subjek dibagi
menjadi 2 kelompok, kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Selama 4 minggu,
kelompok intervensi menerima probiotik dalam kapsul yang berisi LGG dengan jumlah
1x 1010 cfu/ mL. selama periode yang sama, kelompok kontrol mendapatkan kapsul
plasebo yang memiliki bentuk dan warna yang sama, namun hanya mengandung inulin
(yang juga terdapat pada kapsul LGG). Keluaran primer adalah segala perubahan pada
beratnya nyeri pasien dan disini pengukuran menggunakan five-point Likert scale untuk
mengevaluasi beratnya nyeri. Keluaran sekunder adalah perubahan skala fungsional,
pola defekasi, dan masalah yang berhubungan.

Dari 52 pasien yang berpartisipasi dalam studi, dan 26 pasien masing-masing secara
acak dimasukkan ke dalam 2 kelompok. Ternyata beratnya nyeri pada pasien berkurang
secara bermakna pada kelompok intervensi pada kelompok intervensi pada minggu
pertama, kedua, ketiga, dan keempat terapi. Dengan masing-masing nilai p-value 0,01;
0,00; 0,00; dan 0,00. Juga terjadi perubahan bermakna pada skala fungsional setelah 2
minggu terapi (p-value 0,00). Dari studi ini dihasilkan bahwa pemberian Lactobacillus
GG pada konsentrasi 11010 cfu/mL untuk periode 4 minggu dapat menurunkan
beratnya nyeri pada pasien dan memperbaiki skala fungsional pada pasien dengan IBS.
Penggunaan probiotik memiliki efek terapi pada pasien anak dengan IBS.
Image : Ilustrasi
Referensi:
1. Martens U, Enck P, Zieseniss E. Probiotic treatment of irritable bowel syndrome in
children. Ger Med Sci. 2010;8:Doc07. doi: 10.3205/000096.
2. Guandalini S, Magazz G, Chiaro A, La Balestra V, Di Nardo G, Gopalan S, et al.
VSL#3 improves symptoms in children with irritable bowel syndrome: A multicenter,
randomized, placebo-controlled, double-blind, crossover study. J Pediatr
Gastroenterol Nutr. 2010;51(1):24-30. doi: 10.1097/MPG.0b013e3181ca4d95.
3. Kianifar H, Jafari SA, Kiani M, Ahanchian H, Ghasemi SV, Grover Z, et al. Probiotic
for irritable bowel syndrome in pediatric patients: A randomized controlled clinical
trial. Electron Physician 2015;7(5):1255-60. doi: 10.14661/1255. eCollection 2015.
Sumber :

You might also like