You are on page 1of 27

PRESENTASI KASUS KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN RADIOLOGI
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
Nama Mahasiswa

: Annisa Fitriani

NIM

: 20110310083

Dokter Pembimbing : dr. Tuti Widowati, Sp. R

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. S

No. Rekam Medis

: 33060120038880

Usia

: 52 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Pernikahan

: Belum Menikah

Pekerjaan

: Tidak Bekerja

Alamat

: Redin 02/02 Gebang Purworejo

Bangsa

: WNI

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMTP

Tanggal Masuk RS

: 8 Oktober 2015 Jam 17.00 WIB

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI


I.

| Efusi Pleura

ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Oktober 2015 jam 17.00 WIB.
Keluhan Utama

: Sesak napas yang bertambah sering sejak 1 minggu SMRS.

Keluhan Tambahan : Batuk, lemas dan BAK sedikit


Riwayat Perjalanan Penyakit
Lebih kurang 3 bulan SMRS, pasien mengeluh sesak, batuk disertai darah (+), BAK
dan BAB normal (+). Lemas (-), nafsu makan menurun (-), berat badan menurun (-),.
keringat malam (-), dada berdebar-debar (-), nyeri dada (-). Pada keadaan ini, pasien tidak
berobat.
Lebih kurang 1 minggu SMRS pasien mengeluh sesak semakin sering dan batuk
disertai darah. Pasien merasa badan terasa lemas (+), nyeri dada kanan (+), demam (-),
mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (+), berat badan menurun (+). BAB normal,
sedangkan BAK sedikit (+). Pasien kemudian berobat ke IGD RSUD Saras Husada
Purworejo.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi disangkal.
b. Riwayat penyakit jantung disangkal
c. Riwayat minum OAT disangkal
d. Riwayat diabetes disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama yaitu sesak dan batuk dalam keluarga
disangkal.
Anamnesis Sistem

Sistem Saraf Pusat

: Demam (-), penurunan kesadaran (-), kejang (-)

Sistem Kardiovaskular

: Nyeri dada (+), palpitasi (-)

Sistem Respirasi

: Sesak nafas (+), batuk (+), pilek (-)

Sistem Gastrointestinal

: Mual (-), muntah(-), nyeri perut (-), BAB normal (+)

Sistem Urogenital

: Oliguria (+), dysuria (-), panas (-), mengejan (-),


2

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura
hematuria (-)

II.

Sistem Musculoskeletal

: Nyeri punggung (+), pegal (-)

Sistem Integumentum

: Edema (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi

: 88 kali/menit, reguler, isi cukup

Pernafasan

: 32 kali/menit, torakoabdominal, reguler

Suhu

: 36,5o C

GCS

: 15

Pemeriksaan Kepala
Mata

: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),

Telinga : simetris, discharge (-), nyeri tekan (-)


Hidung : deformitas (-), discharge (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : mukosa basah, bibir kering (-), lidah kotor (-)
Faring : hiperemis (-)
Leher

: simetris, sikatrik (-), pembesaran lnn (-)

Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada

: simetris, retraksi (-)

Pemeriksaan Paru-paru
Kanan
Inspeksi

Kiri

Tampak simetris, retraksi subcostalis (-), Tampak simetris, retraksi subcostalis


retraksi supraclavicularis (-), retraksi (-),
intercostalis (-), ketinggalan gerak (-)

retraksi

supraclavicularis

(-),

retraksi intercostalis (-), ketinggalan


gerak (-)

Palpasi

Ketinggalan gerak (-), deformitas (-), Ketinggalan gerak (-), deformitas (-),

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

fokal fremitus kanan<kiri

fokal fremitus kanan<kiri

Perkusi

Redup pada lapangan paru kanan

Sonor pada lapangan paru kiri

Auskultasi

Vesicular (+) melemah, wheezing (-)

Vesicular (+) normal, wheezing (-)

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba, thrill (-).

Perkusi

: Batas jantung sulit dinilai

Auskultasi

: HR = 88 kali/menit, murmur (-) , gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: flat, skar (-)

Auskultasi

: peristaltik / BU (+) normal

Perkusi

: thympani di 4 kuadran

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-)

Alat Kelamin : tidak diperiksa


Pemeriksaan Ekstremitas

Superior : Akral hangat, CRT< 2 detik, sianosis (-), deformitas (-), edema
ekstremitas (-), pitting (-).

Inferior : Akral hangat, CRT< 2 detik, sianosis (-), deformitas (-), edema
ekstremitas (-), pitting (-).

RINGKASAN ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Seorang laki-laki mengeluh sesak napas dan batuk berdarah sejak 3 bulan SMRS

Dari hasil pemeriksaan fisik, terdapat conjunctiva anemis pada kedua mata dan
nyeri dada kanan. Terdengar suara vesikuler melemah di paru kanan disertai redup
pada perkusi lapang paru kanan, pada abdomen tidak ditemukan kelainan serta tidak
ditemukan skar.

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI


III.

| Efusi Pleura

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Rutin (8 Oktober 2015)
PARAMETER

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

HB

8,5 (L)

g/dL

13,2- 17,3

Leukosit

28,3 (H)

Ribu/ul

3,8 10,6

Eritrosit

3,6 (L)

Juta/ul

4,40 5,90

Trombosit

295

Ribu/ul

150 400

Hematokrit

28 (L)

40 52

MCV

78

80 100

MCH

24 (L)

26 34

MCHC

31 (L)

g/dL

32 36

Neutrofil

80,90 (H)

50-70

Limfosit

8,50 (L)

25-40

Monosit

7,30

2-8

Eosinofil

3,10

2,00-4,00

Basofil

0,2

0-1

88

mg/dl

70 120

Ureum

26,9

mg/dl

10 50

Creatinin

0,66

mg/dl

0,4 0,9

SGOT

18

u/l

0 50

SGPT

10

u/l

0 50

HbsAg

Negatif

LED 1 jam

74 (H)

Diff Count

Kimia Rutin
GDS

Negatif
mm/jam

0-10

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

2. Pemeriksaan EKG (8 Oktober 2015)

3. Pemeriksaan Foto Radiologi Thorax (8 Oktober 2015)

Foto thorax AP, asimetris, inspirasi dan kondisi cukup, hasil :


- Opasitas homogen di aspek laterobasal hemithorax dextra
- Corakan bronkovaskuler pulmo sinistra tampak meningkat
- Diafragma dextra tertutup opasitas, diafragma sinistra licin
- Sinus costofrenicus dextra tertutup opasitas, sinistra lancip
- CTR tak valid dinilai, mediastinum tampak sedikit terdeviasi ke sinistra
- Sistema tulang yang tervisualisasi intact
Kesan :

- Massive pleural effusion dextra


- Pulmo dan besar cor tak valid dinilai
6

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

4. Pemeriksaan USG (12 Oktober 2015)

Hasil USG Thorax :


Tampak free fluid cavum thorax dextra dengan septasi
Kedalam 5,04cm dari marker di dinding thorax laterodextra
Kesan : susp pleuritis sicca dextra

IV.

DIAGNOSIS KERJA
Efusi pleura dextra

V.

DIAGNOSIS BANDING
Tumor paru dextra
TB Paru

VI.

RENCANA PEMERIKSAAN DAN TINDAKAN


1. Pemeriksaan ulang foto radiologi thorax PA disertai lateral
2. Pemeriksaan sputum (BTA)
3. Torakosentesis

VII.

PROGNOSIS

Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad Sanantionam : dubia ad bonam

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

TINJAUAN PUSTAKA

I.

Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura disusun
oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah
serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag).
Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan
licin yang membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan
tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastis (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M,
2005: 739).
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis
melapisi toraks dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus
paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis
bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari
30 m). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia
ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan
lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah
terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler
dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening.
Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang mengandung
sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser
secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak
antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis
dengan pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura
hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan
atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc (Hood
Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002: 786).

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

Gambar 1 Gambaran Anatomi Pleura


(dikutip dari Poslal medicina, 2007: www.google.com)

II.

Definisi Efusi Pleura


Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne Smeltzer: 2001). Rongga pleura
adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada, diantara
permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung
sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan
viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernafasan. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah
darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :
a. berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura.
b. terjadi akibat obstruksi aliran getah bening.
c. terjadi akibat obstruksi duktus torasikus (chylothorak).
d. efusi berbentuk empiema akut atau kronik.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Biasanya hal ini terdapat pada:
9

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

a)

Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

b)

Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal

c)

Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

d)

Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


a) Gagal jantung kiri (terbanyak)
b) Sindrom nefrotik
c) Obstruksi vena cava superior
d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk
melalui saluran getah bening)

2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat.
PARAMETER

EKSUDAT

Jernih

Jernih, keruh, berdarah

BJ

< 1,016

> 1,016

Jumlah set

Sedikit

Banyak (> 500 sel/mm2)

Jenis set

PMN < 50%

PMN > 50%

Rivalta

Negatif

Negatif

Glukosa

60 mg/dl (= GD plasma)

60 mg/dl (bervariasi)

Protein

< 2,5 g/dl

>2,5 g/dl

< 0,5

> 0,5

< 200 IU/dl

> 200 IU/dl

< 0,6

> 0,6

Warna

Rasio protein TE/plasma


LDH
Rasio LDH T-E/plasma

III.

TRANSUDAT

Etiologi
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang
pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau
eksudat.
10

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

Efusi pleura transudatif terjadi jika faktor sistemik yang mempengaruhi


pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura
eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan pleura mengalami perubahan.
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran
kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura. Efusi pleura
eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi
pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal
di dalam serum.
Efusi pleura berupa:
a. Eksudat, disebabkan oleh :
1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 1006000/cc.
2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob
(Streptococcus

paeumonie,

Staphylococcus

aureus,

Pseudomonas,

Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lainlain).


3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,
dll. Karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap fungi.
4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh
11

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada
pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar.

b. Transudat, disebabkan oleh :


1) Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis.
2) Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah.
3) Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura.
4) Meigs Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis.
5) Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.

c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak
12

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila
darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.

IV.

Manifestasi Klinis
Pada anamnesis lazim ditemukan, antara lain :
-

nyeri dada dan sesak

pernafasan dangkal

tidur miring ke sisi yang sakit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, antara lain :


-

terlihat sesak nafas dengan pernafasan yang dangkal

hemitoraks yang sakit lebih cembung

ruang sela iga melebar, mendatar dan tertinggal pada pernafasan

fremitus suara melemah sampai menghilang

pada perkusi terdengar suara redup sampai pekak di daerah efusi

tanda pendorongan jantung dan mediastinum ke arah sisi yang sehat

pada auskultasi, suara pernafasan melemah sampai menghilang pada daerah efusi
pleura.

V.

Patogenesis Efusi Pleura


Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas

kapiler (peradangan,

neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung / v. pulmonalis (kegagalan


jantung kiri), tekanan negatif intrapleura (atelektasis).
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata, gangguan
kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening, peningkatan tekanan vena
13

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

sentral tempat masuknya saluran limfe dan tekanan osmotic koloid yang menurun dalam
darah, misalnya pada hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.
Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan vena meningkat
karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava oleh tumor intrathorax. Selain
itu, hypoprotonemia

dapat

menyebabkan

efusi

pleura karena rendahnya

tekanan

osmotic di kapiler darah.

VI.

Diagnostik
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik
saja. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan tindakan torakosentesis dan pada beberapa
kasus dilakukan juga biopsy pleura.

1. Foto X-Ray
Pemeriksaan CT Scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya, hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena
biayanya masih mahal sehingga diagnosis lebih sering menggunakan pemeriksaan usg serta
foto radiologi thorax.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan
dalam rongga pleura. Sementara itu dalam foto dada pada efusi pleura dapat terlihat
terdorongnya mediastenum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Permukaan cairan
14

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan
permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial.

Gambar 2. Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura


(http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm)

Ada beberapa macam posisi pemeriksaan radiologi thorax paru yang biasa
digunakan, yaitu: PA (Postero Anterior), AP (Antero Posterior), lateral dan apical lordotic.
a) PA (Postero Anterior)
Foto PA dapat dilakukan dengan erect (berdiri) atau duduk. Pada umumnya,
pemeriksaan thoraks adalah posisi PA erect. Karena pada posisi ini apabila ada
cairan dalam paru akan nampak jelas batas-batasnya.
Tujuan : Untuk memperlihatkan organ rongga dada beserta kelainannya.
Technical Faktor
- FFD 150 cm
- Kaset 35cm x 43cm atau sesuai dengan lebar dada pasien.
- Kolimasi letakkan pada daerah paru-paru yang akan diperiksa. Lakukan
ekspose pada akhir inspirasi penuh.
Posisi Pasien
- Erect (berdiri), bagian anterior tubuh menempel kaset. sisi atas kaset
berada 3 cm diatas margin kulit diatas apex thorax.
- Dagu pasien diletakkan ditas cassette holder dan sedikit ekstensi.
- Pasien meletakkan bagian belakang tangan di pinggang kanan-kiri.
- Bahu dan lengan diputar ke luar dan depan untuk membawa scapula
keluar dari cavum thorax.
15

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

- Exposure dilakukan saat pasien diminta untuk inspirasi.

Posisi Alat
- Letakkan MSP pada pertengahan kaset.
- CR diarahkan pada pertengahan kaset dengan ujung atas kaset harus
berjarak sekitar 7-8 cm diatas bahu pasien.
Center Ray
Arah sinar Horizontal. Tegak lurus kaset.
Center Point
Pada T5-T6
Kriteria
- Tampak gambaran trachea, lungs, arcus aorta dan jantung
- Scapula tidak menutupi gambaran paru-paru
- Kedua costal margin dan sinus costoprenikus tidak terpotong
- Kedua paru simetris dilihat dari jarak costal margin ke columna vertebra
dan jarak acromioclavicular joint simetris
- Tampak juga gambaran thoracal I-VII sebagai indikasi kV yang cukup.

Gambar 3. Posisi foto thorax PA (ki) dan hasil foto thorax PA (ka)
b) AP (Antero Posterior)
Proyeksi ini digunakan sebagai alternatif untuk posisi PA. Yaitu apabila
pasien mengalami kelainan tertentu seperti sesak nafas, apabila dilakukan foto PA

16

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

akan memperburuk keadaan pasien. Teknik radiografi posisi AP sama dengan PA,
yang membedakan adalah arah sinarnya datang dari anterior tubuh pasien. Bagiam
posterior tubuh pasien menempel kaset. Dapat dilakukan dengan erect, supine atau
semi erect.

Gambar 4. Posisi foto thorax AP (ki) dan hasil foto thorax AP (ka)
c) Lateral
Yang sering dilakukan adalah lateral kiri, kecuali jika dicurigai patologi di
paru kanan, maka akan diambil foto lateral kanan. Penggunaan kV lebih besar
daripada posisi PA dan AP karena objek lebih tebal.
Tujuan : Untuk memperlihatkan organ rongga dada dan kelainannya dari lateral.
Technical Factor
- FFD = 150cm
- Kaset = 35cm x 43cm atau sesuai dengan ukuran dada pasien
- Kolimasi letakkan pada daerah paru-paru yang akan diperiksa. Lakukan
ekspose pada akhir inspirasi penuh.
Posisi Pasien
- Berdiri menyamping bucky stand
- Posisikan dada menempel kaset di salah satu sisi. Kedua lengan fleksi dan
diletakkan di atas kepala, usahalan true lateral.
Center Ray
Arah sinar Horizontal. Tegak lurus kaset.
17

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

Center Point
Pada T5-T6
Kriteria
Tampak gambaran paru dari sisi lateral, bagian apex paru superposisi dengan bahu.

Gambar 5. Posisi foto thorax lateral (ki dan tengah) dan hasil foto thorax lateral (ka)
d) Apical Lordotic
Foto ini dilakukan untuk melihat apex paru. Karena apabila dilakukan foto
PA, AP atau lateral bagian apex paru tertutup clavicula.
Tujuan : Proyeksi ini intinya untuk memperlihatkan masses di bawah klavikula.
Technical Factors
- FFD = 150 cm.
- Ukuran kaset = 35x35 cm atau sesuai ukuran dada pasien.
- Kolimasi letakkan pada daerah paru-paru yang akan diperiksa. Lakukan
ekspos pada akhir inspirasi penuh.

Posisi Pasien
- Pasien berdiri dengan jarak kurang lebih 1 kaki dari kaset, dan
menyondongkan badan ke belakang dengan bahu, leher dan bagian belakang
kepala bersentuhan dengan kaset.
- Kedua tangan pasien diletakkan diatas pinggang, kedua telapak tangan
menghadap keluar dan bahu ditekuk ke depan.

Posisi Alat
18

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

- Letakkan MSP pada pertengahan kaset.


- CR diarahkan pada pertengahan kaset dengan ujung atas kaset harus
berjarak sekitar 7-8 cm diatas bahu pasien.

Center Ray
CR diangulasikan 10 - 20 ke arah kranial.
Center Point
Pada T5-T6

Kriteria
Tampak gambaran dari apex sampai sinus prenico-costalis kanan-kiri,
lapangan paru tampak. Kedua scapula tidak menutup lapangan paru, tampak
diafragma dan jantung.

Gambar 6. Posisi foto thorax apical lordotic (ki) dan hasil foto thorax apical lordotic (ka)
2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostic
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi
duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterioar
dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan
aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan
pleural shock (hipotensi) atau edema paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru
menggembang terlalu cepat.
19

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

Untuk diagnostic caiaran pleura dilakukan pemeriksaan:


1) Warna cairan.
Bila kuning kehijauan dan agak perulen, ini menunjukan adanya empiema. Bila
merah tengguli, ini menunjukan adanya abses karena amoeba.
2) Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat. Diperiksakan juga
pada cairan pleura:
A. Kadar pH dan glukosa
B. Kadar amylase.
3) Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostic
penyakit.
a) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
b) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa
atau limfoma malignum.
c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark paru.biasanya juga
ditemukan banyak sel eritrosit.
d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
f) Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.

4) Bakteriologi
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneumokokus, E.
coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.

3. Biopsi pleura
Pemeriksaan histology menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkolosa dan tumor pleura.

4. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis

20

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

Dalam hal ini dianjurkan asppirasi dan anakisisnya diulang kembali sampai
diagnosis menjadi jelas.

VII.

Penatalaksanaan

1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).


2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).
3. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga
dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas
bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi
tidur terlentang.
b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit
medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor
dan redup.
c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum
berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena
penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam
sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena
jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.

Gambar 7. Metode torakosentesis

21

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.
Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus
yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru
dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya
belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang
abnormal. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak
menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi..
Komplikasi torakosintesis adalah: pneumotoraks, hemotoraks, emboli udara, dan
laserasi pleura viseralis.
4. Pemasangan WSD.
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan
dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Pemasangan
WSD dilakukan sebagai berikut:
a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea aksilaris
media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang lebih
2 cm sampai subkutis.
c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan pleura
parietalis.
e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik.
Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan kasa
dan plester.
g. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan
dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk
ke dalam rongga pleura.

22

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

Gambar 8. Pemasangan jarum WSD

h. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,
kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk memastikan
dilakukan foto toraks.
i.

Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah
mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

5. Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan
penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah sitostatika
seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin.
Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa
45 mg) diberikan selang waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD.
Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga
pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.
Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru
dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garam
faal, kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah
dengan larutan garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang, serta 10 ml
23

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik
diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri
tersebut. Selang toraks diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar
penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24
jam -48 jam cairan tidak keluar, selang toraks dapat dicabut. Komplikasi tindakan
pleurodesis adalah sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik atau demam.

24

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki berinisial Tn. S, berumur 52 tahun, MRS 8 Oktober 2015 dengan
keluhan utama sesak napas yang bertambah sering sejak 1 minggu SMRS. Dari keluhan
tersebut, yang dapat kita pikirkan adalah gangguan di sistem respirasi/paru, gagal jantung,
dan gangguan ginjal.
Lebih kurang 3 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk berdahak disertai darah (+),
nafsu makannya tidak menurun dan berat badan tidak menurun. BAK dan BAB normal (+).
Pada keadaan ini, pasien tidak berobat. Dari keluhan tersebut dapat diketahui adanya batuk
kronis, yang bisa dikarenakan TB paru atau bronkitis kronik. Dari anamnesis ini,
kemungkinan gangguan ginjal dapat disingkirkan karena tidak ada kelainan BAK.
Perubahan warna BAK bisa menunjukkan terjadinya gangguan di ginjal.
Lebih kurang 1 minggu SMRS, pasien mengeluh sesak napas semakin sering, sesak
tidak dipengaruhi aktifitas, cuaca, posisi, dan emosi. Nyeri dada ada, sakit tidak menjalar,
dan memberat jika beraktifitas. Pasien juga mengeluh batuk semakin sering dengan dahak
bercampur darah. Dalam hal ini dapat dicurigai adanya infeksi pada saluran pernafasannya
(dapat terjadi proses inflamasi berupa pecahnya pembuluh darah di saluran tersebut),
kecurigaan TB belum dapat disingkirkan. Sakit dada dapat dikarenakan adanya proses
peradangan pada pleura, contohnya yaitu pleuritis atau efusi pleura. Sesak yang
ditimbulkan juga bukan berasal dari penyakit jantung dan asma. Badan lemas, demam,
nafsu makan dan berat badan yang turun menunjukkan gejala-gejala prodromal yang sering
dijumpai pada TB paru.
Pasien kemudian datang ke IGD RSUD Saras Husada untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
Riwayat sakit darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis tidak ada, riwayat
penyakit dengan keluhan yang sama yaitu batuk darah dalam keluarga juga disangkal oleh
pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, dan
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan
32x/menit, dan temperatur 36,50C. Pemeriksaan kepala dan leher dalam batas normal. Pada

25

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

pemeriksaan paru ditemukan stemfremitus kiri lebih dari kanan. Sonor pada paru kiri,
redup pada paru kanan. Vesikuler melemah pada paru kanan, dan didapatkan ronkhi basah
sedang pada lapangan paru kanan. Pada pemeriksaan jantung, abdomen, genital, dan
ekstremitas tidak ditemukan kelainan. Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan
diagnosis berupa efusi pleura kanan. Adanya ronki basah sedang dapat menunjukkan ada
kelainan lagi di parunya, terutama TB. Karena banyaknya temuan bahwa efusi pleura
sering merupakan komplikasi TB paru, maka TB paru dapat dipertimbangkan sebagai
penyebab timbulnya efusi pleura dalam kasus ini.
Dari pemeriksaan laboratorium, pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan Hb 8,5
g/dl, Ht 28 %, Leukosit 28.3000/mm3, LED 74 mm/jam. Pada pemeriksaan radiologi thorax
AP, didapatkan gambaran opasitas yang homogen di aspek laterobasal hemithorax dextra
sehingga memberi kesan efusi pleura dextra. Sedangkan pada pemeriksaan usg thorax
didapatkan free fluid cavum thorax dextra dengan septasi.
Dibutuhkan rencana untuk tindakan lebih lanjut berupa pemeriksaan ulang foto
radiologi thorax PA disertai lateral untuk melihat proyeksi thorax dan efusi dengan lebih
jelas, pemeriksaan sputum (BTA) untuk memastikan apakah bakteri tuberculosis yang
menjadi penyebab pada kasus ini, dan torakosentesis atau pungsi pleura yang selain
mempunyai fungsi untuk diagnostik juga digunakan sebagai terapi pada kasus ini.

26

PRESENTASI KASUS DEPT. RADIOLOGI

| Efusi Pleura

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya:

Airlangga University Press


Astowo, pudjo. 2009. Efusi Pleura, Efusi Pleura Ganas Dan Empiema. Jakarta: Departement
Pulmonolgy And Respiration Medicine, Division Critical Care And Pulmonary Medical
Faculty UI
Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Jeremy, et al. 2008. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi. Edisi kedua. Jakarta: EMS
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
Richard W. Light. 2005. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition. Editor: Dennis
L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci, Stephen Hauser, Dan Longo, J. Larry
Jameson. McGraw-Hill Professional.

27

You might also like