Professional Documents
Culture Documents
DEPARTEMEN RADIOLOGI
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
Nama Mahasiswa
: Annisa Fitriani
NIM
: 20110310083
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. S
: 33060120038880
Usia
: 52 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Alamat
Bangsa
: WNI
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMTP
Tanggal Masuk RS
| Efusi Pleura
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Oktober 2015 jam 17.00 WIB.
Keluhan Utama
Sistem Kardiovaskular
Sistem Respirasi
Sistem Gastrointestinal
Sistem Urogenital
| Efusi Pleura
hematuria (-)
II.
Sistem Musculoskeletal
Sistem Integumentum
: Edema (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 36,5o C
GCS
: 15
Pemeriksaan Kepala
Mata
Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada
Pemeriksaan Paru-paru
Kanan
Inspeksi
Kiri
retraksi
supraclavicularis
(-),
Palpasi
Ketinggalan gerak (-), deformitas (-), Ketinggalan gerak (-), deformitas (-),
| Efusi Pleura
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: thympani di 4 kuadran
Palpasi
Superior : Akral hangat, CRT< 2 detik, sianosis (-), deformitas (-), edema
ekstremitas (-), pitting (-).
Inferior : Akral hangat, CRT< 2 detik, sianosis (-), deformitas (-), edema
ekstremitas (-), pitting (-).
Seorang laki-laki mengeluh sesak napas dan batuk berdarah sejak 3 bulan SMRS
Dari hasil pemeriksaan fisik, terdapat conjunctiva anemis pada kedua mata dan
nyeri dada kanan. Terdengar suara vesikuler melemah di paru kanan disertai redup
pada perkusi lapang paru kanan, pada abdomen tidak ditemukan kelainan serta tidak
ditemukan skar.
| Efusi Pleura
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Rutin (8 Oktober 2015)
PARAMETER
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
HB
8,5 (L)
g/dL
13,2- 17,3
Leukosit
28,3 (H)
Ribu/ul
3,8 10,6
Eritrosit
3,6 (L)
Juta/ul
4,40 5,90
Trombosit
295
Ribu/ul
150 400
Hematokrit
28 (L)
40 52
MCV
78
80 100
MCH
24 (L)
26 34
MCHC
31 (L)
g/dL
32 36
Neutrofil
80,90 (H)
50-70
Limfosit
8,50 (L)
25-40
Monosit
7,30
2-8
Eosinofil
3,10
2,00-4,00
Basofil
0,2
0-1
88
mg/dl
70 120
Ureum
26,9
mg/dl
10 50
Creatinin
0,66
mg/dl
0,4 0,9
SGOT
18
u/l
0 50
SGPT
10
u/l
0 50
HbsAg
Negatif
LED 1 jam
74 (H)
Diff Count
Kimia Rutin
GDS
Negatif
mm/jam
0-10
| Efusi Pleura
| Efusi Pleura
IV.
DIAGNOSIS KERJA
Efusi pleura dextra
V.
DIAGNOSIS BANDING
Tumor paru dextra
TB Paru
VI.
VII.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
| Efusi Pleura
TINJAUAN PUSTAKA
I.
| Efusi Pleura
II.
| Efusi Pleura
a)
b)
c)
d)
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat.
PARAMETER
EKSUDAT
Jernih
BJ
< 1,016
> 1,016
Jumlah set
Sedikit
Jenis set
Rivalta
Negatif
Negatif
Glukosa
60 mg/dl (= GD plasma)
60 mg/dl (bervariasi)
Protein
>2,5 g/dl
< 0,5
> 0,5
< 0,6
> 0,6
Warna
III.
TRANSUDAT
Etiologi
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang
pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau
eksudat.
10
| Efusi Pleura
paeumonie,
Staphylococcus
aureus,
Pseudomonas,
| Efusi Pleura
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada
pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar.
c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak
12
| Efusi Pleura
yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila
darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.
IV.
Manifestasi Klinis
Pada anamnesis lazim ditemukan, antara lain :
-
pernafasan dangkal
pada auskultasi, suara pernafasan melemah sampai menghilang pada daerah efusi
pleura.
V.
kapiler (peradangan,
| Efusi Pleura
sentral tempat masuknya saluran limfe dan tekanan osmotic koloid yang menurun dalam
darah, misalnya pada hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.
Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan vena meningkat
karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava oleh tumor intrathorax. Selain
itu, hypoprotonemia
dapat
menyebabkan
efusi
tekanan
VI.
Diagnostik
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik
saja. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan tindakan torakosentesis dan pada beberapa
kasus dilakukan juga biopsy pleura.
1. Foto X-Ray
Pemeriksaan CT Scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya, hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena
biayanya masih mahal sehingga diagnosis lebih sering menggunakan pemeriksaan usg serta
foto radiologi thorax.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan
dalam rongga pleura. Sementara itu dalam foto dada pada efusi pleura dapat terlihat
terdorongnya mediastenum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Permukaan cairan
14
| Efusi Pleura
yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan
permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial.
Ada beberapa macam posisi pemeriksaan radiologi thorax paru yang biasa
digunakan, yaitu: PA (Postero Anterior), AP (Antero Posterior), lateral dan apical lordotic.
a) PA (Postero Anterior)
Foto PA dapat dilakukan dengan erect (berdiri) atau duduk. Pada umumnya,
pemeriksaan thoraks adalah posisi PA erect. Karena pada posisi ini apabila ada
cairan dalam paru akan nampak jelas batas-batasnya.
Tujuan : Untuk memperlihatkan organ rongga dada beserta kelainannya.
Technical Faktor
- FFD 150 cm
- Kaset 35cm x 43cm atau sesuai dengan lebar dada pasien.
- Kolimasi letakkan pada daerah paru-paru yang akan diperiksa. Lakukan
ekspose pada akhir inspirasi penuh.
Posisi Pasien
- Erect (berdiri), bagian anterior tubuh menempel kaset. sisi atas kaset
berada 3 cm diatas margin kulit diatas apex thorax.
- Dagu pasien diletakkan ditas cassette holder dan sedikit ekstensi.
- Pasien meletakkan bagian belakang tangan di pinggang kanan-kiri.
- Bahu dan lengan diputar ke luar dan depan untuk membawa scapula
keluar dari cavum thorax.
15
| Efusi Pleura
Posisi Alat
- Letakkan MSP pada pertengahan kaset.
- CR diarahkan pada pertengahan kaset dengan ujung atas kaset harus
berjarak sekitar 7-8 cm diatas bahu pasien.
Center Ray
Arah sinar Horizontal. Tegak lurus kaset.
Center Point
Pada T5-T6
Kriteria
- Tampak gambaran trachea, lungs, arcus aorta dan jantung
- Scapula tidak menutupi gambaran paru-paru
- Kedua costal margin dan sinus costoprenikus tidak terpotong
- Kedua paru simetris dilihat dari jarak costal margin ke columna vertebra
dan jarak acromioclavicular joint simetris
- Tampak juga gambaran thoracal I-VII sebagai indikasi kV yang cukup.
Gambar 3. Posisi foto thorax PA (ki) dan hasil foto thorax PA (ka)
b) AP (Antero Posterior)
Proyeksi ini digunakan sebagai alternatif untuk posisi PA. Yaitu apabila
pasien mengalami kelainan tertentu seperti sesak nafas, apabila dilakukan foto PA
16
| Efusi Pleura
akan memperburuk keadaan pasien. Teknik radiografi posisi AP sama dengan PA,
yang membedakan adalah arah sinarnya datang dari anterior tubuh pasien. Bagiam
posterior tubuh pasien menempel kaset. Dapat dilakukan dengan erect, supine atau
semi erect.
Gambar 4. Posisi foto thorax AP (ki) dan hasil foto thorax AP (ka)
c) Lateral
Yang sering dilakukan adalah lateral kiri, kecuali jika dicurigai patologi di
paru kanan, maka akan diambil foto lateral kanan. Penggunaan kV lebih besar
daripada posisi PA dan AP karena objek lebih tebal.
Tujuan : Untuk memperlihatkan organ rongga dada dan kelainannya dari lateral.
Technical Factor
- FFD = 150cm
- Kaset = 35cm x 43cm atau sesuai dengan ukuran dada pasien
- Kolimasi letakkan pada daerah paru-paru yang akan diperiksa. Lakukan
ekspose pada akhir inspirasi penuh.
Posisi Pasien
- Berdiri menyamping bucky stand
- Posisikan dada menempel kaset di salah satu sisi. Kedua lengan fleksi dan
diletakkan di atas kepala, usahalan true lateral.
Center Ray
Arah sinar Horizontal. Tegak lurus kaset.
17
| Efusi Pleura
Center Point
Pada T5-T6
Kriteria
Tampak gambaran paru dari sisi lateral, bagian apex paru superposisi dengan bahu.
Gambar 5. Posisi foto thorax lateral (ki dan tengah) dan hasil foto thorax lateral (ka)
d) Apical Lordotic
Foto ini dilakukan untuk melihat apex paru. Karena apabila dilakukan foto
PA, AP atau lateral bagian apex paru tertutup clavicula.
Tujuan : Proyeksi ini intinya untuk memperlihatkan masses di bawah klavikula.
Technical Factors
- FFD = 150 cm.
- Ukuran kaset = 35x35 cm atau sesuai ukuran dada pasien.
- Kolimasi letakkan pada daerah paru-paru yang akan diperiksa. Lakukan
ekspos pada akhir inspirasi penuh.
Posisi Pasien
- Pasien berdiri dengan jarak kurang lebih 1 kaki dari kaset, dan
menyondongkan badan ke belakang dengan bahu, leher dan bagian belakang
kepala bersentuhan dengan kaset.
- Kedua tangan pasien diletakkan diatas pinggang, kedua telapak tangan
menghadap keluar dan bahu ditekuk ke depan.
Posisi Alat
18
| Efusi Pleura
Center Ray
CR diangulasikan 10 - 20 ke arah kranial.
Center Point
Pada T5-T6
Kriteria
Tampak gambaran dari apex sampai sinus prenico-costalis kanan-kiri,
lapangan paru tampak. Kedua scapula tidak menutup lapangan paru, tampak
diafragma dan jantung.
Gambar 6. Posisi foto thorax apical lordotic (ki) dan hasil foto thorax apical lordotic (ka)
2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostic
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi
duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterioar
dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan
aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan
pleural shock (hipotensi) atau edema paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru
menggembang terlalu cepat.
19
| Efusi Pleura
4) Bakteriologi
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneumokokus, E.
coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
3. Biopsi pleura
Pemeriksaan histology menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkolosa dan tumor pleura.
20
| Efusi Pleura
Dalam hal ini dianjurkan asppirasi dan anakisisnya diulang kembali sampai
diagnosis menjadi jelas.
VII.
Penatalaksanaan
21
| Efusi Pleura
d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.
Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus
yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru
dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya
belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang
abnormal. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak
menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi..
Komplikasi torakosintesis adalah: pneumotoraks, hemotoraks, emboli udara, dan
laserasi pleura viseralis.
4. Pemasangan WSD.
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan
dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Pemasangan
WSD dilakukan sebagai berikut:
a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea aksilaris
media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang lebih
2 cm sampai subkutis.
c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan pleura
parietalis.
e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik.
Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan kasa
dan plester.
g. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan
dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk
ke dalam rongga pleura.
22
| Efusi Pleura
h. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,
kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk memastikan
dilakukan foto toraks.
i.
Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah
mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.
5. Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan
penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah sitostatika
seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin.
Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa
45 mg) diberikan selang waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD.
Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga
pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.
Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru
dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garam
faal, kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah
dengan larutan garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang, serta 10 ml
23
| Efusi Pleura
lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik
diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri
tersebut. Selang toraks diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar
penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24
jam -48 jam cairan tidak keluar, selang toraks dapat dicabut. Komplikasi tindakan
pleurodesis adalah sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik atau demam.
24
| Efusi Pleura
ANALISIS KASUS
Seorang laki-laki berinisial Tn. S, berumur 52 tahun, MRS 8 Oktober 2015 dengan
keluhan utama sesak napas yang bertambah sering sejak 1 minggu SMRS. Dari keluhan
tersebut, yang dapat kita pikirkan adalah gangguan di sistem respirasi/paru, gagal jantung,
dan gangguan ginjal.
Lebih kurang 3 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk berdahak disertai darah (+),
nafsu makannya tidak menurun dan berat badan tidak menurun. BAK dan BAB normal (+).
Pada keadaan ini, pasien tidak berobat. Dari keluhan tersebut dapat diketahui adanya batuk
kronis, yang bisa dikarenakan TB paru atau bronkitis kronik. Dari anamnesis ini,
kemungkinan gangguan ginjal dapat disingkirkan karena tidak ada kelainan BAK.
Perubahan warna BAK bisa menunjukkan terjadinya gangguan di ginjal.
Lebih kurang 1 minggu SMRS, pasien mengeluh sesak napas semakin sering, sesak
tidak dipengaruhi aktifitas, cuaca, posisi, dan emosi. Nyeri dada ada, sakit tidak menjalar,
dan memberat jika beraktifitas. Pasien juga mengeluh batuk semakin sering dengan dahak
bercampur darah. Dalam hal ini dapat dicurigai adanya infeksi pada saluran pernafasannya
(dapat terjadi proses inflamasi berupa pecahnya pembuluh darah di saluran tersebut),
kecurigaan TB belum dapat disingkirkan. Sakit dada dapat dikarenakan adanya proses
peradangan pada pleura, contohnya yaitu pleuritis atau efusi pleura. Sesak yang
ditimbulkan juga bukan berasal dari penyakit jantung dan asma. Badan lemas, demam,
nafsu makan dan berat badan yang turun menunjukkan gejala-gejala prodromal yang sering
dijumpai pada TB paru.
Pasien kemudian datang ke IGD RSUD Saras Husada untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
Riwayat sakit darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis tidak ada, riwayat
penyakit dengan keluhan yang sama yaitu batuk darah dalam keluarga juga disangkal oleh
pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, dan
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan
32x/menit, dan temperatur 36,50C. Pemeriksaan kepala dan leher dalam batas normal. Pada
25
| Efusi Pleura
pemeriksaan paru ditemukan stemfremitus kiri lebih dari kanan. Sonor pada paru kiri,
redup pada paru kanan. Vesikuler melemah pada paru kanan, dan didapatkan ronkhi basah
sedang pada lapangan paru kanan. Pada pemeriksaan jantung, abdomen, genital, dan
ekstremitas tidak ditemukan kelainan. Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan
diagnosis berupa efusi pleura kanan. Adanya ronki basah sedang dapat menunjukkan ada
kelainan lagi di parunya, terutama TB. Karena banyaknya temuan bahwa efusi pleura
sering merupakan komplikasi TB paru, maka TB paru dapat dipertimbangkan sebagai
penyebab timbulnya efusi pleura dalam kasus ini.
Dari pemeriksaan laboratorium, pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan Hb 8,5
g/dl, Ht 28 %, Leukosit 28.3000/mm3, LED 74 mm/jam. Pada pemeriksaan radiologi thorax
AP, didapatkan gambaran opasitas yang homogen di aspek laterobasal hemithorax dextra
sehingga memberi kesan efusi pleura dextra. Sedangkan pada pemeriksaan usg thorax
didapatkan free fluid cavum thorax dextra dengan septasi.
Dibutuhkan rencana untuk tindakan lebih lanjut berupa pemeriksaan ulang foto
radiologi thorax PA disertai lateral untuk melihat proyeksi thorax dan efusi dengan lebih
jelas, pemeriksaan sputum (BTA) untuk memastikan apakah bakteri tuberculosis yang
menjadi penyebab pada kasus ini, dan torakosentesis atau pungsi pleura yang selain
mempunyai fungsi untuk diagnostik juga digunakan sebagai terapi pada kasus ini.
26
| Efusi Pleura
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya:
27