You are on page 1of 6

HOLDING COMPANY

Holding Company saat ini sedang ngetrend, dan gaung yang paling keras terutama d
i kalangan BUMN, dengan topiknya superholding BUMN. Keinginan membentuk holding
memang bukan keinginan baru. Konsep holding pun juga sudah disusun. Tetapi kenya
taan holdingisasi BUMN yang sudah menjadi wacana sejak dahulu tak kunjung menjadi
kenyataan. Tapi holdingisasi BUMN tidak mungkin ditampik, terutama jika melihat
kesuksesan tetangga kita seperti Temasek (Singapura) dan Khazanah (Malaysia).
Bagaimana untuk perusahaan di luar BUMN? Kecenderungan serupa juga melanda perus
ahaan swasta. Apalagi melihat perusahaan swasta banyak yang melakukan pola diver
sifikasi konglomerasi, jika tidak dikemas dalam holding company, niscaya sinergi
yang diharapkan tak tercapai.
Holding company menjadi isu strategis bagi kelompok perusahaan. Dalam kemasan ho
lding company penyelarasan berbagai aspek bisnis, optimalisasi pengelolaan sumbe
r daya dan portfolio bisnis yang berujung peningkatan nilai tambah perusahaan, s
erta institusionalisasi sistem dapat ditampung. Kenyataannya memang masih banyak
dijumpai Holding Company yang belum dikelola dengan baik sehingga justru menjad
i beban baik bagi perusahaan induk maupun anak perusahaan serta afiliasinya, dan
nilai tambah yang diharapkan meleset.
Holding Company berfungsi sebagai perusahaan induk yang berperan merencanakan, m
engkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta mengendalikan dengan
tujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak
perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya.
Perusahaan berbentuk Holding Company dapat memetik beberapa keuntungan. Jika dit
ilik dari sisi finansial, keuntungan yang dapat dipetik adalah kemampuan mengeva
luasi dan memilih portfolio bisnis terbaik demi efektivitas investasi yang ditan
amkan, optimalisasi alokasi sumber daya yang dimiliki, serta manajemen dan peren
canaan pajak yang lebih baik. Sementara jika dilihat dari sisi Non Finansial ter
dapat sederet manfaat. Bentuk Holding Company memungkinkan perusahaan membangun,
mengendalikan, mengelola, mengkonsolidasikan serta mengkoordinasikan aktivitas
dalam sebuah lingkungan multibisnis. Juga menjamin, mendorong, serta memfasilita
si perusahaan induk, anak-anak perusahaan, serta afiliasinya guna peningkatan ki
nerja. Yang tidak kalah pentingnya adalah membangun sinergi diantara perusahaan
yang tergabung dalam Holding Company serta memberikan support demi terciptanya e
fisiensi. Dari sisi kepemimpinan juga terjadi institusionalisasi kepemimpinan in
dividual ke dalam sistem.
Proses pembangunan dan pengelolaan Holding Company dilakukan melalui serangkaian
tahapan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah pemahaman seputar definisi, k
arakteristik, serta faktor-faktor kunci penunjang kesuksesan sebuah Holding Comp
any.
Langkah berikutnya perencanaan membangun Holding Company. Dalam tahap ini alasan
-alasan yang mendasari rencana pendirian Holding Company harus dirumuskan secara
jelas. Kepentingan stakeholder harus mendapat perhatian karena kepentingan sert
a pengaruh yang mereka miliki mempunyai dampak langsung terhadap aktivitas perus
ahaan. Demikian pula dengan aspek-aspek strategis seperti aspek finansial, struk
tur organisasi, dan sumber daya manusia. Setelah hal-hal diatas berhasil dirumus
kan dengan jelas, barulah kemudian disusun roadmap pembentukan serta pengembanga
n Holding Company.
Fase berikutnya adalah pengendalian kinerja. Perlu disusun Sistem Pengendalian M
anajemen (Management Control Sistem), yaitu sebuah sistem manajemen perusahaan t
erintegrasi yang digunakan dalam aktivitas perencanaan dan sesudahnya bagi aktiv
itas pengukuran, pengendalian, pemantauan, dan auditing guna tercapainya hasil y
ang diinginkan yang disertai dengan akuntabilitas yang transparan. Elemen-elemen

yang terkandung di dalamnya meliputi struktur organisasi dengan peran serta tan
ggung jawab yang jelas, arus informasi, responsibility center, proses inplementa
si, delegasi wewenang, serta audit.
Dan langkah terakhir yang tak boleh dilupakan adalah pengelolaan perubahan. Taha
p ini terdiri dari resolusi konflik, promosi tata nilai dan perilaku yang dihara
pkan, penguatan spirit yang mendukung perubahan, serta perubahan paradigma.

HOLDING COMPANY
Holding company menjadi isu strategis bagi kelompok perusahaan. Dalam kemasan ho
lding company penyelarasan berbagai aspek bisnis, optimalisasi pengelolaan sumbe
r daya dan portfolio bisnis yang berujung peningkatan nilai tambah perusahaan, s
erta institusionalisasi sistem dapat ditampung. Kenyataannya memang masih banyak
dijumpai Holding Company yang belum dikelola dengan baik sehingga justru menjad
i beban baik bagi perusahaan induk maupun anak perusahaan serta afiliasinya, dan
nilai tambah yang diharapkan meleset.
Holding Company berfungsi sebagai perusahaan induk yang berperan merencanakan, m
engkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta mengendalikan dengan
tujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak
perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya.
Perusahaan berbentuk Holding Company dapat memetik beberapa keuntungan. Jika dit
ilik dari sisi finansial, keuntungan yang dapat dipetik adalah kemampuan mengeva
luasi dan memilih portfolio bisnis terbaik demi efektivitas investasi yang ditan
amkan, optimalisasi alokasi sumber daya yang dimiliki, serta manajemen dan peren
canaan pajak yang lebih baik. Sementara jika dilihat dari sisi Non Finansial ter
dapat sederet manfaat. Bentuk Holding Company memungkinkan perusahaan membangun,
mengendalikan, mengelola, mengkonsolidasikan serta mengkoordinasikan aktivitas
dalam sebuah lingkungan multibisnis. Juga menjamin, mendorong, serta memfasilita
si perusahaan induk, anak-anak perusahaan, serta afiliasinya guna peningkatan ki
nerja. Yang tidak kalah pentingnya adalah membangun sinergi diantara perusahaan
yang tergabung dalam Holding Company serta memberikan support demi terciptanya e
fisiensi. Dari sisi kepemimpinan juga terjadi institusionalisasi kepemimpinan in
dividual ke dalam sistem.
Proses pembangunan dan pengelolaan Holding Company (Holding Company Management)
dilakukan melalui serangkaian tahapan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah
pemahaman seputar definisi, karakteristik, serta faktor-faktor kunci penunjang k
esuksesan sebuah Holding Company.
Langkah berikutnya perencanaan membangun Holding Compan (Holding company Develop
ment)y. Dalam tahap ini alasan-alasan yang mendasari rencana pendirian Holding C
ompany harus dirumuskan secara jelas. Kepentingan stakeholder harus mendapat per
hatian karena kepentingan serta pengaruh yang mereka miliki mempunyai dampak lan
gsung terhadap aktivitas perusahaan. Demikian pula dengan aspek-aspek strategis
seperti aspek finansial, struktur organisasi, dan sumber daya manusia. Setelah h
al-hal diatas berhasil dirumuskan dengan jelas, barulah kemudian disusun roadmap
pembentukan serta pengembangan Holding Company.
Kemudian dilakukan pembentukan Holding Company. Dalam tahap ini, visi dan misi d
irumuskan, arah dan tujuan strategis ditentukan, analisis SWOT dilakukan, nilainilai yang menjadi pedoman bagi keseluruhan aktivitas organisasi disusun. Dalam
sebuah Holding Company, masalah kepemilikan perlu mendapatkan perhatian khusus,
seperti misalnya apakah anak perusahaan (subsidiaries) yang didirikan akan dimil

iki sepenuhnya oleh sang Holding Company ataukah perlu melibatkan perusahaan lai
n. Hal ini berhubungan dengan pengarturan hak, kewajiban, serta wewenang dari Ho
lding Company, anak-anak perusahaannya dan juga perusahaan lain yang bermitra de
ngannya. Kemudian struktur serta arsitektur organisasi dirancang. Setelah semua
hal di atas selesai, barulah ditentukan pilihan Holding Company yang dikehendaki
, yang didalamnya mencakup pengaturan aspek-aspek perencanaan, alokasi dan penga
daan aset, pendanaan, pemasaran, manajemen biaya, serta manajemen sumber daya ma
nusia (SDM).
Tak boleh terlewatkan adalah membangun tata kelola perusahaan (Corporate Governa
nce), yang tujuannya adalah institusionalisasi kepemimpinan, membangun organisas
i pembelajaran, serta memanfaatkan secara optimal mekanisme komunikasi dan koord
inasi. Aktivitas-aktivitas dalam tahapan ini mencakup pengembangan unit bisnis,
delegasi wewenang, gaya parenting, serta protokol komunikasi. Dalam tahap ini ba
rangkali yang patut mendapat perhatian lebih mendalam adalah masalah gaya parent
ing (parenting style). Parenting berarti mekanisme dimana Holding Company dapat
menyeimbangkan pemanfaatan sumber daya guna mengoptimalkan efektivitas unit bisn
is. Biasanya gaya parenting ini dibangun berdasarkan kesesuaian visi, analisis S
WOT, analisis kematangan portfolio, dan juga kepemilikan saham dalam unit bisnis
.
Berdasarkan pengaruh perencanaan dan pengendalian, parenting style ini dapat dib
agi ke dalam tiga jenis, yaitu strategic planning style, strategic control style
, serta financial control style. Dalam strategic planning style, sebuah Holding
Company terlibat secara mendalam dalam penyusunan rencana serta memberikan kejel
asan arah pada saat penyusunan strategi bagi unit-unit bisnisnya. Dalam strategi
c control style, Holding Company mendesentralisasikan tanggung jawab membangun p
erencanaan dan strategi kepada masing-masing unit bisnis, namun menjalankan pros
es pengendalian yang ketat (tight process control) yang menekankan pada profitab
ilitas jangka pendek. Sementara dalam financial control style, perencanaan dides
entralisasi, Holding Company berfokus pada dukungan manajemen perusahaan dan pen
gendalian finansial. Setiap unit bisnis merupakan entitas yang berdiri sendiri d
engan tingkat otonomi yang cukup serta tanggung jawab yang penuh untuk meumuska
n strategi dan rencana mereka sendiri.
Fase berikutnya adalah pengendalian kinerja. Perlu disusun Sistem Pengendalian M
anajemen (Management Control Sistem), yaitu sebuah sistem manajemen perusahaan t
erintegrasi yang digunakan dalam aktivitas perencanaan dan sesudahnya bagi aktiv
itas pengukuran, pengendalian, pemantauan, dan auditing guna tercapainya hasil y
ang diinginkan yang disertai dengan akuntabilitas yang transparan. Elemen-elemen
yang terkandung di dalamnya meliputi struktur organisasi dengan peran serta tan
ggung jawab yang jelas, arus informasi, responsibility center, proses inplementa
si, delegasi wewenang, serta audit.
Dan langkah terakhir yang tak boleh dilupakan adalah pengelolaan perubahan. Tah
ap ini terdiri dari resolusi konflik, promosi tata nilai dan perilaku yang dihar
apkan, penguatan spirit yang mendukung perubahan, serta perubahan paradigma.

HOLDING COMPANY BUMN


Setelah bertahun-tahun merugi akhirnya Garuda meraih untung. Padahal kedudukanny
a sebelumnya berada di peringkat kedua, setelah PLN, sebagai pencetak rugi terbe
sar. Secara umum gambaran kinerja BUMN memang membaik. Jumlah BUMN yang rugi mak
in berkurang, nilai kerugiannya juga makin rendah. Tetapi profitabilitas rata-ra
ta BUMN masih sangat rendah.
Para pemimpin BUMN tampak sudah mempunyai komitmen tinggi memperbaiki kinerja pe
rusahaannya. Misalnya sebagian besar BUMN mengundang pihak independen untuk mela

kukan fit and proper test, melalui assessment yang objektif, profesional, dan tr
ansparan.
BUMN dengan aset 1300 triliun rupiah lebih memang sangat strategis. Tak pelak ta
ngan-tangan pusat kekuasaan acap menghampirinya. Hal itu menjadikan iklim di BUM
N tidak sehat. Motif-motif politik sering menghantui keputusan-keputusan strateg
is. Para pemimpin BUMN sering harus sowan ke DPR, untuk sebuah keputusan yang se
mestinya menjadi wewenangnya. Situasi politik acap menggiring mereka untuk selal
u mencari cantolan politik, ketimbang memperbaiki kinerja.
Kultur politik ini semakin membenamkan BUMN dalam budaya birokrasi yang lamban d
an berbelit. Banyak direksi yang tidak berani mengambil keputusan, dan budaya en
trepreneur yang bercirikan kecepatan dan keberanian mengambil risiko dalam deraj
at tertentu dan terukur menjadi luntur. Intervensi politik yang di luar takaran
itu menjadikan orientasi bisnisnya melemah, dan tentu saja tidak dapat diharapka
n kinerjanya.
Sebagai Penangkal
BUMN yang berjumlah 139 buah, serta anak perusahaan dan cucu perusahaan yang kal
au ditotal bisa lebih dari 600 unit, tentu membutuhkan pengelolaan lebih sistema
tik, sekaligus membangun benteng terhadap intervensi politik. Dan wadah itu adal
ah holding company.
Sebenarnya bentuk holding company bagi BUMN di negara kita bukanlah sesuatu yang
baru. BPIS misalnya. Namun karena muatan politisnya yang tinggi, bahkan untuk k
endaraan politik partai yang berkuasa, perlu dipertanyakan apakah dalam realitas
nya berjalan sebagaimana seharusnya sebuah holding company beroperasi. Demikian
pula kegagalan PUSRI maupun Semen Gresik patut dievaluasi dan menjadi pelajaran
berharga.
Keinginan membentuk holding memang bukan keinginan baru. Konsep holding pun juga
sudah disusun. Tetapi kenyataan holdingisasi BUMN yang sudah menjadi wacana sejak
dekade 90-an tak juga terealisir sampai lebih dari sepuluh tahun kemudian. Bebe
rapa di antaranya bahkan menuai kegagalan. Tampaknya perlu mengevaluasi konsep h
olding yang telah disusun, apakah sudah memperhitungkan realitas sosial, politik
dan ekonomi di Indonesia.
Temasek Holdings
Kita memang harus belajar dari orang lain, termasuk tetangga kita. Tetapi belaja
r bukan berarti menjiplak. Coba kita tengok Temasek (Singapura) yang menjalankan
strategi bisnisnya keluar dengan melakukan investasi pada perusahaan-perusahaan p
otensial di tingkat regional maupun global, dan kemudian mengembangkannya. Artin
ya orientasinya murni sebagai pencari laba (economic animal) dan sangat outward
looking.
Sementara BUMN kita lebih disibukkan dengan urusan ke dalam dan tidak bisa jika
semata-mata hanya mencari untung, dan meninggalkan fungsi sosialnya. Akar histor
is, visi dan misi yang diemban Temasek tentu akan berbeda dengan calon holding B
UMN kita. Hal ini memang layak untuk dicermati, kita tidak dapat serta-merta men
jiplak kesuksesan mereka.
Akar historis BUMN kita tidak terlepas dari Pasal 33 UUD, yang sebenarnya bukan
hal yang aneh dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state). BUMN masih dian
ggap sebagai tangan negara untuk membantu menciptakan kesejahteraan rakyat. Pors
i public social obligation yang dibebankan negara kepada sebagian BUMN cukup bes
ar dan mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap orientasi bisnisnya.
Dalam pengorganisasiannya, Temasek Holdings terdiri dari tiga kekuatan pendorong
, yaitu pengembangan strategis, pengembangan perusahaan, dan manajemen sumber da

ya kapital.
Kebanyakan investasi yang dilakukan oleh Temasek Holdings berfokus pada perusaha
an-perusahaan di Kawasan Asia. Hal ini berdasarkan pertimbangan semakin meningka
tnya pertumbuhan ekonomi di kawasan ini, yang dimotori Tiongkok dan India.
Temasek Holdings memfokuskan diri untuk berinvestasi pada perusahaan-perusahaan
dalam sektor-sektor yang berkorelasi dengan transformasi ekonomi yang sedang ter
jadi di suatu negara seperti keuangan, energi, dan infrastruktur. Orientasi inve
stasi keluar ini jelas sangat berbeda dengan BUMN kita. Jika BUMN kita juga rajin
berinvestasi di luar negeri, bagaimana dengan negara kita yang justru sangat lap
ar investasi?
Barangkali yang dapat dijadikan pelajaran bagi BUMN kita adalah pengembangan str
ategis. Temasek Holdings mencetak perusahaan sukses dengan cara restrukturisasi,
divestasi, atau investasi pada perusahaan-perusahaan yang sahamnya mereka milik
i. Sebagai pemegang saham, Temasek Holdings secara teratur memantau kinerja port
ofolio perusahaan dan investasi yang dimilikinya, namun tidak memberikan arahan
keputusan-keputusan yang sifatnya operasional dan komersial dari portofolio peru
sahaan yang dipegangnya, kecuali terhadap hal-hal yang memang memerlukan persetu
juan dari pemegang saham, dalam hal ini adalah Temasek Holdings.
Jika ini diterapkan dalam pola holding company di BUMN kita, intervensi politik
akan berkurang drastis dan pertimbangan bisnis yang rasional mengemuka. Kemungki
nan intervensi politik akan masuk melalui BUMN holding , tetapi jika dipastikan bah
wa holding tidak masuk kepada keputusan operasional dan komersial, akan menjadi ta
nggul bagi intervensi poltik.
Bagaimana Temasek Holdings menetapkan dan mendorong tercapainya standar kinerja
yang tinggi di antara perusahaan-perusahaan yang menjadi portofolionya? Mereka m
enempatkan orang yang tepat untuk duduk di jajaran direksi. Jajaran direksi inil
ah yang kemudian bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja perusahaan serta m
emberikan arahan strategis kepada tim manajemen di bawahnya.
Mereka berperan sebagai katalis strategis serta bekerja sama dengan perusahaan-p
erusahaan yang terdapat dalam portofolionya untuk mencari peluang pengembangan s
trategis. Ini mencakup peluang bagi merger dan akuisisi, investasi baru, serta d
ilusi terhadap kepemilikan saham suatu perusahaan. Barangkali peran holding BUMN
kita memiliki peran sepertti ini: menempatkan orang yang tepat, menciptakan sin
ergi di antara perusahaan yang berada dalam portofolionya untuk meraup peluang b
aru dan jika perlu melakukan merger dan akuisisi, investasi baru maupun dilusi.
Langkah Temasek Holdings dalam kurun waktu 1980-an dan 1990-an, yang melepas per
usahaan-perusahaan yang dianggap tidak strategis layak diikuti jejaknya. Tujuan
utamanya adalah mengembangkan marketisasi serta memberikan peluang bagi partisip
asi yang lebih luas kepada pihak swasta dalam perekonomian Singapura. Perusahaan
negara yang diprivatisasi ini kemudian dikenal dengan istilah Government-Linked
Company (GLC) karena negara masih mempertahankan pengaruh yang signifikan terha
dap kontrol manajemen.
Khazanah Nasional
Jika kita menengok Khazanah Nasional, holding company milik Pemerintah Malaysia
ini memiliki strategi serupa, walaupun tidak seagresif Temasek dalam berinvestas
i di luar negeri. Seperti halnya Temasek, Khazanah yang di antaranya masuk ke Ba
nk Lippo dan Excelcomindo, tidak terlibat secara langsung dalam perusahaan-perus
ahaan yang menjadi portofolionya.
Mirip Temasek, Khazanah berusaha menciptakan kepemimpinan yang kuat dan kapabel
pada setiap perusahaan yang menjadi portofolionya. Yang juga menjadi perhatian K

hazanah adalah memastikan berfungsinya dengan baik sistem dan kontrol yang telah
dirancang.
Dari negara tetangga ini kita mendapat pelajaran betapa pentingnya bagi perusaha
an holding untuk memberi otonomi kepada jajaran direksi, memilih orang yang tepa
t, mengembangkan kepemimpinan, dan memastikan berfungsinya sistem dan pengawasan
. Sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu istimewa, tetapi barangkali inilah yang s
ulit terjadi.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah tata kelola (governance) antara perusah
aan holding dengan perusahaan portofolionya. Holdingisasi tampaknya memang suatu k
eharusan, karena kalau dilihat aset keseluruhan BUMN kita sebenarnya lebih besar
daripada milik tetangga. Yang harus diperhatikan adalah adanya perbedaan mendas
ar dengan mereka, sebagaian besar BUMN kita kental dengan misi sosialnya (public
services obligation), yang tentu saja harus menjadi pertimbangan penting.

[Harian Suara Pembaruan]

You might also like