You are on page 1of 15

FACTORS AFFECTING VENTRICULOPERITONEAL SHUNT SURVIVAL

IN ADULT PATIENTS
Farid Khan, Abdul Rehman, Muhammad S. Shamim, and Muhammad E. Bari
Department of surgery, The Aga Khan University, Stadium Road, Karachi, Sindh, Pakistan
Farid Khan: llun@ved:otliam; Abdul Rehman: llun@ved:otliam; Muhammad S. Shamim:
llun@ved:otliam; Muhammad E. Bari: llun@ved:otliam
*Corresponding author
Received 2014 Apr 26; Accepted 2014 Oct 9
Copyright: 2015 Khan F
This is an open-access article distributed under the terms of the creative commons attribution
license, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided
the original author and source are credited
ABSTRAK
LATAR BELAKANG:
Pemasangan Ventriculoperitoneal (VP) shunt tetap menjadi pilihan utama dalam penanganan
hidrosefalus meskipun tingginya tingkat komplikasi. Tanda-tanda malfungsi VP shunt telah
diteliti kebanyakan pada pasien pediatric. Dalam penelitian ini, kami melaporkan pengalaman
kami selama 11 tahun melakukan pemasangan VP shunt pada pasien dewasa yang mengidap
hidrosefalus. Kami juga menilai berbagai macam faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pemasangan VP shunt di negara berkembang.
METODE:
Sebuah diagram analisis retrospektif dibuat untuk semua pasien dewasa yang telah menjalani
pemasangan VP shunt antara tahun 2001 dan 2011. Kurva Kaplan-Meier digunakan untuk
menentukan durasi atau rentang waktu antara pemasangan VP shunt dan malfungsi pertama dan
uji log-rank (cox-mantel) digunakan untuk menentukan faktor faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup selama/setelah pemasangan VP shunt.
HASIL:
Total 227 pasien dengan rentang usia antara 18 sampai 85 tahun (rata-rata: 45,8 tahun) yang
terlibat dalam penelitian ini. Empat etiologi teratas pada hidrosefalus mencakup post
pembedahan cranial (23,3%), tumor otak atau kista (22,9%), Normal Pressure Hydrocephalus
(NPH) (15%), dan perdarahan intrakranial (13,7%). Seluruh kasus malfungsi shunt adalah 15,4%
dengan median waktu malfungsi pertama selama 120 hari. Etiologi hidrosefalus (P = 0,030)
sangat terkait dengan perkembangan malfungsi shunt. Malfungsi shunt dini dihubungkan dengan
umur (P < 0,001), waktu selama dirumah sakit (P = 0,001), skor GCS kurang dari 13 (P =
0,010), eksisi tumor otak (P = 0,008), dan pemasangan ekstra ventrikular shunt (P = 0.033).

KESIMPULAN:
Pasien dengan peningkatan usia, waktu perawatan dirumah sakit yang lama, nilai GCS di bawah
13, pemasangan ekstra ventrikular drainase, atau melakukan eksisi tumor otak, mungkin
mengalami malfungsi shunt dini.
Kata kunci: Shunt cairan Cerebrospinal, hidrosefalus, shunt ventriculoperitoneal
PENGANTAR
Pemasangan Ventriculoperitoneal (VP) shunt adalah pilihan utama dalam penanganan
hidrosefalus baik pada pasien dewasa maupun anak anak. [2,5,28,33,43] Di Amerika Serikat
Sendiri lebih dari 30.000 prosedur dilakukan setiap tahunnya untuk mengurangi hidrosefalus.
[4,24] Meski demikian, pemasangan VP shunt tetap saja rentan terhadap sejumlah komplikasi.
Tingkat kegagalan dalam 1 tahun terkait pemasangan VP shunt telah dilaporkan berjumlah
sekitar 40-50% untuk pasien anak anak dan 29% untuk pasien dewasa sampai beberapa dekade
yang lalu. Telah banyak penelitian yang melaporkan angka yang relatif lebih rendah untuk
malfungsi shunt, meskipun hal ini masih substansial.
Malfungsi VP shunt adalah alasan yang paling sering untuk perbaikan pada shunt. Meskipun
demikian, malfungsi shunt telah diteliti secara ekstensif, banyak dari studi ini meneliti pasien
anak-anak, dan sangat sedikit yang dipublikasikan khusus unuk pasien dewasa. Selain itu,
banyak dari studi ini berasal dari negara-negara berkembang, di mana secara teoritis hanya
memiliki aplikasi terbatas dengan etiologi yang berbeda.
Dengan ini, kami melaporkan pengalaman dalam 11 tahun terhadap pengelolaan hidrosefalus
pada pasien dewasa, termasuk etiologi penyakit, demografi pasien, kelangsungan hidup
pasien/keberhasilan fungsi shunt dan angka kegagalannya, dan penyebab malfungsi pada shunt.
MATERIAL DAN METODE
Kami mempresentasikan sebuah tinjauan bagan retrospektif dengan menggunakan database
pasien kami. Beberapa file diperoleh menggunakan International Classification of Diseases, 9th
Revision-Clinical Modification (ICD-9-CM) kode untuk hidrosefalus and ventriculoperitoneal
shunt. Pasien dewasa adalah mereka yang berumur 18 tahun atau lebih. Setiap berkas, secara
individual di review untuk beberapa hal yang detail seperti demografi pasien, presentasi, uji
neurologikal, laboratorium dan investigasi radiologi, medis dan managemen operasi, rawat inap
rumah sakit, tindakan selanjutnya dan managemen berikutnya.
Tindak lanjut dari klinik bedah saraf secara spesifik diulas untuk periode pengujian shunt,
persisten atau gejala serangan baru, dan jenis kekurangan neurological apapun termasuk di
antaranya adalah gejala visual dan fungsi motorik serta penurunan fungsi kognitif. Dalam kasus
malfungsi shunt, penyebab dan penundaan dari insersi awal sampai pada perbaikan juga diteliti.

Jenis-jenis hidrosefalus yang kami identifikasi adalah NPH, hidrosefalus obstruktif, hidrosefalus
idiopatik, dan hidrosefalus komunikans, sebagaimana yang telah dilaporkan Reddy et al
sebelumnya NPH di area kami didiagnosa melalui standar protokol termasuk gait dan pengujian
memori awal dan akhir diagnosis drainase lumbar. Konsultasi kepada neurologist sebagaimana
seorang terapi fisik termasuk dalam uji penilaian ini. Hidrosefalus komunikans adalah diagnosa
lain untuk high-pressure hydrocephalus, tanpa sebuah obstruksi jelas termasuk didalamnya;
sistem ventricular, meskipun kemungkinan akan ada kerusakan pada sistem penyerapan cairan
serebrospinal.
Etiologi dikelompokkan dalam kategori-kategori yang berbeda, dimana sedikitnya termodifikasi
dari Reddy et al dan Mori et al, termasuk NPH, penyakit menular atau post-infectious
(meningitis bakterial atau abses, dan meningitis tb), infark, tumor otak/colloid dan tipe-tipe kista
lainnya, perdarahan subarachnoid (PSA), pembedahan post cranial, aneurisma, perdarahan
intrakranial (yang lain daripada PSA, tapi termasuk perdarahan intraventrikular dan
intraserebral), pembedahan post kranial hidrosefalus adalah sebuah set hidrosefalus yang unik
yang berfungsi/berkembang pada pasien yang menerima pembedahan kranial. Dapat di terima/di
akui yang berkaitan dengan hasil dari kombinasi kerusakan pada iatrogenik yang muncul selama
proses prosedur operasi sel plexus koroideus, dan perubahan yang muncul sesudah pembedahan,
terlihat pada sirkulasi CSF, auto-regulasi aliran darah otak, dan pemenuhan cerebral.
Etiologi yang lain contohnya; malfungsi shunt (infeksi atau halangan), hal ini muncul pada kami
dengan etiologi yang diketahui atau tidak diketahui, idiopatik, ArnoldChiari atau Dandy
Walker malformations, dan traumatic brain injury (TBI).
Hasil awal dari pentingnya studi klinis retrospektif ini adalah keberhasilan shunt dan perbaikan
rating. Penyebab dari malfungsi shunt juga ditentukan. Malfungsi shunt didefinisikan oleh Reddy
et al, dan dikategorikan sebagai infeksi shunt, halangan dan migrasi, CSF asites, atau malfungsi
shunt disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui. Semua jenis komplikasi shunt ini
mengarahkan kita kepada perbaikan shunt.
Data dikumpulkan melalui sebuah test awal. Prosedur statistik yakni kebulatan frekuensi, ratarata dan standard deviasi, dan uji Pearson's Chi-square untuk hasil perbandingan proporsi. The
Student's t-test dan independent sample t-test atau the MannWhitney U test di gunakan untuk
mengukur perbandingan mean atau median, secara berturut-turut.
Untuk semua perbandingan, sebuah standar spss= P < 0.05 sudah ditentukan signifikan secara
statistik. Kurva KaplanMeier digunakan untuk menentukan durasi dari pemasangan shunt
sampai pada malfungsi awal.

The log-rank (MantelCox) test digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan shunt. Pemasukan data dan analisis statistik diperoleh dari Statistical Package for
Social Sciences version 19 (IBM SPSS Statistics 19, IBM Corporation, Chicago, Illinois).
HASIL
Demografi Pasien
Sebanyak 319 pasien keseluruhan yang menjalani pemasangan VP shunt selama periode
11 tahun. Total jumlah keseluruhan untuk semua jenis prosedur neurosurgical yang digunakan di
area center kami selama periode ini adalah kira-kira 13,000. Prosedur VP shunt ini di gunakan
dengan 7 ahli bedah saraf berbeda. Pressure-controlled shunts (Medtronic) di gunakan untuk
semua jenis kasus pada tekanan medium di beberapa kasus, shunt ini mempunyai sebuah jarak
katup, di tempatkan dalam pompa dan harganya sekitar US $240 di Pakistan.
Lebih dari 319 pasien diidentifikasi berdasarkan asalnya, 92 dikeluarkan karena tidak
tersedianya catatan medis (Figure 1). Rata-rata umur pasien yang termasuk dalam penelitian ini
adalah 45,8 tahun, berkisar dari minimum 18 tahun dan maksimal 85 tahun. Sebanyak 151 pasien
(66,5 %) adalah laki-laki, dan hipertensi (n=161, 70,9%) dan diabetes mellitus (n=30, 13,2%)
adalah yang paling umum berada di kondisi komorbid (Tabel 1)

Gambar 1
Menggambarkan catatan analisa penelitian ini terkait pemasukan dan
pengeluaran serta mengenai etiologi dan jenis-jenis hidrosefalus dengan
prosedur VP shunt berikutnya. NPH: Normal pressure hydrocephalus

Tabel 1
Demografi pasien (N=227)
Etiologi dan manifestasi klinis
Etiologi hidrosefalus pada pasien kami termasuk dalam pembedahan post-cranial (n= 53,
23,3%), tumor atau kista (n= 52, 22,9%), NPH (n=34, 15%), perdarahan (n= 31, 13.7%),
meningitis tb (n = 9, 4.0%), meningitis bakterial atau abses otak (n = 2, 0.9%), dan lain-lain (n =
46, 20.3%). Etiologi yang lain termasuk ke dalam malfungsi shunt dengan jumlah (n = 16, 7%),
TBI (n = 13, 5.7%), post-meningitis (n = 14, 6.2%), ArnoldChiari atau DandyWalker
malformation (n = 8, 3.5%), dan idiopatik (n = 7, 3.1%), sebagaimana yang telah tercantum pada
tabel 2. Beberapa pasien memiliki lebih dari 1 etiologi yang berkontribusi pada berkembangnya
hidrosefalus. Selanjutnya, semua pasien yang mengalami malfungsi shunt dengan etiologi
tertentu menjalani pemasangan VP shunt di luar area kami.

Tabel 2
Etiologi hidrosefalus dengan malfungsi (P<0.05)
Sebanyak 31 (13.7%) pasien dengan etiologi perdarahan intrakranial, 23 (10.1%) memiliki PSA,
6 (2.6%) perdarahan intraparenkim, dan 2 sebanyak (0.9%) subdural hematoma.
Beberapa pasien dengan tumor otak sebanyak (n = 52, 22.9%), extra-axial tumors (n = 30,
13.2%) menjadi lebih sering dibandingkan intra-axial tumors (n = 22, 9.7%). Meningioma atau
oligodendroglioma sebanyak (n = 12, 5.3%), vestibular schwannoma (n = 10, 4.4%), dan
hemangioblastoma atau hemangioma (n = 7, 3.1%) adalah yang paling sering terjadi. Fossa
cranial posterior sebanyak (n = 16, 7.0%), cerebellopontine angle (n = 15, 6.6%) dan supra- atau
area parasellar (n = 9, 4.0%) adalah tempat yang paling sering untuk adanya tumor. Jenis-jenis
hidrosefalus adalah hidrosefalus obstruktif (n = 155, 68.3%), NPH (n = 39, 17.2%), hidrosefalus
komunikans (n = 25, 11.0%), dan idiopatik (n = 8, 3.5%) [Tabel 3]. Sejumlah pasien dengan
tumor otak (n = 52, 22.9%), paling banyak sejumlah (n = 50, 22.0%), sementara sedikitnya
hanya 2 (3.9%) yang memiliki hidrosefalus komunikans sekunder pada plexus koroideus
papillomata. Riwayat medis dan riwayat operasi yang terkait dengan subjek studi ini akan di
simpulkan pada tabel 4.

Tabel 3
Tipe hidrosefalus dengan malfungsi (P=0.726)

Tabel 4
Past medical and surgical history of study subjects (N=227)
Gejala-gejala hidrosefalus adalah sebagai berikut sakit kepala (n = 101, 44.5%),
somnolen dan kesadaran menurun (n = 91, 40.1%), gangguan gait (n = 89, 39.2%), mual atau
muntah (n = 69, 30.4%), lemah/weakness (n = 52, 22.9%), inkontinensia urin atau inkontinensia
alvi (n = 44, 19.4%), menurunya daya ingat (n = 26, 11.4%), penglihatan tidak normal (n = 26,
11.4%), demam (n = 25, 11.0%), dan kejang (n = 22, 9.7%).
Skor Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien berkisar antara 3-15, dengan rata-rata skor
12 dan nilai tengah 14. Sebanyak 21 (11.4%) pasien koma (GCS 8), sementara skor GCS
kurang dari 13 dari semua pasien mengalami keadaan somnolen (n=91) atau (40,1%). Turunnya
motorik di temukan pada 44,6% atau sebanyak 99 pasien. Investigasi laboratorium di beberapa
pasien termasuk kimia darah, blood counts, kultur darah, dan investigasi radiologi. Punksi
lumbal dilakukan di 116 pasien dengan jumlah presentase sebesar (51,1%).
Manajemen
Bergantung pada kondisi klinis pasien, mereka diatur dalam ruang rumah sakit umum, unit
perawatan khusus atau unit perawatan intensif. Durasi rata-rata rawat inap rumah sakit adalah
13.6 1.1 hari. Sejumlah 195 pasien menerima antibiotik dengan persentase (85,9%). Mannitol
diberikan pada 28 pasien (12.3%), sementara hanya 9 pasien (4.0%) yang menerima
acetazolamide. Anticonvulsants dan steroids digunakan di 57 pasien (25.1%) dan 51 (22.5%)
pasien, secara berturut-turut. Sejumlah 9 pasien (4.0%) juga menerima terapi anti tuberkulosis.
Pengelolaan prosedur operasi pada pasien lain dibandingkan dengan yang menggunakan VP
shunt termasuk pada extra-ventricular drains (n = 43, 18.9%), kraniotomi atau kraniektomi (n =
31, 13.7%), aneurisma (n = 12, 5.3%), ventrikulostomi (n = 5, 2.2%) dan jenis prosedur yang

lain. Semua pasien termasuk dalam penelitian ini, menerima pemasangan VP shunt. Sebanyak
200 (88,1%) pasien yang menjalankan pemasangan VP shunt hanya sekali, sementara sebanyak
27 pasien (11.9%) membutuhkan perbaikan terhadap malfungsi shunt kedepannya. Dari semua
pasien ini, 4 (1,8%) membutuhkan perbaikan terhadap malfungsi shunt. Sebuah shunt di sisi
kanan ditempatkan pada 209 pasien (92.1%), sementara sisanya yakni 18 pasien menerima shunt
di sisi kiri pasien, dengan presentase sebesar (7.9%).
Tindak lanjut klinis
Hanya sejumlah 161 (70,9 %) pasien yang diberikan tindak lanjut secara bertahap, sisa pasien
lainnya (n = 66, 29.1%) telah hilang kontrol setelah kunjungan klinis ditahap setelah operasi
pertama. Durasi rata-rata tindakan lanjut adalah 321,6 hari. Sebanyak 12 (5,3%) pasien
meninggal, kebanyakan dari mereka berjumlah (n = 10, 4.4%) meninggal dalam sebulan setelah
operasi. Dua pasien yang berikutnya (0,9%) meninggal dalam 2 bulan dan 10 bulan pada saat
petengahan operasi, secara berturut-turut. Cardiac arrest (n = 3, 1.3%),mati batang otak (n = 2,
0.9%), dan pulmonary embolism (n = 1, 0.4%) adalah beberapa penyebab kematian pasienpasien ini yang sementara diketahui. Penyebab kematian pada kasus sisanya tidak diketahui.

Komplikasi Shunt
Insiden keseluruhan dari malfungsi shunt ditemukan sebesar 15,4%, sementara insiden perbaikan
shunt adalah 14,1%. Kurva Kaplan-Meier menunjukan bahwa angka malfungsi shunt pada tahap
6 bulan, 1 tahun dan 6 tahun yakni berkisar 19/227 (8.4%), 25/227 (11.0%), dan 35/227 (15.4%),
secara berturut-turut. Penyebab yang paling umum dari malfungsi shunt adalah halangan pada
shunt (n = 25, 11.0%), infeksi (n = 8, 3.5%), migrasi (n = 2, 0.9%), dan CSF asites (n = 2, 0.9%)
[Tabel 5].
Dari sejumlah 35 pasien yang mengalami malfungsi shunt. Dua diantaranya mengalami halangan
dan infeksi pada shunt. Pengembangan malfungsi shunt secara signifikan dipengaruhi oleh
prinsip etiologi dari hidrosefalus (P = 0.030). Dari 74 pasien dengan tumor otak beberapa dari
mereka yang mendapatkan post-excision dan sisanya di diagnosa selama periodenya 10 pasien
yang mengalami malfungsi shunt (P = 0.580).
9 dari pasien ini mengalami perbaikan shunt. Lebih dari 53 pasien yang mendapatkan
pembedahan post-cranial, hanya 7 yang menghasilkan malfungsi shunt (P = 0.611) dan
keseluruhan dari mereka mendapatkan perbaikan shunt, Dari 34 pasien dengan NPH, 3
menghasilkan malfungsi shunt (P= 0.248); perbaikan shunt ditemukan ada pada keseluruhan.
Dari 31 pasien dengan perdarahan, hanya 1 pasien yang mendapatkan malfungsi shunt dan
membutuhkan perbaikan shunt (P = 0.043). malfungsi shunt tidak ditemukan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap keseluruhan hasil fungsional dari pasien (P = 0.364) [Tabel 6]. Di antara

pasien dewasa, penyebab malfungsi shunt yakni; halangan pada shunt (n = 2), migrasi(n = 2),
infeksi (n = 1).

Tabel 5
Komplikasi VP Shunt*

Tabel 6
Faktor-faktor yang mempengaruhi malfungsi shunt (N=227)

Faktor-faktor yang mempengaruhi malfungsi shunt


Secara keseluruhan rata-rata waktu pemasangan shunt ke malfungsi shunt adalah 120 hari,
berkisar antara 2 ke 2095 hari (figure. 2). Alur Kaplan-Meier menunjukan bahwa rata-rata waktu
dari pemasangan shunt ke malfungsi shunt pertama secara signifikan berbeda di antara semua
individu dengan prinsip etiologi (P = 0.003, log-rank test) [Figure 3].
Individu-individu dengan perdarahan intrakranial, tumor otak, post pembedahan kranial, dan
NPH menunjukan jangka terpendek dari keberhasilan shunt menuju malfungsi shunt pertama.
Rata-rata waktu malfungsi VP shunt secara signifikan tidak berbeda antara jenis-jenis dari
hidrosefalus (P = 0.174, log-rank test). Gender dari masing-masing pasien tidak menunjukan
perbedaan statistik di rata-rata waktunya dari pemasangan shunt menuju malfungsi shunt antara
individu laki-laki dan perempuan (P = 0.671, log-rank test) atau medikal komorbid (P = 0.701,
log-rank test).
Waktu menuju malfungsi shunt awal untuk pasien tua secara signifikan lebih rendah daripada
pasien yang lainnya (P < 0.001, log-rank test), berkisar antara 4 dan 120 hari. Durasi rawat inap
secara statistik menunjukan data yang signifikan dari pemasangan shunt ke malfungsi shunt
berbeda untuk tiap jenis tumor otak (P = 0.062, log-rank test) dan lokasi yang berbeda dari tumor
otak (P = 0.378, log-rank test) dan hasil menunjukan gagal untuk mencapai statistik yang
signifikan. Riwayat medis pasien tidak mempengaruhi rata-rata waktu dari keberhasilan shunt
secara signifikan.

Gambar 2
Analisis Kaplan-Meier keberhasilan shunt untuk hidrosefalus dewasa menunjukan rata-rata
keseluruhan waktu malfungsi shunt awal yakni 120 hari. Sedangkan waktu untuk keberhasilan
shunt berkisar antara 0 sampai 2095 hari. Lebih dari 35 malfungsi shunt, 30 dari nya muncul
sebelum 500 hari.

Gambar 3
Analisis keberhasilan shunt Kaplan-Meier untuk hidrosefalus dewasa menunjukan bahwa
etiologi hidrosefalus secara signifikan berbeda di tiap rata-rata waktu malfungsi shunt yakni (P =
0.003, log-rank test). NPH: Normal pressure hydrocephalus, SAH: Subarachnoid ..
Pasien yang memiliki skor GCS lebih rendah dari 13 di temukan mengalami malfungsi shunt
lebih awal (P = 0.010, log-rank test) sebagaimana yang di tunjukan di Figure 4. Hal yang serupa
juga terjadi pada pasien yang mengalami keadaan somnolen atau tidak sadarkan diri dalam
presentasi data ditemukan secara signifikan mempengaruhi keberhasilan shunt (P = 0.010, logrank test).

Gambar 4
Analisis Kaplan-Meier terhadap keberhasilan shunt untuk hidrosefalus pada dewasa menunjukan
bahwa pasien dengan skor GCS kurang dari 13 kemungkinan lebih mengalami malfungsi shunt
dini dengan data sekian (P = 0.010, log-rank test)

Gambar 5
Analisis Kaplan-Meier terhadap keberhasilan shunt untuk hidrosefalus pada dewasa menunjukan
bahwa rata-rata waktu dari malfungsi shunt awal secara signifikan berbeda dari pasien yang
menjalani extra-ventricular drain dan mereka yang tidak (P = 0.033, log-rank test). EVD: ...
Diskusi
Meskipun faktanya bahwa pengalihan CSF dengan pemasangan VP shunt telah menjadi terapi
utama untuk anak-anak dan dewasa, masih menjadi hal yang penting untuk diperhatikan pada
beberapa komplikasi dan angka malfungsi VP shunt. Evaluasi pasien di periode tertentu yang di
atur dengan pemasangan VP shunt untuk hidrosefalus tidak boleh dilewatkan. Dengan
mempelajari rumusan keberhasilan shunt secara bertahap dan terus-menerus, kita dapat mencoba
untuk memprediksikan fungsi mekanisme kerja VP shunt bekerja dari waktu pemasangan sampai
pada tindak lanjut berikutnya.
Demografi, seperti umur, gender, dan kondisi komorbid, tidak mempengaruhi fungsi VP shunt
secara keseluruhan, namun waktu median untuk malfungsi bagi shunt sangat dipengaruhi oleh
perbedaan jarak umur yang jauh. Hal ini dapat di lihat dari fakta bahwa pasien yang tua memiliki
riwayat fragile dan atropi parenkim otak. Intervensi pembedahan pada pasien kemungkinan besar
berkaitan dengan resiko yang lebih besar yakni trauma iatrogenik yang memberi efek di dekat
jaringan tubuh pada saat proses pemasangan VP shunt.
Luka pada plexus koroideus dalam ventrikel dapat mengakibatkan rusaknya sel debris di dalam
kateter dan sumbatan pada tabung VP shunt, hal ini mengakibatkan halangan untuk befungsinya
shunt. Meskipun penjelasan ini secara teoritis adalah logis, namun tidak bisa dikatakan secara
permanen bahwa ini adalah alasan bagi malfungsi shunt pasien tua pada kelompok kami.

Pengamatan khusus lainnya di dalam studi ini sedikitnya dominasi dari pasien pria (66,5%)
sebagai kebalikan dari pasien perempuan (33,5%), dimana hal ini sejalan dengan laporan
sebelumnya dari area kami.
Hal ini dapat menjadi konsekuensi bagi struktur dominasi pria terhadap lingkup lokal sosial,
tradisi kultur, dan jenis-jenis aktifitas yang biasa pria lakukan/terlibat ke dalam aktifitas seharihari dibandingkan perempuan.
Di antara etiologi hidrosefalus, perdarahan ditemukan menunjukan pengaruh yang merugikan
secara signifikan pada hasil fungsional pasien, yang mana hal ini sejalan dengan observasi dari
awal studi. VP shunt pada pasien yang mengalami perdarahan intraserebral atau intraparenkim
bisa mendapatkan penyumbatan dengan sel darah merah dan mikrotrombus platelet,
menyebabkan halangan pada shunt (atau terhalangnya fungsi shunt). Hal serupa bisa terjadi, pada
beberapa etiologi di antaranya perdarahan intrakranial, tumor otak, post pembedahan cranium,
dan NPH ditemukan memiliki waktu yang paling singkat untuk adanya malfungsi awal.
Pengembangan hidrosefalus yang diikuti oleh pembedahan kranial bisa menjadi salah satu
penyebab kerusakan yang muncul pada plexus koroideus dan kerusakan jaringan tubuh terdekat
lainnya selama proses prosedur operasi. Oleh karena itu, secara teoritis dapat dikatakan bahwa
indikasi di mana pembedahan kranial dilakukan, keahlian dalam sistem operasi, teknik operasi
yang dilakukan, sebagaimana faktor-faktor lainnya pada pasien juga dapat mempengaruhi
keberhasilan pada VP shunt yang digunakan pada pasien.
Demikian juga, manipulasi secara luas dan luka pada jaringan tubuh yang muncul selama
resection of neoplastic disease, sebagaimana perubahan pada aliran darah serebri dan auto
regulasi yang muncul setelah hasil prosedur awal di tahap malfungsi shunt pada pasien dengan
tumor otak
Bertolak belakang dari etiologi hidrosefalus, tipe hidrosefalus tidak mempengaruhi keseluruhan
malfungsi shunt dan keberhasilan shunt. Walaupun penelitian sebelumnya sudah menemukan
beberapa asosiasi antara jenis-jenis klinis dan keberhasilan shunt, yang kami amati dari
penelitian kami adalah pasien dengan keadaan somnolen dan rendahnya skor GCS telah secara
jelas mengurangi waktu median terhadap malfungsi shunt awal. GCS skor adalah ukuran secara
tidak langsung fungsi otak dan sering digunakan sebagai tolak ukur dari fungsi TBI.
Pasien yang memiliki presentase skor GCS rendah kemungkinan memiliki abnormalitas yang
sangat tinggi dan patologis, oleh karena itu ini meningkatkan resiko terjadinya malfungsi shunt.
Meskipun demikian, hubungan antara skor GCS dan malfungsi shunt awal tidak dilaporkan
sebelumnya. Pasien yang menjalani prosedur operasi lain dibandingkan dengan mereka yang
menggunakan VP shunt, secara khusus kraniektomi untuk eksisi dan pemasangan extraventricular drain, telah mengurangi waktu median terhadap malfungsi shunt awal. Hal ini dapat
berhubungan dengan peradangan dan yang mengakibatkan reaksi pada jaringan, juga berakibat
pada munculnya endapan di area hidrosefalus.

Kebanyakan dari malfungsi shunt muncul dalam 6 bulan awal pemasangan shunt, dimana hal ini
juga sesuai dengan laporan sebelumnya dari negara-negara berkembang. Gangguan pada shunt ,
infeksi, migrasi, dan CSF ascites diteliti sebagai penyebab paling umum terhadap adanya
malfungsi shunt. Pengamatan di atas sesuai dengan laporan mengenai komplikasi-komplikasi
shunt sebelumnya.
Angka kegagalan VP Shunt sebelumnya di laporkan berkisar antara 18% ke 29% bagi pasien
dengan hidrosefalus dewasa. Keseluruhan angka kegagalan VP Shunt (15,4%) yang mana kami
laporkan ini sudah konsisten dengan angka malfungsi shunt (15,2%) baru-baru ini di data ulang
oleh Reddy et.al. untuk angka malfungsi shunt di 6 bulan yakni 19/227 (8.37%), dan di 500 hari
tercatat; 26/227 (11.45%), adalah laporan angka kegagalan sebelumnya. Dari penelitian lainnya,
Reddy et.al melaporkan 32% insiden dari perbaikan shunt pada pasien hidrosefalus dewasa.
Rendahnya angka malfungsi shunt yang kami amati dari studi ini memang sangat mengejutkan.
Teknik operasi Meticulous dana asepsis yang meningkat dapat dipertimbangkan sebagai
beberapa faktor yang mengakibatkan rendahnya angka malfungsi shunt ini, beberapa faktor ini
tidak distandarisasikan dan dinilai secara sesuai di dalam studi sebelumnya yang membutuhkan
peninjauan ulang.
Pasien kemungkinan bisa menjadi pasien yang independen dengan shunt-nya nantinya yang
kemudian akan berkelanjutan menjadi asimptomatik, bahkan jika VP shunt mereka sedang tidak
berfungsi.
Pertanyaan yang muncul adalah harus kah seorang pasien dengan sebuah shunt yang gagal, tapi
tidak mengalami hidrosefalus, dapat dikategorikan sebagai kegagalan VP shunt? Atau haruskah
kita hanya mempertimbangkan beberapa pasien lainnya yang akan memenuhi standar perbaikan
untuk mengalami kegagalan VP shunt. hal ini dapat di pertimbangkan sebagai sebuah solusi
terkait definisi dari malfungsi shunt. Dalam penelitian ini, kita tidak memiliki informasi
mengenai pasien asimptomatik dengan adanya malfungsi shunt. Sebagai konsekuensinya, kami
pun tidak mempertimbangkan pasien tersebut ke dalam malfungsi shunt. Karena rendahnya
angka infeksi shunt di penelitian ini, menarik untuk memperhatikan beberapa penelitian lain
yang juga mendokumentasikan rendahnya angka malfungsi shunt akhir-akhir ini dengan penanda
yang jelas.
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan terkait dengan design studi sebelumnya. Hasil dari
penelitian ini kemungkinan di pengaruhi oleh faktor teknis seperti operasi yang berbeda dan
pengalaman masing-masing dari mereka, serta pilihan dari metode dalam menjalankan prosedur
operasi. Selain itu, hanya beberapa dari pasien ini yang termasuk kedalam penelitian ini yang
memiliki catatan lengkap dan dapat diperoleh kembali, hal ini dapat menyebabkan biasnya
seleksi pengenalan.
Keberhasilan shunt pada pasien yang di keluarkan dari daftar terkait hilangnya laporan termasuk
tidak diketahui, Seperti serupa, analisis keberhasilan shunt dilakukan hanya bagi pasien yang

bisa di berikan tindak lanjut secara bertahap. Sebuah proporsi yang signifikan pada beberapa
pasien baik itu yang dikeluarkan karena data yang hilang atau gagal untuk ditindak lanjuti secara
regular bisa membiaskan hasil dari penelitian ini.
Bertolak dari kekurangan/kelemahan di atas, penelitian ini berkontribusi secara substansial pada
ilmu pengetahuan ilmiah. Ini adalah studi penelitian pertama untuk area bersama dan analisa
yang sangat detail tentang pasien dewasa yang mengalami hidrosefalus yang mendapatkan
pemasangan VP shunt. Pasien dengan riwayat medis dan riwayat operasi, etiologi hidrosefalus,
bimbingan rumah sakit, serta follow up klinis secara ekstensif diteliti untuk menemukan
hubungan mengenai keberhasilan shunt. Meskipun penelitian ini menunjukan angka malfungsi
shunt yang lebih rendah dan rata-rata waktu keberhasilan shunt yang sesuai dengan penelitian
sebelumnya, studi ini fokus pada evaluasi bertahap pada keadaan fungsi shunt bisa menjadi
solusi yang lebih jelas pada prediktor terhadap keberhasilan shunt dan hasil fungsional dalam
jangka panjang.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukan pasien yang menjalani operasi eksisi tumor dan pemasangan extra
ventricular drain memungkinkan untuk terjadi malfungsi shunt dini. Skor GCS kurang dari 13
merupakan sebuah prediktor terhadap kurangnya waktu keberhasilan shunt. Keberhasilan shunt
secara signifikan juga dipengaruhi oleh umur dan durasi rawat inap di rumah sakit.

You might also like