You are on page 1of 14

BAB2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Patent Duktus Arteriosus

2.1.1. Definisi
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah penyakit jantung bawaan yang
asianotik yang dimana tetap terbukanya duktus arterious setelah lahir, yang
menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi ) ke
dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah) (Schumacher et al, 2011).

2.1.2. Epidemiologi
Diperkirakan insiden PDA di Korea sekitar 0.02% - 0.04% pada bayi cukup
bulan. Pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 20%-60% pada hari ketiga kehidupan.
PDA terjadi sekitar 6%-11% dari semua penyakit jantung bawaan (Park et al,2012).
Pada penelitian Sekar dan Corff insiden PDA terjadi pada 70% bayi kurang
bulan dengan berat <1000 gram dan usia gestasi <29 minggu. Walaupun penutupan
spontan dari duktus arteriosus akan terjadi sekitar 34% pada berat bayi lahir sangat
rendah, namun kegagalan yang terjadi dapat mengancam nyawa (Sekar, 2008 ).
Pada penelitian Ronaldet al yang menggunakan ekokardiografi dengan pulsasi
doppler yang dilakukan pada bayi cukup bulan menunjukkan penutupan DA terjadi
pada hampir 50% bayi dalam satu hari, 90% menutup pada dua hari dan seluruhnya
menutup pada tiga hari kelahiran (Clyman et al , 2012).

Universitas Sumatera Utara

Rata-rata duktus arteriosus terlambat menutup pada bayi kurang bulan, 90%
terjadi bersamaan dengan respiratory distress syndrome, pada bayi dengan usia
kehamilan lebih dari 30 minggu, duktus akan menutup empat hari setelah
kelahiran(Clyman et al , 2012).
Bayi kurang bulan dengan severe respiratory distress memiliki insiden sekitar
65% yang menderita PDA lebih dari empat hari setelah kelahiran. Namun
diantaranya, penutupan spontan dapat juga terjadi selama periode neonatus. 67% bayi
dengan berat badan lahir 1000dan 1500 gram, DA nya akan menutup secara spontan
dalam tujuh hari setelah kelahiran (94% menutup setelah keluar rumah sakit).
Diantara bayi dengan berat bayi lahir sangat rendah<1500 gram yang DA nya masih
terbuka setelah keluar dari rumah sakit, 86% menutup spontan pada akhir tahun
pertama kehidupan (Clyman et al , 2012).

2.1.3. Faktor Resiko


Faktor yang bertanggung jawab atas PDA tidak dimengerti sepenuhnya.
Prematuritas secara jelas meningkatkan insidensi PDA dan hal ini lebih disebabkan
oleh faktor-faktor fisiologis yang berhubungan dengan prematuritas dari pada
abnormalitas duktus. Pada bayi cukup bulan, kasus lebih sering terjadi secara
sporadik, tetapi terdapat peningkatan bukti bahwa faktor genetis berperan pada pasien
dengan PDA. Sebagai tambahan, faktor-faktor lain seperti infeksi prenatal juga
memiliki peran.
PDA lebih sering terjadi pada sindroma-sindroma genetik tertentu, termasuk
dengan perubahan kromosom yang diketahui seperti trisomy 21 dan sindroma 4p,
mutasi gen tunggal seperti sindroma Carpenter dan sindroma Holt-Oram, mutasi
terkait kromosom X seperti incontinentia pigmenti. Infeksi rubela pada kehamilan
trimester pertama, terutama pada empat minggu pertama berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

insidensi PDA. PDA juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan faktor


lingkungan lain seperti sindroma fetal valproate(Schneider, 2013).

2.1.4. Transisi Sirkulasi dari Fetus ke Neonatus


1. Sirkulasi Janin
Pada sirkulasi fetus ventrikel kanan dan kiri berada pada sirkuit yang paralel,
dimana hal ini berbeda pada sirkuit pada bayi baru lahir dan orang dewasa. Pada fetus
plasenta diperlukan terhadap pertukaran gas dan metabolit. Pada paru paru tidak
terjadi pertukaran gas dan pembuluh darah pada sirkulasi paru akan mengalami
vasokonstriksi. Ada tiga struktur unik dari sistem kardiovaskular pada fetus yang
penting untuk mempertahankan sirkulasi paralel tersebut, diantaranya: duktus
venosus, foramen ovale dan duktus arteriosus (Nelson, 2008).
Darah yang kaya oksigen mengalir dari plasenta kepada fetus lewat vena
umbilikalis dengan PO2 dengan tekanan 30 35 mmHg. Hampir 50% darah dari vena
umbilikus masuk ke sirkulasi hepatik, dimana selebihnya melewati hati dan
bergabung dengan vena cava inferior melalui duktus venosus, sebagian kecil
bercampur dengan darah dengan oksigenasi yang buruk di vena cava inferior pada
tubuh bagian bawah fetus. Pencampuran darah dari bagian tubuh bawah dengan vena
umbilikus (PO2 diperkirakan 26 -28 mmHg) memasuki atrium kanan dan secara
langsung melewati foramen oval ke atrium kiri. Aliran darah selanjutnya masuk ke
ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta ascendens. Darah dari vena cava superior pada
fetus, yang sedikit kadar oksigennya (PO2 = 12 14 mmHg), masuk ke atrium kanan
dan diteruskan ke katup trikuspid lebih banyak dari foramen ovale dan mengalir ke
ventrikel kanan (Nelson, 2008).
Pada ventrikel kanan darah dipompakan menuju ateri pulmonalis, tetapi karena
arteri pulmonalis tersebut vasokonstriksi hanya 10% dari aliran darah ventrikel kanan

Universitas Sumatera Utara

masuk ke paru paru. Sebagian besar jumlah darah, dengan PO2 yang diperkirakan
sebesar 18 22 mmHg, melewati paru paru dan mengalir langsung lewat duktus
arteriosus menuju ke aorta asendens untuk memperdarahi bagian tubuh bawah dari
fetus yang kemudian kembali ke plasenta lewat dua arteri umbilikus. Dengan itu
bagian tubuh atas dari fetus, termasuk arteri koronaria dan arteri serebri dan arteri
pada ekstermitas atas, memancar dari ventrikel kiri dengan darah yang memiliki
tekanan PO2 sedikit lebih tinggi dari pancaran darah dari tubuh bagian bawah (yang
sebagia besar berasal dari ventrikel kanan). Hanya sedikit volume darah dari aorta
asendens (10% dari cardiac output fetus) yang lewat melalui isthmus aorta ke aorta
desendens (Nelson, 2008).
Cardiac output total dari bayi sekitar 450 ml/kg/min. Diperkirakan 65% dari
aliran darah aorta desendens kembali ke plasenta dan 35% memperdarahi organ organ dan jaringan dari fetus. Pada masa fetus ventrikel kanan memompakan darah
tidak hanya melawan tekanan darah tetapi juga mengeluarkan volume yang lebih
besar dari yang di pompakan ventrikel kiri (Nelson, 2008).

2. Sirkulasi Neonatus
Pada saat lahir sirkulasi bayi akan dengan cepat beradaptasi dengan keadaan di
luar rahim karena pertukaran gas berpindah dari plasenta ke paru paru. Beberapa
dari perubahan ini sebenarnya spontan bersama dengan pernafasan pertama dan yang
lain dipengaruhi selama beberapa jam atau beberapa hari. Pada mulanya ada
penurunan ringan tekanan darah sistemik, kemudian tekanan darah naik dengan
semakin bertambahnya umur. Frekuensi jantung melambat sebagai akibat respons
baroreseptor pada kenaikan tahanan vaskuler sistemik bila sirkulasi plasenta
dihilangkan. Rata- rata tekanan aorta sentral pada neonatus cukup bulan adalah 75/50
mmHg (Nelson, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Pada neonatus yang normal penutupan duktus arteriosus dan penurunan tekanan
darah pulmonal mengakibatkan penurunan tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel
kanan. Pada minggu pertama kehidupan, penurunan tekanan vaskuler pulmonal akan
lebih banyak akibat perubahan bentuk vaskularisasi pulmonal. Termasuk penipisan
otot polos pada pembuluh darah dan pembentukan pembuluh darah baru. Penurunan
tekanan vaskuler ini mempengaruhi gejala klinis pada penyakit jantung kongenital
yang bergantung pada perdarahan sistemik (Nelson, 2008).
Duktus arteriosus yang normal secara morfologi berada pada gabungan aorta
dan arteri pulmonalis dan terdapat otot polos yang berbentuk sirkuler pada bagian
tunika media. Selama kehidupan janin duktus arteriosus digunakan untuk mengontrol
kadar oksigen yang rendah dan memproduksi prostaglandin endogen. Pada neonatus
cukup bulan oksigen merupakan faktor yang penting untuk menutup duktus
arteriosus. Bila PO2 darah yang lewat melalui duktus arteriosus mencapai sekitar 50
mmHg, maka dinding duktus akan konstriksi. Efek oksigen pada otot polos di
duktusdapat berefek langsung atau diperantarai oleh pengaruhnya pada sintesis
prostaglandin. Umur kehamilan juga berperan penting dan duktus bayi prematur
kurang tanggap terhadap oksigen, walaupun otot ototnya berkembang (Nelson,
2008 ).

2.1.5. Patofisiologi
Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam dan secara
utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah untuk mengalirkan
darah dari paru-paru fetus yang tidak berfungsi melalui hubungannya dengan arteri
pulmonal utama dan aorta desendens proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut
menyebabkan darah dengan konsentrasi oksigen yang cukup rendah untuk dibawa
dari ventrikel kanan melalui aorta desendens dan menuju plasenta, dimana terjadi
pertukaran udara. Sebelum kelahiran, kira-kira 90% curahan ventrikel mengalir

Universitas Sumatera Utara

melalui duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan
berhubungan dengan angka morbiditas yang signifikan, termasuk gagal jantung
kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup dalam 24-72 jam dan akan menjadi
ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup bulan (Dice et al, 2007).
Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan interaksi
kompleks dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi prostaglandin E2,
penurunan respetor PGE2 duktus dan penurunan tekanan dalam duktus. Hipoksia
dinding pembuluh dari duktus menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari
prostaglandin dan nitrik oksida di dalam dinding duktus(Dice et al, 2007).
Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan oksigen fetus yang
rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari metabolisme asam
arakidonat oleh COX dengan PGE2 yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling
hebat di antara prostanoid lain. Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal dari
aktivasi reseptor prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi
reseptor prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk akumulasi siklik
adenosine monofosfat, peningkatan protein kinase A dan penurunan myosin rantai
ringan kinase, yang menyebabkan vasodilatasi dan patensi duktus arteriosus (Dice et
al, 2007).
Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus menutup
sebagai hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan penurunan sirkulasi PGE2 dan
prostasiklin. Seiring terjadinya peningkatan tekanan oksigen, kanal potassium
dependen voltase pada otot polos terinhibisi. Melalui inhibisi tersebut, influx kalsium
berkontribusi pada konstriksi duktus. Konstriksi yang disebabkan oleh oksigen
tersebut gagal terjadi pada bayi kurang bulan dikarenakan ketidakmatangan reseptor
perabaan oksigen. Kadar dari PGE2 dan PGI1 berkurang disebabkan oleh peningkatan
metabolisme pada paru-paru yang baru berfungsi dan juga oleh hilangnya sumber
plasenta. Penurunan dari kadar vasodilator tersebut menyebabkan duktus arteriosus

Universitas Sumatera Utara

berkontriksi. Faktor-faktor tersebut berperan dalam konstriksi otot polos yang


menyebabkan hipoksia iskemik dari dinding otot bagian dalam duktus arteriosus(Dice
et al, 2007).
Selagi

duktus

arteriosus

berkonstriksi,

area

lumen

berkurang

yang

menghasilkan penebalan dinding pembuluh dan hambatan aliran melalui vasa


vasorum yang merupakan jaringan kapiler yang memperdarahi sel-sel luar pembuluh.
Hal ini menyebabkan peningkatan jarak dari difusi untuk oksigen dan nutrisi,
termasuk glukosa, glikogen dan adenosine trifosfat yang menghasilkan sedikit nutrisi
dan peningkatan kebutuhan oksigen yang menghasilkan kematian sel. Konstriksi
ductal pada bayi kurang bulan tidak cukup kuat. Oleh karena itu, bayi kurang bulan
tidak bias mendapatkan hipoksia otot polos, yang merupakan hal utama dalam
merangsang kematian sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan
permanen duktus arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida yang berasal
dari hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus kurang bulan dibandingkan dengan
yang cukup bulan, sehingga menyebabkan lebih lanjut terhadap resistensi penutupan
duktus arteriosus pada bayi kurang bulan (Dice et al, 2007).
Pemberi nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian lumen, namun vasa
vasorum juga merupakan pemberi nutrisi penting pada dinding luar duktus. Vasa
vasorum berkembang ke dalam lumen dan memiliki panjang 400-500 m dari
dinding luar duktus. Jarak antara lumen dan vasa vasorum disebut sebagai zona
avascular dan melambangkan jarak maksimum yang mengizinkan terjadinya difusi
nutrisi. Pada bayi cukup bulan, zona avascular tersebut berkembang melebihi jarak
difusi yang efektif sehingga menyebabkan kematian sel. Pada bayi kurang bulan,
zona avaskuler tersebut tidak mengembang secara utuh yang menyebabkan sel tetap
hidup dan menyebabkan terjadinya patensi duktus. Apabila kadar PGE2 dan
prostaglandin lain menurun melalui inhibisi COX, penutupan dapat terfasilitasi.
Sebagai hasil dari deficit nutrisi dan hipoksia iskemi, growth factor endotel vaskular
dan kombinasinya dengan mediator peradangan lain menyebabkan remodeling dari

Universitas Sumatera Utara

duktus arteriosus menjadi ligament non kontraktil yang disebut ligamentum


arteriosum (Dice et al, 2007).

2.1.6. Manifestasi Klinis


1. Patent Duktus Arteriosus kecil
Patent duktus arteriosus kecil dengan diameter 1,5-2,5 mm biasanya tidak
memberi gejala. Tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal. Jantung tidak
membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi
terdengar bising kontinu, machinery murmur yang khas untuk Patent Duktus
Arteriosus, di daerah subklavikula kiri. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal, bunyi
jantung kedua mengeras dan bising diastolik melemah atau menghilang (Cassidy,
2009).
2. Patent Duktus Arteriosus sedang
Patent Duktus Arteriosus sedang dengan diameter 2,5-3,5 mm biasanya timbul
sampai usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan tidak berat. Pasien
mengalami kesulitan makan, seringkali menderita infeksi saluran nafas, namun
biasanya berat badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah tetapi
masih dapat mengikuti permainan (Kumar, 2008).
3. Patent Duktus Arteriosus besar
Patent Duktus Arteriosus besar dengan diameter >3,5-4,0 mm menunjukkan
gejala yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan
minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak sesak nafas
(dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat bila minum
(Kumar, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.1.7. Diagnosis
1. Radiologi
Pada simpel PDA gambaran radiografi tergantung pada ukuran defeknya. Jika
defeknya kecil biasanya jantung tidak tampak membesar. Jika defeknya besar kedua
atrium kiri dan ventrikel kiri juga tampak membesar (Sondheimer, 2007).
2. Elektrokardiografi
Pada gambaran EKG bisa terlihat normal atau mungkin juga terlihat manifestasi
dari hipertrofi dari ventrikel kiri. Hal tersebut tergantung pada besar defeknya. Pada
pasien dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah paru,
hipertrofi pada kedua ventrikel data tergambarkan melalui EKG atau dapat juga
terjadi hipertrofi ventrikel kanan saja (Sondheimer, 2007).
3. Ekokardiografi
Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat melihat visualisasi secara langsung dari
duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi secara langsung drajat dari defek tersebut.
Pada bayi kurang bulan dengan suspek PDA dapat dilihat dari ekokardiografi untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi jika sudah terjadi shunt dari kiri ke
kanan(Sondheimer, 2007).
4. Kateterisasi dan Angio Kardiografi

Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan kateterisasi jantung hanya dilakukan bila terdapat hipertensi


pulmonal, yaitu dimana secara Doppler ekokardiografi tidak terlihat aliran diastolik.
Pada kateterisasi didapat kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis. Bila tekanan
di arteri pulmonalis meninggi perlu di ulang pengukurannya dengan menutup PDA
dengan kateter balon.
Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk mengevaluasi fungsinya dan juga
melihat kemungkinan adanya defek septum ventrikel atau kelainan lain yang tidak
terdeteksi dengan pemeriksaan ekokardiografi (Sondheimer, 2007).

2.1.8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan patent duktus arteriosus yang tidak terkomplikasi
adalah untuk menghentikan shunt dari kiri ke kanan. Pada penderita dengan duktus
yang kecil,penutupan ini di tujukan untuk mencegah endokarditis, sedangkan pada
duktus sedang dan besar untuk menangani gagal jantung kongestif dan mencegah
terjadinya penyakit vaskular pulmonal. Penatalaksanaan ini di bagi atas terapi
medikamentosa dan tindakan bedah.
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan
tujuan terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup. Jenis obat
yang sering di berikan adalah:
a. Indometasin
Merupakan

inhibitor

sintesis prostaglandin

yang

terbukti efektif

mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya terbatas


pada bayi kurang bulan dan menurun seiiring menigkatnya usia paska
kelahiran. Efeknya terbatas pada 34 minggu kehidupan.
b. Ibuprofen

Universitas Sumatera Utara

Merupakan inhibitor non selektif dari siklooksigenase yang berefek pada


penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan bahwa ibuprofen
memiliki efek

yang sama dengan indometasin pada pengobatan duktus

arteriosus pada bayi kurang bulan(Gomella et al, 2004).


Pada penelitian Rahayuningsih dianjurkan untuk memberikan indometasin pada
bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari 1500, sebelum gejala gejala
tersebut timbul dan dikenal sebagai terapi profilaksis.Pemberian indometasin
intravena dengan dosis 0,2 mg/kg BB sebagai dosis awal, yang kemudian dilanjutkan
dengan dosis kedua dan ketiga sebanyak 0,1 mg/kg BB yang diberikan dengan
interval 12-24 jam menunjukkan hasil yang bermakna (kelompok yang mendapat
indometasin mengalami penutupan sebanyak 79% dibandingkan plasebo sebanyak
35%).Beberapa peneliti mengemukakan bahwa dengan pemberian indometasin pada
12 jam pertama kehidupan dapat menurunkan kejadian PDA, sedangkan peneliti lain
memberikannya pada usia 2-8 hari.Walaupun efek dari indometasin terhadap
penutupan duktus arteriosus cukup bagus, ternyata tidak semua bayi PDA yang
mendapat terapi indometasin menutup secara permanen. Sekitar 30% duktus yang
telah menutup dengan pemberian indometasin dapat terbuka kembali.
2. Tindakan bedah
Tindakan terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukan
operasi. Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah adalah
untuk

mencegah endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita

dengan PDA sedang sampai besar, penutupan di selesaikan untuk menangani


gagal jantung kongestif atau mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
Bila diagnosis PDA ditegakkan, penangan bedah jangan terlalu ditunda
sesudah terapi medik gagal jantung kongestif telah dilakukan dengan cukup
(Bernstein, 2008).
Karena angka kematian kasus dengan penanganan bedah sangat kecil
kurang dari 1% dan risiko tanpa pembedahan lebih besar, pengikatan dan

Universitas Sumatera Utara

pemotongan duktus terindikasi pada penderita yang tidak bergejala. Hipertensi


pulmonal bukan merupakan kontraindikasi untuk operasi pada setiap umur
jika dapat dilakukan pada kateterisasi jantung bahwa aliran shuntmasih
dominan dari kiri ke kanan dan bahwa tidak ada penyakit vaskuler pulmonal
yang berat (Bernstein, 2008).
Ada beberapa teknik operasi yang dipakai untuk menutup duktus,
seperti penutupan dengan mengunkan teknik cincin dan metode ADO
(Amplatzer Duct Occluder). ADO berupa coil yang terdiri dari beberapa
ukuran yang seseuai dengan ukuran duktus dan dimasukkan ke dalam duktus
dengan bantuan kateterisasi jantung melalui arteri femoralis sampai ke aorta
(Wahab, 2006).
Sesudah penutupan, gejala gejala gagal jantung yang jelas atau yang
baru dengan cepat menghilang. Biasanya ada perbaikan segera pada
perkembangan fisik bayi yang telah gagal tumbuh. Nadi dan tekanan darah
kembali normal dan bising seperti mesin (machinery like) menghilang. Bising
sistolik fungsional pada daerah pulmonal kadang kadang dapat menetap,
bising ini mungkin menggambarkan turbulen pada arteria pulmonalis yang
tetap dilatasi. Tanda tanda roentgenografi pembesaran jantung sirkulasi
pulmonal

berlebih

akan

menghilang

selama

beberapa

bulan

dan

elektrokardiogram menjadi normal.

2.1.9. Komplikasi
Komplikasi yang parah dapat terjadi pada PDA. Adanya penurunan insidensi
dari PDA dikarenakan oleh menutupnya duktus arteriosus dengan cepat atau pada
beberapa keadaan dimana gejala belum terlihat. Pengobatan profilaksis pada bayi
kurang bulan dengan surfaktan yang kurang meningkatkan terjadinya PDA.
Penutupan duktus arteriosus menurunkan resiko pendarahan pada paru. Intoleransi
dari pemberian makanan secara enternal dan nekrosis enterokolitis juga sering terjadi

Universitas Sumatera Utara

pada bayi kurang bulan. Sebagaimana disebutkan di atas, insidensi pada kondisi ini
tampaknya terkait dengan penurunan aliran darah gastrointestinal, dimana telat diteliti
pada domba yang menderita PDA. Insiden nekrosis enterikolitis menurun secara
signifikan pada bayi yang duktus arteriosusnya telah menutup (Rudolph, 2009).
Bayi dengan PDA yang besar meningkatkan tekanan arteri pulmonal, dan jika
terdapat perpindahan aliran darah dari kiri ke kanan dalam jumlah yang besar,
tekanan atrium kiri dan vena pulmonal akan meningkat, maka akan meningkatkan
transudasi cairan ke jaringan paru dan alveolus (Rudolph, 2009).
Pada bayi kurang bulan, kapiler pulmonal lebih permeable dari bayi yang cukup
bulan. Protein plasma dapat masuk ke dalam alveolus dan mengganggu fungsi
surfaktan (Rudolph, 2009).
Telah diusulkan bahwa faktor-faktor ini berkontribusi pada kerusakan paru
yang kemudian dapat menjadi penyakit paru kronis atau dysplasia bronkopulmonar.
Penutupan yang cepat pada PDA secara signifikan menurunkan resiko dysplasia
bronkopulmonar (Rudolph, 2009).

2.1.10. Prognosis
Pasien dengan simple PDA dan defek ringan sampai sedang biasanya dapat
bertahan tanpa tindakan pembedahan walaupun pada tiga sampai empat dekade
kehidupan biasanya muncul gejala seperti mudah lelah, sesak nafas bila beraktifitas
dan exercise intolerance dapat muncul. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari
hipertensi pulmonal atau gagal jantung kongestif (Sondheimer, 2007).
Penutupan PDAsecara sepontan masih dapat terjadi sampai umur 1 tahun. Hal
ini biasanya terjadi pada bayi kurang bulan. Setelah umur 1 tahun penutupan secara

Universitas Sumatera Utara

sepontan jarang di temukan karena di sebabkan terjadinya endokarditis sebagai


komplikasi yang paling berpotensi (Sondheimer, 2007).
Prognosis untuk pasien dengan defek yang besar atau hipertensi pulmonal tidak
baik dan terjadi keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan, pneumonia
yang berulang dan gagal jantung kongestif. Oleh karena itu pasien PDA dengan defek
besar walaupun masih dalam usia baru lahir perlu dilakukan operasi penutupan PDA
segera (Sondheimer, 2007).

Universitas Sumatera Utara

You might also like