You are on page 1of 3

c  




    c   c c
 
  
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer. Berkurangnya kadar oksigen kejaringan perifer dalam jangka waktu lama
memaksa jantung bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan jaringan perifer akan
oksigen hingga akhirnya menyebabkan kondisi gagal jantung akibat anemia yang disebut
pula Anemic Heart Disease. Prevalensi AHD sekitar 17 sampai 48%.
Berdasarkan data yang diperoleh, pasien adalah penderita anemia sejak 13 tahun
yang lalu, dengan gambaran morfologi darah tepi menunjukkan Anemia Mikrositik
Hipokromik. Kondisi gagal jantung diketahui saat masuk RS ditunjukkan dari gejala sesak,
nyeri dada terutama bila bernapas, terdapat bising sistolik, gambaran radiologi thorak
posisi PA menunjukkan cardiomegali dengan awal edema pulmo. Berdasarkan hal diatas
pasien didiagnosis menderita Decompensatio cordis akibat penyakit anemia kronik yang
disebut  
  

   
      
 
Seorang wanita usia 55 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas, badan
terasa lemah, nafsu makan berkurang dan pusing snut-snut sejak 3 bulan SMRS, Sesak
nafas dirasakan memburuk bila beraktifitas (menyapu dan mencuci) dan saat tidur
terlentang, bila malam pasien mengaku lebih nyaman berbaring dengan bantal disusun.
Pasien juga mengeluh sekitar 30 menit setelah makan perut terasa nyeri terutama di area
epigastrik dan hipokondriaka kiri . Pasien juga mengeluh dada kiri terasa semengkring
semengkring menjalar sampai kebahu kiri yang dirasakan terutama saat bernafas. 2 bulan
SMRS pasien mengeluh setiap kali BAB berwarna kehitaman seperti kopi, jumlah sedikit,
dan konsistensi lunak. Riwayat menderita anemia sejak tahun 1997 sampai sekarang
(opname terakhir dengan riwayat tranfusi bulan desembar 2009), riwayat hipertensi, sesak
berulang, dan Diabetes Melitus disangkal. Diantara anggota keluarga tidak ada yang
menderita gejala yang serupa. Pemeriksaan fisik diperoleh kesadaran kompos mentis,
tampak sesak nafas dan lemah, TD:120/80mmHg, HR:72x/menit, RR: 34x/menit,
T:36.30C, kongjuntiva anemis, distensi vena jugularis, nyeri tekan epigastrik dan
hipokondriakan kiri. Pemeriksaan darah rutin menunjukan HB: 6,7 gr/dl, MCV : 24,45
(mikrositik), MCH : 74,08 (Hipokromik), pemeriksaan feses lengkap dalam batas normal.
EKG : sinus rhytm, Right axis deviation, HR : 93. Pemeriksaan Radiologi : Foto thorax PA
: Awal edema pulmo dengan Cardiomegali, OMD : gastroptosis. Pemeriksaan Morfologi
darah tepi menyimpulkan Morfologi darah tepi menunjukkan gambaran anemia disertai
kemunkinan proses infeksi , DD : Anemia penyakit kronik disertai defisiensi nutrisi.

a


Decompensatio Cordis
Anemia kronik
Suspek Ulkus Peptikum
 c

IVFD Ringer Laktat 16 tpm. Ringer laktat merupakan larutan kristaloid yang paling
fisiologis. Tranfusi PRBC 4 kolf. Inj. Furosemid 40 mg/24 jam sebagai diuretic kuat
mengurangi retensi cairan. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam sebagai anti histamine H2 (AH2)
yang di indikasikan pada kasus ulkus peptikum. Omeprazole tab 20 mg/24 jam yang
bekerja menghambat sekreksi asam lambung melalui hambatan yang selektif pada sistem
H+, K+, -ATP ase (pompa proton) pada permukaan sel parietal lambung. Antasid 1 tab/8
jam (dikunyah).
a
 

      merupakan kondisi kegagalan fungsi jantung yang
disebabkan oleh penurunan jumlah hemoglobin dibawah normal. Menurunnya jumlah
hemoglobin menyebabkan transport oksigen ke jaringan perifer tidak cukup. Pada kasus
tertentu, rendahnya level oksigen mengakibatkan jantung bekerja lebih keras sebagai
bentuk kompensasi untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap jumlah oksigen.
Kompensasi jantung terus menerus pada kondisi anemia kronis dapat mengakibatkan
munculnya penyakit gagal jantung.
Penegakan diagnosis decompensatio cordis pada pasien ini adalah berdasarkan
gejala klinis berupa keluhan dyspne d effort, paroxysmal noctrurnal dyspnea. Pemeriksaan
fisik ditemukan dilatasi vena jugularis sedangkan dari pemeriksaan radiologi diperoleh
hasil yang mendukung yaitu awal edema pulmo dan kardiomegali. Penegakan anemia
sebagai penyebab DC ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik yang
mendukung, serta pemeriksaan penunjang menunjukan kadar HB dibawah normal,
morfologi darah tepi menunjukkan proses infeksi yang kronis. Diagnosis ulkus peptikum
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan OMD yang
menunjukkan gastroptosis.
Penatalaksanaan pasien dengan kondisi        meliputi terapi
kausatif dan terapi simptomatik. Terapi kausatif yang diberikan berupa obat-obat yang
dapat menetralisir bahkan menekan produksi asam lambung, diantaranya adalah Inj.
Ranitidine 50 mg/12 jam sebagai anti histamine H2 (AH2) yang di indikasikan pada kasus
ulkus peptikum. Omeprazole tab 20 mg/24 jam yang bekerja menghambat sekreksi asam
lambung melalui hambatan yang selektif pada sistem H+, K+, -ATP ase (pompa proton)
pada permukaan sel parietal lambung. Pengobatan terhadap retensi cairan adalah dengan
retriksi cairan dan pemberian diuretic kuat seperti furosemid yang menurunkan reabsorpsi
sodium dan klorida di       Henle dan tubulus distal ginjal. Meningkatkan
ekskresi sodium, air, klorida, kalsium, dan magnesium. Serta pemberian tranfusi PRBC,

yang berfungsi membawa dan menyampaikan oksigen ke sel-sel dan membawa CO2
kembali ke paru-paru.

 
c 
   merupakan kondisi kegagalan fungsi jantung yang disebabkan oleh
penurunan jumlah hemoglobin dibawah normal. Diagnosis pada pasien ini adalah
Decompensatio Cordis et cause Anemia kronik (Anemia Heart Disease) yang ditegakkan
berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik dan penunjang. Kemungkinan penyebab dari
anemia kronis pada pasien ini adalah perdarahan kronis yang disebabka oleh ulkus
peptikum. Penatalaksanaan meliputi terapi kausatif dan simptomatik.
a c 

1.? Bakta, I.M., 2006. Pendekatan terhadap Pasien Anemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Suyono, S. (ed), Balai Penerbit FKUI, Jakarta
2.? ational Anemia Action Council. Anemia: A Hidden Epidemic. Los Angeles, CA:
Health Vizion Communications, Inc; 2007. http://www.anemia.org/ 
3.? Ginder, GD. Microcytic and hypocromic anemia. In: Goldman L, Ausiello D, eds, Cecil
Medline. 23 rd ed. Philadelpia, Pa: Saunders Elseiver; 2007: chap 163. 
4.? Tarigan, P., 2006, Tukak Gaster, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Suyono, S.
(ed), Balai penerbit FKUI, Jakarta. 

c  

Irmawati Suling. 20050310037. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. RSUD Panembahan
Senopati Bantul.

You might also like