Professional Documents
Culture Documents
DO
SK
I
SK
I
PE
R
DO
PAND
DUAN LAYANAN KLINIS
K
D
DOKTE
ER SPE
ESIALIIS
DERMATOLOG
GI DAN VENE
EREOLOGI
Perhimp
punan Do
okter Spe
esialis Ku
ulit dan Kelamin
K
In
ndonesia
a
(P
PERDOSK
KI)
T
Tahun
2014
SK
I
P
PANDUAN
LAYANAN KLINIS
DOKTER SPESIA
ALIS DER
RMATOLOG
GI DAN VE
ENEREOLO
OGI
PERDOSKI
P
PANDUAN
LAYANAN KLINIS
Ta
ahun 2014 GI DAN VE
DOKTER SPESIA
ALIS DER
RMATOLOG
ENEREOLO
OGI
PERDOSKI
Ta
ahun 2014
DO
PE
R
S
Sekretaris
K Benny Nelson
Kontributor
Dr.
Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual
K
pok Studi Herp
pes
Kelomp
K
Kelompok
StudKontributor
A
Kerja
Ki Dermatosis Akibat
Si Infeksi
Morbus
Hlar Seksual
Hansen
K Kelompok
Kelompok
StudStudi
Menu
Kelompok
Stu
udi
Derpes
matologi
pokImuno
Studi Herp
Kelomp
Kelomp
pok
Studi Psoria
asis Kerja
K
Kelompok
Stud
i Dermatosis
A
Akibat
Kelompok
SStudi
Dematom
S
Morbusmikologi
H
Hansen
KelompokStudi
Kellompok
StudiStu
Dudi Imuno Der
Dermatologi
An
nak
Indonesia
Kelompok
matologi
Kelom
mpok Studi
Der
rmatologi
Kosm
metik
a
Kelomp
pok
Studi Psoria
asis Indonesia
Kelom
mpokKelompok
Studi Tum
mor
Bedahmikologi
Kulit Indonesia
S dan
Studi
Dematom
Kel
DDermatologi
Las
ser Indonesia
Kelompok
lompokStudi
StudiDermatologi
D
An
nak
Indonesia
PmpokPakar
Para
matologi
Vmetik Indonesia
Venereologi
Kelom
StudiDerm
Der
rmatologidan
Kosm
a
Kelom
mpok Studi Tum
mor dan Bedah Kulit Indonesia
Kelompok Studi Dermatologi
D
Lasser Indonesia
Se
ekretariat:
P
Para
Pakar Derm
matologi dan Venereologi
V
PP
P PERDOSKI
Ruko Grand Salemba
Se
ekretariat: a
Jala
an Salemba I No
o. 22, Jakarta 10430, Indonesia
PP
P PERDOSKI
PE
ERHIMPUNA
AN DOKTER SPESIALIS KULIT
K
DAN KELAMIN
K
IND
DONESIA (PERDOSKI)
JAK
KARTA 2014
PE
ERHIMPUNA
AN DOKTER SPESIALIS KULIT
K
DAN KELAMIN
K
IND
DONESIA (PERDOSKI)
JAK
KARTA 2014
ii
SK
I
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta
DISCLAIMER
PE
R
DO
ISBN : 978-602-98468-4-3
iii
KATA PENGANTAR
SK
I
Assalamualaikum Wr Wb,
Undang-Undang Republik Indonesia no. 29 tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran pasal
44 ayat 1 menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
Sehubungan dengan hal tersebut, PERDOSKI menerbitkan Panduan Layanan Klinis
(PLK) tahun 2014 ini yang merupakan revisi dari Panduan Pelayanan Medik PERDOSKI
tahun 2011.
Tim penyusun buku ini terdiri atas anggota PERDOSKI yang berasal dari beberapa cabang dan
juga bekerja di institusi pendidikan. Setelah selesai merevisi, bahan diberikan kepada
Kelompok Studi (KS) dan atau peer group (bila tidak ada KS-nya) untuk lebih disempurnakan.
Terakhir bahan dikembalikan kepada tim penyusun untuk editing.
DO
Penyakit dan tindakan pada PLK ini mengacu pada dermatologi non infeksi, dermatologi
infeksi, genodermatosis, dermato-alergo-imunologi, dermatologi kosmetik termasuk laser,
tumor dan bedah kulit, venereologi (infeksi menular seksual) dan kedaruratan kulit. Umumnya
penyakit maupun tindakan tersebut telah diperoleh pada waktu pendidikan dokter spesialis
sebagaimana telah tertera dalam Standar Kompetensi Kolegium Dermatologi dan Venereologi
Indonesia. Adapun ketrampilan tindakan yang memerlukan sertifikat kualifikasi tambahan dari
Kolegium adalah tindakan yang belum pernah diperoleh sewaktu menjadi peserta program
pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau didapat dalam pelatihan lintas disiplin ilmu lain.
PE
R
Dengan selesainya buku ini, ucapan terima kasih pertama-tama dihaturkan kepada Ketua
Umum dan Ketua Bidang II PP PERDOSKI tahun 2011-2014 atas kepercayaannya
menunjuk Tim Penyusun. Selanjutnya penghargaan yang tinggi diberikan kepada seluruh
anggota Tim Penyusun atas kerja kerasnya sehingga buku ini dapat terwujud. Tidak lupa
terima kasih sebesar-besarnya ditujukan kepada Kelompok Studi dan para pakar (peer
group) yang telah ikut menyempurnakan isi buku ini. Last but not least terima kasih
sedalam-dalamnya disampaikan kepada Dr. Benny Nelson sebagai sekretaris yang telah
berupaya semaksimal mungkin hingga akhirnya buku ini selesai.
Walaupun telah berusaha keras namun tidak ada gading yang tidak retak. Karena itu pada
kesempatan ini disampaikan juga permohonan apabila ada kesalahan. Mohon agar
koreksi dan asupan dapat diberikan langsung kepada PP PERDOSKI.
Akhirnya diharapkan agar PLK ini dapat menjadi panduan dan membantu para dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dalam melakukan pelayanan kedokteran. Dengan
demikian tercapai pelayanan yang optimal kepada seluruh rakyat Indonesia terutama
pelayanan kesehatan dermatologi dan venereologi.
Jakarta, Agustus 2014
Atas nama Tim Penyusun
iv
iv
SAMBUTAN
KETUA UMUM PP PERDOSKI
Sejawat terhormat,
SK
I
2011-2014
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya, buku
panduan ini dapat terselesaikan tepat waktu. Panduan Layanan Klinis ini (PLK) adalah
revisi dari buku Panduan Pelayanan Medis (PPM) yang telah dimiliki dan digunakan oleh
PERDOSKI sebelumnya.
Sesuai dengan kebutuhan dan arahan Kementerian Kesehatan bahwa diperlukan
Panduan dalam melaksanakan layanan yang dapat diakses dan diaplikasikan secara
nasional mulai dari layanan tingkat pratama sampai tingkat utama agar layanan berjalan
sesuai dengan keilmuan yang berkembang dan sesuai dengan prasana yang ada untuk
pencapaian service excellent.
DO
Panduan ini direncanakan akan dapat diakses secara online oleh seluruh anggota
PERDOSKI. Buku ini adalah rangkaian buku yang diterbitkan oleh PERHIMPUNAN DOKTER
SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA, mulai dari standar kewenangan medik
dan clinical pathway, serta standar profesi. Didahului oleh pembentukan Pokja, yang terdiri
dari utusan anggota dari berbagai daerah, dilanjutkan dengan pertemuan yang intensif
dari seluruh bidang terkait dipandu oleh bidang Pendidikan dan Profesi PERDOSKI, serta
asupan dari seluruh kelompok studi terkait, maka makin sempurnalah panduan ini.
Rasa hormat dan penghargaan setingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyempurnaan buku ini, dan semoga panduan ini dapat dirasakan manfaatnya
oleh seluruh anggota dalam melaksanakan layanan dengan
target peningkatan
kesehatan nasional di bidang kesehatan kulit dan kelamin.
PE
R
Tak ada pekerjaan yang sempurna, masih diperlukan asupan dari teman sejawat sekalian
terhadap panduan ini, terutama para anggota yang berada di daerah dengan masalah
yang spesifik, dan kami sangat terbuka untuk hal tersebut.
Manfaatkan panduan ini dengan baik dalam membantu teman sejawat melaksanakan
layanan.
v
v
SK
I
Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pelayanan kesehatan dalam derajat yang
optimal dan peningkatan derajat kesehatannya harus segera diupayakan, pernyataan ini
tertera dalam UUD 1945 pasal 28. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sejumlah
perundangan dan peraturan untuk memfasilitasi terciptanya amanah UUD 1945 tersebut,
antara lain diterbitkannya Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
yang menyatakan perlunya Standar Pelayanan Medis. Standar ini menjadi pedoman yang
dirancang oleh profesi agar para dokter yang berkepentingan dapat menjalankan pelayanan
kesehatan secara baku, aman dan bermanfaat optimal bagi masyarakat luas. Dengan
semangat kesehatan adalah hak seluruh rakyat indonesia dan merujuk Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka
diperlukan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan sebagai standar yang digunakan di seluruh
pusat pelayanan kesehatan tingkat satu, dua dan tiga.
DO
Kolegium Dermatologi dan Venereologi merupakan badan pengampu ilmu yang selalu
mencari pembaharuan dalam bidang penatalaksanaan penyakit dan gangguan estetis
untuk meraih kesehatan serta kesempurnaan penampilan kulit dan kelamin. Semua jenis
pelayanan kesehatan kulit dan kelamin ini dituangkan dalam standar kompetensi yang
selalu dinilai kembali dan direvisi secara berkala. Penentuan kompetensi spesialis ini
mendapat asupan dari profesi melalui kelompok studi dan dalam pendidikan dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dituang dalam bentuk modul penatalaksanaan
gangguan kesehatan kulit dan kelamin. Penetapan jenis dan modul layanan medis
tersebut harus merujuk pada pelayanan berbasis bukti (evidence based medicine) yang
berasal dari pakar-pakar dalam dan luar negeri yang berkecimpung di dunia dermatologi
dan venereologi khususnya, dan ilmu kedokteran umumnya. Saat ini Standar Kompetensi
Dermatologi dan Venereologi tahun 2014 telah tersusun, dan pedoman ini menjadi titik
tolak penentuan jenis layanan yang harus dikuasai dokter spesialis dermatologi dan
venereologi.
PE
R
Standar kompetensi dan modul pelayanan medis ini disetujui oleh Konsil Kedokteran
Indonesia serta menjadi dasar penyusunan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan untuk
bidang dermatologi dan venereologi. Dengan bantuan panduan ini diharapkan para dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat
serta pihak terkait dapat memakainya sebagai penilaian baku mutu juga perkiraan biaya
kesehatan bidang penyakit kulit dan kelamin.
Jakarta, Agustus 2014
Ketua Kolegium Dermatologi dan Venereologi 2011-2014
DR.Dr.Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K)
FINSDV, FAADV
vi
vi
SALINAN
SURAT KEPUTUSAN
No. 003/SK/PERDOSKI/PP/II/13
TENTANG
SK
I
TIM REVISI
PANDUAN LAYANAN KLINIK (PLK)
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA
Menimbang:
a. Dalam rangka menjamin mutu pelayanan medik Spesialis Kulit dan Kelamin perlu adanya
penyempurnaan PLK Spesialis Kulit dan Kelamin.
b. Bahwa untuk menyempurnakan PLK tersebut perlu dibentuk Panitia /Tim.
c. Bahwa nama-nama tercantum di bawah ini dianggap cakap dan mampu sebagai Tim Revisi PLK.
DO
Mengingat:
1. AD dan ART PERDOSKI
2. Buku Kompendium
3. KONAS PERDOSKI XIII Manado 2011
4. Renstra PERDOSKI 2011-2014
Memperhatikan :
a. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK).
b. Usulan dari PP PERDOSKI, PERDOSKI Cabang, Kelompok Studi dan Institusi Pendidikan Dokter
Spesialis (IPDS) untuk revisi PLK.
c. Hasil Rapat Pertemuan PP PERDOSKI dan Kolegium IKKK untuk membentuk Tim Revisi PLK.
MEMUTUSKAN
1.
PE
R
Ketua
Anggota
2.
Tim Revisi menyerahkan PLK yang telah direvisi kepada PP PERDOSKI selambatnya 1 (satu)
bulan sebelum Kongres Nasional (KONAS) XIV PERDOSKI Bandung bulan Agustus 2014.
Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan catatan apabila terdapat kekeliruan akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di: Jakarta
vii
vii
DAFTAR ISI
SK
I
Halaman
Kata Pengantar Tim Penyusun .................................................................................. iv
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI ..............................................
v
Sambutan Ketua Kolegium Dermatologi dan venereologi ........................................ vi
Surat Keputusan Tentang Tim Revisi
Panduan Layanan Klinis PERDOSKI ....................................................................... vii
Daftar Isi .................................................................................................................... viii
Daftar Singkatan ........................................................................................................ xii
1
5
8
10
14
16
19
21
23
25
27
B. Dermatologi Infeksi
B. 1. Creeping eruption (Hookworm-related cutaneous larva migrans) ............
B. 2. Dermatofitosis ............................................................................................
B. 3. Herpes zoster.............................................................................................
B. 4. Hand-Foot-Mouth Disease .........................................................................
B. 5. Histoplasmosis ...........................................................................................
B. 6. Kandidiasis / kandidosis.............................................................................
B. 7. Kriptokokosis..............................................................................................
B. 8. Kusta ..........................................................................................................
B. 9. Malassezia folikulitis ..................................................................................
B. 10. Mikosis profunda .......................................................................................
B. 11. Moluskum kontagiosum .............................................................................
B. 12. Pioderma ...................................................................................................
B. 13. Pitiriasis versikolor .....................................................................................
B. 14. Skabies ......................................................................................................
B. 15. Staphylococcal scalded-skin syndrome (SSSS)........................................
B. 16. Toxic shock syndrome (TSS) ....................................................................
B. 17. Tuberkulosis kutis ......................................................................................
B. 18. Varisela .....................................................................................................
B. 19. Veruka vulgaris / common warts ...............................................................
30
32
38
41
43
45
50
52
62
64
70
73
78
80
84
86
88
93
96
PE
R
DO
Pendahuluan ..........................................................................................................
C. Genodermatosis
C. 1. Akrodermatitis enteropatika ....................................................................... 99
C. 2. Inkontinensia pigmenti (sindrom Bloch-Sulzberger) ................................... 102
C. 3. Epidermolisis bulosa yang diturunkan ........................................................ 106
viii
viii
113
117
123
130
D. Dermato-Alergo-Imunologi
D. 1. Cutaneus lupus eritematosus spesifik ........................................................
D. 2. Dermatosis IgA linear .................................................................................
D. 3. Dermatitis herpetiformis Duhring ................................................................
D. 4. Dermatitis kontak alergi ..............................................................................
D. 5. Dermatitis kontak iritan ...............................................................................
D. 6. Erupsi kulit akibat alergi obat .....................................................................
D. 7. Pemfigus ....................................................................................................
D. 8. Urtikaria ......................................................................................................
D. 9. Psoriasis ....................................................................................................
132
137
141
145
148
151
155
159
166
E. Dermatologi Kosmetik
E. 1. Akne vulgaris .............................................................................................
E. 2. Melasma ...................................................................................................
E. 3. Freckles .....................................................................................................
E. 4. Vitiligo ........................................................................................................
E. 5. Alopesia androgenik ..................................................................................
E. 6. Penuaan kulit .............................................................................................
E. 7. Deposit lemak dan selulit ..........................................................................
E. 8. Hiperhidrosis .............................................................................................
E. 9. Bromhidrosis dan Osmidrosis ...................................................................
180
184
188
190
194
198
199
200
202
Laser
E. 10. Laser CO2 untuk kelainan kulit .................................................................
E. 11. Laser untuk kelainan vaskular ...................................................................
E. 12. Laser untuk skar ........................................................................................
E. 13. Laser dan IPL untuk kelainan pigmen .......................................................
E. 14. Laser penghilang tato ................................................................................
E. 15. Laser dan IPL penghilang rambut .............................................................
E. 16. Laser untuk resurfacing .............................................................................
E. 17. Laser dan sinar untuk akne vulgaris ..........................................................
204
205
206
208
209
210
211
213
PE
R
DO
SK
I
C.
C.
C.
C.
ix
216
217
218
220
221
222
223
224
ix
225
226
227
228
229
SK
I
Pra Kanker
F. 14. Keratosis aktinik ....................................................................................... 232
F. 15. Leukoplakia .............................................................................................. 233
F. 16. Penyakit Bowen ........................................................................................ 234
Tumor Ganas
Epidermis dan adneksa
F. 17. Karsinoma sel basal ................................................................................. 236
F. 18. Karsinoma sel skuamosa ......................................................................... 240
Sel melanosit
F. 19. Melanoma maligna .................................................................................... 244
251
253
254
256
257
258
259
260
261
263
264
265
266
267
269
270
271
272
273
275
278
282
286
291
294
296
299
PE
R
DO
SK
I
H. Kedaruratan Kulit
H. 1. Angioedema ................................................................................................ 307
H. 2. Nekrolisis epidermal (SSJ dan NET) ........................................................... 313
H. 3. Sindrom DRESS ......................................................................................... 317
321
327
329
335
342
PE
R
DO
Lampiran
1. Uji Tempel ........................................................................................................
2. Uji Intradermal .................................................................................................
3. Uji Provokasi Obat ...........................................................................................
4. Uji Tusuk ..........................................................................................................
5. Himbauan Tim Perumus ..................................................................................
xi
xi
DAFTAR SINGKATAN
DO
SK
I
: autosomal dominan
: acro-dermato-ungual-lacrimal-tooth syndrome
: ankyloblepharon filiforme adnatum-ectodermal dysplasi-cleft palate syndrome
: antihistamin
: alpha hydroxy acid
: acquired immunodeficiency syndrome
: American joint committee on cancer
: anti nuclear antibody
: anti double stranded DNA
: alat pelindung diri
: autosomal recessive
: basement membrane zone
: benzoil peroksida
: complement C3
: complete blood count
: chronic bullous disease of chilldhood
: complete lymph node dissection
: computed tomography
: cutaneous T-cell lymphoma
: chest X-ray
: dermatosis IgA linear
: dystrophic epidermolysis bullosa
: direct immunofluorecence
: dermatitis kontak alergi
: dermatitis kontak iritan
: discoid lupus erythematosus
: diabetes melitus
: deoxyribose nucleic acid
: dokter spesialis kulit dan kelamin
: epidermolisis bulosa
: epidermolisis bulosa akuisita
: epidermolisis bulosa simpleks
: ectrodactyl-ED-cleft lip/plate syndrome
: enzyme Immnunoassay
: enzyme-linked immunosorbent assay
: electron microscope
: eritema nodusum
: erupsi obat alergi
: fixed drug eruption
: fine needle aspiration biopsy
: hematoksilin eosin
: hypohidrotic ectodermal dysplasia
: herpes genitalis
: human immunodeficiency virus
: human papilloma virus
: hormon replacement therapy
: herpes zoster
: imunoglobulin A
: imunoglobulin E
: interferon
: infeksi genital nonspesifik
PE
R
AD
ADULT
AEC
AH
AHA
AIDS
AJCC
ANA
Anti DNA
APD
AR
BMZ
BPO
C3
CBC
CBDC
CLND
CT
CTCL
CXR
DAL
DEB
DIF
DKA
DKI
DLE
DM
DNA
Dr. Sp.KK
EB
EBA
EBS
EEC
EIA
ELISA
EM
EN
EOA
FDE
FNAB
HE
HED
HG
HIV
HPV
HRT
HZ
IgA
IgE
IFN
IGNS
xii
xii
SK
I
DO
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
PE
R
ILVEN
IM
IMS
IPL
IVIG
JEB
k/p
KA
KSB
KSBK
KSS
KVV
LAD
LDH
LE
LED
LGV
MK
MLPA
MM
NB
NET
P3K
PASI
PEGA
PET
PPD 5TU
PSD
PUPPP
PVC
RDEB
ROAT
SC
SLE
SLNB
SSJ
SSP
TB
TCA
THT
TNM
TPHA
TSS
UNG
UNS
UPO
UVA
UVB
VDRL
VHS 1
VHS 2
X-LR
xiii
xiii
SK
I
DO
PE
R
PENDAHULUAN
SK
I
Pelayanan
Dermatologi
dan
Venereologi
di
Rumah
Sakit
Dibagi
menjadi
layanan
di PPK1,
PPK
2, PPK
3. PPK
2 dibagi
menjadi
2A
dan
Dibagi
menjadi
layanan
di PPK1,
PPK
2,
PPK
3. PPK
2 dibagi
menjadi
2A 2B,
dan dimana
2B,
dimana (dise
2A adalah
RS tipe
dan
yang
memiliki
Spesialis
Dermatovenereologi
2A adalah
RSCtipe
CD
dan
D yang
memiliki
Spesialis
Dermatovenereologi
suaikan dengan Pedoman Standar Kewenangan Medik Berdasarkan
Pelayanan
Dermatologi
dan Venereologi
di Rumah
SakitSakit
(disesuaikan
Pedoman
Pelayanan
Dermatologi
dan Venereologi
di Rumah
(disesuaikan
dengan
Pedoman
Tingkat
Pelayanan
Kesehatan
Dermatologi
dandengan
Venereologi)
Standar
Kewenangan
MedikMedik
Berdasarkan
Tingkat
Pelayanan
Kesehatan
Dermatologi
dan dan
Standar
Kewenangan
Berdasarkan
Tingkat
Pelayanan
Kesehatan
Dermatologi
Venereologi)
Venereologi)
IJenis Jenis
pelayanan
pelayanan
:
-
II
IITenaga
Tenaga
III
Kegiatan
III
Kegiatan :
pelayanan
pelayanan
1.
2.
PPK 2PPK 2
3.
4.
5.
6.
PPK 3PPK 3
2A 2A
2B 2B
Merupakan
- Merupakan
- Merupakan
- Merupakan
- Merupakan
- Merupakan
- Merupakan
- Merupakan
pemeriksaan
pemeriksaan
pemeriksaan
kesehatan
pemeriksaan
pemeriksaan
pemeriksaan
kesehatan pemeriksaan
pemeriksaan
kesehatan
kulit dan
kesehatan
kulit dan
kesehatan
kulit dan
kesehatan
kulit dan
kesehatan
kulit dan kulit dan
kulitkelamin
dan kelamin
kesehatan
kulit dan
kelamin
dengan
atau atau kelamin
dengan
atau atau dengan
atau tanpa
kelamin
dengan
kelamin
dengan
kelamin
dengan
dengan
atau tanpa
kelamin
dengan
tanpa tanpa
tindakan
medikmedik tanpa tanpa
tindakan
medikmedik tindakan
medikmedik
tindakan
medikmedik
tindakan
tindakan
tindakan
tindakan
sederhana
sederhana
sederhana
spesialistik
sederhana
sederhana
sederhana
spesialistik
Dapat
dilakukan
oleh oleh- Dapat
dilakukan
oleh oleh
- Dapat
dilakukan
oleh oleh - Dilakukan
oleh oleh
- Dapat
dilakukan
- Dapat
dilakukan
- Dapat
dilakukan
- Dilakukan
dokterdokter
umumumum
di tempat
umumumum
di
dokterdokter
spesialis
kulit dan
spesialis
kulit kulit
di tempatdokterdokter
di
spesialis
kulit dandokterdokter
spesialis
praktek
pribadipribadi
atau atau
tempattempat
praktek
pribadipribadi kelamin
di tempat
dan kelamin
di
praktek
praktek
kelamin
di tempat
dan kelamin
di
Pusat Pusat
kesehatan
atau rumah
sakit tipe
pribadipribadi
atau atau
rumahrumah
sakit tipe
kesehatan
atau rumah
sakit tipe praktek
praktek
sakitB tipe B
primerprimer
C danCB dan B
rumahrumah
sakit tipe
danC dan dan A dan
(pendidikan)
sakitC tipe
A (pendidikan)
(nonpendidikan)
B (nonpendidikan)
(nonpendidikan)
B (nonpendidikan)
: Paramedik
Paramedik
Dr.Sp.KK
Dr.Sp.KK
Paramedik
Dr.Sp.KK
Paramedik
Sp.KK(K)
Sp.KK(K)
Nonmedik
Paramedik
Nonmedik
Nonmedik
Paramedik
Nonmedik
Paramedik
Paramedik
Nonmedik
Nonmedik
Nonmedik
Nonmedik
1. Melakukan
1. Melakukan
anamnesis
1. Melakukan
1. Melakukan
1. Melakukan
anamnesis
1. Melakukan
: Melakukan
1. Melakukan
pemeriksaan
dan dan
2. Menjelaskan
anamnesis
anamnesis
pemeriksaan
2. Menjelaskan
anamnesis
anamnesis
tindaktindak
medikmedik
pemeriksaan
2. Menjelaskan
Menjelaskan
pemeriksaan
2. Menjelaskan
2. Menjelaskan
dermatologik
dan atau
kesehatan
pemeriksaan
pemeriksaan
dermatologik
dan atau layanan
layanan
kesehatan
pemeriksaan
pemeriksaan
kulit dan
venereologik
yang yang
dermatologik
dan dan
dermatologik
dan dan
kulitkelamin
dan kelamin
venereologik
dermatologik
dermatologik
tingkattingkat
pratama
akan dijalani
pasienpasien
atau venereologik
atau venereologik
pratama
akan dijalani
atau venereologik
atau venereologik
2. Melakukan
yang akan
yang akan
2. Melakukan
3. Melakukan
yang dijalani
akan dijalani3. Melakukan
yang dijalani
akan dijalani
penanganan
lanjut lanjut
pemeriksaan
fisis fisis
pasienpasien
pasienpasien
penanganan
pemeriksaan
pasienpasien
dermatologik
dan atau
3. Melakukan
Melakukan
terhadap
dermatologik
dan atau terhadap
3. Melakukan
3. Melakukan
rujukanrujukan
dari sarana
venereologik
pemeriksaan
fisis fisis
pemeriksaan
fisis fisis
dari sarana
venereologik
pemeriksaan
pemeriksaan
kesehatan
di
sediaan
dermatologik
dan dan 4. Membuat
dermatologik
dan dan
kesehatan
di
4. Membuat
sediaan
dermatologik
dermatologik
tingkattingkat
pratama
laboratorium
atau venereologik
atau venereologik
pratama
laboratorium
atau venereologik
atau venereologik
3. Melakukan
sederhana:
sediaan
Membuat
sediaan
3. Melakukan
sederhana:
4. Membuat
sediaan
4. Membuat
sediaan 4. Membuat
pemeriksaan
dan dan
a. Kerokan
kulit kulit
laboratorium
laboratorium
pemeriksaan
a. Kerokan
laboratorium
laboratorium
tindaktindak
medikmedik
kulit kulit
untuk untuk
sediaan
sederhana:
sederhana:
sediaan
sederhana:
sederhana:
dan kelamin
mikologik
a. Kerokan
kulit kulit
a. Kerokan
kulit kulit
dan kelamin
mikologik
a. Kerokan
a. Kerokan
spesialistik
atau atau
untuk untuk
sediaan
untuk untuk
sediaan
spesialistik
sediaan
sediaan
b. Slit
b. skin
Slitsmear
skin smear
subspesialistik
untuk untuk
sediaan
mikologik
mikologik
subspesialistik
sediaan
mikologik
mikologik
meliputi:
kusta kusta
b. Usap
meliputi:
b. duh
Usaptubuh
duh tubuh
b. duh
Usaptubuh
duh tubuh b. Usap
a. Pemeriksaan
vagina,
serviks,
vagina,
serviks,
a. Pemeriksaan
c. duh
Usaptubuh
duh tubuh
vagina,
serviks,
vagina,
serviks, c. Usap
laboratorium
vagina,
serviks,
uretra uretra
untuk untuk
uretra uretra
untuk untuk
laboratorium
vagina,
serviks,
penunjang
sediaan
uretra uretra
untuk untuk
sediaan
penunjang
sediaan
sediaan
lain: lain:
sediaan
venereologik
venereologik
sediaan
venereologik
venereologik
venereologik
biopsi/histopat
5. Melakukan
tindakan
Melakukan
tindakan
venereologik
biopsi/histopat
5. Melakukan
tindakan
5. Melakukan
tindakan
ologik,ologik,
biakan,
d. Tindakan
bedahbedah
pengobatan,
tindakan
biakan,
d. Tindakan
pengobatan,
pengobatan,
tindakan pengobatan,
serologik
mayormayor
filler, botox,
serologik
tindakan
filler, botox,
filler, botox,
chemical
filler, botox,
chemical tindakan
b. Tindakan
uji kulit,
peeling,
tindakan
b. Tindakan
5. Melakukan
uji kulit,
peeling,
tindakan
chemical
peeling,
chemical
peeling, 5. Melakukan
bedahbedah
mayormayor
yaitu uji
tusuk,
uji
eksisi eksisi
eksisi eksisi
(bedah
minor)minor) tindakan
yaitu
uji tusuk,
uji
tindakan
(bedah
c. Perawatan
tempel,
uji tempel(bedah(bedah
minor)minor)
Mampu
melakukan
c. Perawatan
tempel,
uji tempel6. Mampu
melakukan
pra/pasca
sinar (photo-patch),
uji
6. Mampu
melakukan
pertolongan
pertama
pra/pasca
sinar (photo-patch),
uji
6. Mampu
melakukan
pertolongan
pertama
PE
R
PPK 1PPK 1
DO
Tempat
Tempat :
pelayanan
pelayanan
pada keadaan
darurat penyakit kulit
Mengadakan
penyuluhan
kesehatan kulit dan
kelamin
7.
pertolongan pertama
pada keadaan
darurat penyakit kulit
Mengadakan
penyuluhan
kesehatan kulit dan
kelamin
6.
7.
8.
IV
Fasilitas
ruang
Ruang periksa
Ruang tunggu
Kamar kecil
Ruang tindakan
Alat
Peralatan diagnostik
Stetoskop dan
tensimeter
Lampu periksa
dengan kaca
pembesar
Mikroskop cahaya
Lampu Wood
Peralatan tindakan
Komedo ekstraktor
Perlengkapan alat
dan obat untuk
mengatasi syok
anafilaktik
Perlengkapan cuci
alat, sterilisasi, dan
pembuangan
sampah
Kursi Ginekologik
Ruang periksa
Ruang Tunggu
Kamar kecil
Ruang
tindakan/ruang
bedah
Laboratorium
Rawat rawat inap
Peralatan diagnostik
Peralatan diagnostik
pada PPK 1
Perlengkapan
laboratorium
sederhana untuk
pemeriksaan
dermatologik dan
venereologik
Peralatan tindakan
Peralatan tindakan
pada PPK 1
Ruang periksa
Ruang Tunggu
Kamar kecil
Ruang tindakan/ruang
bedah
Laboratorium
Rawat rawat inap
4.
5.
Peralatan diagnostik
Peralatan diagnostik
pada PPK 1
Peralatan tindakan
pada PPK 1
Set tindakan
rejuvenasi
Elektrokauter
DO
provokasi
Melakukan tindakan
pengobatan, tindakan
filler, botox, chemical
peeling, tindakan
eksisi (bedah minor)
Mampu melakukan
pertolongan pertama
pada keadaan darurat
penyakit kulit
Mengadakan
penyuluhan kesehatan
kulit dan kelamin
bedah
Melakukan
pemeriksaan dan
tindak medik kulit
dan kelamin sesuai
dengan
tersedianya tenaga
ahli dan sarana
yang ada
Penyuluhan
kesehatan kulit
dan kelamin
SK
I
7.
Ruang periksa
Ruang Tunggu
Kamar kecil
Ruang
tindakan/ruang
bedah
Ruang sinar UVB
(bila mampu)
Laboratorium
Rawat rawat inap
Peralatan diagnostik
Peralatan
diagnostik pada
PPK 1 dan 2
Laboratorium
histopatologik dan
serologik
Mikroskop Lapang
pandang gelap
Dermoskopi
Peralatan tindakan
Peralatan tindakan
pada PPK 1 dan 2
UVB cabin
PE
R
Dikutip dari Standar Kewenangan Medik Berdasarkan Tingkat Pelayanan Kesehatan PERDOSKI
tahun 2014
SK
I
DO
PE
R
DERMATOLOGI
NON-INFEKSI
Dermatologi Non-Infeksi
A.1.
DERMATITIS
NUMULARIS
(L30.0)
A.1. DERMATITIS
NUMULARIS
(L30.0)
Definisi
II
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
DO
SK
I
I.
Diagnosis banding
PE
R
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
III.
: Nonmedikamentosa :
Cegah garukan dan jaga hidrasi kulit agar tidak kering.
Konsultasi: Bila ada stres konsul ke ahli psikologi atau
psikiater
Medikamentosa:
Prinsip: mengurangi pruritus serta menekan inflamasi dan
infeksi
1. Topikal:
- Kortikosteroid potensi sedang sampai kuat bergantung
pada stadium dan berat penyakit.
- Inhibitor kalsineurin: takrolimus dan pimekrolimus
- Preparat tar
- Emolien untuk xerosis
Dermatologi NonInfeksi |5
Dermatologi Non-Infeksi
SK
I
PE
R
DO
IV.
Dermatologi Non-Infeksi
Dermatologi NonInfeksi |6
V. V. Bagan
Alur
Bagan Alur
Infeksi sekunder
oleh bakteri
Kompres
Plak numular
Skuama, likenifikasi,
xerosis kronik
Lesi membaik:
- infeksi sekunder (-)
- eksudasi (-)
PE
R
Sembuh
Generalisata
Antihistamin
DO
Antibiotik
sistemik/topikal
SK
I
Dermatitis numularis
Fototerapi
kortikosteroid topikal
potensi sedang kuat
preparat tar
emolien
inhibitor kalsineurin
Kambuh
Rekalsitrans
Pikirkan faktor risiko
Diagnosis alternatif
Dermatologi NonInfeksi |7
Dermatologi Non-Infeksi
A.2.
DERMATITIS
(L.22)
A.2. DERMATITIS
POPOKPOPOK
(L.22)
Definisi
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
:
: Riwayat perjalanan penyakit: kontak lama dengan
popok basah (urin/feses)
Tempat predileksi genitokrural sesuai dengan tempat
kontak popok
Makula eritematosa, berbatas agak tegas, (bentuk mengikuti
bentuk popok yang berkontak), disertai papul, vesikel, erosi,
dan ekskoriasi.
Bila berat dapat menjadi infiltrat dan ulkus.
Bila terinfeksi jamur kandida tampak plak eritematosa
(merah cerah), lebih membasah disertai maserasi,
kadang pustul, dan lesi satelit.
DO
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
: 1. Penyakit Leterrer-Siwe
2. Akrodermatitis enteropatika
3. Sebo-psoriasis
:
Tidak ada pemeriksaan khusus. Bila diduga terinfeksi
jamur kandida, pemeriksaan KOH/Gram dari kerokan
kulit.
: Nonmedikamentosa:
Edukasi cara menghindari penyebab dan menjaga
higiene, serta cara penggunaan popok dan mengganti
secepatnya bila basah (popok tradisional), mengganti
popok sekali pakai bila kapasitasnya telah penuh.
Dianjurkan pakai popok sekali pakai jenis highly
absorbent.
PE
R
III.
SK
I
I.
Medikamentosa:
Prinsip: menekan inflamasi dan mengatasi infeksi kandida
1.Topikal:
- Bila ringan: krim/salap bersifat protektif (seng oksida,
pantenol)
- Kortikosteroid potensi lemah (salap hidrokortison 1% /
2,5%) waktu singkat (3 7 hari)
- Bila terinfeksi kandida: antifungal kandida, yaitu
nistatin atau derivat azol dikombinasi dengan seng
oksida.
2.Sistemik:
- Tidak perlu
8
IV.
Dermatologi Non-Infeksi
Kepustakaan
DermatologiNonInfeksi |8
oksida.
2.Sistemik:
- Tidak perlu
: 1. Wolff K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ,editor. Dalam: Fitzpatricks Dematology in
General Medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill,
2012.
2. Reider N, Fritsch PO. Diaper dermatitis. In: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Schaffer JV, editors. Textbook of Dermatology,
3rd ed. New York: Elsevier; 2012. p. 230-31.
3. Ravanfar P, Wallace JS, Pace NC. Diaper dermatitis: A
review and update. Curr Opin Pediatr 2012; 24: 472-9.
Kepustakaan
SK
I
IV.
V. Bagan Alur
DO
PE
R
Krim bersifat
protektif
Steroid topikal
potensi lemah
KOH/Gram:
kandida(+)
Kombinasi
antikandida
topikal (nistatin /
derivat azol)
dengan seng
oksida
DermatologiNonInfeksi |9
Dermatologi Non-Infeksi
:
:
DO
Diagnosis banding
PE
R
SK
I
I. Definisi
Pemeriksaan
penunjang
III. Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa :
Hindari faktor pencetus dan faktor yang memperberat.
Medikamentosa:
Prinsip:
Menghilangkan dan mengeluarkan skuama dan krusta,
menghambat kolonisasi jamur, mengontrol infeksi
sekunder, mengurangi eritema dan gatal.
Topikal:
Bayi:
Skalp: untuk mengangkat krusta: asam salisilat 3% dalam
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 10
10
Dermatologi Non-Infeksi
SK
I
DO
Dewasa:
Skalp:
Sampo selenium sulfida 1,0 2,5%, imidazol
(ketokonazol 2%), zinc pyrithione, benzoil peroksida,
asam salisilat, tar.
Krusta
atau
skuama:
aplikasi
semalaman
glukokortikosteroid atau asam salisilat dalam vehikulum
yang larut dalam air, atau secara oklusif.
PE
R
Pilihan terapi:
Antijamur:
Topikal: imidazol. (ketokonazol 2%, itrakonazol,
mikonazol, flukonazol, ekonazol, bifonazol, klimbazol,
siklopiroks, siklopiroksolamin, butenafin 1% krim.
Oral: ketokonazol, itrakonazol, terbinafin.
Metronidazol:
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 11
Dermatologi Non-Infeksi
11
SK
I
PE
R
IV. Kepustakaan
DO
Tindak lanjut:
Bila menjadi eritroderma atau bagian dari penyakit Leiner:
perlu dirawat untuk pemantauan penggunaan antibiotik dan
kortikosteroid sistemik jangka panjang.
Bila ada kecurigaan penyakit LeterrerSiwe perlu kerjasama
dengan dokter spesialis anak
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 12
12
Dermatologi Non-Infeksi
V. Bagan Alur
Riwayat bintik
dan bercak
kemerahan
bersisik di daerah
Riwayat
bintik
dansebore
bercak
kemerahan
bersisik di daerah sebore
SK
I
Gambaran klinis
Papul-plak eritroskuamosa, krusta
Bayi
Skalp
Selenium sulfid
1-2,5 %
Ketokonazol 2
% sampo
Sampo seng
pyrition
Benzoil
peroksida
Asam salisilat
Coal tar
Intertriginosa
Minyak seng
Kliokuinol
lotion/minyak
0,2-0,5 %
Candida:
Nystatin
DO
Skalp
Krim hidrokortison 1%
Sampo ringan
untuk bayi
Sampo anti
jamur
Emolien
Asam salisilat
3% dalam
minyak olive/
kelapa
Dewasa
Kanalis otikus
eksterna
Krim kortikosteroid potensi
lemah
Krim pimekrolimus
untuk
maintenance
Aluminium asetat
solution 1-2 x/hari
PE
R
Kortikosteroid
Antibiotik
Topikal:
Emolien
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 13
Dermatologi Non-Infeksi
13
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
Diagnosis banding
Pemeriksaan penunjang
Histopatologik.
Penatalaksanaan
PE
R
III.
14
DO
SK
I
I.
Dermatologi Non-Infeksi
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 14
1.
Kepustakaan
2.
3.
V. Bagan Alur
SK
I
IV.
DO
Antihistamin sedatif/nonsedatif
Steroid topikal potensi sesuai derajat
inflamasi
Sembuh
Kambuh/kumat-kumatan
PE
R
Stres psikis
Antidepresan trisiklik
(doksepin) malam hari
Kulit menebal,
hiperpigmentasi,
skuama
KS intralesi (triamsinolon
asetonid)
Antihistamin sedatif
(hidroksizin)
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 15
Dermatologi Non-Infeksi
15
II.
Kriteria diagnostic
Klinis
:
:
Diagnosis banding
: 1.
2.
3.
4.
PE
R
III.
16
DO
SK
I
I.
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
Campak (morbili)
Erupsi obat morbiliformis
Eritema toksikum neonatorum
Folikulitis
Dermatologi Non-Infeksi
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 16
SK
I
Medikamentosa:
Prinsip: mengurangi pruritus, menekan inflamasi,
membuka retensi keringat
1. Topikal:
- Liquor Faberi
- Bedak kocok mengandung kalamin, dapat
ditambahkan antipruritus (mentol, kamfer)
- Lanolin topikal menghilangkan dan mencegah
timbulnya miliaria profunda
2. Sistemik:
- Antihistamin sedatif (lebih dianjurkan pada bayi
dan anak) atau nonsedatif
Tindak lanjut:
Pada umumnya tidak perlu, kecuali mencurigai erupsi
morbiliformis akibat alergi obat.
Kepustakaan
PE
R
DO
IV.
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 17
Dermatologi Non-Infeksi
17
V.
Bagan Alur
Miliaria kristalina
(vesikel miliar, tanpa
radang, mudah pecah)
SK
I
Miliaria
Miliaria rubra
(vesikel/papulovesikel di
atas dasar eritematosa
Miliaria pustulosa
(vesikel menjadi
pustul)
Miliaria profunda
(papul, mirip folikulitis,
dapat pustul;
Nonmedikamentosa :
Menghindari banyak berkeringat, pilih lingkungan yang lebih sejuk dan
sirkulasi udara (ventilasi) cukup. Mandi air dingin dan memakai sabun.
Pakai pakaian tipis dan menyerap keringat.
PE
R
DO
Medikamentosa:
1. Topikal:
- Liquor Faberi
- Bedak kocok mengandung kalamin, dapat ditambah
antipruritus (mentol, kamfer)
- Lanolin topikal menghilangkan dan mencegah timbul miliaria
profunda
2. Sistemik:
- Antihistamin sedatif (lebih dianjurkan pada bayi dan anak) atau
nonsedatif
3. Untuk kasus miliaria rubra dengan superinfeksi: antibiotik
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 18
18
Dermatologi Non-Infeksi
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
:
: Didahului plak eritematosa ringan dengan tepi
sedikit meninggi, yang memudar setelah beberapa
pekan menjadi makula/plak berwarna merah
muda/pucat dengan skuama putih halus di atasnya
(powdery white scale). Lesi kemudian berkembang
menjadi makula/ patch hipopigmentasi tanpa
skuama yang menetap sampai beberapa bulan
atau tahun.
Tempat predileksi: wajah, lengan sisi ekstensor,
punggung, badan.
Plak hipopigmentasi atau sewarna kulit dengan
skuama halus, bentuk bulat-oval tak beraturan,
batas agak tegas, ukuran lentikular, numular
sampai plakat.
Pitiriasis alba pigmented merupakan varian dari yang
klasik dengan infeksi dermatofit superfisial, hampir
selalu mengenai wajah. Secara klinis ditandai oleh
hiperpigmentasi
yang
dikelilingi
daerah
hipopigmentasi berskuama.
: 1. Hipopigmentasi pasca inflamasi
2. Pitiriasis versikolor
3. Nevus depigmentosus, nevus anemikus
4. Vitiligo
5. Mikosis fungoides
: Tidak ada yang khusus, kecuali ada keraguan
Bila sangat diperlukan, dilakukan biopsi kulit untuk
pemeriksaan histopatologi (pada pitiriasis alba
gambaran dermatopatologi tidak spesifik).
DO
Diagnosis banding
PE
R
SK
I
I.
III.
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
Terapi suportif, yaitu menghindari/mengurangi pajanan
sinar matahari, pemakaian tabir surya, mengurangi
suhu air mandi
Medikamentosa:
Pitiriasis alba adalah penyakit yang swasirna Steroid
topikal dan emolien sangat membantu
Tretinoin topikal dapat digunakan namun bersifat
iritasi
Pitiriasis alba yang luas dan yang berpigmen
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 19
Dermatologi Non-Infeksi
19
PE
R
DO
SK
I
IV.
20
Dermatologi Non-Infeksi
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 20
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
SK
I
I.
DO
PE
R
Diagnosis banding
Dermatologi Non-Infeksi
21
III.
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
: Tidak diperlukan
:
Kepustakaan
V.
Bagan Alur
DO
IV.
SK
I
PE
R
Pitiriasis rosea
22
Dermatologi Non-Infeksi
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 22
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
IV.
V.
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
DO
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
Menghindari pajanan sinar matahari
PE
R
III.
SK
I
I.
Kepustakaan
Bagan Alur
Medikamentosa:
Prinsip: fotoproteksi
1. Topikal:
- Tabir surya
- Kortikosteroid potensi kuat untuk mengatasi
inflamasi dan gatal
- Fototerapi NB-UVB atau PUVA
- Takrolimus atau pimekrolimus
2. Sistemik:
- Imunosupresif seperti azatioprin dan siklosporin
Dermatologi Non-Infeksi
23
V.
Bagan Alur
SK
I
Tidak
Persisten
Penyakit lain
Ya
Prurigo aktinik
PE
R
DO
Prinsip: Fotoproteksi
1.
Topikal:
- Tabir surya
- Kortikosteroid potensi kuat
- Fototerapi NB-UVB atau PUVA
- Takrolimus atau pimekrolimus
2.
Sistemik:
- Talidomid 50-100 mg/hari
- Imunosupresif seperti azatioprin dan siklosporin
24
Dermatologi Non-Infeksi
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 24
II.
Kriteria diagnostic
Klinis
:
:
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
DO
Penatalaksanaan
PE
R
III.
SK
I
I.
IV.
Kepustakaan
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 25
Dermatologi Non-Infeksi
25
V.
Bagan Alur
SK
I
Prurigo nodularis
PE
R
DO
26
Dermatologi Non-Infeksi
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
Diagnosis banding
DO
SK
I
I.
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
PE
R
III.
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 27
Dermatologi Non-Infeksi
27
BAGAN ALUR
SK
I
Primigravida selama kehamilan lanjut. Erupsi dimulai dari abdomen, secara klasik
dalam striae gravidarum, dan jarang pada periumbilikal. Pruritus biasanya pararel
dengan erupsi dan terlokalisasi pada kulit yang terlibat.
Polimorfik, lesi dapat berupa urtikaria, vesikular,
purpurik, polisiklik, targetoid, atau ekzematosa. Lesi
ukuran 1-2 mm plak urtikaria eritematosa dikelilingi
halo pucat yang sempit.
DO
PE
R
D e r m a t o l o g i N o n I n f e k s i | 28
28
Dermatologi Non-Infeksi
SK
I
DO
PE
R
DERMATOLOGI
INFEKSI
Dermatologi Infeksi
29
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
1. Pada tempat yang endemik, disarankan pasien
memakai pelindung berupa sepatu atau sandal
2. Pasien disarankan tidak duduk langsung di atas
pasir ataupun yang hanya dialasi handuk. Sebaiknya gunakan matras atau kursi.
Medikamentosa:
Penyakit ini sebenarnya self-limiting dan sembuh
sendiri setelah 1-3 bulan. Obat-obatan diperlukan
karena rasa gatal yang lama dan berat yang jika
digaruk ditakutkan menjadi superinfeksi.
Sistemik :
1. Albendazole 800mg selama 3 hari, jika terdapat
gangguan gastrointestinal dosis dapat diturunkan
menjadi 400mg selama 5 hari , atau
2. Ivermektin 200 g/kg selama 1-2 hari
Topikal :
1. Albendazole 10% dioleskan 3 kali sehari selama
7-10 hari
PE
R
III
SK
I
II
Definisi
DO
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 30
30
Dermatologi Infeksi
Kepustakaan
Alur
SK
I
IV
DO
Tidak
Creeping eruption
Medikamentosa
Albendazole
Ivermektin
PE
R
Diagnosis banding
lainnya
Ya
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 31
Dermatologi Infeksi
31
II
Kriteria diagnostik
Klinis
: Merupakan penyakit jamur superfisial yang disebabkan oleh kelompok dermatofita (Trichophyton
sp., Epidermophyton sp.dan Microsporum sp).
Terminologi tinea atau ringworm secara tepat
menggambarkan
dermato-mikosis,
dan
dibedakan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.
Klasifikasi menurut lokasi:
Tinea kapitis (ICD 10 : B35.0)
Tinea korporis (ICD 10 : B35.4)
Tinea kruris (ICD 10 : B35.6)
Tinea peds (ICD 10 : B35.3)
Tinea manum (ICD 10 : B35.2)
Tinea unguium (ICD 10 : B35.1)
Tinea Imbrikata (ICD 10 : B35.5)
:
: Tinea kapitis
Bergantung pada etiologinya.
o Noninflammatory, human, atau epidemic type
(grey patch)
Inflamasi minimal, rambut pada daerah terkena berubah warna menjadi abu-abu dan
tidak berkilat, mudah patah di atas permukaan skalp.
Lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, batas
tegas karena rambut yang patah. Berfluoresensi
dengan lampu Wood.
o Inflammatory type, kerion
Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau
geofilik. Spektrum inflamasi berkisar mulai
dari folikulitis pustular sampai kerion. Sering
terjadi alopesia sikatrisial.
Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri,
limfadenopati servikal posterior, demam, dan
lesi lain pada kulit glabrosa. Fluoresensi
lampu Wood dapat positif.
o Black dot
Disebabkan oleh organisme endotriks antropofilik. Rambut mudah patah pada permukaan
skalp, meninggalkan kumpulan titik hitam pada
daerah alopesia (black dot). Kadang masih
terdapat sisa rambut normal di antara
alopesia. Dapat bervariasi, hanya skuama
difus dengan sedikit rambut rontok.
Tinea korporis
Mengenai kulit tidak berambut, keluhan gatal
terutama bila berkeringat, dan secara klinis
tampak: lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif
karena tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang
SK
I
Definisi
PE
R
DO
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 32
32
Dermatologi Infeksi
PE
R
DO
SK
I
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 33
Dermatologi Infeksi
33
Hiperkeratotik: vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular atau iregular, eritematosa,
dengan skuama. Lesi kronik dapat mengenai
seluruh telapak tangan dan jari disertai fisur.
SK
I
Tinea unguium
Onikomikosis merujuk pada semua infeksi pada
kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita,
jamur nondermatofita, atau ragi (yeasts).
Dapat mengenai kuku tangan maupun kuku kaki,
dengan bentuk klinis:
1. Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
1. Onikomikosis subungual distal lateral (OSDL)
2. Onikomikosis superfisial putih (OSP)
3. Onikomikosis endoniks (OE)
4. Onikomikosis distrofik totalis (ODT)
DO
Tinea Imbrikata
Penyakit ditandai dengan lapisan stratum korneum
terlepas dengan bagian bebasnya menghadap
sentrum lesi. Terbentuk lingkaran konsentris
tersusun seperti susunan genting. Bila kronis,
peradangan sangat ringan dan asimtomatik.
Rambut tidak pernah terkena.
Diagnosis banding
PE
R
: a. Tinea kapitis
Dermatitis seboroik, pitiriasis sika, psoriasis,
dermatitis atopik, liken simpleks kronik,
alopesia areata, trikotilomania.
b. Tinea pedis dan manum
Dermatitis kontak, psoriasis, sifilis sekunder,
keratoderma, skabies, pompoliks (eksema
dishidrotik)
c. Tinea korporis
Psoriasis, pitiriasis rosea, Morbus Hansen
PB/ MB, eritema anulare centrifugum, tinea
imbrikata
d. Tinea kruris
Eritrasma, kandidosis, dermatitis intertriginosa,
dermatitis seboroik
e. Tinea unguium
Kandidosis kuku, onikomikosis dengan penyebab lain, onikolisis, 20-nail dystrophy (trachyonychia), brittle nail, dermatitis kronis
f. Tinea imbrikata
Tinea korporis
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 34
34
Dermatologi Infeksi
Penatalaksanaan
SK
I
Pemeriksaan
penunjang
PE
R
DO
III
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 35
Dermatologi Infeksi
35
SK
I
DO
Tinea unguium:
- Terbinafin 1x250mg/hari selama 6 pekan
untuk kuku tangan dan 12-16 pekan untuk
kuku kaki
- Itrakonazol dosis denyut (2x200mg/hari
selama 7 hari, istirahat 3 pekan) sebanyak 2
denyut untuk kuku tangan dan 3-4 denyut
untuk kuku kaki
PE
R
Tinea pedis
Khusus bentuk mocassin foot: itrakonazol 2 x
100 mg/hari atau terbinafin 1 x 250 mg/hari
selama 4 6 pekan.
36
Dermatologi Infeksi
Tinea imbrikata
- Terbinafin 62,5-250 mg/hari (tergantung
KgBB) selama 4-6 pekan
- Griseofulfin microsize 10-20 mg/KgBB/hari
selama 6-8 pekan
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 36
Kepustakaan
Bagan Alur
DO
SK
I
IV
Tidak
Ya
Diagnosis
Pemeriksaan klinis,
mikroskopis, kultur (untuk
t. unguium), memastikan
diagnosis
PE
R
Diagnosis
banding lainnya
Tinea korporis/
kruris/ imbrikata
Tinea kapitis
Tinea unguium
Tinea pedis/
manum
Nonmedikamentosa
Edukasi pasien
Medikamentosa
Topikal
Sistemik (mempertimbangkan
luas dan berat, rekuren,
rekalsitran, lokasi )
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 37
Dermatologi Infeksi
37
II
Kriteria diagnostik
Klinis
PE
R
SK
I
Definisi
DO
III
38
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
Tidak diperlukan
: Medikamentosa:
1. Topikal:
Stadium vesikular: bedak salisil 2% atau bedak
kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah
Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan
kompres terbuka dengan larutan antiseptik dan krim
antiseptik/ antibiotik.
Jika agak basah atau berkrusta dapat diberikan
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 38
DO
SK
I
2. Sistemik:
Usia < 50 tahun
Umumnya ringan dan sembuh spontan.
Cukup diberikan terapi simtomatik analgetik :
asam mefenamat 3-4 x 250 500 mg/hari , atau
dipiron 3 x 500 mg/hari, atau
parasetamol 3 x 500 mg/hari ditambah kodein 3 x
10 mg/hari
Bila lesi luas :
asiklovir oral 5 x 800 mg/ hari, atau
valasiklovir 3 x 1000 mg/hari
Usia > 50 tahun
Perjalanan penyakit seringkali berat
Terapi simtomatik
asiklovir oral 5 x 800 mg/hari selama 7 10 hari,
atau valasiklovir 3 x 1000 mg/hari atau famsiklovir
3 x 500 mg/hari
bila lesi luas diberikan asiklovir intravena 3 x 10
mg/kgBB/hari selama 5 hari
PE
R
Vaksinasi
Dosis tunggal direkomendasikan kepada semua
yang berusia lebih dari 50 tahun, baik yang sudah
memiliki riwayat terkena varisela ataupun belum.
Tidak boleh diberikan pada pasien imunokompromis
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 39
Dermatologi Infeksi
39
Kepustakaan
Bagan Alur
SK
I
IV
Tidak
Herpes zoster
DO
DD lainnya
Sesuai
Imunokompeten
PE
R
< 50 thn
Ringan
Simtomatis
Imunokompromais
Berat
Ringan
Berat
Antiviral
Prednison
Antiviral
Antiviral
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 40
40
Dermatologi Infeksi
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
DO
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
Herpangina
Varisela
Erupsi obat
Eritema multiforme
Herpes gingivostomatitis
: Nonmedikamentosa:
Disarankan isolasi orang yang sedang sakit.
Medikamentosa:
Penyakit ini merupakan penyakit swasirna. Diberikan
pengobatan simptomatik bila perlu.
PE
R
III
SK
I
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 41
Dermatologi Infeksi
41
Alur
Tidak
Diagnosis banding
lainnya
SK
I
Tidak
Ya
HFMD
Diagnosis banding
lainnya
PE
R
DO
Medikamentosa
Simtomatik
42
Dermatologi Infeksi
Medikamento
Simtoma
Kriteria diagnostik
Klinis
SK
I
II
Definisi
DO
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
PE
R
III
Penatalaksanaan
Moluskum kontagiosum
Kriptokokosis
Infeksi
yang
disebabkan
(Penicilliosis)
Blastomikosis
Kala-azar
P.marneffei
: Nonmedikamentosa:
Medikamentosa:
1. Amphotericin B Intravena 1mg/kgBB/ hari
selama 4-6 pekan dapat dipakai untuk infeksi
berat dan penyebaran luas. Amphotericin B
aman untuk ibu hamil
2. Itrakonazol 3x200-300mg selama 3 hari kemudian
1-2x200mg selama 6-12 pekan merupakan terapi
yang memiliki efektivitas tinggi. Itrakonazol 12x200mg juga dapat digunakan sebagai profilaksis dan direkomendasikan pada pasien HIV
dengan CD4 < 150 sel/mm3
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 43
Dermatologi Infeksi
43
Kepustakaan
Alur
SK
I
IV
DO
Ya
Tidak
Diagnosis banding
lainnya
Histoplasmosis
Medikamentosa
Amphotericin B atau
Itrakonazol
Edukasi
PE
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 44
44
Dermatologi Infeksi
II
Kriteria diagnostik
Klinis
:
: Kandidiasis kutis
Dapat ditemukan pada semua umur usia, mengenai
daerah intertriginosa yang lembab dan mudah
mengalami maserasi, misalnya: sela paha, ketiak,
sela jari, infra mamae, atau sekitar kuku, dan juga
dapat meluas ke bagian tubuh lainnya.
Kulit tampak bercak eritematosa berbatas tegas,
bersisik, basah, dikelilingi oleh lesi satelit berupa
papul, vesikel dan pustul kecil di sekitarnya.
DO
SK
I
PE
R
Kandidiasis mukosa
Merupakan infeksi oportunis, dapat berupa:
Kandidiasis oral :
Kandidiasis pseudomembran akut (thrush):
Bercak berwarna putih (pseudomembran) tebal,
diskret atau konfluen pada mukosa bukal, lidah,
palatum,dan gusi
Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa):
Bercak halus (papila lidah menipis) tertutup oleh
pseudomembran tipis pada permukaan dorsal
lidah
Dapat disertai rasa panas atau nyeri.
Kandidiasis atrofik kronik (denture stomatitis):
Mukosa palatum yang kontak dengan gigi
tampak edematosa dan eritematosa, bersifat
kronik
Dapat dijumpai keilitis angularis
Keilosis kandidal (keilitis angularis/perleche):
- Pada sudut mulut tampak eritema, fisura,
maserasi yang terasa nyeri.
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 45
Dermatologi Infeksi
45
PE
R
DO
SK
I
Diagnosis Banding
46
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 46
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Kandidiasis kutis
Topikal: Nistatin dan krim Imidazol (mikonazol)
Sistemik : Ketokonazol 1x 200 mg/hari selama 14
hari
Bedak mikonazol selanjutnya dapat untuk pencegahan
Kandidiasis oral :
Nistatin 400.000-600.000 unit, 4x/hari selama 14 hari
Solusio gentian violet 1-2% 2x/hari selama 3 hari
Sistemik : Ketokonazol 200-400 mg/hari selama 2-5
pekan atau Flukonazol 150-200 mg dosis tunggal
Kandidiasis vulvovagina:
Topikal:
Imidazol: klotrimazol 500 mg dosis tunggal
Nystatin intravagina, 1x/hari, selama 10-14
hari. Aman untuk wanita hamil
Sistemik:
Ketokonazol 1x 200 mg selama 5-7 hari
Flukonazol 150 mg dosis tunggal
Itrakonazol 2x100 mg, selama 3 hari
Untuk kandidiasis vulvovaginal rekuren ( kambuh
4x/th)
Klotrimazol 500 mg intravagina 1x/pekan
selama 3-6 bulan
Flukonazol 150 mg per oral pada hari 1, 4, 7
(3 hari) dilanjutkan 150 mg per pekan selama
3-6 bulan
Ketokonazol 2x 200 mg/hari selama 14 hari
dilanjutkan 1 x 100 mg / hari selama 6 bulan
Balanitis/Balanopostitis kandida :
Topikal : Krim mikonazol 2 x sehari 2-4 pekan
Sistemik :
Flukonazol 150 mg dosis tunggal
Ketokonazol 1 x 200 mg /hari selama 7-14 hari
PE
R
DO
III
Pemeriksaan
Penunjang
SK
I
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 47
Dermatologi Infeksi
47
Kepustakaan
PE
R
IV
DO
SK
I
Paronikia kandida :
Topikal: solusio imidazol : Timol 4% dlm alkohol
absolut/kloroform
Sistemik :
Ketokonazol 1x 200mg/hari sampai sembuh
Flukonazol 150 mg/ pekan sampai sembuh
Kandidiasis kuku
Lihat tinea unguium, tetapi terbinafin tidak efektif.
Kandidiasis mukokutan kronik
o Flukonazol 100-400 mg/ hari sampai sembuh
o Itrakonazol 200-600 mg/ hari sampai sembuh
Dilanjutkan terapi maintenance dengan obat sama
selama hidup
Kandidiasis diseminata
Sistemik: amfoterisin B deoksikolat: 0,7 mg/kg
BB/hari IV, pengobatan bekerjasama dengan
Spesialis Penyakit Dalam.
Alternatif lain: Amfoterisin B liposomal, Flukonazol,
Vorikonazol, dengan memperhatikan resistensi
spesies Candida
Bagan Alur
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 48
48
Dermatologi Infeksi
Bagan Alur
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 48
Diseminata
Mukokutan
Kutis
Kuku
SK
I
KANDIDIASIS
Oral
Genital
Tidak
Klinis sesuai ?
Diagnosis
Banding
Pemeriksaan
Penunjang
DO
DIAGNOSIS
TERAPI
Topikal
Sistemik
PE
R
Edukasi
Dermatologi
D e r m a t o l oInfeksi
g i I n f e k s 49
i | 49
II
Kriteria diagnostik
yang
Klinis
: Manifestasi klinis yang tersering adalah meningoensefalitis. Terdapat bentuk subklinikal, dengan hasil tes kulit
positif. Lesi kutaneus tidak patognomonik, seperti
papul atau pustul akneiformis yang berkembang
menjadi nodul atau plak krusta tidak rata, ulkus, dan
infiltrat. Abses dingin, selulitis, dan lesi noduler juga
dapat muncul
Inokulasi langsung pada kulit memberikan gambaran
nodul soliter yang kemudian pecah dan menjadi ulkus
Diagnosis banding
Histoplasmosis
Penisiliosis
Moluskum kontagiosum
Pemeriksaan
penunjang
DO
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
Medikamentosa:
1. Amphotericin B Intravena 1mg/kgBB/hari ditambah
dengan flusitosin 100mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
per oral selama paling sedikit 2 pekan. Kemudian
dilanjutkan dengan flukonazol 400mg/hari per oral
selama minimal 8-10 pekan.
2. Flukonazol 1200mg/hari ditambah flusitosin
100mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis per oral selama 6
pekan
3. Tanpa penyakit susunan syaraf pusat
Flukonazol 200-400 mg / hari sampai sembuh
4. Profilaksis : Flukonazol 200 mg/ hari selama hidup
untuk CD4 < 50 cell / mm3
PE
R
III
infeksi
SK
I
IV
Kepustakaan
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 50
50
Dermatologi Infeksi
SK
I
Alur
Ya
Tidak
Diagnosis banding
lainnya
PE
R
DO
Kriptokokosis
Medikamentosa
Amphotericin B +
flusitosin flukonazol
Flukonazol + flusitosin
Flukonazol
Profilaksis
Edukasi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 51
Dermatologi Infeksi
51
DO
SK
I
I. Definisi
PE
R
52
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 52
Diagnosis
banding
Lesi kulit
Makula hipopigmentasi : leukoderma, vitiligo, tinea versikolor,
pitiriasis alba, morfea dan parut
Plak eritema : tinea korporis, lupus vulgaris, lupus eritematosus,
granuloma anulare, sifilis sekunder, sarkoidosis, leukemia
kutis dan mikosis fungoides
Ulkus : ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia, penyakit
Raynaud & Buerger
Gangguan saraf
Neuropati perifer: neuropati diabetik, amiloidosis saraf, trauma
Pemeriksaan
penunjang
Komplikasi
Laboratorium
Bakterioskopik : sediaan kerokan jaringan kulit dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen
Biopsi / PA
Lain-lain: pemeriksaan serologi
Komplikasi imunologis : reaksi reversal, reaksi eritema
nodosum leprosum
Komplikasi neurologis : ulkus, claw hand, drop hand, drop
foot, kontraktur,mutilasi, absorbsi
DO
SK
I
1. Medikamentosa
Pengobatan kusta adalah Multi Drug Treatment (MDT), standar
WHO (2012)
Tipe PB
Jenis Obat < 10thn
10-15 thn
>15 thn
Keteranga
n
Rifampisin 300 mg/bln 450 mg/bln 600 mg/bln Minum di
depan
petugas
DDS
25 mg/bln
50 mg/bln
100 mg/bln Minum di
depan
petugas
25 mg/hari 50 mg/hari 100
Minum di
mg/hari
rumah
PE
R
III. Penatalaksanaan
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 53
Dermatologi Infeksi
53
Tipe MB
Jenis Obat
10-15 thn
>15 thn
Rifampisin
300 mg/bln
450 mg/bln
600 mg/bln
Dapson
25 mg/bln
50 mg/bln
100 mg/bln
25 mg/hari
50 mg/hari
100 mg/bln
150 mg/bln
100
mg/hari
300 mg/bln
50 mg/2x
sepekan
50 mg/
setiap 2
hari
Klofazimin
(Lampren)
Keteranga
n
Minum di
depan
petugas
Minum di
depan
petugas
Minum di
rumah
Minum di
depan
petugas
Minum di
rumah
SK
I
< 10thn
50 mg/hari
DO
PE
R
2. Rawat inap
Rawat inap diindikasikan untuk pasien kusta dengan:
Efek samping obat berat
Bila disertai reaksi reversal atau ENL berat
Pasien dengan keadaan umum buruk (ulkus, gangren)
Pasien dengan rencana tindakan operatif
3. Nonmedikamentosa
Rehabilitasi medik, meliputi fisioterapi, tindakan bedah,
54
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 54
II. Klinis
SK
I
REAKSI KUSTA
I. Definisi
Perbedaan reaksi tipe 1 dan tipe 2 dapat dilihat pada tabel berikut:
Gejala / tanda
Tipe kusta
DO
Waktu timbulnya
Reaksi tipe 1
Dapat terjadi pada
kusta tipe PB maupun
MB
Biasanya dalam 6
bulan pertama
pengobatan
Umumnya baik,
demam ringan (sub
febris) atau tanpa
demam
Peradangan di Bercak kulit lama
kulit
menjadi lebih
meradang (merah),
bengkak, berkilat,
hangat. Kadangkadang hanya pada
sebagian lesi. Dapat
timbul bercak baru
Neuritis
Sering terjadi, berupa
nyeri tekan saraf dan
atau gangguan fungsi
saraf.
Silent neuritis (-)
Radang mata
Dapat terjadi pada
kusta tipe PB maupun
MB
Udem
pada (+)
ekstri-mitas
Peradangan
Hampir tidak ada
pada organ lain
PE
R
Keadaan umum
Reaksi tipe 2
Hanya pada kusta
tipe MB
Biasanya setelah
mendapatkan
pengobatan yang
lama, umumnya
lebih dari 6 bulan
Ringan sampai
berat disertai
kelemahan umum
dan demam tinggi
Timbul nodul
kemerahan, lunak
& nyeri tekan.
Biasanya pada
lengan & tungkai
Nodus dapat pcah
(ulserasi)
Dapat terjadi
Dermatologi Infeksi
55
1. Penanganan Reaksi
Prinsip pengobatan reaksi ringan
Berobat jalan,
Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
MDT diberikan terus dengan dosis yang sama*
Menghindari / menghilangkan faktor pencetus
Imbolisasi organ tubuh yang terkena neuritis
Prinsip pengobatan reaksi berat
Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
MDT tetap diberikan dengan dosis yang sama*
Menghindari / menghilangkan faktor pencetus.
Memberikan obat anti reaksi: Prednison, Lamprene,
talidomid (bila tersedia)
Bila ada indikasi rawat inap pasien dikirim ke rumah sakit
*Catatan:
MDT hanya diberikan pada reaksi yang timbul sebelum dan
selama pengobatan. Bila telah release from treatment (RFT),
MDT tidak diberikan lagi
DO
III. Penatalaksan
aan
SK
I
PE
R
56
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 56
Anamnesis
1. Riwayat pengobatan MH sebelumnya: pernah mendapat
terapi MDT dan dinyatakan telah RFT yang ditentukan
oleh wasor atau dokter kusta yang berwenang
2. Terdapat lesi baru dan/atau gangguan sensibilitas baru
dan/atau perluasan gangguan yang sudah ada sebelumnya,
dan/atau pembesaran saraf baru.
3. Telaah hasil pemeriksaan lab sebelumnya (slit skin smear,
histopatologi, dan serologi)
Pemeriksaan status dermatologikus:
1. Relaps pada kasus PB:
Lesi kulit sebelumnya memperlihatkan tanda aktif
kembali, seperti adanya infiltrasi, eritema bertambah
luas, atau tampak adanya lesi satelit. Seringkali
jumlah lesi juga bertambah.
Terdapat pembesaran saraf dan nyeri disertai
dengan bertambahluasnya daerah lesi yang
mengalami anestesi dan/atau disertai defisit motorik.
Dapat ditemukan keluhan nyeri/sakit pada lokasi
sepanjang saraf perifer tanpa bukti-bukti kerusakan
saraf.
Dapat terjadi neural relapse yaitu terjadinya relaps
yang hanya mengenai saraf tanpa kelainan kulit.
Spektrum klinis MH dapat berubah ketika relaps.
2. Relaps pada kasus MB:
Lesi infiltrasi di dahi,, punggung bawah, dorsum
manus /pedis dan bagian atas bokong. Dapat
ditemukan papul dan nodul kemerahan, mengkilap,
lunak tanpa atau dengan infiltrasi padalokasi-lokasi
di atas. Dapat ditemukan nodul subkutan pada
daerah lengan bagian belakang dan paha bagian
anterolateral.
Pada saraf dapat ditemukan edema nodular
sepanjang saraf kutaneus dan perifer yang
r m a t o lnyeri
o g i Isaraf
n f e kbaru
s i | 57
menyertai penebalanD edan/atau
dengan gangguan fungsi.
Lesi pada relaps terbentuk dalam waktu berbulanbulan.
Dermatologi
Infeksi
Pada kasus MH yang sebelumnya
melibatkan
mata, dapat57
terjadi relaps pada iris atau yang lebih jarang terbentuk
lepromata.
Dapat pula ditemukan lesi pada daerah mukosa berupa
papul atau nodul di palatum durum, bagian dalam bibir, dan
PE
R
II. Diagnosis
DO
RELAPS
I. Definisi
SK
I
SK
I
PE
R
DO
58
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 58
Timbulnya gejala
3.
4.
Tipe kusta
Lesi lama
5.
Lesi baru
6.
Ulserasi
7.
Keterlibatan saraf
BT, BB, BL
Beberapa atau
seluruh lesi
menjadi berkilap,
eritematosa, dan
bengkak; nyeri
tekan (+);
konsistensi
lunak. Terjadi
perubahan tipe
ke arah yang
lebih baik;
edema tangan
dan kaki
Jumlah
beberapa,
morfologi sama
(+) pada reaksi
berat
Neuritis akut
yang nyeri; ada
nyeri spontan;
abses saraf; tibatiba ada paralisis
otot disertai
meluasnya
gangguan
sensoris
DO
PE
R
8.
Borderline: 5
tahun
MB: 9 tahun
Lambat,
bertahap
Semua tipe
Eritema dan
plak di tepi lesi.
Lesi bertambah
dan meluas.
SK
I
2.
Pada reaksi
berulang sampai
2 tahun setelah
RFT
Mendadak, cepat
9.
Gangguan
sistemik
BTA
10.
Tes lepromin
Mungkin (+)
Terjadi
penurunan IB,
peningkatan
bentuk granuler
Reaksi
Fernandez (+)
pada tipe BL dan
BB yang menjadi
secara berurutan
menjadi BB dan
BT
Jumlah banyak
(-)
Terjadi
keterlibatan
saraf baru;
tanpa nyeri
spontan; nyeri
tekan (+);
gangguan
motoris dan
sensoris terjadi
lambat/perlahan
Mungkin (-)
IB mungkin (+)
pada pasien
dengan IB yang
sebelumnya (-)
Hasil tes
tergantung tipe
saat relaps
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 59
Dermatologi Infeksi
59
Respons terhadap
pemberian steroid
Excellent. Lesi
membaik dalam
2-4 pekan; tetap
membaik dengan
pengobatan 2
bulan.
Respons tidak
ada atau
sedikit.
SK
I
11.
Kepustakaan
1. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt SI,
editor. Dalam : Fitzpatricks Dematology in general medicine. Edisi ke-7
New York : Mc Graw-Hill, 2012.
2. Jopling WHJ., Mc Doughall AC. Handbook of Leprosy. Edisi ke-5.
New Delhi; CBS publishers & Distrubutors,1988.
3. Brycesson A., Pflatzgraff RE. Leprosy. Edisi ke-3. London; Churchill
Livingstone, 1990.
4. The International Federation of Anti Leprosy Association (ILEP),
2002. 234 Blythe Road London, W14 OHJ, Great Britain. How to
Diagnose and Treat Leprosy. Learning Guide One.
5. The International Federation of Anti Leprosy Association (ILEP),
2002. How to recognize and manage Leprosy Reaction, 234 Blythe
Road London, W14 OHJ, Great Britain. Learning Guide Two.
6. Daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, penyunting. Kusta,
edisi ke-2. Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 2003.
st
7. IAL Textbook of Leprosy. Kar and Kumar editors. 1 edition. Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd New Delhi, St Louis 2010
8. WHO Expert Committee on leprosy, eighth report (WHO Technical
Report Series ; no 369) , 2012
9. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Direktorat
Jenderal Pengandalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2013
PE
R
DO
III. Penatalaksanaan
60
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 60
Bagan Alur
Ada
Kusta
Jumlah bercak
Penebalan saraf
& ggn Fungsi,
Pem. BTA
SK
I
Tanda kardinal
Ragu
Tidak Ada
Tersangka
Bukan Kusta
Observasi
3-6 bulan
BTA /
Histopatologi
Tanda kardinal
Bercak >5
Saraf >1
BTA (+)
DO
Bercak 5
Saraf 1
BTA (-)
PB
Ada
Tidak Ada
Ragu
MB
RUJUK
ke konsultan
MDT PB / MB
PE
R
Bila terdapat
kontraindikasi / efek
samping
MDT Alternatif
Terapi reaksi
MDT ulang
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 61
Dermatologi Infeksi
61
: Merupakan
radang pada folikel pilosebasea
yang disebabkan oleh genus Malassezia.
II
Kriteria diagnostik
:
: Lesi biasanya terdapat di dada, punggung, leher,
dan lengan, berupa papul eritematosa atau
pustul perifolikular berukuran 2-3 mm. Gatal lebih
sering dijumpai dibandingkan pada Pitiriasis
Versikolor.
Penyakit
ini
kadang
dijumpai
bersamaan
dengan
akne
vulgaris
yang
rekalsitran, hal ini mungkin berkaitan dengan kulit
yang berminyak.
Faktor predisposisi antara lain: diabetes melitus,
penggunaan glukokortikoid, antibiotik, dan obat
imunosupresif, kehamilan, keganasan (leukemia,
penyakit Hodgkin), transplantasi organ (ginjal,
jantung, sumsum tulang), AIDS, serta sindroma
Down
: - Akne korporis
- Erupsi akneiformis
- Folikulitis kandida
- Folikulitis bakterial
- Insect bites
- Miliaria
- Dermatitis kontak
: Pemeriksaan langsung dengan memakai larutan
KOH 20%. Spesimen berasal dari bagian dalam
isi pustul, papul atau papul komedo yang diambil
menggunakan ekstraksi komedo.
Hasil positif ditentukan sebagai +3 atau +4
berdasarkan grading jumlah spora per lapangan
pandang besar mikroskop.
Grading spora:
+1: bila ditemukan 1-2 spora, tidak ada
kelompokkan spora
+2: bila ditemukan kelompok kecil spora yang
terdiri dari < 6 spora
atau 12 spora yang
tersebar
+3: bila ditemukan kelompok besar spora yang
terdiri dari 7-12 spora
atau 20 spora yang
tersebar
+4: bila ditemukan kelompok spora yang terdiri
dari >12 spora atau 21 spora yang tersebar.
Klinis
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
PE
R
DO
62
SK
I
Dermatologi Infeksi
IV
Kepustakaan
Bagan Alur
: Terapi sistemik:
Ketokonazol 200mg/hari selama 4 pekan,
atau
Flukonazol 150 mg/pekan selama 2-4
pekan, atau
Itrakonazol 200 mg/hari selama 2 pekan
:
DO
SK
I
Penatalaksanaan
III
PE
R
Ya
Tidak
Malassezia
Folikulitis
Diagnosis banding
lainnya
Medikamentosa
Ketokonazol
200mg/hari selama
4 minggu
Flukonazol
150
mg/minggu selama
2-4 minggu
Itrakonazol
200
mg/hari selama 2
minggu
Edukasi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 63
Dermatologi Infeksi
63
II
Kriteria diagnostik
Klinis
PE
R
DO
SK
I
64
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 64
Diagnosis banding
: 1.
2.
3.
: Sediaan langsung :
i. Misetoma: sediaan KOH granul berwarna tampak
filamen halus (aktinomisetoma) atau lebar (eumisetoma)
ii. Kromoblastomikosis: sediaan KOH kerokan kulit
dapat ditemui sel muriform (badan/ sel sklerotik
berpigmen).
Perlu konfirmasi dengan:
1. Pemeriksaan histopatologis. Tampak granuloma
tanpa perkijuan dan ada eosinofil.
2. Kultur untuk memastikan spesies penyebab.
Dilakukan dengan 3 kultur yaitu Sabouraud dextrose
agar (SDA), SDA + antibiotik dan SDA + antibiotik+
sikloheksimid
Penatalaksanaan
: Sporotrikosis :
Obat pilihan : itrakonazol 200 mg/hari, atau solusio
kalium iodida jenuh (KI) 3 X 5 tetes / hari dinaikkan
perlahan sampai terjadi gejala toksik mual, muntah,
hipersalivasi dan lakrimasi, kemudian diturunkan dan
dipertahankan pada dosis sebelum terjadi gejala toksik.
Dapat dengan tablet Jodkali 200 mg/ tablet, dosis 30
mg/ KgBB/ hari
Kromomikosis : penyembuhan sulit dan sering
kambuh.
Obat pilihan : Itrakonazol 200-400 mg/hari (dengan atau
tanpa 5 fluoro-urasil) selama beberapa bulan, dapat
kombinasi itrakonazol dan terbinafin 250-500 mg/hari.
Lesi kecil dapat bedah eksisi. Lesi lanjut dapat berakhir
amputasi.
Alternatif: kombinasi itrakonazol dengan bedah beku,
pemanasan topikal.
Zigomikosis subkutan :
Obat pilihan : Itrakonazol 200 mg/hari selama 3 bulan
atau solusio kalium yodida jenuh/ tablet Jodkali 200
mg/tablet dosis 30 mg/KgBB/hari.
PE
R
III
Pemeriksaan
penunjang
DO
SK
I
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 65
Dermatologi Infeksi
65
IV
Kepustakaan
DO
SK
I
Aktinomisetoma
Obat pilihan : kombinasi antibiotik
Rifampisin 600 mg/ hari dan kotrimoksazol 2 x 2 tablet
(2x1 tablet forte)
Streptomisin sulfat 14 mg/kgBB/hari IM 1 bulan kemudian
tiap 2 hari sekali, dikombinasi dengan ko-trimokasozol
yang terdiri atas: 23 mg/kgBB/hari sulfametoksazol + 4,6
mg/kgBB/hari trimetoprim.
Alternatif kombinasi streptomisin: dengan dapson 100
mg/hari, atau rifampisin 4,3 mg/kgBB/hari, atau sulfadoksinpirimetamin 500 mg 2x/pekan.
Penambahan Amikasin 15 mg/kgBB/hari selama 3
pekan dalam tiap siklus 5 pekan ko-trimoksazol dapat
diberikan pada penyebab Nocardia yang rekalsitran
(regimen Walsh).
Eumisetoma: sulit, lama (bulan s/d tahun) dan hasil
bervariasi bergantung penyebab.
Obat pilihan : Itrakonazol 200 mg/hari. Pada penyebab M.
mycetomatis dan M. grisea dapat dengan ketokonazol 200
mg/hari. Dapat dengan terbinafin 250-500 mg/hari. Lesi
lanjut dapat berakhir amputasi.
Catatan:
Perhatikan semua kontraindikasi dan kemungkinan efek
samping akibat obat antijamur sistemik maupun antibiotik
jangka panjang.
Kriteria sembuh : sembuh klinis dan laboratoris.
PE
R
3.
4.
5.
6.
66
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 66
Bagan Alur
SK
I
Anamnesis
1. Riwayat trauma
2. Peninggian lesi, pembentukan nodul, abses, fistula, drainage grain
3. Warna dan ukuran granul
DO
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan granul dengan KOH 10-20%
2. Histopatologi
3. Kultur isolasi dan identifikasi agen
4. Foto rontgen, untuk deseksi lesi tulang dan perubahan jaringan lunak
PE
R
Aktinomisetoma
Antibiotik
Yang sesuai
Edukasi
Eumisetoma
Antijamur
Yang sesuai
Edukasi
Dermatologi Infeksi
67
Anamnesis
Sering terjadi pada tukang kebun, petani, buruh lapangan
Riwayat pajanan tanah atau tumbuhan misalnya mawar, rumput
SK
I
1.
2.
Klinis :
Nodus multiple yang muncul dari distal ke proksimal sepanjang limfe,selanjutnya membentuk ulkusulkus kecil tidak nyeri, pada ekstremitas atas dan bawah, dan wajah pada anak-anak. Atau nodus
tunggal yang menjadi ulkus menetap tanpa nyeri
Diagnosis banding
Sporotrikosis
DO
Pemeriksaan penunjang
Isolasi jamur dari kultur eksudat
Biopsi kulit
Pemeriksaan lain untuk menyingkirkan diagnosis banding
Sesuai sporotrikosis
PE
R
Itrakonazol
Solusio Kalium Iodida
jenuh atau
Tablet Jodkali
Edukasi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 68
68
Dermatologi Infeksi
SK
I
Anamnesis
1. Sering terjadi pada penduduk daerah pedesaan (petani, pemotong kayu, pemotong karet)
2. Sering terjadi pada usia 35 40 tahun
Klinis :
Satu atau lebih nodul pada daerah trauma membentuk plak eritematous batas tegas. Lesi berkembang
papilomatosa atau verukosa ireguler. Sering disertai ulserasi. Infeksi dapat menyebar secara limfatik atau
hematogen.
Kromoblastomikosis
DO
Diagnosis banding
Pemeriksaan penunjang :
KOH dari krusta, eksudat
Kultur untuk isolasi jamur pada medium Sabouraud
Biopsi (dan kultur utk diagnosis banding tuberculosis kutis)
PE
R
Sesuai kromoblastomikosis :
Kecil: bedah eksisi dilanjutkan itrakonazol
Besar: Itrakonazole 200mg perhari (dengan atau tanpa Flusitosin 30 mg/ kg/ hr)
atau Terbinafine 250 mg, atau kombinasi ke 2 nya
Ketokonazol 10 mg/KgBB/hari
Edukasi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 69
Dermatologi Infeksi
69
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
PE
R
DO
III
SK
I
Penatalaksanaan
Medikamentosa:
1. Tindakan bedah kuretase/enukleasi:
70
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 70
SK
I
PE
R
DO
2. Terapi topikal :
Kantaridin (0,7% atau 0,9%) dioleskan pada
lesi dan dibiarkan selama 3-4 jam, setelah itu
dicuci. Dalam 1-2 hari timbul lepuh yang akan
pecah menimbulkan erosi/ekskoriasi. Dapat
diberikan salap antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder. Dapat dilakukan sebulan
sekali sampai tidak ada lesi lagi.
Podofilin (10%-25% dalam bentuk resin) atau
(0,3% atau 0,5% dalam bentuk krim).
Dioleskan pada tiap lesi sepekan sekali
Krim imikuimod 5% 3-5 kali/pekan
Gel retinoid 0,1%
Pasta perak nitrat
Asam trikoloroasetat (25% - 35%)
Sidovovir topikal (gel 1%, 3% atau krim 1%,
3%)
Kalium hidroksida (10%) 2 kali/hari selama
30 hari atau sampai terjadi inflamasi dan
ulserasi di permukaan papul
Campuran asam salisilat dan asam laktat
topikal
Krim adapalen 1% selama 1 bulan
Pulsed dye laser: pulsa ganda untuk tiap lesi
menggunakan sinar laser 585 nm lebar pulsa
450 usec dan 5 mm spot size pada 6,8-7,2
J/cm2.
3. Terapi Sistemik :
Simetidin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis
dengan dosis maksimal 800 mg 3x/hari
Terapi sistemik yang hanya diberikan untuk
pasien imunokompromais:
sidovovir oral
interferon-
sub kutan.
IV
Kepustakaan
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 71
Dermatologi Infeksi
71
3. Terapi Sistemik :
Simetidin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis
dengan dosis maksimal 800 mg 3x/hari
Terapi sistemik yang hanya diberikan untuk
pasien imunokompromais:
sidovovir oral
interferon- sub kutan.
Bagan Alur
SK
I
Kepustakaan
DO
IV
DIAGNOSIS
Apakah gambaran
klinis sesuai MK?
TIDAK
Pemeriksaan Penunjang
Giemsa
Histopatologis
YA
PE
R
Non Medikamentosa
Terapi topikal
Terapi sistemik
72
Dermatologi Infeksi
YA
Konfirma
si MK?
TIDAK
DIAGNOSIS
BANDING
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 72
Definisi
SK
I
DO
II
Kriteria diagnostik
Klinis
: Pioderma superfisialis
PE
R
Impetigo nonbulosa
Impetigo bulosa
Ektima
Folikulitis
Furunkel
Karbunkel
2. Pioderma profunda, mengenai epidermis dan
dermis
Erisipelas
Selulitis
Flegmon
Abses multipel kelenjar keringat
Hidradenitis
Dermatologi
Infeksi
Merupakan salah satu
bentuk pioderma
pada
folikel rambut dan jaringan sekitarnya.
Dibedakan menjadi 2 bentuk:
1. Folikulitis superfisialis (impetigo Bockhart/
impetigo folikular )
Predileksi: skalp (anak-anak), dagu, aksila,
73
PE
R
DO
SK
I
74
Diagnosis banding
Dermatologi Infeksi
Pioderma profunda
Terdapat gejala konstitusi
Erupsi kulit diikuti rasa nyeri:
1. Erisipelas: merah cerah, infiltrat di bagian
pinggir, edema, vesikel dan bula di atas lesi
2. Selulitis: infiltrat eritematosa difus
3. Flegmon: selulitis dengan supurasi
4. Abses kelenjar keringat: tidak nyeri, bersama
miliaria, nodus eritematosa bentuk kubah
5. Hidradenitis: nodus, abses, fistel di daerah
ketiak atau perineum
6. Ulkus piogenik : ulkus dengan pus
: 1. Impetigo nonbulosa: ektima
2. Impetigo vesikobulosa:
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 74
Dermatofitosis
Pemfigus vulgaris
Staphylococcal scalded skin syndrome
3. Ektima: impetigo nonbulosa
4. Folikulitis:
a. Pseudofolikulitis barbae
b. Folikulitis keloidal (acne keloidal nuchae)
c. Folikulitis pitirosporum
d. Hot tub folikulitis
5. Erisipelas: selulitis
6. Hidradenitis: skrofuloderma
7. Karbunkel
Akne kistik
Hidradenitis supurativa
: Bila diperlukan:
Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram
Kultur dan resistensi spesimen lesi
Kultur dan resistensi darah bila diduga bakteremia
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
PE
R
DO
III
Pemeriksaan penunjang
SK
I
7 hari
e r m a t o l oterbagi
g i I nselama
f e k s i 7| 75
Tetrasiklin 3 xD 250-500mg
hari
Doksisiklin, Minosiklin 2 x 100mg selama 7
hari
Dermatologi Infeksi
75
Second line:
Azitromisin 1 x 500 mg/hari (hari I), dilanjutkan
1 x 250 mg (hari II-V)
Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis,
selama 10 hari
Eritromisin: dewasa 4 x 250-500 mg/hari; anak
7 hari
Tetrasiklin 3 x 250-500mg terbagi selama 7
hari
Doksisiklin, Minosiklin 2 x 100mg selama 7
hari
Second line:
Azitromisin 1 x 500 mg/hari (hari I), dilanjutkan
1 x 250 mg (hari II-V)
Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis,
selama 10 hari
Eritromisin: dewasa 4 x 250-500 mg/hari; anakanak 20-50 mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis,
selama 5-7 hari
Kasus yang berat atau infeksi di daerah berbahaya
(misalnya maksila), antibiotik diberikan parenteral.
Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistent
Staphylococcus aureus (MRSA) pada infeksi berat:
vankomisin 12 gram/hari dalam dosis terbagi, intravena,
selama 7 hari
Apabila lesi besar, nyeri, disertai fluktuasi, dilakukan
insisi dan drainase
Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil
kultur dan resistensi
DO
SK
I
Tindakan:
Bila ada abses, dapat dilakukan insisi
Kepustakaan
: 1. Gorwitz RJ.
A review of community-associated
methicillin-resistant Staphylococcus aureus skin and
soft tissue infections. Pediatr Infect Dis 2008; 27(1):1-7
2. Tschachler E, Brockmeyer N, Effendy I, Geiss HK, Harder
S, Hartmann M, et al. Streptococcal infections of the skin
and mucous membranes. JDDG 2007; 6: 527-532
3. Roberts S, Chambers S. Diagnosis and management of
Staphylococcus aureus infections of the skin and soft
tissue. Int Med J 2005; 35: S97-105
4. Ki V, Rotstein C. Bacterial skin and soft tissue
infections in adults: A review of their epidemiology,
pathogenesis, diagnosis, treatment and site of care.
Can J Infect Dis Med Microbiol 2008;19:173-84.
5. Maibach HI & Grouhi F. Evidence Based Dermatology
2nd ed. Peoples Meical Publishing House. USA.
2011;349-352
6. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatricks
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York
: Mc Graw-Hill, 2012;2128-2147
PE
R
IV
76
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 76
Bagan Alur
SK
I
Tidak
Ringan Sedang
Pilihan I:
Mupirosin
Asam fusidat
Pilihan II:
Basitrasin
PE
R
Ya
Berat
DO
Antibiotik Topikal
Sembuh
Diagnosis Banding
Antibiotika Sistemik
Pilihan I:
- Kloksasilin
- Amoksisilin asam klavulanat
- Sefalosporin generasi I
- Sefalosporin generasi II
Pilihan II:
- Azitromisin
- Klindamisin
- Eritromisin
Tidak
Terapi berdasarkan:
- Hasil kultur dan
resistensi
- Mupirosin di sekitar
nares untuk karier
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 77
Dermatologi Infeksi
77
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Pemeriksaan
penunjang
Sering
Jarang
Vitiligo
Pitiriasis alba
Psoriasis gutata
Pitiriasis rosea
Pitiriasis rubra pilaris
Dermatitis seboroik
Infeksi dermatomikosis Morbus Hansen
Leukoderma
: Pemeriksaan dengan lampu Wood : terlihat
fluoresensi berwana kuning keemasan.
Pemeriksaan langsung dengan mikroskop dan
larutan KOH 20% : tampak spora berkelompok dan
hifa pendek.
Spora berkelompok merupakan tanda kolonisasi,
sedangkan hifa menunjukkan adanya infeksi.
Kultur : tidak diperlukan
: Nonmedikamentosa:
Hindari suasana lembab, panas, dan keringat berlebih.
Medikamentosa:
1. Topikal
Obat pilihan : Sampo selenium sulfida 2,5% atau
sampo zinc pyrithione dioleskan di seluruh daerah
yang terinfeksi/ seluruh badan, 7-10 menit sebelum
mandi, sekali/hari atau 3-4 kali sepekan. Khusus
untuk daerah wajah dan genital digunakan vehikulum
solutio atau golongan azol topikal (krim mikonazol 2x /
hari).
Alternatif : sampo ketokonazole 2 % dioleskan pada
daerah yang terinfeksi/ seluruh badan, 5 menit
sebelum mandi, selama 3 hari berturut-turut, atau
terbinafin 1% dioleskan pada daerah yang terinfeksi,
2x/hari selama 7 hari
Penatalaksanaan
PE
R
III
DO
Diagnosis banding
78
SK
I
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 78
Kepustakaan
Bagan Alur
DO
IV
SK
I
Tidak
PE
R
Diagnosis banding
lainnya
Ya
Pitiriasis versikolor
Nonmedikamentosa
Edukasi pasien
Medikamentosa
Topikal
Oral (mempertimbangkan
lesi luas dan berat,
rekuren, rekalsitran)
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 79
Dermatologi Infeksi
79
II
Kriteria diagnostik
Klinis
:
: Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok,
Keadaan umum pasien baik
SK
I
PE
R
DO
80
Diagnosis pasti
Apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya
melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis).
Diagnosis banding : Prurigo
Pedikulosis korporis
Dermatitis atopik
Papular urtikaria
Insect bite
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 80
Pemeriksaan
penunjang
SK
I
: Nonmedikamentosa :
Penyuluhan higiene perorangan dan lingkungan
Pengobatan secara tepat dan benar, serta seluruh
orang yang tinggal serumah harus serempak
mendapat pengobatan.
Medikamentosa :
1. Topikal:
Krim permetrin 5% dioleskan pada kulit dan
dibiarkan selama 8 jam. Dapat diulang setelah
satu pekan.
DO
III
PE
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 81
Dermatologi Infeksi
81
Kepustakaan
Bagan Alur
SK
I
IV
DIAGNOSIS
Apakah gejala klinis dan hasil
laboratorium menyokong
skabies?
Tidak
DO
Diagnosis
banding
Ya
EVALUASI
Apakah pasien menunjukkan
gejala skabies berkrusta?
Ya
Terapi sesuai
skabis berkrusta
Tidak
PE
R
82
Dermatologi Infeksi
Follow-up
lihat algoritme
follow up
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 82
SK
I
Terapi skabies
berkrusta?
DO
C. Edukasi pasien
D. Farmakoterapi
Ivermectin (oral)
Ditambah
Skabisid (topikal)
Terapi hiperkeratosis:
Obat keratolitik (misalnya: asam salisilat)
Terapi simptomatik
o Antihistamin oral
o Kortikosteroid topikal
Infeksi bakterial sekunder:
o Terapi dengan antibiotik yang sesuai
Follow up
Pemeriksaan ulang pasien,
1-2 pekan setelah terapi awal
Tidak
Evaluasi
Apakah terjadi perbaikan
terhadap rasa gatal & lesi kulit
atau lewat mikroskopis?
PE
R
Terapi untuk
skabies non-krusta
Ulang terapi
Ya
Tidak memerlukan
terapi lanjut
Dermatologi Infeksi
83
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 83
B.15.B.15.
STAPHYLOCOCCAL
STAPHYLOCOCCAL
SCALDED-SKIN
SCALDED-SKIN
(SSSS)
(SSSS)
/ SINDROM
/ SINDROM
KULIT
KULIT
LEPUH
LEPUH
STAFILOKOKAL
STAFILOKOKAL
I Definisi
Definisi
: SSSS
merupakan
penyakit
infeksi
yangyang
: SSSS
merupakan
penyakit
infeksi
mengancam
nyawa,
disebabkan
oleh oleh
toksintoksin
mengancam
nyawa,
disebabkan
eksfoliatif
oleh oleh
bakteri
Staphylococcus
aureus
eksfoliatif
bakteri
Staphylococcus
aureus
padapada
lapisan
kulit. kulit.
lapisan
II
diagnostik
II Kriteria
Kriteria
diagnostik
Klinis
Klinis
:
:
: Gejala
: Gejala
awal awal
dapatdapat
berupa
berupa
demam
demam
dengan
dengan
ruamruam
berwarna
berwarnamerah-oranye,
merah-oranye,pucat,
pucat,makula
makula
eksantema,
terbatas
di kepala
dan menyebar
ke ke
eksantema,
terbatas
di kepala
dan menyebar
bagian
tubuhtubuh
lain dalam
beberapa
jam. jam.
Gejala
ini ini
bagian
lain dalam
beberapa
Gejala
disertai
dengan
rhinorrhea
purulen,
konjungtivitis,
disertai
dengan
rhinorrhea
purulen,
konjungtivitis,
atau atau
otitis otitis
media.
Tanda
Nikolsky
positif.
media.
Tanda
Nikolsky
positif.
Dalam
waktuwaktu
24-4824-48
jam, jam,
makula
eksantema
Dalam
makula
eksantema
secara
bertahap
berubah
menjadi
lepuh,
secara
secara
bertahap
berubah
menjadi
lepuh,
secara
khusus
berbentuk
bullae
besarbesar
lembut
yangyang
khusus
berbentuk
bullae
lembut
merupakan
lapisan
epidermis
yangyang
berkerut
dan dan
merupakan
lapisan
epidermis
berkerut
tampak
seperti
kertas
tisu. tisu.
tampak
seperti
kertas
Setelah
24 24
jam, jam,
bullae
tersebut
pecah
Setelah
bullae
tersebut
pecah
meninggalkan
krusta
berkilat,
lembab,
dan dan
meninggalkan
krusta
berkilat,
lembab,
memiliki
permukaan
berwarna
merah.
PadaPada
tahaptahap
memiliki
permukaan
berwarna
merah.
ini pasien
akanakan
iritabel,
sakit,sakit,
demam
dengan
sad sad
ini pasien
iritabel,
demam
dengan
man man
facies,
krusta
perioral,
fisurafisura
bibir bibir
dan edema
facies,
krusta
perioral,
dan edema
wajahwajah
ringan.
ringan.
Nekrolisis
epidermal
epidermal
toksiktoksik
(NET)
(NET)
Diagnosis
banding
Diagnosis
banding : : Nekrolisis
Penyakit
Penyakit
Kawasaki
Kawasaki
Penyakit
Penyakit
Leiner
Leiner
: Bila
: diperlukan:
Bila diperlukan:
Pemeriksaan
Pemeriksaan
Pemeriksaan
Pemeriksaan
sederhana
sederhana
dengan
dengan
pewarnaan
pewarnaan
penunjang
penunjang
GramGram
Kultur
Kultur
dan resistensi
dan resistensi
spesimen
spesimen
lesi lesi
resistensi
diduga
Kultur
Kultur
dan dan
resistensi
darahdarah
bila bila
diduga
bakteremia
bakteremia
PE
R
DO
SK
I
III
IIIPenatalaksanaan
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
: Nonmedikamentosa:
Medikamentosa:
Medikamentosa:
Prinsip:
eradikasi
S.aureus.
Pasien
biasanya
harusharus
Prinsip:
eradikasi
S.aureus.
Pasien
biasanya
dirawat
inap inap
dan mendapatkan
antibiotik
sistemik
dirawat
dan mendapatkan
antibiotik
sistemik
dan terapi
suportif
lainnya
yangyang
diperlukan.
dan terapi
suportif
lainnya
diperlukan.
1. Antibiotik
antistafilokokal
IV : IV :
1. Antibiotik
antistafilokokal
Lini
:
pertama
Lini pertama
:
a. Metisilin
25mg/kgBB
tiap tiap
6 jam
jika jika
a. Metisilin
25mg/kgBB
6 jam
<40kg
atau atau
1g/kgBB
tiap 6
jam
<40kg
1g/kgBB
tiap
6 jika
jam jika
>50kg
>50kg
b. Flukloksasilin
6,25-12,5mg/kgBB
tiap tiap
b. Flukloksasilin
6,25-12,5mg/kgBB
84
Dermatologi Infeksi
D e r Dmeartm
o al ot go il oI gn if eI kn sf ei k| 84
s i | 84
SK
I
Alur
DO
Kepustakaan
PE
R
IV
Tidak
Diagnosis banding
lainnya
Ya
SSSS
Medikamentosa
Rawat Inap
Antibiotik IV
antistafilokokal / makrolid
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 85
Dermatologi Infeksi
85
TOXIC
SHOCK
SYNDROME
/ SINDROM
SYOK
TOKSIK
(A48.3)
B.16.B.16.
TOXIC
SHOCK
SYNDROME
(TSS)(TSS)
/ SINDROM
SYOK
TOKSIK
(A48.3)
Definisi
I Definisi
: TSS
merupakan
respons
inflamasi
terhadap
: TSS
merupakan
respons
inflamasi
terhadap
superantigen
Staphylococcus
superantigen
dari dari
Staphylococcus
sp. sp.
atau atau
Streptococcus
sp, yang
secara
ditandai
Streptococcus
sp, yang
secara
klinisklinis
ditandai
oleh oleh
demam,
hipotensi
keterlibatan
demam,
ruam,ruam,
hipotensi
dan dan
keterlibatan
multiorgan
menggambarkan
spektrum
multiorgan
yang yang
menggambarkan
spektrum
berat.berat.
II
Kriteria
diagnostik
diagnostik
II Kriteria
: Sindrom
stafilokokal
: Sindrom
syok syok
toksiktoksik
stafilokokal
Gejala
berupa
demam,
Gejala
awal awal
onsetonset
akut akut
berupa
demam,
nyeri nyeri
tenggorokan,
dan mialgia.
Secara
ditemukan
tenggorokan,
dan mialgia.
Secara
klinisklinis
ditemukan
makula
eritematosa
deskuamasi
makula
eritematosa
diikutidiikuti
deskuamasi
dalamdalam
1-2 1-2
pekan.
Erupsi
dimulai
dari batang
tubuh,
menyebar
pekan.
Erupsi
dimulai
dari batang
tubuh,
menyebar
ke ekstremitas
hingga
ke telapak
tangan
dan kaki.
ke ekstremitas
hingga
ke telapak
tangan
dan kaki.
selulitis,
apabila
DapatDapat
terjaditerjadi
selulitis,
dan dan
apabila
terjaditerjadi
invasiinvasi
streptokokalke keperedaran
peredarandarahdarahdapatdapat
streptokokal
menimbulkan
fasciitis
necrotizing
dan miositis.
menimbulkan
fasciitis
necrotizing
dan miositis.
Kelainan
ini dapat
disertai
muntah,
Kelainan
ini dapat
disertai
diarediare
dan dan
muntah,
hipotensi,
pingsan,
bahkan
hipotensi,
pingsan,
atau atau
bahkan
syok.syok.
PadaPada
pemeriksaan
ditemukan
konjungtiva
pemeriksaan
klinisklinis
dapatdapat
ditemukan
konjungtiva
hiperemis,
inflamasi
faring,
dan strawberry
tongue.
hiperemis,
inflamasi
faring,
dan strawberry
tongue.
Klinis
Klinis
sepsis
Diagnosis
banding : : SyokSyok
sepsis
Diagnosis
banding
Penyakit
Penyakit
Kawasaki
Kawasaki
Sindrom
Sindrom
eksfoliatif
stafilokokal
eksfoliatif
stafilokokal
Sindrom
Sindrom
Stevens-Johnson
Stevens-Johnson
Leptospirosis
Leptospirosis
SyokSyok
hemoragik
hemoragik
viral viral
Campak
Campak
Rocky
Rocky
Mountain
spotted
Mountain
spotted
feverfever
PE
R
DO
III
Pemeriksaan
Pemeriksaan
penunjang
penunjang
Penatalaksanaan
IIIPenatalaksanaan
86
SK
I
: diperlukan:
Bila diperlukan:
: Bila
Pemeriksaan
sederhana
dengan
pewarnaan
Pemeriksaan
sederhana
dengan
pewarnaan
GramGram
Kultur
dan resistensi
spesimen
Kultur
dan resistensi
spesimen
lesi lesi
: Nonmedikamentosa:
: Nonmedikamentosa:
Medikamentosa:
Medikamentosa:
Prinsip:
eradikasi
S.aureus.
Pasien
dirawat
Prinsip:
eradikasi
S.aureus.
Pasien
harusharus
dirawat
inapmendapatkan
dan mendapatkan
antibiotik
sistemik
dan terapi
inap dan
antibiotik
sistemik
dan terapi
suportif
diperlukan.
suportif
yang yang
diperlukan.
Antibiotik
disarankan
adalah
vankomisin
Antibiotik
yang yang
disarankan
adalah
vankomisin
15- 1520mg/kgBB
8 jam
klindamisin
20mg/kgBB
setiapsetiap
8 jam
dan dan
klindamisin
600- 600900mg
900mg
setiapsetiap
8 jam8 jam
Dermatologi Infeksi
s i | 86
DerD
m ea rt m
o laot go il oI gn if eI kn sf ie |k86
Alur
SK
I
IV
DO
Tidak
Diagnosis banding
lainnya
PE
R
Ya
TSS
Medikamentosa
Rawat Inap
Antibiotik vankomisin +
klindamisin
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 87
Dermatologi Infeksi
87
Kriteria diagnostik
Klinis
: Infeksi
pada
kulit
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberculosis (jenis human) atau
Mycobacterium atipik
:
: Gambaran klinis yang paling sering terjadi:
Skrofuloderma
Merupakan infeksi M. tuberculosis pada kulit akibat
penjalaran langsung organ di bawah kulit yang telah
terkena tuberkulosis, tersering berasal dari KGB,
tulang atau sendi.
Predileksi adalah tempat yang banyak kelenjar
getah bening: leher, ketiak, paling jarang lipat
paha, kadang ketiganya diserang sekaligus.
Mulai sebagai limfadenitis, mula-mula beberapa
kelenjar,
kemudian
makin
banyak
dan
berkonfluensi.
Terdapat periadenitis, menyebabkan perlekatan
dengan jaringan sekitarnya
Kelenjar mengalami perlunakan tidak serentak
sehingga konsistensi bermacam-macam: keras,
kenyal, lunak (abses dingin).
Abses akan memecah membentuk fistel yang
kemudian menjadi ulkus khas: bentuk memanjang
dan tidak teratur, sekitarnya livid, dinding
bergaung, jaringan granulasi tertutup pus
seropurulen atau kaseosa yang mengandung M.
tuberculosis.
Ulkus
dapat
sembuh
spontan
menjadi
sikatriks/parut memanjang dan tidak teratur (cord
like cicatrices), dapat ditemukan jembatan kulit
(skin bridge) di atas sikatrik.
DO
II
Definisi
SK
I
PE
R
88
Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 88
SK
I
PE
R
DO
Diagnosis banding
: Lupus vulgaris
Morbus Hansen, granumolma fasiale
Sarkoidosis
Tuberkulosis kutis verukosa
Kromomikosis
Veruka vulgaris
Blastomikosis
Skrofuloderma
Hidradenitis supurativa, limfogranuloma venereum
Tuberkulosis milier kutis
Reaksi obat papuler
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 89
Dermatologi Infeksi
89
Pemeriksaan
penunjang
SK
I
DO
PE
R
Lupus vulgaris
Diaskopi: apple jelly .
Tes tuberkulin, kultur, atau PCR untuk identifikasi M.
tuberculosis.
Histopatologis: granuloma tuberkel dengan sel
epiteloid, sel raksasa Langhans, dan infiltrat
mononuklear
Inokulasi primer (tuberculosis chancre)
Tes tuberkulin positif setelah afek primer
beberapa pekan
Kultur atau PCR untuk identifikasi M. tuberculosis
Tuberkulosis milier kutis
Tes tuberkulin umumnya negatif
Histopatologis: nekrosis jaringan dengan infiltrat
nonspesifik. Basil tuberkel banyak ditemukan
Tuberkulosis kutis orifisialis
Tes tuberkulin positif kuat
Histopatologis: bakteri tahan asam banyak
ditemukan pada tuberkel maupun dinding ulkus
III
90
Penatalaksanaan
Dermatologi Infeksi
: Medikamentosa
1. Topikal
- Pada bentuk ulkus: kompres kalium permanganas
1/5000
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 90
SK
I
2. Sistemik
Tahap intensif (dua bulan)
INH dewasa : 5 mg/kgBB/hari, oral, dosis
tunggal
Rifampisin 10 mg/kgBB/hari, oral, dosis
tunggal pada saat lambung kosong (sebelum
makan pagi)
o Anak : 10-20mg/kgBB/hari. Maksimal :
600mg/hari
Etambutol : 15-25 mg/kgBB/hari, oral, dosis
tunggal
o Anak: Maksimal 1250mg/hari
Pirazinamid: 20-30 mg/kgBB/hari, oral, dosis
terbagi
o Anak : 30-40mg/kgBB/hari. Maksimal :
2000mg/hari
DO
Kriteria penyembuhan:
Skrofuloderma:
Fistel dan ulkus menutup
Kelenjar getah bening mengecil, berdiameter
kurang dari 1 cm, dan konsistensi keras
Sikatriks eritematosa menjadi tidak merah lagi
Laju endap darah menurun dan normal kembali
PE
R
Tuberkulosis verukosa
Tidak dijumpai lesi serpiginosa
Dijumpai sikatriks tidak eritematosa
Laju endap darah menurun dan normal kembali.
IV
Kepustakaan
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 91
Dermatologi Infeksi
91
V Bagan Alur
SK
I
Pemeriksaan
penunjang
(biopsi kulit)
Tidak
Ya
DO
Rontgen
paru
PE
R
Negatif
92
Dermatologi Infeksi
Terapi
sesuai
TB kulit
Positif
Terapi
sesuai
TB kulit
DermatologiInfeksi |
II
Kriteria diagnostik
Klinis
SK
I
Definisi
PE
R
DO
Diagnosis
banding
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa
Bila mandi, harus hati-hati agar vesikel tidak pecah
Jangan menggaruk dan dijaga agar vesikel tidak pecah,
biarkan mengering dan lepas sendiri
Istirahat pada masa aktif sampai semua lesi sudah
mencapai stadium krustasi
Rawat bila berat, bayi, usia lanjut dan dengan
komplikasi
Makanan lunak, terutama bila terdapat banyak lesi di
mulut
DO
III
SK
I
PE
R
Medikamentosa:
1. Topikal
Lesi vesikular: diberi bedak agar vesikel tidak pecah,
dapat ditambahkan mentol 2% atau antipruritus lain
Vesikel sudah pecah/krusta: antiseptik
2. Sistemik:
Antivirus
Dapat diberikan pada : usia pubertas, dewasa, pasien
yang tertular orang serumah, neonatus dari ibu yang
menderita varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari
sesudah melahirkan.
Bermanfaat terutama bila diberikan < 24 jam setelah
timbulnya erupsi kulit
Dosis :
Asiklovir
Bayi/anak : 4 x 20-40 mg/kg (maks. 800 mg/hr)
selama 5-7 hari
Dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 5-7 hari
Valasiklovir, untuk dewasa 3 x 1 gram/hari selama 7
94
Dermatologi Infeksi
hari
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 94
Simtomatik
Antipiretik : diberikan bila demam, hindari salisilat
karena dapat menimbulkan sindrom Reye
Antipruritus : antihistamin yang mempunyai efek sedatif,
atau sedativa
Vaksinasi
Diindikasikan kepada semua dewasa yang tidak
menunjukkan adanya imunitas terhadap varisela, kecuali
mereka memiliki kontraindikasi (alergi, imunodefisiensi
parah, kehamilan). Vaksin diberikan 2 dosis dengan
Kepustakaan
Bagan Alur
DO
IV
SK
I
hari
Simtomatik
Antipiretik : diberikan bila demam, hindari salisilat
karena dapat menimbulkan sindrom Reye
Antipruritus : antihistamin yang mempunyai efek sedatif,
atau sedativa
Vaksinasi
Diindikasikan kepada semua dewasa yang tidak
menunjukkan adanya imunitas terhadap varisela, kecuali
mereka memiliki kontraindikasi (alergi, imunodefisiensi
parah, kehamilan). Vaksin diberikan 2 dosis dengan
jarak 4 pekan.
Tidak
Ya
VARISELA
PE
R
Diagnosis
banding lainnya
Imunokompeten
Imunokompromais
Simtomatis
Antipruritus : Antihistamin
Antipiretik : Parasetamol
Farmakoterapi
Antiviral
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 95
Dermatologi Infeksi
95
VERUKA
VULGARIS
/ COMMON
WARTS
B.19.B.19.
VERUKA
VULGARIS
/ COMMON
WARTS
(B07)(B07)
Definisi
Definisi
I
: Penyakit
disebabkan
berbagai
papilomavirus
: Penyakit
disebabkan
berbagai
tipe tipe
papilomavirus
ditandai
proliferasi
epitelial
Infeksi
diawali
ditandai
proliferasi
jinak jinak
epitelial
kutan.kutan.
Infeksi
diawali
inokulasi
ke epidermis
melalui
epidermal.
inokulasi
virus virus
ke epidermis
melalui
barierbarier
epidermal.
Maserasi
kulit merupakan
predisposisi
utama.
Maserasi
kulit merupakan
faktorfaktor
predisposisi
utama.
imunokompromis,
lesi dapat
Pada Pada
kasuskasus
imunokompromis,
lesi dapat
luas luas
dan dan
rekalsitran.
rekalsitran.
II
Kriteria
diagnostik
Kriteria
diagnostik
II
Klinis
Klinis
SK
I
: Veruka
Vulgaris
: Veruka
Vulgaris
KutanKutan
DItemukan
tunggal
berkelompok,
DItemukan
lesi lesi
kulit kulit
tunggal
atau atau
berkelompok,
bersisik,
memiliki
permukaan
berupa
bersisik,
memiliki
permukaan
kasarkasar
berupa
papulpapul
atau atau
seperti
duri. muncul
Lesi muncul
secara
perlahan
nodulnodul
yang yang
seperti
duri. Lesi
secara
perlahan
bertahan
dengan
ukuran
dan dan
dapatdapat
bertahan
dengan
ukuran
kecil, kecil,
atau atau
membesar.
Lesi dapat
menyebar
ke bagian
membesar.
Lesi dapat
menyebar
ke bagian
tubuhtubuh
lain. lain.
dan klavus
Diagnosis
banding : : KalusKalus
dan klavus
Diagnosis
banding
Kista Kista
epidermal
epidermal
inklusiinklusi
Keratosis
Keratosis
arsenik
arsenik
Granuloma
Granuloma
piogenik
piogenik
Psoriasis
Psoriasis
Sifilis Sifilis
sekunder
sekunder
Karsinoma
Karsinoma
kunikulatum
kunikulatum
Milkers
Milkers
nodules
nodules
Orf Orf
PE
R
DO
Veruka
vulgaris
Mukosa
Veruka
vulgaris
Mukosa
umumnya
berwarna
Lesi Lesi
umumnya
kecil, kecil,
lunak,lunak,
berwarna
merahmerah
mudamuda
atau putih.
Biasanya
ditemukan
di gusi,
mukosa
atau putih.
Biasanya
ditemukan
di gusi,
mukosa
labial,labial,
palatum
durum.
Terkadang
lidah,lidah,
atau atau
palatum
durum.
Terkadang
dapatdapat
pula pula
muncul
di uretra
dan dapat
menyebar
ke kandung
muncul
di uretra
dan dapat
menyebar
ke kandung
kemih.
disebabkan
karena
kontak
seksual.
kemih.
DapatDapat
disebabkan
karena
kontak
seksual.
III
Pemeriksaan
Pemeriksaan
penunjang
penunjang
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
III
96
Dermatologi
Pemeriksaan
histopatologi
: : Pemeriksaan
histopatologi
: Nonmedikamentosa:
: Nonmedikamentosa:
Penularan
veruka
vulgaris
adalah
melalui
paparan
Penularan
veruka
vulgaris
adalah
melalui
paparan
langsung
lesi yang
mengandung
langsung
pada pada
lesi yang
mengandung
virus.virus.
Hindari
paparan
langsung.
Hindari
paparan
langsung.
Medikamentosa:
Medikamentosa:
Prinsip
: destruksi
sel terinfeksi,
dan rekurensi
Prinsip
terapiterapi
: destruksi
sel terinfeksi,
dan rekurensi
seringkali
terjadi,
apapun
modalitas
dipakai.
seringkali
terjadi,
apapun
modalitas
yang yang
dipakai.
Pemilihan
pengobatan
bergantung
dari lokasi,
jumlah,
Pemilihan
pengobatan
bergantung
dari lokasi,
jumlah,
dan ukuran,
dan kooperasi
dari pasien.
dan ukuran,
serta serta
umur umur
dan kooperasi
dari pasien.
pasien
anak-anak,
biasanya
diperlukan
Pada Pada
pasien
anak-anak,
biasanya
tidak tidak
diperlukan
karena
biasanya
regresi
dengan
terapi,terapi,
karena
biasanya
akan akan
regresi
dengan
sendirinya.
diperhatikan
adalah
sendirinya.
Yang Yang
harusharus
diperhatikan
adalah
virus virus
tersebut dapat menyebar ke orang lain.
D ea rt m
s i | 96
Derm
o laotgoi l oI ng fi eI knsf ie |k96
Terapi:
1. Agen kaustik seperti : asam salisilat, asam
laktik, asam triklorasetat, asam retinoat
2. Podofilin (kontraindikasi pada wanita hamil)
3. 5-fluorouracil
Infeksi
4. Bleomisin intralesi
5. Isotretinoin oral
6. Cantharidin
Tindakan :
1. Cryotherapy menggunakan nitrogen cair yang
Alur
DO
Kepustakaan
PE
R
IV
SK
I
Tidak
Diagnosis banding
lainnya
Ya
Veruka Vulgaris
Medikamentosa
Terapi
Bedah
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 97
Dermatologi Infeksi
97
SK
I
DO
PE
R
GENODERMATOSIS
98
Genodermatosis
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
PE
R
III.
DO
SK
I
I.
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
Mengkonsumsi makanan berkadar zink tinggi,
(daging, ikan, unggas, telur) dan suplemen makanan
mengandung zink.
Medikamentosa:
Prinsip: suplementasi zink seumur hidup
1. Topikal:
Krim pelembab atau krim antibiotik (bila ada infeksi
sekunder)
2. Sistemik:
Anak: zink elemental 0,5-1 mg/kg 1-2 kali/hari
Dewasa: zink elemental 15-30 mg/hari
G e n o d e r m a t o s i s | 99
Genodermatosis
99
Tindak lanjut:
Untuk kelainan bawaan dipantau kadar zink plasma
setiap 6 bulan sekali secara teratur
: 1. Jen M, Yan AC. Cutaneous changes in nutriotional
disease. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. 8th. New York: Mc
Graw Hill Companies Inc; 2012. p. 1521-3.
2. Paller AS, Mancini AJ. Inborn errors of metabolism.
Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed.
Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 548-50.
3. Ruiz-Maldonado R, Orozco-Covarrubias L. Skin
manifestastions of nutritional disorders. Dalam: Harper J,
Oranje A, Prose N, editor. Textbook of Pediatric
dermatology.Edisi ke-2. Oxford: Blackwell Science; 2006.h.
603 (Mohon gunakan referensi terbaru)
4. Corbo MD, Lam J. Zinc deficiency and its management
in the pediatric population: a literature review and
proposed etiologic classification. J Am Acad Dermatol
2013; 69: 616-25.
SK
I
Kepustakaan
PE
R
DO
IV.
100
Genodermatosis
G e n o d e r m a t o s i s |100
V.
Bagan Alur
Riwayat:
SK
I
Normal
< 50 g/dl
Akrodermatitis enteropatika
DO
Penyakit lain
Sistemik
Seng pikolinat atau seng glukonat
(dosis sesuai kadar zink serum)
Topikal:
PE
R
Sembuh
G e n o d e r m a t o s i s |101
Genodermatosis
101
II.
Definisi
Kriteria diagnostik
:
:
Klinis
PE
R
DO
SK
I
I.
102
Genodermatosis
DO
SK
I
PE
R
Diagnosis banding
Genodermatosis
103
Pemeriksaan
penunjang
: Nonmedikamentosa:
Edukasi tentang penyakit dan himbauan untuk
skrining oftalmologi secara rutin sebulan sekali pada
tahun pertama kehidupan, kemudian evaluasi tiap
tahun karena adanya insidensi tinggi terjadinya
squint dan ambliopia.
Monitor neurologik yang teliti karena keterlibatan
saraf pusat sering manifes dalam mingu-minggu
awal kehidupan.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko
pada setiap kelahiran anak perempuan,
umumnya bila laki-laki terkena, berat dan fatal
- Penjelasan penyakit dan progresivitas: kelainan
tidak hanya di kulit tetapi dapat mengenai organ
lain. Kelainan kulit menjadi hipopigmentasi
pada stadium 4, kemudian dapat menghilang.
- Konseling marital
PE
R
DO
Penatalaksanaan
SK
I
Medikamentosa:
Prinsip:
- Terapi lokal terhadap lesi vesikel/bula untuk
melindungi terhadap infeksi dan skar. Pada stadium
yang 2,3,4, kulit mungkin kering dan perawatan kulit
dengan pelembab sangat penting.
- Konsultasi ke dokter spesialis anak, mata, gigi, dan
saraf
G e n o d e r m a t o s i s |104
104
Genodermatosis
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
IV.
G e n o d e r m a t o s i s |105
Genodermatosis
105
Definisi
SK
I
I.
PE
R
DO
Klasifikasi:
Telah dilakukan revisi klasifikasi EB yang
diturunkan, berdasarkan fenotip klinis dan genotip,
yaitu:
1. EB-Simpleks (EBS, epidermolytic EB) yang
meliputi:
EBS-WC (Weber-Cockayne; protein/gen yang
terlibat: K5, K14); OMIM 131800
EBS-K (Kbner; protein/gen yang terlibat: K5,
K14); OMIM 131900
DM (Dowling-Meara; protein/gen yang terlibat:
K5, K14); OMIM 131760
EBS-MD (with muscular dystrophy; protein/gen
yang terlibat: Plectin)
2. Junctional EB (JEB)
JEB-H (Herlitz; protein/gen yang terlibat:
laminin-5)
JEB-nH (non-Herlitz; protein/gen yang terlibat:
Laminin-5; kolagen tipe XVII)
JEB-PA (with pyloric atresia; protein/gen yang
terlibat: integrin 64)
3. Dystrophic EB, DEB)
DDEB (Dominant dystrophic EB; protein/gen
yang terlibat: kolagen tipe VII); OMIM 131750
RDEB-HS (recessive dysrophic EB; HallopeauSiemens; protein/gen yang terlibat: kolagen tipe
VII); OMIM 226600
RDEB-nHS (recessive dystrophic EB; nonHallopeau-Siemens; protein/gen yang terlibat:
kolagen tipe VII)
106
Genodermatosis
Cara transmisi
yang sering
Dominan autosomal
Resesif autosomal
Dominan autosomal
Resesif autosomal
Cara transmisi
yang jarang
Resesif autosomal
Dominan autosomal-/
Resesif autosomal
Heterozigot
G e n o d e r m a t o s i s | 106
Kriteria diagnostik
Tabel 1. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB simpleks
Cara penurunan
Awitan (biasanya)
Distribusi kulit (predominan)
EBS, Kbner
75,1%-100%
1%-5%
10,1%-25%
10,1%-25%
75,1%-100%
10,1%-25%
50,1%-75%
50,1%-75%
75,1%-100%
10,1%-25%
25,1%-50%
75,1%-100%
<1%
<1%
Kalus fokal
1%-5%
5,1%-10%
Kalus fokal
Tidak ada
1%-5%
Sering konfluen
Tidak ada
Tidak ada
Bervariasi
Sering
Bula tersusun
herpetiformis
Sering
1%-5%
<1%
10,1%-25%
1%-5%
10,1%-25%
Frekuensi normal
1%-5%
<1%
<1%
Tidak ada
<1%
10,1%-25%
Frekuensi normal
10,1%-25%
1%-5%
1%-5%
Tidak ada
1%-5%
10,1%-25%
Frekuensi normal
10,1%-25%
1%-5%
5,1%-10%
1%-5%
5,1%-10%
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
0,6%
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
0,6%
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
1,4%
ADA
Sejak lahir
Generalisata
(jarang pada
telapak tangan dan
telapak kaki)
DO
EBS, WeberCockayne
ADA
Bayi atau kanakkanak awal
Telapak tangan
dan telapak kaki
PE
R
Ket:ADA:dominanautosomal
EBS, DowlingMeara
ADA
Sejak lahir
SK
I
Generalisata
5,1%-10%
10,1%-25%
G e n o d e r m a t o s i s |107
Genodermatosis
107
75,1%-100%
5,1%-10%
50,1%-75%
75,1%-100%
50,1%-75%
10,1%-25%
Absen
JEB, non-Herlitz
RA
Sejak lahir
Generalisata
75,1%-100%
5,1%-10%
50,1%-75%
75,1%-100%
10,1%-25%
25,1%-50%
Absen
Tidak ada
Tinggi
Tidak ada
Tinggi
SK
I
JEB, Herlitz
RA
Sejak lahir
Generalisata
50,1%-75%
25,1%-50%
PE
R
DO
Cara penurunan
Awutan (biasanya)
Distribusi kulit (predominan)
Kelainan pada kulit (frekuensi)
Bula
Milia
Skar atrofik
Distrofi kuku atau tak ada kuku
Jaringan granulasi
Abnormalitas kepala
Keratoderma (telapak tangan dan
telapak kaki)
Lain-lain
Relative inducibility bulla
(munculnya bula setelah trauma)
Keterlibatan ekstrakutan
Anemia
Retardasi pertumbuhan
Kavitas oral
Abnormalitas jaringan lunak
Hipoplasia enamel
Karies
Saluran gastrointestinal
Saluran genitourin
Okular
Pseudosindaktili
Saluran pernafasan
Risiko kumulatif pada usia 30 untuk
menderita:
Karsinoma sel skuamosa
Melanoma maligna
Karsinoma sel basal
Mati (semua penyebab)
50,1%-75%
75,1%-100%
Eksesif
25,1%-50%
5,1%-10%
25,1%-50%
5,1%-10%
25,1%-50%
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
42,2%
5,1%-10%
10,1%-25%
75,1%-100%
75,1%-100%
Eksesif
10,1%-25%
5,1%-10%
25,1%-50%
Absen
10,1%-25%
Jarang
Tidak ada
Tidak ada
38,2%
Ket:RA:resesifautosomal
108
Genodermatosis
G e n o d e r m a t o s i s |108
RDEB, Hallopeau-Siemens
Cara penurunan
Awitan (biasanya)
Distribusi kulit (predominan)
Kelainan pada kulit (frekuensi)
Bula
Milia
Skar atrofik
Distrofi kuku atau tak ada
kuku
Jaringan granulasi
Abnormalitas kepala
Keratoderma (telapak
tangan dan telapak kaki)
Lain-lain
Relative inducibility bulla
(pencetus)
Keterlibatan ekstrakutan
Anemia
Retardasi pertumbuhan
Kavitas oral
Abnormalitas jaringan
lunak
Hipoplasia enamel
Karies
ADA
Sejak lahir
Generalisata
75,1%-100%
75,1%-100%
75,1%-100%
RA
Sejak lahir
Generalisata
75,1%-100%
75,1%-100%
75,1%-100%
75,1%-100%
RDEB, nonHallopeauSiemens
RA
Sejak lahir
Generalisata
75,1%-100%
75,1%-100%
75,1%-100%
75,1%-100%
Absen
10,1%-25%
Tidak ada
10,1%-25%
25,1%-50%
Tidak ada
10,1%-25%
10,1%-25%
Tidak ada
Tidak ada
Tinggi
Tidak ada
Tinggi
Tidak ada
Bervariasi
25,1%-50%
10,1%-25%
75,1%-100%
75,1%-100%
75,1%-100%
DO
10,1%-25%
1%-5%
50,1%-75%
SK
I
75,1%-100%
10,1%-25%
Frekuensi normal
10,1%-25%
Frekuensi normal
10,1%-25%
1%-5%
Absen
Absen
Absen
75,1%-100%
1%-5%
50,1%-75%
75,1%-100%
1%-5%
Tidak ada
0,8%
39,6%
2,5% (sampai usia 12)
0,9%
Tidak ada
Tidak ada
38,7%
PE
R
Saluran gastrointestinal
Saluran genitourin
Okular
Pseudosindaktili
Saluran pernafasan
Risiko kumulatif pada usia 30
untuk menderita:
Karsinoma sel skuamosa
Melanoma maligna
III.
Penatalaksanaan
25,1%-50%
Frekuensi
normal
25,1%-50%
1%-5%
10,1%-25%
25,1%-50%
1%-5%
14,3%
0,7% (sampai
usia 12)
Tidak ada
10%
Genodermatosis
109
SK
I
PE
R
DO
Medikamentosa:
Prinsip:
Melindungi kulit terbuka dan mencegah infeksi/
sepsis, terapi paliatif.
Pada kondisi berat harus dirawat intensif di ruang
perinatal dan ditangani oleh dokter spesialis anak,
kulit, dan fisioterapis.
110
Genodermatosis
1.Topikal:
- Antibiotik untuk bagian yang mengalami
erosi atau ekskoriasi, dirawat terbuka
sesuai perawatan luka bakar.
- Kortikosteroid pada kasus yang berat
(misalnya tipe Herlitz)
2.Sistemik:
- Kortikosteroid pada kasus yang berat dan
fatal
- Vitamin E dosis tinggi untuk tipe distrofik
(anti kolagenase): 600-2000 i/ hari
- Difenilhidantoin 2,5-5,0 mg/kgBB/hari harus
hati-hati karena jarak dosis terapeutik-dosis
letal sangat pendek.
Tindak lanjut:
1. Pantau setiap 1 bulan terhadap kelainan kulit
yang timbul
2. Konsultasikan keadaan umum, pada dokter
spesialis anak/ perinatologi untuk komplikasi
dan nutrisi.
G e n o d e r m a t o s i s |110
Kepustakaan
2.
3.
5.
PE
R
DO
SK
I
IV.
G e n o d e r m a t o s i s |111
Genodermatosis
111
PE
R
DO
SK
I
Bagan Alur: Pendekatan diagnosis pasien epidermolisis bulosa yang diturunkan (genetik)
112
Genodermatosis
G e n o d e r m a t o s i s |112
Klinis
DO
SK
I
i. Definisi
PE
R
Genodermatosis
113
Diagnosis
banding
Pemeriksaan
penunjang
1. Kejang: epilepsi
2. Hipopigmentasi: vitiligo
3. Angiofibroma: akne vulgaris, akne rosasea, trikoepitelioma,
trikilemoma, milia, xantoma, moluskum kontagiosum.
4. Kalsifikasi intrakranial: sindrom Sturge-Weber, toksoplasmosis
kongenital
PE
R
IIi. Penatalaksanaan
DO
SK
I
muncul setelah pubertas. Secara klinis terdiri atas papul 5-10 mm,
firm, smooth, budlike, tumbuh dari nail bed.
Lesi kulit yang jarang ditemukan dan tidak spesifik: bercak caf-aulait, polip fibroepitelial, plak merah keunguan, diffuse skin bronzing,
dan neuroma mukosal; juga fibroma gingiva dan pit pada enamel
gigi.
Hamartoma retina patognomonik untuk TS dan dilaporkan pada 5076% pasien. Dapat dijumpai 2 tipe: (1) lesi datar abu-abu atau
kekuningan, smooth semi-transparan dengan tepi tidak tegas atau
(2) lesi multinodular yang digambarkan seperti mulberry, telur
katak, atau telur salmon.
Hamartoma renal, misalnya angiomiolipoma dan ginjal polikistik,
terjadi pada sekitar 15% pasien dan tidak pernah ditemukan pada
periode prenatal atau neonatal.
Nonmedikamentosa:
Kepada orangtua atau pengasuhnya: penjelasan perkembangan
penyakit (kelainan apa yang harus diperhatikan untuk segera
dilaporkan pada dokter) dan tentang penatalaksanaan penyakit
yang diderita.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko pada setiap
kelahiran
- Penjelasan penyakit dan progresivitas
- Konseling marital
114
Genodermatosis
G e n o d e r m a t o s i s |114
IV. Prognosis
SK
I
Medikamentosa:
Prinsip:
Umumnya tanpa terapi, kecuali bila ada tumor yang mengganggu
fungsi atau estetika.
Pencegahan kejang, terutama pada usia awal, dapat meningkatkan
perkembangan mental. Intervensi neurologis mungkin diperlukan
bila terjadi tanda peningkatan tekanan intrakranial (misalnya nyeri
kepala, muntah, gangguan penglihatan, edema papil)
Angifibroma dapat diterapi dengan dermabrasi, elektrokauter, atau
laser.
Prognosis bervariasi, bergantung pada berat penyakit. Beberapa
pasien mempunyai inteligensi normal, tanpa kejang, hidup normal.
Penyebab tersering kematian adalah komplikasi neurologis,
rabdomioma kardial, penyakit ginjal, dan tumor otak.
BAGAN ALUR:
DO
PE
R
G e n o d e r m a t o s i s |115
Genodermatosis
115
PE
R
DO
SK
I
V. Kepustakaan
G e n o d e r m a t o s i s |116
116
Genodermatosis
II.
Kriteria diagnostik
: (Bagan terlampir)
Klinis
: DISPLASIA
HIPOHIDROTIK
EKTODERMAL
(displasia ektodermal anhidrotik, sindrom ChristSiemens-Touraine; OMIM 305100)
X-LHED
Insidens:1 dalam 100.000 kelahiran
Secara khas kelainan diturunkan secara resesif
terkait-X (X-linked recessive). Pada laki-laki yang
terkena ekspresinya lengkap (full blown).
sedangkan pada wanita pembawa gen (carrier)
dapat tanpa kelainan, atau apabila terdapat
kelainan biasanya terdistribusi patchy.
Kelainan ini dapat diturunkan dari ibu pembawa
gen atau timbul pada seseorang karena mutasi de
novo. Sekitar 70% laki-laki yang terkena
mendapatkan mutasi ini dari ibu pembawa gen.
Antara 60-80% wanita pembawa gen menunjukkan
beberapa tanda klinis kelainan ini, yang paling
sering adalah hipotrikosis patchy dan hipodonsia.
DO
SK
I
I.
PE
R
Gambaran klinis
Dermatologis
Pada laki-laki yang terkena, saat lahir dapat
ditandai oleh membran kolodion atau dengan
skuama, menyerupai iktiosis kongenital.
Rambut kepala jarang, tipis, dan tumbuh lambat.
Rambut tubuh yang lain biasanya jarang atau tidak
ada.
Kemampuan untuk berkeringat terganggu secara
signifikan. Sebagian besar laki-laki yang terkena
menderita intoleransi panas yang nyata.
Pori-pori kelenjar keringat biasanya tidak dapat
dilihat pada pemeriksaan fisik dan rigi sidik jari tidak
tampak jelas.
Gangguan berkeringat (ketidakmampuan berkeringat
secara adekuat terhadap panas lingkungan)
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Terjadinya
panas tinggi yang tak dapat dijelaskan, biasanya
menyebabkan
kecurigaan
penyakit
infeksi,
keganasan, atau penyakit autoimun sebelum
G e n o d e r m a t o s i s | 117
Genodermatosis
117
SK
I
PE
R
DO
Sistemik
oligodonsia,
atau
anodonsia
Hipodonsia,
merupakan gambaran yang dapat dijumpai pada
X-LHED pada laki-laki yang terkena.
Adanya hypoplastic gum ridges pada bayi yang
terkena dapat merupakan petunjuk awal diagnosis
penyakit.
Gigi primer dan sekunder berbentuk peg shaped
merupakan gambaran khas
Pasien menunjukkan wajah yang khas dengan
frontal bossing, depressed nasal bridge, saddle
nose, dan bibir bawah yang besar.
Manifestasi otolaringologis meliputi sekresi nasal
kental dan impaksi, sinusitis, infeksi saluran nafas
atas yang berulang dan pneumonia, produksi saliva
berkurang, suara menyerupai suara kuda, dan
frekuensi asma meningkat.
Refluks gastroesofageal dan kesulitan makan
mungkin merupakan masalah pada masa anak.
Wanita pembawa gen X-LHED dapat terkena
sama beratnya dengan pasien laki-laki atau hanya
menunjukkan sedikit tanda penyakit ini. Intoleransi
terhadap panas, bila ada, biasanya ringan.
Kelainan pada gigi dapat berupa anodonsia atau
pegshaped, dan rambut kepala tipis atau patchy.
Pemeriksaan dermatologis yang teliti terhadap kulit
wanita pembawa gen sering ditemukan keringat dari
pori-pori berkurang atau distribusi yang patchy.
118
Genodermatosis
G e n o d e r m a t o s i s |118
SK
I
PE
R
DO
Gambaran klinis
Rambut kepala wry, brittle, berwarna terang, dan
sering didapatkan alopesia setempat.
Sering
didapatkan
makula
hiperpigmentasi
retikular atau difus. Kulit di atas lutut, siku, jari, dan
sendi sering menebal dan hiperpigmentasi. Kuku
tampak menebal dan terjadi perubahan warna;
sering disertai infeksi paronikia persisten.
Abnormalitas pada mata meliputi strabismus,
pterigium, konjungtivitis dan katarak prematur.
Gigi biasanya tak ada kelainan tetapi sering
terdapat karies.
Kelainan ektodermal lain adalah leukoplakia oral, tuli
sensorineural, polidaktili, sindaktili, dan poromatosis
ekrin difus.
Berlawanan dengan bentuk hipohidrotik, sebagian
besar pasien mempunyai kemampuan berkeringat
normal dan kelenjar sebaseus berfungsi normal.
Diagnosis banding
Kelainan pada kuku sering didiagnosis banding
dengan pakionikia kongenita
SINDROM AEC, ANKYLOBLEPHARON FILIFORME
ADNATUM-ECTODERMAL
DYSPLASIA-CLEFT
PALATE SYNDROME (HAY-WELLS SYNDROME;
OMIM 106260)
Kelainan ini disebabkan oleh mutasi pada tumor
suppressor gene p63, gen yang juga berperan pada
patogenesis
sindrom
EEC,
limb-mammary
syndrome,
acro-dermato-ungual-lacrimal-tooth
(ADULT) syndrome.
G e n o d e r m a t o s i s |119
Genodermatosis
119
DO
SK
I
PE
R
Sistemik
Celah palatum dengan atau tanpa celah bibir
terjadi pada 80% pasien yang dilaporkan.
Mungkin didapati hipodonsia dengan gigi yang
tidak tumbuh atau salah tumbuh.
Sering terjadi otitis media berulang dan
kehilangan pendengaran konduktf sekunder,
yang mungkin merupakan konsekuensi celah
palatum.
120
Genodermatosis
SK
I
Gambaran klinis
Sindrom EEC ditandai oleh ektrodaktili (split hand
or foot deformity, lobster-claw deformity) yang
merupakan gambaran utama. Selain itu didapatkan
juga celah bibir/palatum, hipotrikosis, hipodonsia,
distrofi kuku, anomali duktus lakrimalis, dan kadang
hipohidrosis.
Pada kasus tanpa celah bibir/palatum, morfologi
wajah khas dengan hipoplasia maksilaris, filtrum
pendek, dan broad nasal tip.
Kelainan gigi meliputi mikrodonsia dan oligodonsia
dengan
hilangnya
gigi
sekunder
yang
awal/prematur. Sering terjadi karies berat.
Dapat terjadi hipohidrosis, tetapi relatif ringan.
Kuku dapat hipoplastik dan distrofik
Retardasi mental terjadi pada 5-10% kasus.
Kelainan genitourin sering ditemukan, meliputi
hipospadia glandular, uretheric reflux, dan
hidronefrosis.
Penatalaksanaan umum
: Nonmedikamentosa:
Menjaga keseimbangan suhu tubuh (termoregulasi)
dengan senantiasa berada di ruang sejuk (ber-AC)
atau lembab, mandi air dingin, pakaian tipis, banyak
minum, menghindari udara panas, dan mengurangi
aktivitas yang menyebabkan berkeringat.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan
risiko pada setiap kelahiran anak
perempuan umumnya, dan bila laki-laki
terkena dapat berakibat berat dan fatal
- Penjelasan penyakit dan progresivitas:
kelainan tidak hanya di kulit tetapi dapat
mengenai organ lainnya
Konseling pra-marital
PE
R
III.
DO
Diagnosis banding
Odontotrichomelic syndrome (OMIM 273400)
Aplasia kutis kongenital dengan defek ekstremitas
(sindrom Adams-Oliver; OMIM 100300)
Ektrodaktili dengan celah palatum tanpa displasia
ektodermal (OMIM 129830)
Medikamentosa:
Penatalaksanaan
penyakit
dikerjakan
secara
multidisiplin:
1. Topikal:
Pelembab (misalnya urea 10%) untuk kulit
kering
G e n o d e r m a t o s i s |121
Genodermatosis
121
SK
I
DO
IV.
PE
R
122
Genodermatosis
G e n o d e r m a t o s i s |122
SK
I
I.
PE
R
DO
G e n o d e r m a t o s i s | 123
Genodermatosis
123
SK
I
PE
R
DO
124
Genodermatosis
Epidermolitik hiperkeratosis
(sin: Bullous congenital ichthyosiform erythroderma of Brocq, Bullous ichthyosis; OMIM 113800)
Merupakan kelainan dominan autosomal dengan
penetrans lengkap tetapi mempunyai variabilitas
klinis yang luas.
Sangat jarang, insidens sekitar 1:200000 sampai
1:300000;
Disebabkan oleh mutasi heterozgot pada gen
yang mengkode keratin 1 dan keratin 10 (KRT1,
KRT10) yang diekspresikan pada lapisan
epidermis yang berdiferensiasi.
Hampir separuh kasus terjadi secara sporadik
dan menunjukkan mutasi baru.
G e n o d e r m a t o s i s |124
SK
I
Gambaran klinis
Biasanya diketahui sejak lahir dengan adanya
erosi dan daerah luas kulit yang denuded serta
eritroderma, yang disebabkan oleh peningkatan
fragilitas epidermis dan dipicu oleh trauma
friksional selama proses persalinan.
Pada masa selanjutnya komponen bulosa menjadi
kurang prominen dan mulai tampak hiperkeratosis
berat
Kulit kepala sering terkena dan parah sehingga
menyebabkan gangguan batang rambut dan
kerontokan rambut.
Bibir, mata, membran mukosa, dan gigi normal.
Pada masa bayi morbiditas perinatal tinggi serta
potensial mortalitas karena sepsis dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
DO
Diagnosis banding
Staphylococcal scalded skin syndrome dan
nekrolisis epidermal toksik
Penatalaksanaan
Bayi dengan eritema, bula, erosi luas, dan kulit
yang denuded memerlukan perawatan di neonatal
intensive care unit. Harus dihindari trauma
terhadap kulit dan timbulnya bula, monitor
terhadap terjadinya sepsis
Pada beberapa pasien diperlukan terapi dengan
antibiotik spektrum luas
PE
R
Terapi topikal:
Seperti
iktiosis
kongenital
lain,
terapi
hiperkeratosis epidermolitik adalah simtomatik
Hiperkeratosis
yang
luas,
tebal,
keras
memerlukan hidrasi, lubrikasi, dan terapi
keratolitik (krim dan lotion yang mengandung
urea, asam salisilat, asam alfa hidroksi, atau
propilen glikol). Namun demikian sering tidak
dapat ditoleransi dengan baik terutama pada
anak-anak, karena adanya rasa terbakar dan
stinging jika terdapat fisura atau kulit denuded.
Aplikasi topikal asam salisilat dan asam laktat
harus hati-hati karena risiko absorbsi sistemik
Tretinoin topikal dan preparat Vit D efektif tetapi
dapat menyebabkan iritasi kulit.
Berendam untuk melembabkan kulit dan abrasi
mekanis pada stratum korneum yang menebal
(gosok hati-hati dengan sikat lembut, spons, dsb)
Pemakaian antiseptik, misalnya sabun antibakterial, klorheksidin, atau iodin dapat membantu
mengontrol kolonisasi bakterial.
G e n o d e r m a t o s i s |125
Genodermatosis
125
SK
I
Terapi sistemik
Retinoid oral sangat efektif untuk mengurangi
hiperkeratosis dan frekuensi infeksi pada pasien
dengan EH generalisata, namun demikian obat ini
dapat meningkatkan fragilitas epidermis dan dapat
menyebabkan eksaserbasi bula. Dianjurkan
memulai terapi dengan dosis yang sangat rendah
dengan tujuan mencapai dosis pemeliharaan
serendah mungkin.
Meskipun antibiotik oral sangat membantu selama
episode bula dan superinfeksi bakterial, terapi
preventif yang terus-menerus (antibiotik oral atau
topikal) harus dihindari karena risiko berkembangnya resistensi bakterial.
DO
PE
R
126
Genodermatosis
G e n o d e r m a t o s i s |126
SK
I
Diagnosis banding
Eritroderma iktiosiformis kongenital (congenital
ichthyosiform erythroderma), sindrom Netherton,
sindrom Sjgren-Larsson, dan trikotiodistrofi.
DO
Penatalaksanaan
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Terapi topikal:
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Terapi sistemik
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
PE
R
II.
Diagnosis banding
- Pemeriksaan
penunjang
:
: Pemeriksaan PA
Iktiosis vulgaris: hiperkeratosis dan stratum
granulosum menipis
Resesif terkait-X (X-linked): hiperkeratosis, stratum
granulosum menebal
Iktiosis lamelar klasik: hiperkeratosis, stratum
granulosum menebal
G e n o d e r m a t o s i s |127
Genodermatosis
127
SK
I
Kepustakaan
DO
III.
PE
R
128
Genodermatosis
G e n o d e r m a t o s i s |128
Diagnosis
OMIM
146700
Iktiosis terkait-X
Epidermolitik hiperkeratosis Brocq (EHK)
Iktiosis bullosa Siemens
Iktiosis histriks Curth-Macklin
Nonbullous congenital ichtyosiform erythroderma (NBCIE)
Iktiosis lamellar
308100
113800
146600
146800
146590
242100
604780
242300
601277
604777
604781
146750
SK
I
Tipe
Iktiosis nonsindromik
242500
256500
Sindrom Sjgren-Larsson
Neutral lipid storage disease
Penyakit Refsum
Trikotiodistrofi
Infantile Gaucher disease
Sindrom Neu-Laxova
Sindrom Zunich-Kaye (Sindrom CHIME: ocular colobomas, congenital hearth
disease, early onset ichthyosiform dermatosis, mental retardation and ear
anomalies (conductive hearing loss), epilepsy),
X-linked dominant chondrodysplasia punctata (sindromConradi-HnermannHapple)
Rhyzomelic chondrodysplasia punctata
Cardiofasciocutaneous syndrome
Restrictive dermopathy
Multiple sulfatase deficiency
270200
275630
266500
601675
Kelainan yang
berkaitan
DO
Iktiosis disertai
sindrom
PE
R
Iktiosis didapat
G e n o d e r m a t o s i s |129
Genodermatosis
129
II.
Kriteria diagnostik
SK
I
I.
Klinis
Diagnosis banding
DO
Neurofibromatosis tipe 1
Neurofibromatosis tipe 2
Familial cafe-au-lait spots
Sindrom LEOPARD
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan histopatologi
2. Evaluasi radiologik
IV.
Penatalaksanaan
1. Konseling genetik
2. Pemeriksaan ophtalmologik
3. Pemeriksaan tekanan darah
4. Bedah LASER untuk caf-au-lait spots
5. Bedah eksisi untuk Neurofibroma kutaneus
PE
R
III.
V.
130
Kepustakaan
Genodermatosis
G e n o d e r m a t o s i s | 130
SK
I
DO
DERMATOLOGI
PE
R
ALERGO-IMUNOLOGI
Dermatologi Alergo-Imunologi
131
II
Kriteria diagnostik
Klinis
DO
SK
I
PE
R
:
: LE-spesifik:
1) ACLE
Lokalisata maupun generalisata, tergantung dari distribusi lesi.
Area kulit yang terpapar sinar UV
Hiperpigmentasi paska inflamasi sangat
sering terjadi pada pasien berkulit gelap
Tidak terjadi jaringan parut kecuali
terjadi infeksi bakteri sekunder
Lokalisata: classic buterfly rash/malar
rash of SLE; bisa meliputi daerah dahi,
dagu dan daerah V pada leher; bisa
terjadi pembengkakan hebat pada
wajah; diawali dengan makula atau
papula pada wajah yang selanjutnya
saling menyatu dan hiperkeratotik.
Generalisata:erupsi eksantematosa atau
morbiliformis yang tersebar dan seringkali terpusat pada bagian ekstensor dari
lengan dan tangan yang ditandai dengan
ruas-ruas jari yang terpisah. ACLE yang
sangat akut bisa mencetuskan timbulnya
TEN (Toxic Epidermal necrolysis) namun
sangat jarang terjadi
2) SCLE
Makula eritematosa dan atau papula
yang kemudian menjadi plak papuD e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 132
132
Dermatologi Alergo-Imunologi
SK
I
loskuamosa
atau
anulare
yang
hiperkeratotik
Fotosensitif dan timbul pada area yang
terpapar sinar UV
Biasanya sembuh berupa leukoderma
yang mirip vitiligo dan teleangiektasia
tanpa jaringan parut yang bertahan
lama bahkan permanen
Umumnya terdapat pada area leher,
bahu, ekstremitas superior dan batang
tubuh
Diagnosis banding
: 1. Dermatitis numularis
2. Dermatitis atopic
PE
R
DO
3) CCLE
Riwayat perjalanan penyakit: kronik
gejala prodromal, gejala subjektif,
gejala sistemik: demam, nyeri sendi,
fotosensitivitas, rambut rontok
Tempat predileksi: wajah, skalp, area V
pada leher, bagian ekstensor lengan.
Morfologi: plak eritematosa, berbatas
tegas, ukuran bervariasi lentikularnumular-sampai plak, skuama melekat
(adheren) bila diangkat tampak sumbatan keratin folikular, dapat disertai
atrofi dengan tepi yang lebih kemerahan
atau dengan zona hiperpigmentasi
Dermatologi Alergo-Imunologi
133
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 133
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
Hindari pajanan matahari atau menggunakan
pelindung matahari secara fisik dan kimia.
Medikamentosa:
Prinsip:
Mengendalikan penyakit
Mencegah perluasan
Deteksi dini penyakit menjadi sistemik
1. Topikal:
Kortikosteroid topikal potensi sedang misalnya
triamsinolon asetonid 0,1%, untuk area wajah
topikal steroid potensi superkuat misalnya clobetasol
propionat 0,05% atau bethamethasone propionat
0,05%
Kortikosteroid intralesi misalnya triamsinolon
asetonid suspensi 2,5-5,0mg/ml
Kalsineurin inhibitor: pimecrolimus 1% dan
takrolimus 0,1% ointment
Penggunaan tabir surya spektrum luas dan kedap
air dengan SPF30.
2. Sistemik:
- Klorokuin 2x250 mg/ hari dievaluasi setelah 6
minggu, diturunkan sesuai dengan perbaikan
klinis dan serologis
- Prednison: 20-40 mg/ hari sebagai dosis tunggal
pagi hari, dievaluasi diturunkan sesuai dengan
perbaikan klinis/ serologis.
- Terapi
alternatif:
siklofosfamid,
metotreksat
D e r m a tharus
o l o gberhati-hati).
i A l e r g o - I m u n o l o g i | 134
(pemberian
PE
R
III
DO
SK
I
134
Dermatologi
Tindak lanjut:
Pemeriksaan urin rutin, darah, dan serologi
berkala
Alergo-Imunologi
Pemantauan efek samping pemakaian kotikostreroid topikal dan sisitemik jangka panjang.
Pemantauan pemakaian obat golongan antimalaria
(klorokuin) jangka panjang, (dapat terjadi efek
samping pada mata).
Kepustakaan
PE
R
IV
DO
Komplikasi
SK
I
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 135
Dermatologi Alergo-Imunologi
135
V. ALUR
SK
I
Papula/plak hiperkeratotik
-Malar rash/
classic butterfly
rash
-Sembuh berupa
Makula
hiperpigmentasi
DO
-Plak hiperkeratotik
atau anular
-Sembuh berupa
lekoderma yang
menyerupai vitiligo
dan teleangiektasia
PE
R
ACLE
SCLE
-Batas jelas
-Berbentuk koin
-Tertutup oleh skuama
yang lekat
-Eritema dan
hiperpigmentasi pada
bagian tepi dan jaringan
parut atrofi pada bagian
sentral, teleangiektasia
dan hipopigmentasi
CCLE
1. Topikal:
Kortikosteroid topikal potensi sedang misalnya triamsinolon asetonid 0,1%, untuk area
wajah topikal steroid potensi superkuat misalnya clobetasol propionat 0,05% atau
bethamethasone propionat 0,05%
Kortikosteroid intralesi: triamsinolon asetonid suspensi 2,5-5,0mg/ml
Kalsineurin inhibitor: pimecrolimus 1% dan takrolimus 0,1% ointment
Tabir surya spektrum luas dan kedap air dengan SPF30.
2. Sistemik:
- Klorokuin 2x250 mg/ hari dievaluasi setelah 6 minggu.
- Prednison: 20-40 mg/ hari sebagai dosis tunggal pagi hari.
- Alternatif: siklofosfamid, metotreksat.
136
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 136
Dermatologi Alergo-Imunologi
II
Kriteria diagnostik
Klinis
SK
I
Definisi
DO
Diagnosis banding
: 1.
2.
3.
4.
Pemeriksaan
penunjang
PE
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 137
Dermatologi Alergo-Imunologi
137
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa :
Edukasi dan konseling: diperlukan pengertian pasien
terhadap penyakit dan kepatuhan berobat.
Beberapa penderita dapat mengalami remisi spontan
Medikamentosa:
Prinsip: mengurangi pruritus, menekan inflamasi
1. Topikal:
Diberikan apabila penyakit terlokalisata, yaitu:
- Bila erosi dan ekskoriasi: antibiotik topikal Mupirosin
2% atau Asam fusidat 2-5%
- Dapat diberikan kortikosteroid topikal potensi
tinggi (Klobetasol Propionate 0,05%).
- Dapat juga diberikan tacrolimus sebagai terapi
topikal tambahan
- Kompres dengan Nacl 0,9%
SK
I
III
PE
R
DO
2. Sistemik:
- Antihistamin golongan sedatif bila ada keluhan
gatal
CTM 0,09 mg/kg/ dosis 3x sehari
- Steroid sistemik (prednison 60-80 mg/hari) disertai
dengan steroid sparing agent (azathioprine atau
MTX). Dosis mingguan MTX mungkin efektif dan lebih
nyaman untuk pasien. Dosis steroid diturunkan
secara perlahan untuk mencegah relaps.
- Dapson 0,5-1mg/kg BB/hari atau 25-50 mg/hari
setelah ada perbaikan dosis dapat diturunkan hingga
12,5-25 mg/hari atau kurang. Dosis diturunkan
perlahan-lahan sampai dosis pemeliharaan dicapai.
- Bila tidak toleran dengan dapsone dapat diganti
dengan sulfapiridin
- Bila tidak responsif dapat dikombinasi dengan
Prednison 0,5-1 mg/kg BB/hari
- Bila kasus sulit diatasi, dapat dipertimbangan
pemberian Azathioprine, Mycophenolate mofetil,
Intravenous immunoglobulin (IVIG)
3. Obat alternatif:
- Sulfonamid
- Siklosporin A
- Eritromisin
Tindak lanjut:
Kontrol teratur setiap 1 bulan untuk penurunan dosis
obat dan mencapai dosis pemeliharaan.
Pemantauan efek simpang sulfone antara lain terhadap
kemungkinan terjadi methemoglobinemia (pemeriksaan
kadar G6PD)
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 138
138
Dermatologi Alergo-Imunologi
Komplikasi
Kepustakaan
Simblefaron
Penurunan penglihatan
Keganasan
Infeksi
Paraproteinemia
SK
I
IV
2.
3.
4.
5.
PE
R
DO
6.
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 139
Dermatologi Alergo-Imunologi
139
Bagan Alur
SK
I
VI
DO
Dermatosis Ig A linear
(CBDC)
Topikal
:-
Sistemik : -
PE
R
Perbaikan -
Perbaikan +
140
Dermatologi Alergo-Imunologi
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 140
II
Definisi
Kriteria diagnostik
Klinis
DO
SK
I
PE
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 141
Dermatologi Alergo-Imunologi
141
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
III
Penatalaksanaan
SK
I
: Nonmedikamentosa :
Diet rendah gluten: menghindari makanan berasal
dari gandum, misalnya roti, kue, oats, mie, dan obat
yang mengandung iodida
DO
Medikamentosa:
Prinsip: mengurangi pruritus, menekan inflamasi
1. Topikal:
- Bila erosi dan ekskoriasi: antibiotik
- Kortikosteroid topikal yang sangat poten
PE
R
2. Sistemik:
- Dapson: dosis awal dewasa 100-150 mg/hari
hingga 300-400 mg/hari atau pada anak dapat 12 mg/kgBB/hari.
- Sulfapiridin: dosis dewasa 1-1,5 g/hari dapat
digunakan pada pasien dengan intoleransi
terhadap dapson, pasien lanjut usia, serta pada
pasien dengan masalah kardiopulmoner
- Antihistamin golongan sedatif
Tindak lanjut:
Pemantauan efek simpang pemakaian dapson
dan sulfapiridin, keduanya menyebabkan methemoglobinemia terutama pada pasien dengan defisiensi G6PD, kontrol setiap 1 bulan.
Kontrol teratur setiap bulan untuk mencapai dosis
pemeliharaan.
Konsultasi ke Bagian Gastroenterologi bila ada
dugaan coeliac diseases
Konsultasi ke ahli gizi untuk diet bebas atau
rendah gluten.
Komplikasi
142
Dermatologi
Dermatologi Alergo-Imunologi
A l e r g o - I m u n o l o g i | 142
Kepustakaan
2.
3.
4.
PE
R
DO
5.
SK
I
IV
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 143
Dermatologi Alergo-Imunologi
143
Bagan Alur
Riwayat perjalanan penyakit: kronis residif.
SK
I
papila
DO
PE
R
Penyakit terkontrol:
Dapson 25 mg/minggu
Atau sulfapirindin: 1-1,5 gr per hari
144
Dermatologi Alergo-Imunologi
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 144
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
: 1.
2.
3.
4.
Pemeriksaan
penunjang
DO
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
Hentikan pajanan alergen tersangka
Pada pasien usia produktif, anamnesa tentang
kemungkinan sumber alergen berasal dari tempat kerja.
Penilaian identifikasi alergen (tes tempel lanjut dengan
bahan-bahan yang lebih spesifik)
Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD) yang
sesuai: sarung tangan, krim barier
Medikamentosa:
Sistemik: simtomatis sesuai gejala dan gambaran
klinis
Gatal: beri antihistamin generasi kedua
DKA akut derajat sedang berat, refrakter: dapat
ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison
20 mg/hari dalam jangka pendek (3 hari)
Siklosporin oral
Topikal: sesuai dengan sajian klinis
o Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3
lapis kain kasa) dengan larutan NaCl 0,9%
PE
R
III
SK
I
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 145
Dermatologi Alergo-Imunologi
145
SK
I
Tindak lanjut:
Pada DKA yang mengenai telapak tangan (hand
dermatitis) dapat sangat menyulitkan untuk melaksanakan tugas sehari-hari sehingga dianjurkan
pemakaian APD sesuai dan pemberian emolien
Kepustakaan
In: Wolff K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ,editor. Dalam: Fitzpatricks Dematology in
General Medicine. Edisi ke-7. New York : Mc Graw-Hill,
2012.
2. Bourke J, Coulson I, English J.Guidelines for the
managementof contact dermatitis:an update. British J Derm
2009. 160:946-954.
3. English JSC. Current concept of irriitant contact dermatitis.
Occup environ med 2004. 61:722-726.
4. Smedley J. Concise guidance: diagnosis, management and
prevention of occupational contact dermatitis. Clin Med
2010. 5:487-90.
PE
R
IV
DO
Komplikasi
146
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 146
Dermatologi Alergo-Imunologi
Bagan Alur
Tanda dermatitis
o Akut, subakut, kronik
o Gejala subjektif: gatal
Lesi bersifat lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai bahan
penyebab
SK
I
Tes tempel
DO
Nonmedikamentosa:
PE
R
Medikamentosa:
Sistemik: simtomatis sesuai gejala dan
gambaran klinis
Gatal: beri antihistamin generasi kedua
Derajat sakit berat: dapat ditambah
kortikosteroid oral setara dengan
prednison 20 mg/hari dalam jangka
pendek
(3 hari)
Topikal: sesuai dengan sajian klnis
Basah (madidans): beri kompres terbuka
Kering: beri krim kortikosteroid potensi
sedang
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 147
Dermatologi Alergo-Imunologi
147
II
Kriteria diagnostic
Klinis
SK
I
Definisi
DO
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
PE
R
III
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
Identifikasi dan eliminasi bahan iritan tersangka.
Pada pasien usia produktif, anamnesa tentang
kemungkinan sumber iritan berasal dari tempat
kerja.
Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD) :
sarung tangan, krim barier
Medikamentosa:
1.Sistemik: simtomatis sesuai gejala dan sajian klinis
Gatal: beri antihistamin generasi kedua
Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid
oral setara dengan prednison 20 mg/hari dalam
jangka pendek (3 hari)
2.Topikal: sesuai dengan sajian klinis
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 148
148
Dermatologi Alergo-Imunologi
SK
I
Kepustakaan
PE
R
IV
DO
Komplikasi
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 149
Dermatologi Alergo-Imunologi
149
Bagan Alur
Riwayat kontak dengan bahan iritan
Iritan kuat:
Segera setelah
kontak
Gatal, nyeri,
Bercak-bercak eritem,
hyperkeratosis, fisura
DKI kronik
kumulatif
DKA
Topikal:
Kortikosteroid potensi
sesuai derajat
inflamasi
Emolien (petrolatum
based)
Inhibitor kalsineurin
Fototerapi (psoralen+UVA
/UVB)
Tes tempel
Sistemik :
150
DKI akut
Topikal:
PE
R
DO
SK
I
Iritan lemah:
Identifikasi &
eliminasi
bahan-bahan
iritan
Proteksi
Sistemik :
Antihistamin
Azathioprine
Antibiotika sistemik/topikal
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 150
Dermatologi Alergo-Imunologi
Definisi
SK
I
Kriteria diagnostik
Klinis
b. Bentuk berat
1. Pustular eksantema generalisata akut (PEGA)
2. Eritroderma
3. Sindrom Stevens-Johnson (SSJ)
4. Nekrolisis epidermal toksik (NET) atau sindrom
Lyell
5.Drug Rash with Eosinophilia and Systemic
Symptoms (DRESS)
* Lihat bab terkait
:
:
PE
R
II
DO
Klasifikasi*:
a. Bentuk ringan
1. Urtikaria dengan atau tanpa angioedema
2. Erupsi eksantematosa
3. Dermatitis medikamentosa
4. Purpura
5. Eksantema fikstum (fixed drug eruption/FDE)
6. Eritema nodosum
7. Eritema multiforme
8. Lupus eritematosus
Dermatologi Alergo-Imunologi
151
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
DO
Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa:
Penjelasan kondisi pasien, diminta menghentikan
obat tersangka penyebab.
Bila pasien sembuh: Berikan kartu alergi, berisi
daftar obat yang diduga menyebabkan alergi, kartu
tersebut selalu diperlihatkan kepada petugas
kesehatan setiap kali berobat.
Pasien diberi daftar jenis obat yang harus
dihindarinya (obat dengan rumus kimia yang sama).
PE
R
III
SK
I
Medikamentosa:
Prinsip:
1. Hentikan obat
2. Atasi keadaan umum, terutama pada yang
berat untuk life saving.
3. Berikan obat antialergi yang paling aman dan
sesuai.
1. Topikal:
- Sesuai dengan kelainan kulit yang terjadi (ikuti
prinsip dermatoterapi)
- Pada purpura dan eritema nodosum tidak perlu
- Eritroderma, SSJ, NET (lihat bab masingmasing)
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 152
152
Dermatologi Alergo-Imunologi
Komplikasi
Kepustakaan
Infeksi sekunder
Eritrodermi
Sepsis
PE
R
DO
IV
SK
I
2. Sistemik:
- Atasi keadaan umum terutama kondisi vital.
- Pada yang ringan: prednison 30 mg/ hari.
- Anthistamin: merupakan lini pertama pada
urtikaria dan pruritus, atau EOA yang disertai rasa
gatal. Dapat digunakan antihistamin sedatif atau
nonsedatif.
- Pada eritroderma dan PEGA: prednison 40-60
mg/hari, Bila berat: rawat inap (lihat PPM SSJ
dan TEN).
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 153
Dermatologi Alergo-Imunologi
153
Bagan Alur
Ringan:
6.
7.
Berat:
1.
2.
3.
4.
DO
1.
2.
3.
4.
5.
SK
I
1. Topikal:
- Ikuti prinsip dermatoterapi
- Pada purpura dan eritema nodosum
tidak perlu
PE
R
2. Sistemik:
- Atasi keadaan umum terutama
kondisi vital.
- Ringan: prednison 30 mg/ hari.
- Anthistamin: merupakan lini pertama
pada urtikaria dan pruritus, atau EOA
yang disertai rasa gatal. Dapat
digunakan antihistamin sedatif atau
nonsedatif.
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 154
154
Dermatologi Alergo-Imunologi
D.7. PEMFIGUS
Definisi
II
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
DO
SK
I
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
PE
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 155
Dermatologi Alergo-Imunologi
155
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa :
Penjelasan kepada pasien dan/atau keluarga mengenai
penyakit, terapi, serta prognosis. Memberi edukasi cara
merawat lepuh, menghindari penggunaan obat-obat
tanpa sepengetahuan dokter
Medikamentosa:
Prinsip:
Mengatasi keadaan umum yang buruk
Mengendalikan reaksi autoimun
Penatalaksanaan
multidisiplin,
terutama
bila
menggunakan kortikosteroid jangka panjang dan
sitostatika yaitu antara lain bersama dengan Bagian
Penyakit Dalam, Hematologi, Alergi-imunologik
1. Topikal:
- Bila banyak lesi erosif atau ekskoriasi dapat
diberikan krim mupirosin 2% atau asam fusidat
2-5%.
- Untuk membersihkan krusta dapat dilakukan
kompres terbuka dengan NaCl 0,9%.
2.
Sistemik:
- Terapi lini pertama: glukokortikoid sistemik,
dimulai dengan dosis 1 mg/kgBB/hari. Respon
klinis yang bagus biasanya tampak setelah 2-3
bulan, kemudian dosis dapat diturunkan menjadi
40mg/hari dan di tapering of selama 6-9 bulan
sampai dosis pemeliharaan 5 mg selang sehari).
Tapering dapat dilakukan baik dengan menurunkan dosis 10 mg/bulan dan kemudian 5
mg/bulan atau dengan selang sehari: 40/20,
40/0, 30/0, 20/0, 15/0, 10/0, dan 5/0 dilanjutkan
dengan 5/0 untuk pemeliharaan.
- Pada klinis yang berat dapat diberikan kortikosteroid terapi denyut. Cara pemberian kortikosteroid
secara terapi denyut (pulsed therapy): metalprednisolon sodium suksinat i.v. selama 2-3 jam,
250-1000 mg. Atau injeksi deksametason atau
metil prednisolon i.v 1 g/hari selama 4-5 hari.
- Pada pemberian prednison > 40 mg/hari sebaiknya
diberikan antibiotik profilaksis mencegah infeksi
sekunder.
- Bila diperlukan dapat diberikan terapi ajuvan
sebagai steroid sparing agent: mikofenolat
mofetil (2-2,5 g/hari 2xsehari), azathioprine (1-3
mg/kgBB/hari atau 50mg setiap 12 jam namun
disesuaikan dengan kadar TPMT), siklofosfamid
(50-200 mg/hari), Dapsone (100 mg/hari),
imunoglobulin intravena (1,2-2 g/kg BB terbagi
dalam 3-5 hari yang diberikan setiap 2-4 minggu
untuk 1-34 siklus), Rituximab (0,4 g/kgBB/hari
selama 5 hari dan dapat diulang sebagai
monoterapi setiap 21 hari)
PE
R
DO
SK
I
III
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 156
156
Dermatologi Alergo-Imunologi
SK
I
Tindak lanjut:
1. Pemantauan keadaan umum: bila dirawat
dilakukan setiap hari, bila berobat jalan 1 x
seminggu, atau bergantung kondisi pasien.
2. Pemantauan IgG dalam serum.
3. Pemantauan efek samping terapi kortikosteroid
atau sitostatik jangka panjang
4. Kerjasama dengan Bagian Penyakit Dalam,
Alergi-imunologi, dan departemen lain yang
terkait.
Komplikasi
Kepustakaan
Malnutrisi
Dehidrasi
Sepsis
DO
IV
2.
3.
PE
R
4.
5.
6.
7.
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 157
Dermatologi Alergo-Imunologi
157
Bagan Alur
SK
I
VI
Pemfigus
Ringan
DO
Sedang-berat
Perbaikan +
158
Perbaikan -
Perbaikan -
PE
R
Perbaikan +
Dosis
kortikosteroid
diturunkan
secara perlahan
hingga dosis
setara dengan
prednison 15-20
mg/ hari
2xsehari),
- Azathioprine (1-3 mg/kgBB/hari
atau 50mg setiap 12 jam namun
disesuaikan dengan kadar TPMT)
- Siklofosfamid (50-200 mg/hari)
- Dapsone (100 mg/hari)
- imunoglobulin intravena (1,2-2
g/kg BB terbagi dalam 3-5 hari
yang diberikan setiap 2-4 minggu
untuk 1-34 siklus),
- Rituximab(0,4 g/kgBB/hari selama
5 hari dan dapat diulang sebagai
monoterapi setiap 21 hari)
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 158
Dermatologi Alergo-Imunologi
SK
I
Keterangan
Wheal spontan < 6 minggu
Urtikaria kronik
Urtikaria kontak dingin
(cold contact urticaria)
Delayed pressure
urticaria
Urtikaria solaris
Faktor pencetus: UV
dan/atau sinar tampak
Urtikaria factitia/
Urtikaria dermografik
Urtikaria/ angioedema
fibratori
Urtikaria angiogenik
Urtikaria kolinergik
Urtikaria kontak
Urtikaria yang
diinduksi oleh latihan
fisik (exercise)
PE
R
DO
Urtikaria
fisik
Sub grup
Urtikaria akut
Kelainan
urtikaria
lain
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 159
Dermatologi Alergo-Imunologi
159
II
Kriteria diagnostik
Klinis
PE
R
DO
SK
I
160
Dermatologi Alergo-Imunologi
Diagnosis banding
Dermatitis urtikarial
Dermatitis kontak (iritan atau alergik)
Reaksi gigitan arthropoda
Erupsi obat eksantematosa
Mastositosis (anak-anak)
Penyakit bulosa autoimun
Subepidermal: pemfigoid bulosa,
pemfigoid gestasional, dermatosis
IgA linear, EB akuisita, Dermatitis
herpetiformis Duhring
Intraepidermal: Pemfigus
herpetiformis
PUPPP (pruritic urticarial papules and
plaques of pregnancy)
Small-vessel vasculitis (vaskulitis
urtikarial)
Dermatitis progesteron/estrogen
Autoimun
Dermatitis granulomatosa interstisial
Selulitis eosinofilik (sindrom Wells)
Hidradenitis ekrin neutofilik
Musinosis folikular urticarial-like
SK
I
Biasa dijumpai
PE
R
DO
Jarang
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 161
Dermatologi Alergo-Imunologi
161
Pemeriksaan penunjang
o Gambaran histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan udem pada dermis atas dan tengah,
disertai dilatasi venula postkapiler dan pembuluh limfatik dermis atas.
Tabel 2. Tes Diagnostik Urtikaria
Grup
Sub grup
Urtikaria
spontan
Urtikaria akut
Urtikaria kronik
UV dan sinar
tampak pada
berbagai panjang
gelombang
Elisitasi
dermografisme
Urtikaria
factitia/
Urtikaria
dermografik
Urtikaria
angiogenik
Tidak ada
PE
R
Kelainan
urtikaria
lain
Urtikaria
kontak dingin
(cold contact
urticaria)
Delayed
pressure
urticaria
Urtikaria
kontak panas
(hot contact
urticaria)
Urtikaria
solaris
Tes
diagnostik
rutin
Tidak ada (kecuali
sangat dicurigai
pada riwayat pasien,
misal alergi)
DL, erythrocyte
sedimentation rate
(ESR) /C-reactive
protein (CRP),
menyingkirkan obat
yang dicurigai (misal
NSAID)
Tes provokasi (dan
threshold test)
dingin (balok es, air
dingin, angin dingin)
Tes tekan (0,21,5kg/cm2 selama
10 dan 20 menit)
Tes provokasi panas
dan threshold test
(air hangat)
Urtikaria
kolinergik
Urtikaria
kontak
Urtikaria/
anafilaksis
yang diinduksi
oleh latihan
fisik
162
DO
Urtikaria
fisik
SK
I
Tidak ada
DL, ESR/CRP
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 162
Dermatologi Alergo-Imunologi
Penatalaksanaan
PE
R
DO
SK
I
III
IV
Komplikasi
: Kesulitan menelan
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 163
Dermatologi Alergo-Imunologi
163
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
IV
164
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 164
Dermatologi Alergo-Imunologi
Berespon
--> Pertahankan pada dosis
dimana urtika ringan, tidak
perlu sampai hilang
Berespon
SK
I
Antihistamin nonsedatif:
Satu obat atau kombinasi 2-4 kali dosis yang
dianjurkan untuk rhinitis
DO
PE
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 165
Dermatologi Alergo-Imunologi
165
D.9. PSORIASIS
Definisi
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Tanda dan gejala
SK
I
DO
Psoriasis guttata
Onset mendadak dan biasanya terjadi setelah infeksi
streptokokal pada saluran pernafasan atas
Bentuk seperti tetesan air, plak merah muda dengan
skuama
Biasanya ditemukan pada badan dan ekstremitas
PE
R
Psoriasis eritroderma
Generalisata, berat, eritema yang luas dengan skuama
yang dapat mengenai sampai 100% luas permukaan
tubuh
166
Dermatologi Alergo-Imunologi
29
Diagnosis
SK
I
Riwayat
Usia awitan bimodal: 16-22 tahun dan 57-60 tahun
Infeksi, terutama streptokokus dapat memicu atau
mengeksaserbasi penyakit
Obat (misal litium, antimalaria, alkohol, -bloker) dapat
memicu penyakit
Riwayat pengobatan dan pembedahan
Review riwayat keluarga, sosial, dan gejala
DO
Pemeriksaan fisik
Diagnosis biasanya dapat dibuat dari penampilan klinis
plak
Inspeksi semua area tubuh terutama permukaan
ekstensor, badan, perineum, kepala, kuku, sendi, serta
daerah prominen lain.
PE
R
Tes diagnosis
Mungkin diperlukan untuk penyakit yang sulit atau atipik
Tidak ada petanda serologis atau tes laboratorium
yang patognomonik untuk psoriasis
Biopsi kulit, studi serologis sifilis, kultur bakteri, HLA
typing, pemeriksaan mikroskopis (KOH), dsb dapat
digunakan untuk membedakan psoriasis dari penyakit
yang lain.
Diagnosis
banding
Pemeriksaan
penunjang
1. Sifilis psoriasiformis
2. Dermatitis seboroik
3. Parapsoriasis
Bila sangat perlu: biopsi kulit
Pemeriksaan ASTO
Pemeriksaan faktor rhematoid
Foto rontgen tulang sendi
Dermatologi Alergo-Imunologi
167
30
Penatalaksanaan
EDUKASI PASIEN
SK
I
III
PRINSIP TERAPI
Pilihan terapi sangat individual
Sebagian besar pasien akan mendapatkan terapi multipel
simultan
Dokter harus memahami semua pilihan terapi sehingga
terapi yang tepat dapat dipilih untuk masing-masing pasien
PE
R
DO
FOTOTERAPI/ FOTOKEMOTERAPI
31
168
Dermatologi Alergo-Imunologi
SK
I
DO
PE
R
PUVA
Efek: penyembuhan awal terlihat dalam satu bulan
terapi, 89% pasien mendapatkan perbaikan plak dalam
20-25 kali terapi selama 5.3-11.6 minggu. Terapi
pemeliharaan tidak ditetapkan, masa remisi 3-12 bulan
Dosis: 8-metoksi psoralen, 0.4-0.6mg/kgBB diminum
peroral 60-120 menit sebelum disinar UVA. Kaca mata
bertabir ultra violet diperlukan untuk perlindungan di
Dermatologi Alergo-Imunologi
32
169
SK
I
DO
TERAPI TOPIKAL
PE
R
Emolien:
Bagian penting dari terapi psoriasis, terutama pada
fase non-akut
Efek: Melembutkan dan menghaluskan stratum korneum
(soften & smoothen), dengan cara mekanisme trapping
sehingga menurunkan kecepatan hilangnya air transepidermal
o Petrolatum, minyak mineral meningkatkan efikasi
fototerapi
o Beberapa emolien (misal yang mengandung asam)
mungkin mengiritasi kulit yang inflamasi
Pilihan pasien dan daerah lesi menentukan formula yang
akan digunakan, misalnya petrolatum, parafin cair, minyak
mineral, gliserin, dsb
Kortikosteroid
Pilihan terapi untuk psoriasis pada wajah, hairline,
daerah postaurikular dan lipatan
Efek: anti inflamasi, vasokonstriksi dan menurunkan
turnover sel (sitostatik), sehingga kortikosteroid potensi
170
Dermatologi Alergo-Imunologi
33
DO
SK
I
PE
R
Ditranol (Antralin)
Terapi efektif untuk psoriasis plak, memperlambat
kecepatan proliferasi populasi sel stem sehingga jadi
keratinisasi normal
Efek: efikasi rendah bila merupakan monoterapi dibandingkan dengan kortikosteroid atau kalsipotriol
Dosing; kontak cepat diawali dengan konsentrasi 1%
Pewarnaan dan iritasi
Tidak sesuai untuk daerah yang luas dari lesi kecil, daerah
lipatan atau wajah
Kehamilan kategori C; anak dapat dipakai dengan
perhatian intensif
Keratolitik
Asam salisilat adalah keratolitik yang paling sering
digunakan
Efek: tidak ada data bila dipakai secara tunggal dengan
kombinasi tacrolimus atau mometason furoate mempunyai potensi perbaikan lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian tacrolimus atau mometason tunggal.
Efek samping/kontraindikasi: bila pemakaian lebih dari
20% permukaan tubuh, penyerapan sistemik dapat
terjadi, terutama pada pasien yang mengalami gangguan
fungsi hati ataupun fungsi ginjal. Asam salisilat dapat
mengurangi efikasi UVB, karena asam salisilat mempunyai efek tabir.
34
Dermatologi Alergo-Imunologi
171
Kehamilan asam salisilat dapat dipakai pada kehamilan, hindari pemakaian pada anak-anak, karena efek
penyerapan oleh kulit yang besar.
DO
SK
I
Retinoid (topikal)
Tazaroten merupakan retinoid topikal yang efektif
untuk psoriasis
Dapat digunakan untuk terapi psoriasis tipe ringansedang yang melibatkan < 20% luas permukaan tubuh
Efek dan dosis: memperantarai diferensiasi dan
proliferasi sel. Lebih dari 50% perbaikan terlihat pada
63% dan 50% pasien yang diobati Tazarotene masingmasing 0.1% gel dan 0.05% gel, sekali sehari selama
12 minggu, dibandingkan dengan 315 pasien yang
diobati vehikulum. Dalam 12 minggu lesi menghilang
pada 50-51% pasien yang diterapi Tazaroten dengan
konsentrasi masing-masing 0.1% dan 0.05%.
Paling baik dikombinasi dengan topikal kortikosteroid.
Efek samping dan Kontraindikasi iritasi pada lesi atau
sekitarnya, bersifat fotosensitizer.
Kehamilan dan menyusui: kategori X, anak-anak tidak
ada data <18 tahun
Awitan lambat dan jika digunakan sebagai terapi
tunggal dapat menimbulkan iritasi kulit (dermatitis
retinoid), sehingga biasanya digunakan dalam kombinasi
dengan kortikosteroid topikal
Dapat dikombinasikan dengan: steroid topikal
PE
R
Analog Vit D
Preparat yang tersedia adalah kalsipotriol dan kalsitriol
Dapat digunakan untuk jangka lama
Efektif untuk psoriasis plak kronik ringan-sedang;
mungkin tidak sesuai untuk psoriasis inflamasi
Efek: 70-74% pasien diobati dengan salep kalsipotriol
atau kalsipotrien menghasilkan 75% perbaikan atau
bahkan sangat baik dibandingkan dengan plasebo
yang hanya 18-19%. Untuk pemakaian pada skalp
kalsipotriol atau kalsipotrien memperbaiki psoriasis
skalp 60% pasien dibandingkan dengan plasebo yang
hanya 17%. Bila dikombinasi dengan betametason
dalam empat minggu berhasil membersihkan psoriasis
48% pasien plak psoriasis sedang dan berat, 16.5%
bila hanya kalsipotriol, 26.3% bila hanya betametason
dan 7.6% dengan plasebo. Kombinasi kalsipotriol dan
betametason sekali shari dalam 52 minggu berhasil
membersihkan psoriasis 70-80% tanpa efek samping.
Dosis: kalsipotriol 2 kali sehari, kalsipotriol kombinasi
dengan betametason sekali sehari.
Aksi onset lambat, efek mungkin tak tampak dalam 6-8
minggu
35
172
Dermatologi Alergo-Imunologi
SK
I
DO
Tar
Efektif digunakan untuk plak kronik pada psoriasis
ringan-sedang
Efek: Menekan sintesis DNA pada epidermis, dapat
menyebabkan folikulitis steril. Pengobatan dengan 1%
losio coal tar lebih baik dibandingkan dengan ekstrak
5% coal tar.
Kurang disenangi pasien karena berbau/masalah pruritus
Dapat digunakan tunggal atau sebagai tar bath, atau
diaplikasikan langsung pada plak psoriasis (hindari
wajah dan fleksural/lipatan)
Lebih sering digunakan sebagai terapi untuk kulit
kepala dengan kortikosteroid atau kombinasi dengan
UVB (terapi Goeckerman)
D
TERAPI SISTEMIK
PE
R
Metotreksat
Antimetabolit yang dapat digunakan pada pasien yang
gagal dengan terapi topikal dan fotokemoterapi
Obat yang paling sering digunakan pada psoriasis
sedang-berat (psoriasis yang mengenai > 10% luas
permukaan tubuh)
Sangat efektif terutama untuk terapi jangka lama
psoriasis berat termasuk psoriasis eritroderma dan
psoriasis pustularis
Efek: 36% pasien terkendali dengan 7.5mg/minggu
secara oral, dosis dinaikkan bila perlu, PASI 75 dicapai
setelah 16 minggu.
Dosis: diberikan sebagai dosis oral tunggal mingguan.
Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sampai
menghasilkan repons pengobatan yang optimal; dosis
maksimal tidak boleh melebhih 30mg/minggu. Dosis
harus diturunkan serendah mungkin sampai jumlah
yang dibutuhkan secara memadai dapat mengendalikan
36
Dermatologi Alergo-Imunologi
173
DO
SK
I
PE
R
Siklosporin
Efektif untuk psoriasis rekalsitran tipe plak sedang
sampai berat, psoriasis pustulosa generalisata, dewasa,
nonimunocompromised, psoriasis palmoplantar.
Efek: 36% dan 65% pasien berhasil dengan dosis
masing-masing 3 dan 5 mg/kgbb/hari selama 8 minggu.
Keberhasilan meningkat 50-70% pasien dengan dosis
yang sama hanya waktu yang lebih panjang 8-16 minggu
dan dapat mencapai melenyapkan lesi psoriasis 75%
(PASI 75)
Dosis: 2.5-5.0mg/kgBB/hari dosis terbagi. Dosis dikurangi 0.5-1.0 mg/kgbb/hari bila sudah berhasil, atau
mengalami efek samping. Pengobatan dapat diulang
174
Dermatologi Alergo-Imunologi
37
DO
SK
I
PE
R
Retinoid
Asitretin oral pilihan pada psoriasis dapat digunakan
sebagai monoterapi untuk psoriasis pustular dan psoriasis
eritroderma. Efek menguntungkan terjadi jauh lebih
lambat jika digunakan untuk psoriasis tipe plak dan
guttatae tetapi sangat baik jika dikombinasikan dengan
PUVA dan UVB (diperlukan dalam dosis rendah)
Dosis: 10-50mg/hari, untuk mengurangi efek samping
lebih baik digunakan dalam dosis rendah dengan
kombinasi misalnya UV dengan radiasi rendah.
Kontraindikasi: perempuan reproduksi, gangguan
fungsi hati dan ginjal.
Toksisitas; kheilitis, alopesia, xerotic, pruritus, mulit
kering, paronikia, parestesia, sakit kepala, pseudomotor
serebri, nausea, nyeri perut, nyeri sendi, mialgia,
hipertrigliserida, fungsi hati abnormal.
Dermatologi Alergo-Imunologi
38
175
Interaksi obat: meningkatkan efek hipoglikemik gibenklamid, mengganggu pil kontrasepsi: microdosed progestin,
hepatotoksik, reduksi ikatan protein dari fenitoin, dengan
tetrasiklin meningkatkan tekanan intrakranial.
Monitoring: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, kombinasi dengan turunan vitamin A lainnya.
Retinoid sangat teratogenik dan cenderung untuk
menetap pada jaringan tubuh
Dapat dikombinasikan dengan UVB, PUVA, metotreksat,
siklosporin
SK
I
DO
Hidroksiurea
Antimetabolit yang dapat efektif sebagai monoterapi,
meskipun kurang efektif daripada obat sistemik lain
Diindikasikan untuk pasien yang gagal terhadap terapi
topikal, UVB, tidak dapat mentoleransi PUVA, metotreksat, atau terapi sistemik lain
Hampir separuh dari pasien yang mempunyai perbaikan
penyakit dengan terapi hidroksiurea menunjukkan
toksisitas sumsum tulang dengan leukopenia atau
trombositopenia
Mikofenolat mofetil
Banyak pasien mencapai remisi jangka lama tetapi
mungkin perlu 12 minggu untuk melihat efek maksimal
Karena obat ini adalah imunosupresan, terdapat risiko
kecil untuk terjadinya penyakit limfoproliferatif dan
keganasan nonkutaneus
Dapat digunakan dalam kombinasi dengan Siklosporin
sehingga dosis Siklosporin dapat di taper off selama
remisi penyakit
PE
R
Sulfasalazin
Efek: berguna pada psoriasis tipe plak sedang-berat
o Keefektifan cenderung lebih rendah daripada obat
sistemik lain
Efek samping biasa dijumpai tetapi cenderung tidak
terlalu berat dan reversibel
Agen biologik
Penggunaan agen biologik disusun dalam buku tersendiri
39
176
Dermatologi Alergo-Imunologi
Kepustakaan
1. Gudjonsson
Psoriasis. Dalam:
Dalam: Fitzpatrick's
Fitzpatrick's
GudjonssonJE,
JE, Elder
Elder JT.
JT. Psoriasis.
: 1.
Dermatology
in General
Medicine.
Wolff K,
GoldsmithLA,
LA, Katz
Katz SI,
Dermatology
in General
Medicine.
Goldsmith
SI,
etGilchrest
al. editor. BA,
Mc Grew
NewMc
York,
2008Hill:
p. 169-193.
et al.Hill:
editor.
Graw
New York, 2012 p.
2. Lebwohl M, Menter A, Koo J, Feldman SR. Combination therapy to
197-242.
treat
moderate to severe psoriasis. J Am Acad Dermatol 2004; 50:
2. 416-430.
Lebwohl M, Menter A, Koo J, Feldman SR. Combination
3. Lebwohl
in psoriasis
therapy. psoriasis.
Dermatol Clin
2000;
18:
therapyM.toAdvances
treat moderate
to severe
J Am
Acad
13-19.
Dermatol 2004; 50: 416-430.
4. Lebwohl M, Ali S. Treatment of psoriasis. Part 2. Systemic
3.
Lebwohl M. Advances in psoriasis therapy. Dermatol Clin
therapies. J Am Acad Dermatol 2001; 45: 649-661.
2000; 18:
M, 13-19.
Ali S. Treatment of psoriasis. Part 1. Topical therapy
5. Lebwohl
4. and
Lebwohl
M, Ali S.
Treatment
of psoriasis.
2. Systemic
phototherapy.
J Am
Acad Dermatol
2001; 45:Part
487-498.
SR,JKoo
A, Bagel
J. 45:
Decision
points for the
6. Feldman
therapies.
AmJYM,
AcadMenter
Dermatol
2001;
649-661.
of M,
systemic
for psoriasis.
J AmPart
Acad1.Dermatol
5. initiation
Lebwohl
Ali S.treatment
Treatment
of psoriasis.
Topical
2005; 53: 101-107.
therapy and phototherapy. J Am Acad Dermatol 2001; 45:
7. Lebwohl M. A clinicians paradigm in the treatment of psoriasis. J
487-498.
Am
Acad Dermatol 2005; 53 (Suppl 1): S59-69.
6.
Feldman
SR, Koo
JYM,NJ,
Menter
A, CA,
Bagel
J. Decision
points
8. Menter
A, Chair,
Korman
Elmets
Feldman
SR, Gelfand
JM,
KB et ofall.systemic
Guidelines
of care for
of
for Gordon
the initiation
treatment
for manangement
psoriasis. J Am
psoriasis
and psoriatic
Section 4. Guidelines of care for
Acad Dermatol
2005;arthritis.
53: 101-107.
management and treatment of psoriasis with traditional
7. the
Lebwohl
M. A clinicians paradigm in the treatment of psosystemic agents. J Am Acad Dermatol 2009; 61: 451-85
riasis. A,
J Am
Acad NJ,
Dermatol
53 (Suppl
1):Gelfand
S59-69.JM,
9. Menter
Korman
Elmets2005;
CA, Feldman
SR,
8. Gordon
MenterKB
A,et
Chair,
Korman NJ,
Elmets
CA, Feldman
Gelall. Guidelines
of care
for manangement
of SR,
psoriasis
and
arthritis.
5. Guidelines
of management
care for the
fandpsoriatic
JM, Gordon
KB etSection
al. Guidelines
of care for
treatment
of psoriasis
with phototherapy
and photochmeotherapy.
of psoriasis
and psoriatic
arthritis. Section
4. Guidelines of
J Am Acad Dermatol 2010; 62: 114-35
care for the management and treatment of psoriasis with
traditional systemic agents. J Am Acad Dermatol 2009; 61:
451-85
9. Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand
JM, Gordon KB et al. Guidelines of care for management
of psoriasis and psoriatic arthritis. Section 5. Guidelines of
care for the treatment of psoriasis with phototherapy and
photochemotherapy. J Am Acad Dermatol 2010; 62: 114-35
PE
R
DO
SK
I
IV
Dermatologi Alergo-Imunologi
177
40
Bagan Alur
Diagnosis
tidak jelas
Bukan
psoriasis
Kesan klinis
SK
I
Biopsi
Pikirkan
diagnosis
banding
Psoriasis
Psoriasis
kronis tipe
plak
DO
Eritrodermik/ psoriasis
pustular
Asitretin
Siklosporin A
PUVA, NB-UVB
Metotreksat
Biologikal
Steroid sistemik*
Berat
> 10% luas
permukaan tubuh
Pusat pelayanan/RS
Modifikasi
Goeckerman
PE
R
Terapi sistemik
Lini 1:
metotreksat
asitretin
biologikal
Sedang
> 3%-10% luas
permukaan tubuh
Lini 2:
asam fumarat ester
siklosporin A
obat lain:
o hidroksiurea
o 6-tioguanin
o celicept
o sulfasalazin
Fototerapi
Lini 1:
NB-UVB
BB-UVB
Lini 2:
PUVA
Klimatoterapi
Psoriasis guttata:
Tanpa terapi
NB-UVB
BB-UVB
Terapi topikal
o Analog Vit D3
o Steroid topikal
Ringan
< 3% luas
permukaan tubuh
Terapi topikal
Lini 1:
Emolien
Glukokortikoid
Analog Vit D
Lini 2:
Ditranol
Tazaroten
tar
178
Dermatologi Alergo-Imunologi
41
SK
I
DO
DERMATOLOGI
PE
R
179
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
SK
I
Definisi
DO
I.
1. Rosasea
2. Dermatitis perioral
3. Erupsi akneiformis
4. Lupus miliaris diseminatus fasiei
5. Folikulitis Gram negatif
6. Pioderma fasiale
7. Akne venenata
8. Tumor kulit di wajah
Ekskohleasi komedo
PE
R
Diagnosis banding
III.
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
:
:
1. Umum
- Hindari pemencetan lesi dengan cara nonhigienis
- Pilih kosmetik nonkomedogenik
- Lakukan perawatan kulit wajah
2. Medikamentosa
a. Derajat ringan
Topikal retinoid atau agen keratolitik +/- Benzoil
peroksida (BPO) atau antibiotik topikal (klindamisin
gel 1,2 dan sol 1,2% atau eritromisin sol 1%).
b. Derajat sedang
Retinoid topikal dan BPO atau antibiotik topikal,
+/- D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 167
180
+/-
SK
I
DO
Catatan:
- Antibiotik oral selama minimal 6-8 pekan,
maksimal 12-18 pekan
- Pemberian isotretinoin oral dengan persyaratan
ketat
- Untuk wanita dengan akne derajat sedang dan
berat dan ada indikasi faktor hormonal sebagai
penyebab dapat diberikan antiandrogen oral.
Terapi pemeliharaan
- Retinoid topikal: tretinoin krim (0,025%; 0,05%
dan 0,1%), gel (0,025%) atau keratolitik +/- BPO
PE
R
Tindakan khusus:
Ekstraksi komedo
Injeksi kortikosteroid intralesi
Peeling kimiawi (as. glikolat, as. trikloroasetat)
Dermabrasi
Punch graft
Colagen implant
Laser
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 168
IV.
Kepustakaan
181
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
IV.
182
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 169
V. Bagan Alur
Akne Vulgaris
Akne Vulgaris
DIAGNOSIS
Apakah gambaran
klinis
sesuai akne?
SK
I
Kunjungan Awal
Pasien dengan Keluhan
DIAGNOSIS
ALTERNATIF
Terapi pasien sesuai
Diagnosis
DO
EVALUASI
Kategori Akne
Berdasarkan tipe
& keparahan
DERAJAT RINGAN
Edukasi pasien
Edukasi pasien
Retinoid
topikal
dan
BPO
atau
Antibiotik topikal
+/Antibiotik oral
PE
R
Retinoid
topikal
atau
Keratolitik
+/BPO
atau
Antibiotik
topikal
DERAJAT SEDANG
TERAPI PEMELIHARAAN
Retinoid topikal
DERAJAT BERAT
Edukasi pasien
BPO
+
Retinoid topikal
+
Antibiotik oral
atau
Isotretinoin oral
bila terapi lain
gagal
TERAPI PEMELIHARAAN
Retinoid topikal +/- BPO
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 170
183
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
DO
Faktor pencetus
SK
I
I.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PE
R
Diagnosis
banding
Pemeriksaan
penunjang
Sinar Wood
Pemeriksaan dengan sinar Wood dapat membedakan
hiperpigmentasi epidermal dengan dermal. Berdasarkan
pemeriksaan dengan sinar Wood melasma dibagi atas:
- Melasma tipe epidermal: warna lesi tampak lebih
kontras dan jelas dibandingkan dengan kulit
sekitarnya.
- Melasma tipe dermal: warna lesi tidak bertambah
kontras.
- Melasma tipe campuran: lesi ada yang bertambah
kontras ada yang tidak.
Biopsi untuk DD/ okronosis eksogen
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 171
184
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
:
:
Nonmedikamentosa:
Nonmedikamentosa:
Hindari pajanan langsung sinar matahari terutama
09.00
s/d 15.00sinar
WIB matahari terutama
antara
Hindaripukul
pajanan
langsung
antara pukul 09.00 s/d 15.00 WIB
Gunakan tabir surya berspektrum luas dengan SPF
bilasurya
keluar
rumah pada
pukul
07.00SPF
s/d
minimal
Gunakan30tabir
berspektrum
luas
dengan
16.00
WIB.
minimal
30 bila keluar rumah pada pukul 07.00 s/d
16.00
Menghilangkan
faktor etiologi atau predisposisi, antara
WIB.
lain menghentikan
pemakaian
obat
kontrasepsiantara
oral,
Menghilangkan
faktor
etiologi atau
predisposisi,
menghindari
obat atau
bahan yang
menimbulkan
lain menghentikan
pemakaian
obat
kontrasepsiiritasi,
oral,
menyarankan
pemakaian
kosmetika
menghindari obatpenghentian
atau bahan yang
menimbulkan
iritasi,
sedang
dipakai, penghentian
mencegah pemberian
obat yang
dapat
menyarankan
pemakaian
kosmetika
merangsang
hiperpigmentasi,
memeriksa
kemungkinan
sedang dipakai,
mencegah pemberian
obat
yang dapat
adanya
penyakit
kulit lain atau
penyakit sistemik,
dan
merangsang
hiperpigmentasi,
memeriksa
kemungkinan
memberikan
pertimbangan
alternatif
kegiatan
sehariadanya penyakit
kulit lain atau
penyakit
sistemik,
dan
hari/olahraga
kepada pasien,
baik mengenai
waktu
memberikan pertimbangan
alternatif
kegiatan seharimaupun
kondisi
lingkungan.
hari/olahraga
kepada
pasien, baik mengenai waktu
maupun kondisi lingkungan.
Medikamentosa:
Karena
waktu pengobatan panjang maka diperlukan
Medikamentosa:
pertimbangan
terhadap
efektifitas
dan efek
Karena waktu serius
pengobatan
panjang
maka diperlukan
samping
setiap serius
pengobatan
terhadap
melasma.
pertimbangan
terhadap
efektifitas
dan efek
samping setiap pengobatan terhadap melasma.
Pengobatan topikal:
A.
Hidroquinon
2-5% (krim, gel, losio)
Pengobatan
topikal:
B.
retinoat
0,05%
- 0,1%
A. Asam
Hidroquinon
2-5%
(krim,
gel, (krim
losio)dan gel)
C.
azeleat 20%
(krim)
B. Asam retinoat
0,05%
- 0,1% (krim dan gel)
D.
(krim, gel, losio)
C. Asam glikolat
azeleat 8-15%
20% (krim)
E.
4%8-15% (krim, gel, losio)
D. Asam kojik
glikolat
E. Asam kojik 4%
Pengobatan oral:
Dianjurkan
Pengobatan bila
oral:pigmentasi meliputi daerah yang lebih
luas
dan sampai
dermis: meliputi daerah yang lebih
Dianjurkan
bila ke
pigmentasi
1.
askorbat
luasAsam
dan sampai
ke dermis:
2.
1. Glutation
Asam askorbat
3.
2. Pycnogenol
Glutation
4.
3. Proanthocyanidin-rich
Pycnogenol
4. Proanthocyanidin-rich
Bedah kimia
-Bedah
Asam
glikolat 20-70%
kimia
- Asam trikloroasetat
10-30%
glikolat 20-70%
- Jessner
Asam trikloroasetat 10-30%
- Jessner
Dermabrasi
Dermabrasi
Kamuflase kosmetik
Kamuflase kosmetik
PE
R
DO
SK
I
III.
III.
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 172
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 172
185
Kepustakaan
PE
R
DO
IV.
SK
I
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 173
186
V. Bagan Alur
SK
I
Tidak
Diagnosis
Apakah gambaran klinis
sesuai melasma ?
Ya
Diagnosis Alternatif
Evaluasi
kategori tipe
melasma
Epidermal
Dermal
DO
Campuran
Non medikamentosa :
Tabir surya SPF 30
+
Edukasi pasien/terapi non
medikamentosa
Non medikamentosa :
Tabir surya SPF 30
+
Edukasi pasien/terapi non
medikamentosa
Non medikamentosa :
Tabir surya SPF 30
+
Edukasi pasien/terapi non
medikamentosa
PE
R
Medikamentosa
- Hidrokinon
- Asam retinoat
- Asam azeleat
- Asam glikolat
- Asam kojik
Teruskan Ya
Terapi dengan
masa istirahat
setiap 3 bulan
Follow up
Adakah perbaikan
setelah 3/6 bulan
Tindakan lain :
peeling, laser, LED,
mesoterapi, dll
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 174
187
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang :
Sinar Wood
Biopsi/PA
Nonmedikamentosa:
- Hindari sinar matahari dengan selalu memakai tabir
surya/ pelindung fisik
- Pengobatan saat kehamilan dan menyusui tidak
dianjurkan
- Lama pengobatan minimal 6 bulan.
DO
III. Penatalaksanaan
SK
I
I.
PE
R
Medikamentosa:
Topikal:
- Hidroquinon 2-5 %
- Tretinoin 0,025 0,1%
- Asam azeleat 20%
- Asam kojik 4%
- Tabir surya : SPF minimal 15
Tindakan :
- Bedah listrik
- Bedah kimia : Peeling: AHA, Jessner, TCA
- Bedah Laser : Q switched Nd:Yag dengan panjang
gelombang 532 nm.
IV.
Kepustakaan
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 175
188
V.
Bagan Alur
SK
I
DIAGNOSIS
Apakah anamnesis &
gambaran klinis
sesuai freckles
Tidak
Diagnosis alternatif
Ya
-
PE
R
DO
Edukasi pasien
Farmakoterapi:
Sunscreen
Asam
retinoat
Asam alfa
hidroksi
Hidroquinon
Asam
azeleat
Asam kojik
- Tindakan lain:
Bedah kimia
Laser
Bedah listrik,
dll
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 176
189
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
:
:
DO
SK
I
I.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Sinar Wood
Biopsi/histopatologi
Jika dalam anamnesis dicurigai adanya pengaruh
faktor sistemik, dianjurkan untuk pemeriksaan yang
sesuai dengan kecurigaan sistemik.
Contoh: Diabetes Melitus pemeriksaan gula
darah puasa dan gula darah post prandial
Tiroid pemeriksaan T3, T4 dan TSH
PE
R
Diagnosis banding
III.
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
- Hindari stres
- Gunakan tabir surya
- Hindari trauma
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 177
190
Medikamentosa:
Pengobatan bergantung klasifikasi
SK
I
Topikal
Klasifikasi
1. Lokalisata
a. Fokal
b. Segment
al
DO
c. Mukosal
2. Generalisata
a. Akrofasi
al
b. Vulgaris
c. Campur
an
Pengobatan I
Kortikosteroi
d potensi I, II,
III salap
(Evaluasi 1
bulan, jika
tidak
responsif,
ganti)
Transplantasi
autolog
Transplantasi
autolog
PE
R
3. Universal
PUVA
UVB NB
UVB
NB/PUVA
Depigmentas
i kulit normal
(Benzoquino
n 20%)
Alternatif
delsoralen 0,01%
+ sunlight
PUVA
PUVA +
Kalsipotriol
PUVA +
kalsipotriol
Kombinasi UVB
NB +
Kortikosteroid
salap
Protokol
1. Lama pengobatan NB UVB/PUVA maksimal 3
tahun, tetapi jika dalam waktu 6 bulan tidak ada
respons, pengobatan dihentikan.
2. Pada pengobatan depigmentasi, dilakukan
bertahap
Topikal:
- Kortikosteroid topikal
- Takrolimus topikal
- Kalsipotriol Topikal
Oral
191
SK
I
Fotokemoterapi
- Psoralen dan Terapi Ultraviolet A
- Radiasi narrowband Ultraviolet B (NBUVB)
Fototerapi khellin dan sinar UVA (KUVA).
Khellin: bahan organik dengan efek dan dapat
diberikan secara topikal atau oral.
- L-Fenilalanin
DO
Terapi Laser
- Laser Excimer
- Bioskin
- Laser Helium Neon
Terapi Bedah
- Autologous Thin Thiersch Grafting
- Suction Blister Grafts
- Autologous Mini-Punch Graft
- Transplantasi Kultur Melanosit Autologous
PE
R
Kriteria penyembuhan
Repigmentasi berupa pulau pigmentasi folikular atau
pigmentasi marginal.
Pada vitiligo universal berupa depigmentasi bertahap.
IV.
Kepustakaan
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 179
192
Bagan Alur
SK
I
V.
DIAGNOSIS
Apakah gambaran
klinis sesuai vitiligo
Diagnosis Alternatif
Ya
LOKALISATA
KS salap
topikal
Akrufosial
Alternatif :
PUVA +
Kalsipotriol
Alternatif :
Delsoralen
0,01% +
sunlight
Transplantasi
Autolog
Alternatif :
PUVA
PE
R
Segmental
Alternatif :
PUVA +
Kalsipotriol
Depigmentasi
kulit normal :
Benzokuinon
(MBEH) 20%
NBUVB
Vulgaris
Transplantasi
Autolog
Mukosal
PUVA
DO
Fokal
UNIVERSAL
GENERALISATA
Campuran
Alternatif :
Kombinasi
NBUVB + KS
salap
NBUVB /
PUVA
Alternatif :
Kombinasi
NBUVB + KS
salap
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 180
193
: Alopesia terpola akibat faktor hormon androgen dan genetik. Sifat fisik
yang diwariskan secara herediter, tergantung androgen, menyebabkan
konversi rambut terminal menjadi rambut velus dalam pola karakteristik
II.
Kriteria
diagnostik
Klinis
Diagnosis
banding
Telogen efluvium
Alopesia areata difus
Trikotilomania
Sifilis sekunder
Pemeriksaan
penunjang
Feritin
Thyrotrophin-stimulating hormone (TSH)
Biopsi skalp
DO
III.
SK
I
I.
Penatalaksanaan
: Medikamentosa:
1. Finasteride 1 mg/hari .
2. Dutasteride 0,5 mg/hari
3. Cyproteron acetat (CPA) 100 mg/hari (hari 5-15 siklus menstruasi),
ethinyl estradiol 50 g/hari (hari 25) atau 50 mg (hari 1-10 siklus
menstruasi) dan ethinyl estradiol 35 g/hari (hari 1-21)
4. Spironolakton 200 mg/hari
PE
R
Pengobatan Topikal:
1. Minoksidil 2-5%, 2x sehari (1 ml atau 25 tetes)
2. 17-dan 17-estradiol
Non Medikamentosa:
1. Rambut palsu
2. Pembedahan
3. Laser
IV.
194
Kepustakaan
1. Otberg N, Shapiro J. Hair Growth Disorders. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2012: p.1818-77
2. Sperling LC, Sinclair RD, El Shabrawi-Cablen L. Alopecias. In: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Rappini RP, Schaver JV. Dermatology. 3rd ed. Madrid: Mosby;
2012. p. 1136-56
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 181
V.
Bagan Alur
Pada pria:
SK
I
3. Rogers NE, aurom MR. Medical Treatment for Male and Female Pattern Hair
Loss. J Am Acad Dermatol 2008; 59: 547-66
4. Vogt A, McElwee K.J, Blume-Peytavi U. Biology of Hair Follicle. In: BlumePeytavi, Tosti A, Whiting DA, Trueb RM. Hair Growth and Disorders. 1st ed.
Berlin: Springer-Verlag; 2008. p.1-22
Norwood-Hamilton
stadium III-IV
Finestride
Topikal minoksidil
Sinar laser fluence rendah
Rambut palsu
DO
Finestride oral/dan
larutan minoksidil
topikal dan/atau sinar
laser fluence rendah
selama 1 tahun
Ya
PE
R
Terapi medis
dilanjutkan
Tidak
Transplantasi
rambut
reduksi skalp
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 182
195
Pada wanita:
Ludwig stadium I-II
Larutan minoksidil topikal
selama 1 tahun
Endokrin
Tidak
Area occipital
DO
Minoksidil
topikal
dilanjutkan
SK
I
Ya
Rambut palsu
dan/atau
Antiandrogen/
finestride
Sinar laser fluence
rendah
PE
R
Transplantasi rambut
dan/atau
Antiandrogen/finestride
Sinar laser fluence
rendah
Tidak
196
SK
I
DO
PE
R
Dermatologi Kosmetik & Laser
197
II.
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis
banding
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
Medikamentosa:
1. Topikal:
- Foto proteksi/tabir surya
- Asam retinoat
- Asam alfa hidroksi (AHA)
2. Sistemik:
- Antioksidan: vit. A (retinol), vit. C, vit E, beta
karoten, biofavinoid.
- Terapi sulih hormon (HRT)
3. Lain-lain:
- Laser/ IPL
- lnjeksi botulinum toxin
- lnjeksi bahan pengisi (filler)
- Bedah kimia
- Bedah listrik, dll
PE
R
DO
III.
Definisi
SK
I
I.
IV.
Kepustakaan
: 1.
2.
3.
4.
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 185
198
II.
Klinis
Diagnosis banding
Lipodistrofi
Pemeriksaan
penunjang
Trigliserida
III.
Penatalaksanaan
IV.
Kepustakaan
DO
SK
I
I.
Exercise 30 menit/hari
Diet
Infrared
Diode laser
Rediofrekuensi
Liposuction
Mesotherapy
PE
R
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 186
199
E.8.
E.8.HIPERHIDROSIS
HIPERHIDROSIS(L.74.8)
(L.74.8)
Kelainanproduksi
produksikeringat
keringatpada
padakelenjar
kelenjarekrin
ekrinatau
atau
Definisi
DefinisiHiperhidrosis
Hiperhidrosis : : Kelainan
keringat
keringatberlebihan
berlebihanselama
selamaminimal
minimal6 6bulan
bulantanpa
tanpa
primer
primer
sebab
sebabyang
yangjelas
jelasdan
dantidak
tidakdihubungkan
dihubungkandengan
dengan
penyakit
penyakitsistemik.
sistemik.
Definisi
DefinisiHiperhidrosis
Hiperhidrosis
sekunder
sekunder
Kelainan
Kelainan produksi
produksi keringat
keringat disebabkan
disebabkan penyakit
penyakit
sistemik
sistemikdapat
dapatbersifat
bersifatdapat
dapatlokal
lokalatau
atauumum.
umum.
: : Kriteria
Kriteriadiagnosis
diagnosishiperhidrosis
hiperhidrosisprimer:
primer:
1.1.Fokal,
Fokal,tampak
tampakkeringat
keringatberlebih
berlebih
2.2.Keringat
Keringatberlebihan
berlebihanselama
selamaselama
selama6 6bulan
bulan
3.3.Tidak
Tidakada
adapenyebab
penyebabsekunder
sekunderjelas
jelas
4.4.Setidaknya
Setidaknyadua
duadari
darihal
halberikut:
berikut:
Bilateral
Bilateraldan
dansimetris
simetris
Berkeringat
Berkeringatmengganggu
mengganggukegiatan
kegiatansehari-hari
sehari-hari
Paling
Palingsedikit
sedikitsatu
satuepisode
episodeper
perpekan
pekan
Onset
Onsetusia
usia< <2525tahun
tahun
Terdapat
Terdapatriwayat
riwayatkeluarga
keluarga
Berhenti
Berhentiberkeringat
berkeringatselama
selamatidur
tidur
Predileksi
Predileksi: :telapak
telapaktangan,
tangan,telapak
telapakkaki,
kaki,tumit,
tumit,
aksila,
aksila,sedikit
sedikitpada
padaarea
areakraniofasial
kraniofasialdan
danpaha,
paha,
sering
seringterjadi
terjadiakibat
akibatsuhu,
suhu,stres,
stres,atau
ataugembira.
gembira.
Klasifikasi
Klasifikasi: :
1.1. Hiperhidrosis
Hiperhidrosisprimer
primer
2.2. Hiperhidrosis
Hiperhidrosissekunder
sekunder
DO
II.II. Kriteria
Kriteriadiagnostik
diagnostik
Klinis
Klinis
SK
I
I. I.
: : 1.1. Burning
Burningfeet
feetsyndrome
syndrome
2.2. Blue
BlueRubber
RubberBleb
BlebNevus
NevusSyndrome
Syndrome
3.3. Demam
Demam(febrile
(febrileillnesses)
illnesses)
4.4. Diabetes
Diabetesmellitus
mellitus
5.5. Eccrine
Eccrineangiomatous
angiomatoushamartoma
hamartoma
6.6. Eccrine
Eccrinenevus
nevus
7.7. Gout
Gout
8.8. Hipoglikemia
Hipoglikemia
9.9. Hodgkin
Hodgkindisease
disease
10.
10.
Menopause
Menopause
PE
R
Diagnosis
Diagnosisbanding
banding
Pemeriksaan
Pemeriksaan
penunjang
penunjang
200
: : Kolorimetri
Kolorimetridan
dangravimetri
gravimetri
Termografi
Termografi
Pemeriksaan
Pemeriksaanlaboratorium:
laboratorium:darah
darahrutin,
rutin,ureum
ureum
kreatinin,
kreatinin,fungsi
fungsitiroid
tiroiddll.
dll.
Pemeriksaan
Pemeriksaanradiologi
radiologi
Biopsi/histopatologi
Biopsi/histopatologi
D De er m
r ma ta ot ol ol og ig iK Ko os m
s me et itki k& &L aL sa es er r| 187
| 187
Penatalaksanaan
Lini Pertama
Topikal:
- Aluminium klorida hexahydrate 6,25%, 15%,
20%
- Aluminium klorida 12%
- Garam zirkonium
- Aldehid
Obat topikal ini digunakan setiap malam
selama 3-5 malam, kemudian setiap beberapa
hari sesuai kebutuhan.
SK
I
III.
DO
Lini Kedua
Injeksi:
- Iontophoresis 2-3 kali sepekan
- Botulinum toxin A setiap 4-6 bulan
Terapi oral:
Oxybutynin 1,25-5 mg
Glycopyrrolate 1-2 mg
Clonidine 0,1-0,3 mg
Propranolol 10-40 mg
Clonazepam 0.25-0.5 mg
Lini Ketiga
- Eksisi lokal
- Simpatektomi
Kepustakaan
PE
R
IV.
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 188
201
II.
Klinis
Diagnosis banding
Ekrin bromhidrosis
Fish odor syndrome (trimethylaminuria)
Phenylketonuria
Sweaty feet syndrome
Odor of cat syndrome
Isovaleric acidemia
Hypermethioninemia
Proses pencernaan makanan, obat-obatan, toksin:
Gagal hati (fetor hepaticus)
Gagal ginjal
Benda asing di nasal pada anak-anak
Hygiene yang buruk
Halusinasi olfaktori
Gangguan dismorfik tubuh
DO
:
PE
R
Pemeriksaan
penunjang
SK
I
I.
III.
Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
Sering membilas atau mencuci aksila
Mengunakan deodoran atau anti perspirant
(alumunium klorida), parfum
Mengganti pakaian yang kotor.
Mencabut bulu atau rambut aksila
Medikamentosa
Injeksi botulinum toxin A.
Laser Q-switched Nd:YAG
Simpatektomi
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 189
202
Kepustakaan
1.
2.
3.
PE
R
DO
4.
SK
I
IV.
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 190
203
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Alat
Kepustakaan
DO
SK
I
PE
R
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 191
204
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Alat
DO
SK
I
PE
R
Kepustakaan
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 192
205
II
Indikasi tindak
medik
III
Penatalaksanaan
IV
Alat
SK
I
DO
PE
R
Kepustakaan
206
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 194
207
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Alat
DO
SK
I
PE
R
208
Kepustakaan
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 195
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Alat
Kepustakaan
SK
I
DO
PE
R
A. Nanosecond :
- Laser QS Nd: YAG Double frequency 532 nm untuk
warna hitam, biru, hijau
- Laser QS Rubby 694 nm untuk warna hitam, hijau,
Biru
- Laser QS Nd:YAG 1064 nm untuk warna hitam dan
biru
B. Picosecond :
- Alexandrite 755 nm
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 196
209
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Kontraindikasi
IV
Penatalaksanaan
Alat
VI
Kepustakaan
SK
I
DO
PE
R
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
210
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 197
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Kontraindikasi
IV
Penatalaksanaan
DO
SK
I
PE
R
Alat
211
SK
I
Kepustakaan
PE
R
DO
VI
Pulsed dye
585 595nm
Nd:YAG QS
1064 nm
Nd:YAG LP
1064 nm
Diode LP
1450 nm
Er:glass LP
1540 nm
IPL
515 1200nm
3. Fraksional :
a. Ablative :
CO 2 (10.600
nm) nm)
Nd:YAG
(1320/1440
Er:YAG(1540
(2940nm)
nm)
Er:Glass
Er:Glass
(1550/1927
nm)
Combine
CO2 + Erbium
Combine
CO2
b. Non
ablative
: + Erbium
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 198
212
Dermatologi
Dermatologi Kosmetik & Laser
K o s m e t i k & L a s e r | 199
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Alat
Akne vulgaris
DO
SK
I
1. Laser :
a. Pulsed Dye laser (585 -595 nm)
b. Potassium Titanyl Phosphate (KTP,532 nm)
c. Diode (1450 nm)
d. Nd:YAG ( 320 nm)
e. ER: Glass (1540 nm)
PE
R
Kepustakaan
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 200
213
SK
I
DO
PE
R
214
SK
I
DO
PE
R
TUMOR JINAK
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 202
215
ADNEKSA
F.1. SIRINGOMA (D23.9)
Definisi
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
III
Penatalaksanaan
: Tindakan:
Bedah listrik,
Bedah laser
Bedah pisau
Bedah beku
Dermabrasi
IV
Kepustakaan
SK
I
DO
PE
R
216
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 203
II
Kriteria diagnostic
SK
I
Klinis
Diagnosis banding
: Silindroma
Karsinoma sel basal
Histopatologi
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
DO
III
PE
R
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 204
217
EPIDERMIS
DAN
KISTA EPIDERMIS
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Nevus melanositik
Karsinoma sel basal
Karsinoma sel skuamosa
Melanoma maligna
Diagnosis banding
Histopatologi
DO
PE
R
III
SK
I
Pemeriksaan
dermoskopis:
Penatalaksanaan
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 205
218
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
IV
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 206
219
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
DO
SK
I
Penatalaksanaan
Tindakan:
Bedah pisau
Bedah listrik
Bedah laser
IV
Kepustakaan
PE
R
III
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 207
220
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
DO
Histopatologi
SK
I
Penatalaksanaan
: Tindakan:
Bedah listrik
Bedah laser
Bedah pisau
IV
Kepustakaan
PE
R
III
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 208
221
JARINGAN IKAT
F.6. DERMATOFIBROMA (D23.9)
Definisi
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Hitopatologi
DO
SK
I
Pemeriksaan
dermatoskopis:
Penatalaksanaan
: Tindakan:
Bedah pisau
IV
Kepustakaan
PE
R
III
222
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 209
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
DO
SK
I
Penatalaksanaan
Tindakan:
Bedah listrik
Bedah pisau
Bedah laser
IV
Kepustakaan
PE
R
III
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 210
223
F.8. KELOID
Tumor jinak jaringan ikat yang didahului trauma.
Tumbuh melebihi batas luka.
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
II
Kriteria diagnostik
Penatalaksanaan
PE
R
III
IV
224
DO
Definisi
SK
I
Kepustakaan
Medikamentosa:
Topikal :
- Ekstrak cephae
- Ekstrak centella asiatica
- Kortikosteroid
- Silikon gel
Tindakan:
- Injeksi intralesi: kortikosteroid, 5FU
- Bedah beku
- Bedah pisau
- Bedah laser
- Radiasi
1. Kirkham N. Tumor and cyst of the epidermis. Dalam:
Elder D, Eletritsas R, Jaworsky C, john B Jr, editor.
Levers Histopathology of the Skin. Edisi ke-10.
Philadelphia: Lippincott- William & Willkins, 2009. h.
791-850.
2. Ko CJ. Dermal hypertrophies and benign fibroblastic
myofibroblastic tumors. Dalam: Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Fitzpatricks Dermatology in general medicine. Edisi
ke-8. New York: Mc Graw-Hill, 2008. h. 707-717
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 211
KARENA VIRUS,NEOPLASMA,HIPERPLASIA,DAN
MALFORMASI VASKULAR
F.9. ANGIOKERATOMA (D28.0)
Definisi
II
Kriteria diagnostik
:
:
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
Limfangioma
Melanoma maligna
Hemangioma
Fibrosarkoma
Fibro / rhabdomyoma
PE
R
DO
SK
I
III
Penatalaksanaan
Tindakan:
Bedah pisau
Bedah laser
Bedah beku
IV
Kepustakaan
225
T u mTumor
o r d a dan
n B eBedah
d a h KKulit
u l i t | 212
II
Kriteria diagnostik
SK
I
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
Penatalaksanaan
: Tindakan:
Bedah listrik
Bedah pisau
Bedah beku
Bedah laser
Topikal imiquimod
IV
Kepustakaan
DO
III
PE
R
226
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 213
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
: Angiokeratoma
Histopatologi
III
Penatalaksanaan
: Tindakan:
Bedah listrik
Bedah pisau
Bedah beku
IV
Kepustakaan
DO
SK
I
PE
R
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 214
227
: Malformasi kapiler
Nama lain: Port wine stain
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
: Sarkoma Kaposi
Histopatologi
DO
SK
I
Penatalaksanaan
: Tindakan:
Bedah laser
IV
Kepustakaan
PE
R
III
228
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 215
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
Pemeriksaan Dermoskopis:
IV
Dibedakan menjadi 3:
Nevus melanositik junctional
Kumpulan sel nevus terletak setinggi dermalepidermal junction.
Nevus melanositik compound
Kumpulan sel nevus terdapat pada dermis
dan epidermis.
Nevus melanositik dermal
Kumpulan sel nevus terletak pada dermis.
Penatalaksanaan
PE
R
III
DO
SK
I
Kepustakaan
Tindakan:
Bedah pisau
Bedah listrik
Bedah laser
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 216
229
V Bagan Alur
SK
I
Anamnesis
Keluhan tumor jinak
Pemeriksaan klinis
Lesi sesuai tumor jinak
DO
Histopatologis
Sesuai tumor jinak
Dermoskopi
Sesuai tumor jinak
Tumor jinak
PE
R
Epidermal
Dermal dan
Subkutan
Tehnik ablatif:
- Bedah listrik
- Eksisi
- Bedah beku
- Laser CO2
- Topikal keratolitik, misal: as.salisilat
230
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 217
SK
I
PE
R
DO
PRA KANKER
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 218
231
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
Penatalaksanaan
DO
III
SK
I
Tindakan:
Curatage
Bedah pisau (shave)
Bedah beku
Bedah listrik
Kepustakaan
PE
R
IV
232
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 219
II
Kriteria diagnostik
SK
I
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
: Tindakan:
Topikal retinoid
Bedah laser (CO2)
Bedah pisau
Kerjasama dengan Departemen Ilmu Bedah
DO
III
PE
R
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 220
233
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Histopatologi
III
DO
Pemeriksaan Dermoskopis:
SK
I
Penatalaksanaan
: Medikamentosa:
Topikal :
- 5 Fluorourasil (FU)
- Imiquimod
PE
R
Tindakan:
Bedah pisau, eksisi, Mohs
Bedah beku
Curetage
IV
Kepustakaan
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 221
234
SK
I
DO
PE
R
TUMOR GANAS
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 222
235
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
PE
R
236
KSB noduloulseratif
KSB berpigmen
KSB superfisial
KSB morfeaformis
Fibroepitelioma Pinkus
1. KSB nodular
- Nevus melanositik dermal
- KSS
- Tumor adneksa
- Dermatofibroma
2. KSB berpigmen
- Melanoma nodular
- Superfisial spreading melanoma
- Lentigo maligna melanoma
- Tumor adneksa
- Nevus compound
- Nevus biru
3. KSB superfisial
- Penyakit Bowen
- Mammary atau extramammary
Pagets disease
- Superficial spreading melanoma
- Plak psoriasis soliter
- Plak dermatitis soliter
4. KSB morfeaformis
- Skar
- Morfea
- Trikoepitelioma
5. Fibroepitelioma Pinkus
- Skin tag
- Fibroma
- Nevus dermapapilomatosa
DO
SK
I
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 223
Pemeriksaan penunjang
Dermoskopi
KSB berpigmen
- Negative feature: pigment network
- Positive feature (paling sedikit satu
gambaran ditemukan)
Ulceration
Large blue-gray ovoid nests
Multiple blue gray globules
Leaf like areas
Spoke wheel areas
Arborizing (tree like) telangiektasia
SK
I
Histopatologi
Pembagian menurut Lever
Tidak berdiferensiasi, tipe solid, dibagi
atas circumscribe dan infiltratif
Berdiferensiasi : keratotik, sebasea dan
adenoid.
DO
Radiodiagnostik
Karena KSB jarang bermetastasis, pemeriksaan
ini bukan merupakan suatu keharusan.
Pentahapan (penentuan stadium)
Sama dengan karsinoma sel skuamosa (lihat
PLK KSS)
PE
R
Tepi
Primer/rekuren
Pernah diradioterapi
Patologi
Subtipe
Perineural atau vaskular
Risiko rendah
Area L < 20 mm
Area M < 10 mm
Area H < 6 mm
Batas jelas
Primer
Negatif
Risiko tinggi
Area L > 20 mm
Area M > 10 mm
Area H > 6 mm
Batas tidak jelas
Rekuren
Positif
Nodular, superfisial
Negatif
Pertumbuhan agresif
Positif
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 224
237
Tindakan bedah
1. Eksisi dengan evaluasi tepi. Dapat
dikerjakan dengan potong beku atau
langsung.
2. Mohs micrographic surgery
3. Radioterapi
4. Bedah beku
5. Elektrodesikasi dan kuret
6. Bedah laser CO2
7. Terapi fotodinamik (PDT)
8. Terapi target (misalnya inhibitor gli1 dan gli2)*
SK
I
III
Topikal*
1. 5-Fluorourasil (5-Fu)
2. Imiquimod
Sistemik*
Kepustakaan
PE
R
IV
DO
Tindak lanjut
Setiap 6 bulan dalam 5 tahun pertama. Kemudian setiap tahun seumur hidup.
238
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 225
Bagan Alur
Primer
Tumor non
agresif pada
badan atau
ekstremitas
Tumor agresif
pada badan
atau
ekstremitas
Rekuren
Tumor yang
berlokasi di
kantus, nasolabial,
periorbital atau
retroaurikuler
Ukuran berapa
saja atau lokasi
dimana saja
DO
SK
I
PE
R
Keterangan:
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 226
239
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Faktor predisposisi
Lesi prekursor (keratosis aktinik, penyakit
Bowen)
Pajanan ultraviolet
Pajanan radiasi ionisasi
Pajanan terhadap karsinogen lingkungan
Imunosupresi
Luka bakar atau pajanan panas yang lama
Skar kronik atau dermatosis inflamasi
Infeksi human papilloma virus
Genodermatosis (albinism, xeroderma pigmentosum, porokeratosis, epidermolisis bulosa)
Mutasi P53, Bcl2, dll
DO
SK
I
Gambaran klinis
Plak atau papul keratotik sewarna kulit atau
eritematosa, kenyal keras tetapi kadangkadang berpigmen
Nodus yang berulserasi
PE
R
240
Diagnosis banding
1. Veruka vulgaris
2. Keratosis seboroik
3. Keratosis aktinik
4. Nevus melanositik
5. Granuloma piogenikum
6. Poroma ekrin
7. Infeksi jamur dalam (mis.kromomikosis)
8. Penyakit Bowen
9. Karsinoma sel basal
10. Keratoakantoma
11. Tumor ganas kulit lainnya
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 227
Pemeriksaan penunjang
Dermoskopi
- Glomerular (coiled) vessels
- Dotted vessels
- Scales
SK
I
Histopatologi
- Keratinosit atipik, horn pearls
- Derajat diferensiasi menurut Broder
Radiodiagnostik
- Foto thorax
- USG/CT Scan Abdomen
- Bone scan
- CT scan lesi
Anatomi
Lokasi
Diferensiasi
PENTAHAPAN
DO
Kedalaman/invasi
PE
R
Tahap
0
I
II
III
IV
Tis
T1
T2
T3
T1
T2
T3
T1
N0
N0
N0
N0
N1
N1
N1
N2
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 228
241
III
N2
N2
N3
N berapa saja
N berapa saja
Penatalaksanaan
M0
M0
M0
M0
M1
Tindakan bedah :
- Mohs micrographic surgery
- Eksisi dengan evaluasi tepi. Dapat dikerjakan
dengan potong beku atau langsung.
Non eksisi ablatif (KSS insitu atau
keadaan khusus)
- Elektrodesikasi dan kuret
- Bedah beku
- Bedah laser CO2
Radioterapi
Sistemik**
SK
I
T2
T3
T berapa saja
T4
T berapa saja
IV
Kepustakaan
DO
Tindak lanjut
Setiap 3-6 bulan dalam 2 tahun pertama.
Selanjutnya setiap 6-12 bulan seumur hidup.
1.
2.
PE
R
3.
242
4.
5.
6.
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 229
Bagan Alur
SK
I
Anamnesis
Keluhan sesuai KSS
Faktor predisposisi
Pemeriksaan klinis
Lesi sesuai gambaran KSS
DO
Histopatologi
PE
R
Tatalaksana sesuai
diagnosis
Sesuai KSS
1. Eksisi
2. Terapi ablatif (non
bedah)
3. Topikal*, misal:
5FU, imiquimod
1.
2.
3.
4.
Eksisi
Sistemik**
Radiasi
Bedah Mohs
*)
persetujuan BPOM
BPOM
*) Peringatan:
Peringatan:Menungggu
Menunggupersetujuan
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 230
243
SEL MELANOSIT
F.19. MELANOMA MALIGNA (C43)
Definisi
II
Kriteria diagnostik
: Faktor risiko
Pajanan sinar ultraviolet
o Lepuh terbakar surya setiap saat; pajanan sinar UV
high levels intermiten atau sporadic
o Pajanan kronik berlebihan
Karakteristik fenotipe
o Kulit terang, ketidakmampuan menjadi kecoklatan
(tan), kecenderungan terbakar surya atau frekles
(Skin phototype I dan II)
o Mata biru atau hijau
o Rambut merah atau pirang
o Mempunyai nevus melanositik (NM) yang banyak,
dan atau lebih dari satu NM atipik
o NM kongenital besar
Riwayat melanoma sebelumnya
Riwayat melanoma dalam keluarga
Mutasi p16, BRAF atau MC1R
Xeroderma pigmentosum
Supresi imun (kontroversi)
PE
R
DO
Klinis
SK
I
Gambaran klinis
Superficial spreading melanoma (SSM)
Nodular melanoma (NM)
Lentigo malignant melanoma (LLM)
Acral lentigo melanoma (ALM)
Gambaran MM dini/ABCD
A= asimetris
B= border/tepi yang tidak teratur
C= color/warna yang bermacam-macam
D= diameter sama atau lebih dari 6 mm, atau terdapat
perbedaan penampilan, misal ugly duckling
E= elevasi
Tidak berlaku untuk NM
244
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 231
Diagnosis
: I. SSM
1. Nevus atipik
2. Nevus melanositik
3. Keratosis seboroik
4. KSB
SK
I
banding
II. NM
Berpigmen
1. Nevus melanositik
2. Nevus biru
3. Nevus Spitz berpigmen
4. KSB berpigmen
Amelanotik
1. KSB
2. Hemangioma
3. Granuloma piogenik
4. Karsinoma sel Merkel
DO
III. LLM
1. Lentigo solaris
2. Keratosis aktinik berpigmen
3. Keratosis seboroik datar
4. KSB superfisialis berpigmen
: Dermoskopi
- Negative feature (tidak ditemukan)
Symetrical pigmentation pattern
Presence of only a single color
- Positive feature (paling sedikit satu gambaran
ditemukan)
Blue white veil
Multiple brown dots
Pseudopods
Radial streaming
Scar like depigmentation
Peripheral black dots/globules
Multiple (5-6) colors
Multiple blue gray dots
Broadened network
PE
R
Pemeriksaan
penunjang
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 232
245
Histopatologi
Radial (horizontal) growth phase
Vertical growth phase
N1
Jumlah KGB
metstasis
1
N2
2-3
N3
4 atau lebih
KGB, atau
KGB kusut
(matted nodes)
atau intransite/ KGB
satelit
Lokasi
DO
SK
I
PE
R
a. mikrometastasis
b. makrometastasis
a. mikrometastasis
b. makrometastasis
c. in-transite metstasis
atau satelit tanpa KGB
metastasis
Serum lactate
dehydrogenase (LDH)
Normal
Normal
Normal
Meningkat
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 233
246
SK
I
PE
R
DO
247
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 234
IA
IB
IB
IIA
IIA
IIB
IIB
IIC
IIIA
T1a
T1b
T2a
T2b
T3a
T3b
T4a
T4b
T1T4a
T1T4b
T1T4a
T1T4b
NO
N0
N0
N0
N0
N0
N0
N0
N1a/N2a
mikroskopik
Ketahanan
hidup
5
tahun (%)
97
94
91
82
79
68
71
53
78
N1a/N2a
mikroskopik
55
N1b/N2b
makroskopik
48
N1b/N2b/N3
38
T1T4a
N3
Makroskopik
atau 4+
KGB apa
saja
4+ KGB apa
saja
IIIB
IIIB
DO
IIIC
IIIC
III
KGB
Penatalaksanaan
Beban KGB
tumor
SK
I
Tahap
47
Tindakan bedah:
- Eksisi dengan evaluasi tepi lesi
PE
R
Ajuvan
- interferon- 2b
- BCG
Sistemik :**
1. Kemoterapi
2. Imunoterapi
3. Terapi target
Radioterapi
Tindak lanjut
IA-IIA : Setiap 6-12 bulan selama 5 tahun. Kemudian setiap
tahun bila ada indikasi klinis
IIB-IV: Setiap 3-6 bulan selama 2 tahun. Sesudah itu setiap
tahun bila ada indikasi klinis
248
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 235
Kepustakaan
1. Bailey EC, Sober AJ, Tsao H, Mihm MC, Jr., Johnson TM.
Cutaneous melanoma. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor.
Fitzpatricks Dermatology in general medicine. Edisi ke-8
New York: McGraw-Hill; 2012.h.1417-44.
2. Paek SC, Tsao H, Johnson TM. Melanocytic Tumor:
Cutaneous melanoma. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor.
Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-7.
New York:McGraw-Hill; 2008.h.1134-57
3. Goulard JM, Halpern AC. Management of the patient with
melanoma. Dalam: Rigel DS. Robinson JK, Ross M,
Friedman RJ, Cockerell CJ, Lim HW dkk. Cancer of the skin.
Edisi ke-2. New York: Elsevier-Saunders; 2011.h.318-26.
4. Menzies SW, Crotty KA, Ingvar C, Mc Carthy WH.
Dermoscopy an atlas. Edisi ke-3. Mc Graw-Hill Australia,
2009.
5. Elder DE, Eletritsas R, Murphy GF, Xu X. Benign
pigmented lesion and malignant melanoma. Dalam: Elder
D, Eletritsas R, Jaworsky C, john B Jr, editor. Levers
Histopathology of The Skin. Edisi ke-10. Philadelphia:
Lippincott-Williams and Wilkins, 2009. h. 699-789.
6. Balch CM, dkk. Melanoma of the skin. Dalam: Edge SE,
Byrd DR, Carducci MA, Compton CC. AJCC cancer
staging manual. Edisi ke-7. New York: Springer, 2010.
7. NCCN.org. Melanoma. NCCN clinical practice guidelines
in oncology (NCCN Guidelines). Version 4.2014.
8. National Cancer Institute (US). Cancer.gov. Melanoma
Treatment (PDQ): Health professional version. Tersedia
di:http://www.Cancer.gov/templates/page_print.aspx.
Modifikasi terakhir 11 Juli 2014. Diunduh tgl 27-07-2014.
PE
R
DO
SK
I
IV
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 236
249
Bagan Alur
Primer
lesi tersangka
Biopsi eksisi
(dianjurkan)
DO
SK
I
Biopsi insisi
Lesi luas/kecurigaan rendah
MM insitu
Ketebalan
< 1 mm
< 1 mm (0,75 mm
dgn SLNB (+))
1,01 2 mm
> 2 mm
Batas bebas
0,5-1,0 cm
Batas bebas
1,0 cm
Batas bebas
1,0 cm
Batas bebas
1,0-2,0 cm
Batas bebas
2,0 cm
pengawasan
Pertimbangkan SLNB
FNA atau
biopsi terbuka
Curiga penyakit
telah menyebar
PE
R
Soliter atau
terbatas
Observasi
ulang
scan
Tidak
ada perubahan
Progresif
SLNB
CLND
CXR
CT
FNA
LDH
PET
SSP
250
Pertimbangkan reseksi
Pengawasan
Tersebar
Metastasis
SSP tidak
ada
Pengobatan
sistemik dacarbasin
atau IL-2 atau
uji klinis
Metastasis
SSP
SSP
stabil
Radiasi,
reseksi
beberapa
lesi (1-3),
uji klinis
II
Indikasi
medik
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
1)
2)
3)
4)
DO
tindak
SK
I
PE
R
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 238
251
Bagan Alur
SK
I
Biopsi Kulit
Diagnosis
Ya
DO
Shaved biopsy
Biopsi eksisi
Neoplasma, KSS
Clip biopsy
Biopsi insisi
PE
R
252
Biopsi plong
Biopsi oral
Sama dengan biopsi kulit (liken planus,
leukoplakia, KSS)
II
Indikasi tindakan
medik
III
Penatalaksanaan
DO
:
PE
R
IV Kepustakaan
SK
I
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 240
253
Definisi
II
Indikasi
medik
III
Penatalaksanaan
DO
SK
I
PE
R
IV
Kepustakaan
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 241
254
SK
I
Bagan Alur
Bedah Listrik
Ya
DO
Elektroseksi
Indikasi: memotong jaringan
lesi dengan perdarahan
minimal
Elektrodesikasi
Indikasi: lesi epidermal,
telangiektasis
Elektrokauter
Indikasi: tumor jinak yang
kecil dan superfisial
PE
R
Elektrokoagulasi
Indikasi: lesi epidermal
(keratosis seboroik, skin
tags, veruka)
Elektrokoagulasi
Indikasi: hemostasis
Elektrolisis
Indikasi: biterminal
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 242
255
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
DO
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
SK
I
PE
R
256
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 243
kimia
yang
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
DO
SK
I
PE
R
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 244
257
F.25. SUBSISI
Definisi
II
Indikasi
medic
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
untuk
DO
SK
I
PE
R
258
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 245
II
Indikasi
medik
tindak :
1.
2.
3.
4.
Skar atrofi/hipertrofi
Wrinkle
Stretchmarks
Skin laxity
III
Penatalaksanaan
1.
2.
3.
4.
5.
IV
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
T u mTumor
o r d a dan
n B eBedah
d a h KKulit
u l i t | 246
259
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
SK
I
Definisi
PE
R
DO
260
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 247
II
III
Definisi
Kepustakaan
PE
R
IV
DO
SK
I
Peringatan
261
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 248
Bagan Alur
SK
I
(A) Edukasi
1. Merubah pola makan dan olahraga
2. Farmakoterapi
(2) Evaluasi
Timbunan lemak tidak berkurang,
penderita menghendaki BSL
DO
(3)
Dilakukan BSL
PE
R
(3A)
Body contouring: leher,
wajah, badan, perut, dan
ekstremitas
262
(3B)
Pengambilan lemak untuk
donor atau pengobatan:
lipoma, ginekomastia,
pseudoginekomastia,
broohidrosis, lipodistrofi
(3C)
Rekonstruksi kulit serta
penunjang flap (cutaneous
debulking
Definisi
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 250
263
Definisi
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
: 1.
1.
2.
3.
4.
5.
SK
I
PE
R
DO
264
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 251
F.31. BLEFAROPLASTI
: Pengambilan kulit lebih dalam dari epidermis,
memerlukan surat keterangan kualifikasi tambahan
dari Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Definisi
II
Indikasitindaktindak : Dermatochalasis,
steatochalasis,
blepharoschalasis,
medik
oriental-lids, xanthelasma , ptosis, floppy eyelid syndrome,
laxity of eyelids
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
DO
: 1.
2.
3.
4.
5.
SK
I
Peringatan
PE
R
265
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 252
Definisi
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
266
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 253
II
Kriteria Diagnostik
III
Penatalaksanaan
SK
I
Definisi
PE
R
DO
IV
Kepustakaan
T u mTumor
o r d a dan
n B eBedah
d a h KKulit
u l i t | 254
267
Bagan Alur
SK
I
1
Pasien dengan kelainan kuku
A.
Pencegahan:
Edukasi penderita
Preparat topikal
DO
2.
Evaluasi:
haruskah penderita
diberikan terapi
nonfarmakologik
YA
PE
R
Avulsi
Biopsi
Matricectomy
268
F.34. SKLEROTERAPI
: Penyuntikan bahan sklerosan untuk pengobatan
telangiektasis dan venulektasis superfisial pada ekstremitas
inferior, termasuk penyuntikan sejumlah bahan iritan
tertentu pada dilatasi vena kulit yang tidak normal
dilanjutkan dengan pembebatan
Definisi
II
PE
R
IV Kepustakaan
DO
III Penatalaksanaan
SK
I
269
Definisi
II
Indikasi
medik
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
SK
I
Peringatan
PE
R
DO
270
Definisi
II Indikasi
medik
DO
III Penatalaksanaan
PE
R
IV Kepustakaan
SK
I
271
Definisi
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
DO
Kepustakaan
1.
2.
3.
4.
perawatan
PE
R
IV
SK
I
Peringatan
272
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 259
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
Kepustakaan
1.
2.
3.
4.
perawatan
PE
R
DO
IV
SK
I
273
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 260
Bagan Alur
(1) Penderita
SK
I
(A) Edukasi
(2)
DO
PE
R
1)
2)
3)
4)
274
Radiofrekuensi
Laser
Ultrasound
Benang anti ptosis
F.39. VITILIGO
Definisi
II
Indikasi
medik
tindak :
III
Penatalaksanaan
IV
Kepustakaan
PE
R
DO
Vitiligo
SK
I
275
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 262
Bagan Alur
SK
I
(1)
Penderita mengeluh vitiligo
A. Edukasi
1. Penjelasan tentang berbagai
hipotesis yang mendukung diagnosis
vitiligo
2. Menjelaskan berbagai metoda
pengobatan
3. Prognosis vitiligo serta pencegahan
DO
(2)
Evaluasi
Haruskah penderita diberikan terapi
nonfarmakologi ?
(3B)
Tandur kulit dengan tehnik
suction blistering for epidermal
grafting
PE
R
(3A)
276
(3C)
Transfer melanosit autologus
melalui epidermal graft
SK
I
DO
PE
R
VENEREOLOGI (INFEKSI
MENULAR SEKSUAL)
277
V e n e r e o l o g i | 264
II
SK
I
DO
Pemeriksaan klinis:
Gonore pada pria:
1. Edema dan eritematus pada orificium
uretradisertai disuria
2. Duh tubuh uretra mukopurulen dengan atau
tanpa massase
3. Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat
menimbulkan duh tubuh anal atau nyeri / rasa
tidak enak di anus / perianal
4. Infeksi pada farings biasanya asimtomatik
PE
R
Diagnosis banding
: Pria:
1. Ureteritis Non Gonoroe
2. Infeksi Saluran Kencing
Wanita:
1. Bacterial Vaginosis
2. Kandidiasis Vulvovaginal
3. Trikomoniasis
278
V e n e r e o l o g i | 265
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
Bila memungkinkan, periksa dan obati pasangan
seksual tetapnya.
Anjurkan abstinensia sampai terbukti sembuh secara
laboratoris, dan bila tidak dapat menahan diri supaya
memakai kondom.
Kunjungan ulang pada hari ke-3 dan hari ke-8.
Konseling: jelaskan mengenai penyakit gonore,
kemungkinan komplikasi, cara penularan, serta
pentingnya pengobatan pasangannya.
Konseling mengenai kemungkinan risiko tertular HIV,
hepatitis B, hepatitis C, dan penyakit infeksi menular
seksual (IMS) lainnya
Medikamentosa :
Obat pilihan : Sefiksim 400 mg per oral
Obat alternatif :
Levofloksasin# 500 mg per oral dosis tunggal atau
Tiamfenikol 3,5 gram per oral dosis tunggal atau
Kanamisin 2 gram injeksi IM, dosis tunggal atau
Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular dosis
tunggal
SK
I
PE
R
DO
III
Pemeriksaan penunjang
#
tidak boleh diberikan pada ibu
menyusui, atau anak di bawah 12 tahun
hamil,
V e n e r e o l o g i |266
279
Kepustakaan
PE
R
DO
IV
SK
I
V e n e r e o l o g i |267
280
V Bagan alur
Penderita dengan
SK
I
atauvagina
Dilakukan
Dilakukananamnesisdanpemeriksaanklinis
Dilakukananamnesisdanpemeriksaanklinis
Duhtubuhuretraatauvaginadiperiksagramdanbasah
Duhtubuhuretraatauvaginadiperiksagramdanbasah
Leukositpenuh,ditemukandiplokokusgramnegatif
intrasel,diobatisebagaiGonore
intrasel,diobatisebagaiGonore
Kontrol 7 hari
DO
Adakahkeluhan
/gejala?
Tidakada
Kontrol7hari
Adakah
keluhan /
Gejala?
Ada
Adakahkeluhan
/gejala?
Kultur&tesresistensi
PE
R
Obatisesuaihasilresistensi
idak ada
Tidakada
Ada
Adakahkeluhan
/gejala?
Tidakada
Adakah
Obatisesuaihasilresistensi
keluhan
Gejala?
Rujuk
Adakahkeluhan
/gejala?
Ada
Rujuk
Rujuk
281
Tidak
DO
II Kriteria diagnostic
Klinis
SK
I
I Definisi
PE
R
HG rekuren
Lesi lebih sedikit dan lebih ringan
Bersifat lokal, unilateral
Berlangsung lebih singkat, dapat menghilang dalam waktu 5
hari
Dapat didahului oleh keluhan parestesia 1-2 hari sebelum
timbul lesi
Umumnya mengenai daerah yang sama di penis, vulva, anus,
atau bokong.
Riwayat pernah berulang
282
V e n e r e o l o g i | 269
Pemeriksaan
penunjang
1.
2.
3.
4.
5.
SK
I
Diagnosis
banding
Infeksi Streptococcus
Sifilis
Chancroid
Lymfogranuloma Venereum
Granuloma Inguinale
DO
PE
R
III Penatalaksanaan
Medikamentosa :
1. Simtomatik
- Analgesik
- Kompres
2. Antivirus :
- Asiklovir : 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau
- Asiklovir : 3x400 mg/hari selama 7-10 hari atau
- Valasiklovir : 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari, atau
V e n e r e o l o g i |270
283
1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE, Piot
Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam: Sexually Transmitted Diseases.
Edisi ke-3. New York: Mc Graw-Hill. 2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt SI,
editor. Dalam: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi ke6. New York: Mc Graw-Hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw-Hill, 2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 UK National Guidelines on sexually
transmitted diseases and related conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention. 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases. MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011
PE
R
IV Kepustakaan
DO
SK
I
HG rekuren
Medikamentosa :
1. Lesi ringan : terapi simtomatik
2. Lesi berat :
Asiklovir 5 x 200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau
Valasiklovir 2 x 500 mg/hari per oral, selama 5 hari
o Asiklovir: 5 x 200 mg, selama 5 hari atau
o Asiklovir: 3 x 400 mg, selama 5 hari atau
o Valasiklovir 2 x 500 mg, selama 5 hari atau
o Famsiklovir 3 x 250 mg/hari selama 5 hari
3. Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif
- Asiklovir 2 x 400mg/hari atau
- Valasiklovir 1 x 500 mg/hari atau
- Famsiklovir 2 x 250 mg/hari
4. Abstinensia
5. Konseling :
- Kecenderungan berulang
- Seringnya pelepasan virus subklinis (terutama 6-12 bulan
pertama setelah infeksi inisial), serta potensi menularkan
kepada pasangan seksualnya
- Kemungkinan risiko tertular HIV
6. Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya, bila
memungkinkan
V e n e r e o l o g i |271
284
IV Bagan Alur
SK
I
Pasien dengan
keluhan luka kecil-kecil,
sebelumnya berupa lenting
berisi cairan
PE
R
DO
Kontrol 7 hari
Klinis
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
SK
I
Kriteria diagnostik
PE
R
II
Definisi
DO
III
Penatalaksanaan
Sediaan basah:
Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis
Untuk menentukan infeksi Chlamydia trachomatis:
bila memungkinkan, dilakukan pemeriksaan cara
EIA (enzyme immunoassay): kerjasama dengan
Bagian Mikrobiologi dan Bagian Parasitologi.
: Nonmedikamentosa:
Abstinensia sampai terbukti sembuh secara
laboratoris, dan bila tidak dapat menahan diri
anjurkan memakai kondom.
Kunjungan ulang pada hari ke-8
Konseling:
jelaskan mengenai IGNS dan
penyebabnya, kemungkinan komplikasi jangka
V e n e r e o l o g i | 273
286
SK
I
Medikamentosa:
Obat pilihan :
Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal
Obat alternatif :
Doksisiklin# 2 X 100 mg/hari,peroral selama 7 hari,
atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari per oral selama 7 hari
#
DO
Kepustakaan
PE
R
IV
V e n e r e o l o g i |274
287
Bagan alur
SK
I
Pasien
dengan keluhan
duh tubuh uretra
atau vagina
Duh tubuh uretra atau vagina diperiksa pewarnaan Gram dan sediaan basah
DO
Ada
PE
R
Tidak
Ket.:
MO : mikroorganisme
288
SK
I
DO
PE
R
Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
289
SK
I
DO
PE
R
290
KANDIDOSIS
VULVOVAGINAL
(B37.3)
G.4.G.4.
KANDIDOSIS
VULVOVAGINAL
(KVV)(KVV)
(B37.3)
Infeksi
dan vagina
disebabkan
oleh Candida
Infeksi
pada pada
vulva vulva
dan vagina
yang yang
disebabkan
oleh Candida
albicans,
atau kadang
oleh Candida
sp, Torulopsis
sp,ragi
atau ragi
albicans,
atau kadang
oleh Candida
sp, Torulopsis
sp, atau
lainnya
lainnya
SK
I
I Definisi
I Definisi
Keluhan
:
II Kriteria
diagnostik
Keluhan
:
II Kriteria
diagnostik
Gatal
pada pada
vulva vulva
Klinis
Gatal
Klinis
Vulva
lecet,lecet,
dapatdapat
timbultimbul
fisura fisura
Vulva
Dapat
terjaditerjadi
dispareunia
Dapat
dispareunia
PadaPada
vulvavulva
dan vagina
tampak
:
dan vagina
tampak
:
Eritema
Eritema
Dapat
timbultimbul
fisurafisura
Dapat
Edema
jika berat
Edema
jika berat
Duh
tubuhtubuh
vagina,
putih putih
sepertiseperti
susu, susu,
mungkin
bergumpal,
Duh
vagina,
mungkin
bergumpal,
tidak tidak
berbau
berbau
Jika
genitalia
luar dapat
dijumpai
patch patch
eritem eritem
dg
mengenai
Jika mengenai
genitalia
luar dapat
dijumpai
dg
lesi satelit
lesi satelit
DO
Bahan duh tubuh vagina yang berasal dari dinding lateral vagina
Bahan duh tubuh vagina yang berasal dari dinding lateral vagina
dilakukan pemeriksaan:
dilakukan pemeriksaan:
Sediaan apus dengan pewarnaan Gram: ditemukan
Sediaan
dengan pewarnaan Gram: ditemukan
blastospora
dan apus
pseudohifa
blastospora dan pseudohifa
Sediaan basah dengan larutan KOH 10%: ditemukan
Sediaan
dengan larutan KOH 10%: ditemukan
pseudohifa
dan basah
atau blastospora
dan atau blastospora
Kulturpseudohifa
jamur
Kultur jamur
III Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa :
III Penatalaksanaan Hindari
Nonmedikamentosa
bahan iritan lokal,: misalnya produk berparfum
Hindari
bahan
misalnya
produk berparfum
Hindari
pakaian
ketatiritan
ataulokal,
dari bahan
sintesis
Hindari pakaian
atau dari bahan
sintesispemakaian
Hilangkan
faktor ketat
predisposisi:
hormonal,
Hilangkan
faktor yang
predisposisi:
kortikosteroid
dan antibiotik
terlalu lama,hormonal,
kegemukan, pemakaian
dll
kortikosteroid dan antibiotik yang terlalu lama, kegemukan, dll
Medikamentosa :
:
ObatMedikamentosa
pilihan :
Obat pilihan
: vagina 500 mg dosis tunggal atau
Klotrimazol
kapsul
Klotrimazol
kapsulkapsul
vaginavagina
200 mg
selama
3 hari
atau atau
Klotrimazol
500
mg dosis
tunggal
Klotrimazol
kapsulkapsul
vaginavagina
100 mg
selama
6 hari atau
Klotrimazol
200
mg selama
3 hari atau
Flukonazol
kapsulkapsul
150 mg
per oral
tunggal 6atau
Klotrimazol
vagina
100dosis
mg selama
hari atau
Itrakonazol
kapsul
2 x 200
mgmg
per
oral
selama
hari atau
Flukonazol
kapsul
150
per
oral
dosis 1tunggal
atau
Itrakonazol
kapsulkapsul
1 x 200
selama
3 hari
atau
Itrakonazol
2 xmg/hari
200 mgper
peroral
oral
selama
1 hari
atau
Ketokonazol
kapsul
2 x 200
mg/hari
per oral
7 hari3 hari atau
Itrakonazol
kapsul
1 x 200
mg/hari
per selama
oral selama
Catatan:Ketokonazol
Wanita hamil
sebaiknya
tidak
diberikan
sistemik.7 hari
kapsul
2 x 200
mg/hari
per obat
oral selama
PadaCatatan:
penderitaWanita
denganhamil
imunokompeten
jarang
terjadi komplikasi,
sebaiknya tidak
diberikan
obat sistemik.
sedangkan
penderitadengan
denganimunokompeten
status imun rendah
Pada penderita
jaranginfeksi
terjadijamur
komplikasi,
dapatsedangkan
bersifat sistemik.
penderita dengan status imun rendah infeksi jamur
dapat bersifat sistemik.
PE
R
Pemeriksaan
Pemeriksaan
penunjang
penunjang
V e n e r e o l o g i | 278
V e n e Seksual)
reologi
Venereologi (Infeksi Menular
| 278
291
1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE, Piot
Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam: Sexually Transmitted Diseases.
Edisi ke-4. New York: Mc Graw-Hill. 2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt SI,
editor. Dalam: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi
ke-6. New York: Mc Graw-Hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw-Hill, 2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 UK National Guidelines on
sexually transmitted diseases and related conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention. 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases. MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011
PE
R
DO
SK
I
IV Kepustakaan
292
V e n e r e o l o g i |279
Bagan alur
SK
I
Pasien dengan
keluhan duh tubuh
vagina
DO
Kontrol 7 hari
Adakah
keluhan /
gejala?
PE
R
Tidak ada
Ada
293
V e n e r e o l o g i |280
II Kriteria diagnostik
Klinis
SK
I
I Definisi
Diagnosis
banding
Pemeriksaan
penunjang
III Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa :
Sedapat mungkin lakukan penanganan terhadap pasangan
seksualnya
Konseling, kemungkinan risiko tertular HIV
Kunjungan ulang : dilakukan 3-7 hari setelah terapi dimulai
DO
PE
R
Medikamentosa :
Obat pilihan :
1. Tinktura podofilin 10-25%, lindungi kulit sekitar lesi dengan
vaselin agar tidak terjadi iritasi, biarkan selama 1-4 jam,
kemudian cuci. Pemberian obat dilakukan seminggu dua
kali, sampai lesi hilang.
2. Asam Trikloroasetat 50-90%, aplikasikan seminggu sekali.
Respon baik terutama pada wanita hamil.
3. Tindakan bedah: bedah skalpel, listrik,beku dan laser.
IV Kepustakaan
294
1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE, Piot
Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam: Sexually Transmitted
Diseases. Edisi ke-3. New York: Mc Graw-Hill. 2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt SI,
editor. Dalam: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi
ke-6. New York: Mc Graw-Hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw-Hill, 2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 UK National Guidelines on
sexually transmitted diseases and related conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention. 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases. MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011
V e n e r e o l o g i | 281
V Bagan Alur
SK
I
DO
Diobati sebagai KA
Tidak ada
Adakah
keluhan /
Gejala?
Ada
PE
R
Diagnosis banding
PE
R
Pemeriksaan
penunjang
STADIUM I :
Klinis : ulkus tunggal, tepi teratur, dasar bersih, terdapat
indurasi, tidak nyeri; terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional
STADIUM II :
Klinis : terdapat lesi kulit yang polimorfi, tidak gatal dan lesi di
mukosa, disertai pembesaran kelenjar getah bening
generalisata
STADIUM II laten :
Klinis : tidak didapatkan lesi di genital atau kulit, hanya
ditemukan
tes serologi sifilis (TSS) yang reaktif
STADIUM III
Klinis : didapatkan gumma, yaitu infiltrat sirkumskrip kronis yang
cenderung mengalami perlunakan dan bersifat destruktif. Dapat
mengenai kulit, mukosa dan tulang.
1. S I : herpes simpleks, ulkus piogenik, skabies, balanitis, LGV,
karsinoma sel skuamosa, penyakit Behcet, ulkus mole
2. S II : erupsi obat alergik, morbili, pitiriasis rosea, psoriasis,
dermatitis seboroik, kondilomata akuminata, alopesia areata
3. S III : sporotrikosis, aktinomikosis, tuberkulosis kutis gumosa,
keganasan
STADIUM I :
Laboratorium
tes serologi sifilis : dapat (+) atau (-)
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan Burry (+) atau (-)
DO
II Kriteria diagnostik
Klinis
SK
I
I Definisi
STADIUM II :
Laboratorium :
pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap dan Burry
(+) / (-)
tes serologi sifilis : RPR (++); VDRL (+); TPHA (+) titer tinggi
III Penatalaksanaan
296
STADIUM II LATEN :
Laboratorium : TSS (+), tetapi tidak ada gejala klinis
Nonmedikamentosa :
Penanganan pasangan seksual sedapat mungkin dilakukan
Konseling :
- Tentang penyakit sifilis dan penularannya, cara
pencegahan, pengobatan
- Kemungkinan risiko tertular HIV
V e n e r e o l o g i | 283
SK
I
Medikamentosa :
1. Obat pilihan
Benzatin penisilin G dengan dosis bergantung pada
stadium,
Stadium dini: stadium I, II & laten < 2 tahun : 2,4 juta
unit
Stadium lanjut: stadium laten > 2 tahun & III : 7,2 juta
unit (injeksi intramuskuler, 2,4 juta unit/kali dengan interval
1 minggu)
2. Obat alternatif :
Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari atau
Eritromisin 4 x 500 mg/hari atau
Doksisiklin 2 x 100 mg/hari
Lama pengobatan 30 hari (stadium dini) atau >30 hari
(stadium lanjut)
DO
Pemantauan TSS : pada bulan ke I, II, III, VI dan XII dan setiap
6 bulan pada tahun ke-2
1.
2.
Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE,
Piot Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam: Sexually Transmitted
Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc Graw-Hill. 2008
Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt
SI, editor. Dalam: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.
Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill, 2012
Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw-Hill, 2001
Clinical Effectiveness Group. 2001 UK National Guidelines on
sexually transmitted diseases and related conditions.
Centers for Diseases Control and Prevention. 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases. MMWR 2011
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011
PE
R
IV Kepustakaan
3.
4.
5.
6.
V e n e r e o l o g i |284
297
V Bagan Alur
Pasien dengan
keluhan ulkus di genital,
soliter, tidak nyeri
SK
I
DO
Adakah
kenaikan
titer TSS
Ada
Terapi ulang
PE
R
Tidak ada
V e n e r e o l o g i |285
298
II
Definisi
Kriteria diagnostik
: Keluhan:
Wanita :
Klinis
SK
I
10 50% asimtomatik
Duh tubuh vagina berbau busuk, jumlahnya sedikit
sampai banyak, encer, berwarna kuning kehijauan,
berbusa, dapat terjadi pada 10-30% wanita, dapat
disertai gatal pada vulva
Kadang terdapat rasa tidak enak di perut bagian bawah
Vulvitis dan vaginitis
Gambaran serviks strawberry dapat ditemukan pada
2% pasien
DO
Pria:
15 50% asimtomatik, biasanya sebagai pasangan
seksual wanita yang terinfeksi
Duh tubuh uretra sedikit atau sedang, dan/atau
disuria, dapat juga iritasi uretra dan sering miksi
jarang: duh tubuh uretra purulen
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
PE
R
III
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa:
Abstinensia sampai dinyatakan sembuh
Konseling: mengenai trikomoniasis, cara penularan,
pentingnya mematuhi pengobatan, dan pentingnya
penanganan pasangan
Konseling mengenai kemungkinan risiko tertular
HIV
Kunjungan ulang pada hari ke-8
Bila mungkin periksa dan obati pasangannya
V e n e r e o l o g i | 286
299
Medikamentosa:
IV
Kepustakaan
SK
I
- Obat pilihan
1. Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal
atau
2. Tinidazol 2 gram per oral dosis tunggal
- Obat alternatif
Metronidazol 2x400 atau 500 mg/hari per oral
selama 7 hari atau Tinidazol 2x500 mg/hari per
oral selama 7 hari
- Bila mungkin periksa dan obati pasangannya
Catatan:
Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol
selama pengobatan berlangsung sampai 48 jam
sesudahnya untuk menghindari disulfiram-like reaction
DO
2.
3.
4.
5.
PE
R
6.
7.
V e n e r e o l o g i |287
300
Bagan Alur
SK
I
Pasien dengan
keluhan duh
tubuh uretra
atau vagina
PE
R
DO
301
II Kriteria diagnostik
Klinis
SK
I
I Definisi
Diagnosis
banding
Pemeriksaan
penunjang
Catatan :
Pemeriksaan laboratorium ini dapat mendukung diagnosis, tetapi
bila klinis jelas, dan laboratorium (-), tetap dianggap sebagai ulkus
mole
Nonmedikamentosa :
Sedapat mungkin lakukan penanganan terhadap pasangan
seksualnya
Konseling, kemungkinan risiko tertular HIV
Kunjungan ulang : dilakukan 3-7 hari setelah terapi dimulai
DO
III Penatalaksanaan
Medikamentosa :
Obat pilihan :
Siprofloksasin 2 x 500 mg per oral selama 3 hari atau
Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal atau
Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 7 hari atau
Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular dosis tunggal
1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE, Piot
Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam: Sexually Transmitted
Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc Graw-Hill. 2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt
SI, editor. Dalam: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.
Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw-Hill, 2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 UK National Guidelines on
sexually transmitted diseases and related conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention. 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases. MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011
PE
R
IV Kepustakaan
302
V e n e r e o l o g i | 289
V Bagan Alur
SK
I
Pasien dengan
Ulkus genital, multiple,
sangat nyeri, terdapat
tanda-tanda radang akut
PE
R
DO
Kontrol 7 hari
V e n e r e o l o g i | 290
303
II
Kriteria diagnostik
Klinis
Diagnosis banding
Pemeriksaan
penunjang
DO
Penatalaksanaan
gonore,
: Nonmedikamentosa :
Pasien dianjurkan untuk menghindari pemakaian
vaginal douching atau antiseptik
Komunikasi, informasi dan edukasi
PE
R
III
SK
I
Medikamentosa :
1. Obat pilihan :
Metronidazol 2 x 500 mg/hari selama 7 hari atau
Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal
2. Obat alternatif :
Klindamisin 2 x 300 mg/hari per oral selama 7
hari
IV
Kepustakaan
V e n e r e o l o g i | 291
304
Pasien dengan
keluhan duh tubuh
vagina
Bagan Alur
DO
SK
I
PE
R
PMN >30
Ditemukan Clue cells
tidak ditemukan diplococcus gram negatif, blastospora,
pseudohifa dan Trichomonas vaginalis.
obati sebagai Vaginosis bakterial
Kontrol 7 hari
V e n e r e o l o g i |292
305
SK
I
DO
H
PE
R
KEGAWATDARURATAN
DERMATOLOGI
306
Kegawatdaruratan Dermatologi
Kegawatdaruratan
D e r m a t o l o g i | 293
Definisi
Angioedema
disebabkan
peningkatan
cepat
permeabilitas kapiler submukosa atau subkutan dan
venula postcapillary disertai ekstravasasi plasma
lokalisata. Klasifikasi:
1) Alergik
2) Terkait obat (ACE inhibitor, NSAID, salisilat)
3) C1 inhibitory deficiency (HAE, AAE)
4) Idiopatik
5)Penyebab lain
Faktor penyebab angioedema harus selalu dicari,
meskipun pada sebagian besar pasien adalah
idiopatik.
PE
R
DO
Patogenesis dan
klasifikasi
SK
I
Patofisiologi
Angioedema yang diperantarai histamin
Histamin
yang
berlebihan
menyebabkan
peningkatan aliran darah, permeabilitas endotelial
dan
edema
yang
bermanifes
sebagai
angioedema, urtikaria, dan pada kasus berat:
anafilaksis. Pada reaksi yang diperantarai IgE,
ikatan alergen menghasilkan cross-linking IgE-sel
mast yang menyebabkan degradasi sel mast
serta pelepasan histamin dan mediator lain,
misalnya triptase.
Angioedema yang diperantarai bradikinin
Bradikinin (BK) memainkan peranan fisiologis
pada kontrol tonus vaskular. BK terikat pada
reseptor pada endotelium vaskular. Reseptor BK1 dapat diinduksi oleh perlukaan jaringan dan
reseptor BK-2 kemudian diekspresikan. Ikatan
pada reseptor BK-2 diikuti pelepasan substansi P
dari serabut saraf yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular, dan kebocoran plasma ke
dalam ruang interstisial.
Mekanisme lain
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 294
Kegawatdaruratan Dermatologi
307
:
: Edema non-pitting, eritematosa atau sewarna kulit
dengan batas tidak tegas.
Anamnesis detil untuk menemukan kausa yang
mendasari/dicurigai
Gejala yang dirasakan: kesulitan menelan atau
bernafas, gejala sistemik, dan kemungkinan faktor
yang memicu dan memperparah.
Kecepatan onset
Kaitan dengan ada/tidaknya urtikaria
Tempat angioedema: fasial/perifer/nyeri abdominal
Faktor pencetus
o Obat (misal ACE inhibitor, aspirin, NSAID lain)
o Paparan pekerjaan (sensitifitas lateks)
o Reaksi sengatan serangga
o Penyakit hipersensitifitas fisik (urtikaria dingin
yang dapat bermanifes sebagai angioedema
regional atau generalisata setelah paparan
dingin)
o Angioedema yang diinduksi oleh exercise,
dengan atau tanpa anafilaksis
o Sensitifitas
yang
diperantarai
tekanan
(pressure-mediated sensitifity) yang dapat
menyebabkan angioedema pada telapak kaki
setelah berjalan atau berlari,
o Hipersensitifitas terhadap makanan.
Riwayat serangan
Usia pertama kali menderita
Respon terhadap terapi (antihistamin/ steroid/
epinefrin)
Riwayat obat
Riwayat keluarga
Gambaran lain untuk dugaan angioedema yang
jarang: penyakit jaringan konektif atau gejala penyakit
limfoproliferatif
PE
R
DO
Kriteria diagnostik
Klinis
SK
I
II
reseptor pada endotelium vaskular. Reseptor BK1 dapat diinduksi oleh perlukaan jaringan dan
reseptor BK-2 kemudian diekspresikan. Ikatan
pada reseptor BK-2 diikuti pelepasan substansi P
dari serabut saraf yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular, dan kebocoran plasma ke
dalam ruang interstisial.
Leukotrien lain
yang berlebihan karena inhibisi
Mekanisme
Diagnosis banding
Selulitis fasial
Penyakit sistemik: overload cairan, sindrom
permeabilitas sistemik kapiler
Obstruksi venosa (misal edema fasial yang
disebabkan oleh sindrom vena cava superior)
Dermatitis kontak
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i |295
308
Kegawatdaruratan Dermatologi
III
Pemeriksaan
penunjang
DO
Serum sickness
Obstruksi kelenjar parotid
Infeksi (viral, parasit)
Myxedema
Penyakit inflamatori kronik yang disebabkan
autoimun seperti dermatomiositis, keganasan,
limfedema, granulomatosis kronik dan atau penyakit
infiltratif seperti sarkoidosis, amiloidosis, dan
angioedema granulomatosa pada bibir dan area
perioral (misal sindrom Melkersson-Rosenthal)
SK
I
Penatalaksanaan
: Prinsip:
1. Atasi keadaan akut terutama pada angioedema
karena dapat terjadi obstruksi saluran napas.
Dapat dilakukan bersama-sama dengan / atau
dikonsulkan spesialis THT
2. Mencari kemungkinan penyebab urtikaria.
PE
R
Kegawatdaruratan Dermatologi
309
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
IV
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i |297
310
Kegawatdaruratan Dermatologi
Apakahpasien
hanyamenderita
angioedema?
Apakahlesiurtikariasecara
morfologisesuaidengan
vaskulitisurtikariadan
apakahmenetap>24jam?
Tidak
Ya
KED
Complement assays
biopsi
Apakah pasien
mempunyai
vaskulitis
urtikaria?
Ya
Tatalaksana
vaskulitis
Apakahevaluasi
menemukankausa
yangmendasari?
Tidak
o
o
o
Apakahriwayat,pemeriksaan
fisik,dan/ataulaboratoris
mengindikasikanpenyebab
yangmendasari?
Tidak
Tatalaksana spesifik
Hilangkan faktor yang
mungkin memperparah
atau menginduksi
urtikaria/angioedem
Tatalaksana farmakologik
spesifik
PE
R
Tatalaksana
spesifik
Riwayat lengkap
termasuk review sistem
Okupasional
Sengatan, gigitan
serangga
Pengobatan
Makanan
Infeksi
Sensitifitas fisik
Pemeriksaan fisik
Pertimbangkan tes
laboratorium dasar: CBC,
UA, ESR, LFT
Pertimbangkan tes yang
sesuai berdasar riwayat,
PE, ROS
Ya
Tidak
DO
Evaluasiuntuk
angioedema
Ya
Ya
SK
I
Tidak
Kegawat
Riwayat tambahan
l o g i |298
Apakahevaluasi
tambahanakan
menentukanpenyebab?
Ya
Tatalaksana spesifik
Tatalaksana farmakologik
spesifik
Tidak
Tatalaksana pasien
dengan urtikaria idiopatik
dan/atau angioedem
Kegawatdaruratan Dermatologi
311
Tidak
Ya
Singkirkanfaktorpenyebab
SkrininguntukhereiditaryAE(HAE)atau
AEdidapat(AAE)
Angioedema
menetap
DisingkirkanHAE
atauAAE
DO
Angioedema
membaik
SK
I
Carikemungkinanfaktorpenyebab
(pertimbangkananafilaksisatipikaldan
obatmisalinhibitorACE)
Tatalaksanayang
sesuai
DiagnosisHAE
atauAAE
Pertimbangkan
danskrininguntuk
penyebab
angioedemjarang
atauangioedem
mimics
Ya
PE
R
Tidak
Angioedem
histaminergik
idiopatik
Angioedemnon
histaminergik
idiopatik
Angioedema
idiopatik
Terapidengan
antihistamin
Respon
baik
Respon
baik
Terapidengan
asamtraneksamik
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i |300
312
Tanpa
respon
Kegawatdaruratan Dermatologi
II
Kriteria diagnostik
Klinis
: Nekrolisis epidermal, mencakup Sindrom StevensJohnson (SSJ) dan Epidermal Nekrolisis Toksik (NET),
adalah reaksi mukokutaneus yang mengancam jiwa,
ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis
ekstensif. SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan
kulit dan membran mukosa, dan karena kesamaan
temuan klinis dan histopatologis, kedua kondisi ini
digolongkan sebagai varian keparahan dari proses yang
serupa, yang hanya berbeda pada keparahan area
permukaan kulit yang terkena.
:
: Faktor etiologi terpenting adalah penggunaan obat.
Anamnesa riwayat menggunakan obat secara
sistemik (jumlah dan jenis obat, dosis, cara
pemberian, lama pemberian, runtutan pemberian
obat, pengaruh pajanan matahari) atau kontak obat
pada kulit yang terbuka (erosi, ekskoriasi, ulkus).
Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak waktu
pemberian obat, apakah timbul segera, beberapa
saat atau jam atau hari.
Beberapa faktor pencetus lain adalah infeksi
(Mycoplasma pneumoniae, virus, imunisasi), dan
telah dilaporkan kejadian nekrolisis epidermal setelah
transplantasi sumsum tulang belakang.
Kelainan kulit antara lain: eritema, vesikel, papul,
erosi, ekskoriasi, krusta kehitaman, kadang
purpura. Menurut total area lepasnya epidermis,
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: SSJ (<10%),
tumpang tindih SSJ/ NET (10-30%), dan NET
(>30% area tubuh).
Kelainan mukosa (hampir selalu, setidaknya pada
dua situs): dimulai dengan eritema, erosi dan nyeri
pada mukosa oral, mata dan genital. Kelainan mata
seperti konjungtivitis kataralis, purulenta, atau dapat
menjadi ulkus. Kelainan mukosa oral seperti erosi
hemoragis nyeri yang tertutup pseudomembran
putih keabuan dan krusta. Kelainan genital seperti
erosi, dapat menyebabkan sinekia (perlekatan).
Gejala
ekstrakutaneus: demam, nyeri dan
kelemahan, keterlibatan organ dalam seperti
komplikasi pulmonar yang bermanifestasi sebagai
peningkatan kecepatan nafas dan batuk, komplikasi
digestif seperti diare profus, malabsorbsi, melena,
perforasi kolon.
SK
I
Definisi
PE
R
DO
Diagnosis banding
Kegawatdaruratan Dermatologi
313
Penatalaksanaan
DO
III
Pemeriksaan
penunjang
SK
I
PE
R
1. Topikal:
- Sesuai dengan kelainan kulit yang terjadi (ikuti
prinsip dermatoterapi)
- Pada mata sesuai anjuran konsultan Dokter Spesialis
Mata.
- Lesi di mulut dan bibir: steroid dalam vaselin atau
boraks-gliserin.
2. Sistemik:
- Hentikan obat yang dicurigai.
- Atasi keadaan umum terutama kondisi vital: berikan
infus sesuai kondisi
- Deksametason intravena 0,15-0,2 mg/kgBB/hari
dapat sampai 4-6 x 5 mg/hari, setelah masa kritis
diatasi (2-3 hari) dosis segera diturunan cepat (5
mg/hari), setelah dosis rendah, bisa diganti peroral
(prednison 2x20 mg/hari)
- Antibiotik (yang jarang menyebabkan alergi),
spektrum luas, tidak nefrotoksik, dan bersifat
bakterisidal: gentamisin 2x80 mg atau klindamisin 2 x
600 mg intravena.
- Diet rendah garam dan tinggi protein
- Bila kalium turun, berikan KCl 3 x 500 mg/hari
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i |302
314
Kegawatdaruratan Dermatologi
Komplikasi
Kepustakaan
Sepsis
Kegagalan organ dalam
Kematian
PE
R
IV
DO
SK
I
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i |303
Kegawatdaruratan Dermatologi
315
Bagan Alur
SK
I
Kelainan kulit:
Eritema, vesikel, papul,
erosi, ekskoriasi, krusta
kehitaman, purpura.
Epidermolisis: Tzanck test
(+) (terutama TEN)
Kelainan mukosa:
Mata, orifisium
mulut, anogenital
Pemeriksaan
laboratorium: darah,
elektrolit, albumin, fungsi
liver
< 10 %
SSJ
10 30 %
> 30 %
SSJ/TEN
TEN
0 atau 1
DO
SCORTEN SCORE
Terapi aktif:
- Kortikosteroid sistemik (IV/oral)
- Intravenous Immunoglobulin
(IVIG)
- Keseimbangan hemodinamik,
protein, & elektrolit periksa
kadar elektrolit serum
- Antibiotik (yang jarang
menyebabkan alergi)
PE
R
SCORTEN
0-1
2
3
4
5
Langkah-langkah suportif:
Kulit:
- Erosi ditutup dengan kasa dan
hydrocolloid dressing
Mata:
- Lubrikan
- Steroid dan antibiotik tetes mata
- Melepaskan adhesive lidglobe
secara perlahan
Saluran pernapasan:
- Postural drainage
Saluran pencernaan:
- tinggi kalori, tinggi protein
- IVFD
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i |304
316
>1
Kegawatdaruratan Dermatologi
H.3.SINDROM DRESS (Drug Rash with Eosinophilia and Systemic Symptoms) (T88.7)
: Sindrom DRESS merupakan kumpulan gejala dan tanda
reaksi obat idiosinkratik berat pada pemberian obat
dalam dosis terapi, yang secara khas ditandai oleh:
1) Demam
2) Erupsi kulit
3) Abnormalitas hematologi (eosinofilia > 1500/L, atau
kelainan hematologi lain misal lekositosis, limfositosis,
atau limfosit atipik
4) Keterlibatan sistemik (limfadenopati > 2cm, hepatitis
sitolitik dengan AST > 2x normal, nefritis intersitial,
pneumonia interstitial, atau miokarditis)
Definisi
SK
I
II
DO
Kriteria diagnostik
Klinis
PE
R
Diagnosis banding
: 1. Sindrom Stevens-Johnson
2. Dermatitis eksfoliatifa
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 305
Kegawatdaruratan Dermatologi
317
Pemeriksaan
penunjang
Penatalaksanaan
: Nonmedikamentosa :
Menghentikan segera obat yang dicurigai sebagai
penyebab.
DO
III
SK
I
Medikamentosa:
Prinsip:
Mengatasi keadaan umum yang buruk
Penatalaksanaan multidisiplin
Balans cairan dan elektrolit
PE
R
Terapi sistemik:
Prednison 0,5 2 mg/kgBB selama 1-8 pekan dan
diturunkan berkala selama 6-8 pekan atau steroid
sistemik setara prednison 1-2 mg/kgBB
Bila keadaan klinis berat, steroid sistemik dapat
diberikan dalam dosis denyut yang besar
kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
(1,5gr MP i.v. selama 3 hari dilanjutkan dengan 30
mg/hari sampai kondisi pasien membaik)
Pada pemberian prednison > 40 mg/hari sebaiknya
diberikan antibiotik profilaksis mencegah infeksi
sekunder.
Bila demam dapat diberikan antipiretik, namun harus
hati-hati tentang kemungkinan obat penyebab.
Komplikasi
Dehidrasi
Sepsis
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i |306
318
Kegawatdaruratan Dermatologi
Kepustakaan
SK
I
IV
PE
R
DO
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i |307
Kegawatdaruratan Dermatologi
319
SK
I
DO
PE
R
TINDAKAN BEDAH
LAMPIRAN
320
Lampiran
Lampiran 1
UJI TEMPEL
SK
I
Batasan
Uji tempel adalah suatu uji kulit yang dilakukan secara in vivo guna memastikan
penyebab/ alergen yang diduga menjadi penyebab dermatitis kontak alergika (DKA).
Mekanisme terjadinya DKA diperantarai oleh hipersensitivitas tipe lambat (delayed
hypersensitivity) terhadap bahan kimia atau bahan lain yang berkontak langsung dengan
kulit, misalnya yang dioleskan ke kulit, atau yang terpapar pada kulit pasien, di rumah atau
di tempat kerja. Uji tempel dengan Finn chamber merupakan uji tempel yang paling sering
digunakan. Selama dilakukan uji tempel, penderita ditempeli alergen yang diduga sebagai
penyebab dalam konsentrasi tertentu, dan dilakukan sesuai prosedur baku. Pengambilan
keputusan alergen penyebab didasarkan atas analisis hasil pembacaan dan interpretasi
hasil
Patofisiologi respons kulit pada DKA
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang terdiri dari 2 fase yaitu fase
sensitisasi dan elisitasi.
PE
R
DO
Fase Sensitisasi
Alergen pada umumnya merupakan bahan dengan berat molekul rendah, larut
lemak dan memiliki reaktivitas tinggi. Pada saat kontak pertama alergen dengan kulit akan
dikenal dan direspons oleh limfosit yang disebut sebagai fase sensitisasi dimana pada
fase ini hapten yang merupakan alergen yang belum diproses, bila dipaparkan pada
stratum korneum, berpenetrasi ke lapisan bawah epidermis dan akhirnya ditangkap oleh
sel Langerhans melalui proses pinositosis. Di dalam sel setelah hapten dicerna oleh enzim
sitosolik menjadi antigen lengkap dan diekspresikan pada permukaan sel Langerhans.
Sel Langerhans berada dalam bentuk imatur dan dapat berfungsi sebagai
makrofag yang memiliki kemampuan terbatas untuk menstimulasi limfosit T. Pada saat
kulit terpapar alergen, keratinosit mensekresi sitokin yang menyebabkan sel Langerhans
matur dan menjadi aktif dan dapat menstimulasi limfosit T.
Tahap berikutnya adalah presentasi HLA-DR pada limfosit T helper yang
mengekspresikan molekul CD4. Pengenalan antigen yang telah diproses dalam sel
Langerhans oleh limfosit T terjadi melalui kompleks reseptor limfosit T CD3. Selain itu
antigen tersebut dapat pula dipresentasikan oleh MHC klas 1 yang akan dikenali oleh
CD8.
Limfosit T yang telah tersensitisasi bermigrasi ke daerah parakortikal kelenjar
getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berploriferasi membentuk sel T efektor
yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk
kedalam sirkulasi. Sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh
dan menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.
Fase elisitasi
Pada fase elisitasi terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau serupa.
Hapten ditangkap dan dipresentasikan pada permukaan sel Langerhans yang
mengeluarkan IL-1 yang menstimulasi limfosit T untuk menghasilkan IL-2 dan
mengekspresikan IL-2 reseptor (IL-2 R). Hal ini menyebabkan proliferasi dan ekspansi
populasi limfosit T pada kulit. Limfosit T teraktivasi mensekresi IFN yang mengaktifkan
keratinosit yang mengekspresikan ICAM 1 dan HLA-DR.
Lampiran
321
271
SK
I
PE
R
DO
Ekstrak alergen
Ekstrak alergen yang digunakan dalam uji tempel standar terdiri dari 24 jenis. yaitu :
1.
Nickel
2.
Wool alcohols
3.
Neomycin sulfate
4.
Potassium dichromate
5.
Cain mix
6.
Fragrance mix
7.
Colophony
8.
Epoxy resin
9.
Quinoline mix
10. Balsam of Peru
11. Ethylenediamine dihydrochloride
12. Cobalt chloride
13. p-tert-Butylphenolformaldehyde
14. Paraben mix
15. Carba mix
16. Black rubber mix
17. Kathon CG
18. Quaternium-
19. Mercaptobenzothiazole
20. p-Phenylenediamine
21. Formaldehyde
22. Mercapto mix
23. Thiomersal
24. Thiuram mix
Ekstrak alergen dari bahan yang dicurigai harus memenuhi persyaratan tertentu:
1. kapasitas penetrasi intrinsik, termasuk tidak toksik
2. konsentrasi
3. vehikulum
4. oklusivitas uji tempel
5. waktu paparan.
Ekstrak alergen yang digunakan dalam uji tempel pelengkap, bergantung pada hasil uji
tempel standar dan uji tempel dengan ekstrak alergen dari bahan yang dicurigai. Contoh
ekstrak alergen yang digunakan dalam uji tempel pelengkap bila hasil uji tempel standar
Fragrance mix hasilnya positif, antara lain:
1. amylcinnamaldehyde
2. cinnamaldehyde
3. cinnamil alcohol
272
322
Lampiran
4.
5.
6.
7.
8.
eugenol
geraniol
hydroxycitronellal
isoeugenol
oak moss absolute
SK
I
DO
PE
R
Persiapan:
1. Lesi kulit dalam keadaan tenang
2. Tidak mengkonsumsi imunosupresan atau kortikosteroid sistemik (prednison > 10
mg/hari), minimal 3 hari sebelum tes atau sesuai dengan waktu paruh obat.l
3. Untuk alergen nonstandar perlu pengenceran 1/1.000, 1/100, 1/10
Alat dan Bahan untuk Uji Tempel
Alerger standar dan nonstandar, alumunium (Finn) chamber dengan plester scanpor.
Lampiran
273
323
Pasien diijinkan pulang dengan pesan agar lokasi uji tidak basah kena air. Selama
dilakukan uji kulit pasien diberitahu untuk tidak mandi, tidak melakukan aktivitas yang
menimbulkan keringat berlebihan.
Pada deretan bahan yang dibawa pasien (di luar standar), apabila terasa sangat
perih/nyeri (reaksi iritan) dapat dibuka sendiri
Pembacaan dilakukan pada jam ke 48, 72 dan 96 ( atau dilepas lebih awal jika timbul
keluhan sangat gatal atau rasa terbakar pada lokasi uji tempel ).
Hasil tes tempel yang positif bermakna dinilai relevansinya dengan anamnesis dan
gambaran klinis. Hasil relevansi positif dianggap sebagai penyebab. (pembacaan
dilakukan 15 menit setelah plester di lepaskan)
Pasien diberi catatan tentang hasil uji tempel yang positif bermakna
SK
I
DO
...............
reaksi negatif
IR
...............
reaksi iritan
NT ...............
not tested
Respon kulit harus diinterprestasikan sesuai dengan informasi sebelumnya dari riwayat
dan pemeriksaan klinis. Tidak jarang reaksi positif disebabkan oleh karena iritasi atau
sensitisasi yang tidak berhubungan dengan dermatitis sebelumnya. Jika ditemukan
relevansi dari reaksi positif, maka seharusnya dihindari bahan-bahan sebagai penyebab.
Bila hasil uji tempel meragukan, dapat dilakukan:
1. Diulang uji tempel dengan bahan tersebut pada penderita dengan serial dilusi
2. Dilakukan uji tempel dengan bahan tersebut pada subyek kontrol
3. Dilakukan pemeriksaan lanjutanpada penderita dengan menggunakan Repeated Open
Application Test (ROAT)
PE
R
274
324
Lampiran
SK
I
2. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan akan menurunkan reaksi dari uji tempel seperti antihistamin,
kortikosteroid, antidepresan trisiklik, dopamine dan clonidin.
3. Usia
Reaktivitas menurun saat bayi tapi kemudian meningkat pada usia anak-anak dan
semakin meningkat pada usia yang lebih tua.
4. Ritme harian dan variasi musim
Pada orang yang sensitif terhadap serbuk sari bunga, reaktifitas meningkat pada
musim bunga dan setelahnya tetapi reaktifitas menurun diluar musim bunga.
5. Kondisi patologi kulit
Beberapa kelainan kulit seperti contohnya eksim dapat merubah reaksi dari uji tempel
sehingga dibutuhkan untuk menginterprestasi hasil dengan seksama.
6. Imunoterapi
Imunoterapi dapat menghambat reaksi kulit terhadap alergen yang spesifik.
Algoritme
DO
Status Dermatologikus:
Lokalisasi:
Morfologi kulit:
Menyingkirkan DD
PE
R
Faktor yang
mempengaruhi
Evaluasi dan pembacaan hasil uji tempel, serta menganalisis dan menginterpretasikan hasil uji
tempel
Lampiran
275
325
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
1. Arshad SH. 2002. Skin Test. In: Allergy an Illustrated Colour Text. Southampton; Churchill
livingstone. p. 28-9.
2. Belsito DV. Allergic Contact Dermatitis. In Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 6th ed. New
York: Mc Graw Hill, 2003.p.1164-77.
3. Devos SA, Pieter VDV. Epicutaneous Patch Testing. In: Devos SA, eds. The Importance
and Relevance of Epicutaneous Patch Testing. Eur J Dermatol. 2002; 12 (5): 506-13.
4. Fowler JF. How to Patch Test. 1992. In: Larsen WG, Adams RM, Maibach HI, eds. Color
Text of Contact Dermatitis. Philadelphia: W.B Saunders Company..p. 8-18.
5. Lachapelle JM, Maibach HI. 2003. Patch Testing. In: Patch Testing and Prick Testing, A
Practical Guide. Berlin: Springer.p.7-69.
6. Lachapelle JM, Maibach HI. 2003. The standart and additional series of the patch test. In:
Patch Testing and Prick Testing, A Practical Guide. Berlin: Springer..p. 70-94.
326
276
Lampiran
Lampiran 2
UJI INTRADERMAL
Definisi
Indikasi
SK
I
Prosedur
PE
R
DO
II
Kontraindikasi
Lampiran
277
327
URL: www.aafp.org/afp
2. Schwindt C, Hutcheson PS, Leu SY, Dykewicz MS. Role of
intradermal skin test in the evaluation of clinically relevant
respiratory allergy assesed using patient history and nasal
challenges. Ann Allergy Asthma Immunol 2005; 94: 627-33.
3. Barbaud A, Goncalo M, Bruynzeel D, Bircher A. Guidelines for
performing skin test with drugs in the investigation of cutaneous
adverse drug reactions. Cont Derm. 2001; 45:321-328.
PE
R
DO
IV Kepustakaan
SK
I
III
328
278
Lampiran
Lampiran 3
UJI PROVOKASI OBAT ( UPO )
DO
SK
I
PENDAHULUAN
1) Uji Provokasi Obat ( UPO ) / Oral Challenge adalah metode pemberian obat terkontrol
untuk menegakkan diagnosis reaksi hipersensitivitas terhadap obat pada pasien
dengan riwayat dugaan alergi obat.1
2) Prosedur diagnostik untuk penegakan diagnosis alergi dikelompokkan berdasar
riwayat pasien, uji kulit in vivo, tes laboratorium in vitro dan uji provokasi.5
3) Uji kulit akan memberikan bukti adanya sensitisasi terhadap obat spesifik tetapi harus
selalu diinterpretasikan dalam konteks klinis yang sesuai.6
4) Hasil uji kulit negatif tidak dapat menyingkirkan kemungkinan obat sebagai penyebab
dalam ADR7,8,9 .
5) Riwayat penyakit tidak selalu dapat diandalkan, terutama bila didapatkan riwayat
penggunaan obat multipel.5
6) Uji Provokasi Oral (UPO) sangat direkomendasikan untuk dilakukan terutama pada
kasus dengan hasil uji kulit negatif atau meragukan untuk mengkonfirmasi korelasi
antara obat dan reaksi.6,7,8,9
PE
R
PRINSIP-PRINSIP UPO
1. UPO, meskipun memiliki beberapa keterbatasan, secara luas dipertimbangkan
sebagai baku emas untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis hipersensitivitas
dan membuktikan ada tidaknya relevansi klinis.6
2. UPO dilakukan dalam pengawasan medis baik terhadap obat alternatif, obat-obat yang
memiliki hubungan struktur farmakologis, maupun terhadap obat yang dicurigai
sebagai penyebab reaksi hipersensitifitas.1,6,10
3. Dari sejumlah penelitian disimpulkan UPO berperan penting dalam penegakan
diagnosis etiologis pada reaksi hipersensitivitas obat tipe I dan tipe IV, terutama
terhadap golongan betalaktam.1,10,11,13
4. Jenis reaksi pada reaksi hipersensitivitas terhadap obat, diantaranya adalah reaksi
non-immunologi, reaksi immediate, dan reaksi nonimmediate.9
5. Manifestasi klinis reaksi immediate yang diperantarai IgE terdiri dari generalized
urtikaria, rhinitis, angioedema, syok anafilaksis, dan asma brokhial. Pendekatan
pertama untuk diagnosis reaksi ini adalah berdasar riwayat reaksi obat yang
menekankan gejala yang harus muncul dalam 1 jam setelah konsumsi obat.5,9,11
6. Manifestasi klinis reaksi nonimmediate yang diperantarai sel T terdiri dari eksantem
makulopapular, fixed drug eruption, SJS, AGEP, TEN, vasculitis, lupus like syndrome,
DRESS. Reaksinya biasanya terjadi lebih dari 1 jam setelah konsumsi obat. Identifikasi
reaksi nonimmediate ini terkadang sulit dilakukan karena heterogenisitas mekanisme
reaksi dan dapat ditemukannya secara bersama-sama dengan infeksi virus yang
mencetuskan reaksi.1,5,11
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Penilaian resiko dan kemanfaatan masing-masing individu harus dilakukan sebelum UPO.
Prinsip kehati-hatian dan pengawasan harus dilakukan pada semua kasus.
Indikasi UPO, terbagi dalam 4 kelompok yang saling tumpang tindih :
1) Untuk menegakkan diagnosis hipersensitifitas obat dengan riwayat positif dengan
allergologic test negative, tidak dapat disimpulkan, atau tidak tersedia;
Lampiran
329
279
DO
SK
I
PE
R
PERSIAPAN UPO :
1. Tes dilakukan minimal 4 6 minggu setelah lesi kulit menyembuh.10
2. Pertimbangan etika mensyaratkan bahwa obat harus penting bagi pasien dan tidak
ada metode lain yang lebih aman atau hasil dari prosedur lainnya tidak dapat
disimpulkan. Obat-obat yang kegunaannya dimasa datang bagi pasien sangat terbatas
semestinya tidak memerlukan UPO.
3. Informed consent harus disampaikan pada pasien sebelum prosedur tes dilakukan.1
4. Protokol untuk masing-masing individu harus disiapkan dan prosedur tes harus
diawasi ahli dibidangnya.9
5. Selama prosedur UPO obat-obatan selain yang diteskan tidak diperbolehkan
dikonsumsi.
6. Beberapa jenis obat yang dikhawatirkan mempengaruhi atau mengganggu hasil tes
memerlukan periode washout termasuk diantaranya antihistamin, antidepresan,
glukokortikoid, beta-bloker, dan ACE-inhibitor (lampiran 1).1
7. Pencatatan secara detail dilakukan pada setiap tahap UPO: 1) tahap awal termasuk
data pasien secara lengkap, riwayat medis, dan riwayat terapi obat sebelum UPO; 2)
tahap paparan dosis obat, hasil pemeriksaan fisik awal dan selama prosedur terutama
yang relevan dengan riwayat reaksi sebelumnya hingga deskripsi efek samping.1
PROSEDUR PELAKSANAAN UPO :
Salah satu guideline UPO yang sering dijadikan acuan adalah protokol dari European
Network for Drug Allergy ( ENDA) 2003.9 Protokol UPO yang lain berasal dari berbagai
penelitian kohort dalam skala kecil terhadap beberapa jenis obat, diantaranya aspirin,
cyclooxigenase-2 inhibitor, beta-laktams.10,12-19
A. Protokol European Network for Drug Allergy ( ENDA):
330
280
Lampiran
SK
I
DO
B. Protokol Lammintausta et al, (2005), sebagai modifikasi protokol UPO dari ENDA:
1) UPO terbukti aman dilakukan dengan rawat jalan setelah pasien dengan riwayat
reaksi yang berat disingkirkan terlebih dahulu.12
2) Pengawasan ketat di rumah sakit hanya pada hari pertama UPO dengan
pemantauan pada reaksi kulit, tekanan darah, denyut jantung, dan suhu tubuh.
3) Pasien diijinkan untuk pulang ke rumah 3 hingga 4 jam setelah dosis terapi obat
tercapai dan bisa dilanjutkan dengan dosis harian regular selama 3-7 hari di
rumah. Jika reaksi tidak muncul pasien diminta menghubungi dan reaksi jika
dirasakan muncul diminta segera menghubungi, menghentikan obat, dan segera
memeriksakan diri kembali.12,14
C. Blanca-Lopez et al, dalam uji provokasi obat terhadap golongan aminopenicilin dengan
riwayat reaksi nonimmediate, menetapkan setelah dosis terapi harian tercapai
dilakukan pengawasan selama 6 jam di rumahsakit. Pasien selanjutnya dapat
melakukan UPO di rumah dengan dosis harian selama 5 hari dengan pemantauan
dokter. Penderita diminta segera menghubungi dan mendatangi rumah sakit bila reaksi
muncul.10,15
PE
R
Lampiran
281
331
DO
SK
I
muncul.9,10 Pada reaksi non immediate (riwayat reaksi obat lebih dari 1 jam setelah
pemberian obat) ENDA menetapkan dosis awal obat tidak boleh lebih dari 1/100 dari
dosis terapi, dengan pengecualian pada fixed drug eruption.9
4. UPO harus dilakukan dengan kontrol plasebo (pil laktosa atau salin 0,9% untuk
prosedur parenteral), buta tunggal atau bila diperlukan buta ganda. Pemberian plasebo
paling sering dilakukan pada hari pertama provokasi tes dengan satu, dua, atau 3
dosis plasebo dalam interval waktu bervariasi disesuikan dengan interval obat yang
diujikan, rata-rata 1 hingga 4 jam. Plasebo dapat pula diberikan setelah UPO terhadap
obat uji selesai dilakukan untuk kofirmasi hasil yang meragukan dalam periode waktu
yang berbeda.1,3
5. Pada Adverse Drug Reaction dengan kemungkinan obat penyebab yang multipel,
UPO pertama dilakukan terhadap obat yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk
menimbulkan reaksi alergi dan obat yang paling dicurigai sebagai penyebab reaksi
hipersensitifitas diberikan paling akhir. Provokasi selanjutnya dapat dilakukan dalam
beberapa hari hingga beberapa bulan ke depan tergantung pada jenis obat dan reaksi
UPO sebelumnya.1,3,10,12
6. Lama pengawasan UPO, tergantung pada riwayat reaksi obat sebelumnya dan obat
yang diujikan, dapat dilakukan hingga 5 kali waktu paruh obat uji untuk menjamin
eliminasi seluruhnya.9 ENDA menetapkan waktu untuk pengawasan ketat minimal 2
jam setelah stabilisasi, tetapi untuk pertimbangan keamanan menyarankan
pengawasan hingga 24 jam.1 Pada UPO dengan reaksi yang berat seperti syok
anafilaksis pasien dapat diminta untuk rawat inap, karena adanya kemungkinan
episode bifasik yang dapat mengancam jiwa jika tidak dikenali dan diterapi lebih awal. 9
Pasien dapat dibekali dengan obat-obat pertolongan pertama, termasuk antihistamin,
betamimetik, kortikosteroid, untuk gejala lanjutan yang mungkin masih bisa terjadi. 1
PE
R
332
282
Lampiran
SK
I
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
PE
R
12.
Aberer W, Bircher A, Romano A, et al. Drug provocation testing in the diagnosis of drug
hypersensitivity reactions: General considerations. Allergy 2003; 58: 854-63.
Lazarou J, Pomeranz BH, Corey PN. Incidence of adverse drug reaction in hospitalized patient:
A meta-analysis of prospective studies. J Am Med Assoc 1998; 279: 1200-5.
Hunziker et al cyt Wohrl S, Vigl K, Stingl G. Patients with drug reactions-is it worth testing?
Allergy 2006; 61: 928-34.
Wohrl S, Vigl K, Stingl G. Patients with drug reactions-is it worth testing? Allergy 2006; 61: 92834.
Brockow K, Romano A, Blanca M, et al. Rostrum: General considerations for skin test
procedures in the diagnosis of drug hypersensitivity. Allergy 2002; 57: 43-51
Mirakian R, Ewan PW, Durham SR, et al. BSACI guideline for the management of drug allergy.
Clin Exp Allergy 2008; 39: 43-61.
Waton J, Trechot P, Loss-Avay C, et al. Negative predictive value of drug skin tests in
investigating cutaneus adverse drug reactions. Br J Dermatol 2008; 160: 789-94.
Lammintausta K, Kortekangas-Savolainen O. The usefulness of skin test to prove drug
hypersensitivity. Br J Dermatol 2005; 152: 968-74.
Blanca M, Romano A, Torres MJ, et al. Update on the evaluation of hypersensitivity reaction to
betalactams. Allergy 2009; 64: 183-93.
Messad D, Sahla H. Benahmed S, et al. Drug provocation test in patiens with history
suggesting an immediate drug hypersensitivity reaction. Annals Internal Med 2004; 140:1001-6.
Aberer W, Kranke B. Clinical manifestations and mechanisms of skin reactions after systemic
drug administration. Drug Discovery Today: Disease Mechanisms 2008; 5: 237-47.
Lammintausta K, Kortekangas-Savalainen O. Oral challenge in patien with suspected cutaneus
adverse drug reactions: Finding in 784 patients during a 25-year-period. Acta Derm Venereol
2005; 85: 491-6.
Padial A, Antunez C, Blanca-Lopez N, et al. Non-immediate reactions to betalactams:
Diagnostic value of skin testing and drug provocation test. Clin Exp Allergy 2008; 38: 822-8.
Pichicero ME, Pichicero DM. Diagnosis of penicillin, amoxicillin, and cephalosporin allergy:
Reliability of examination assessed by skin testing and oral challenged. J Pediatric 1998; 132:
137-43.
Blanca-Lopez N, Zapatero L, Alonso E, et al. Skin testing and drug provocation in the diagnosis
of nonimmediate reactions to aminopenicillins in children. Allergy 2009; 64: 229-33.
Romano A, Blanca M, Torres MJ. Diagnosis of nonimmediate reaction to betalactams
antibiotics. Allergy 2004; 59: 1153-60.
Hein UR, Hess SC, Worm M, et al. Evaluation of systemic provocation test in patients with
suspected Allergic and pseudoallergic drug reactions. Acta Derm Venereol 1999; 79: 139-42.
Kidon MI, Liew WK, Chiang WC, et al. Hypersensitivity to paracetamol in Asian children with
early onset of nonsteroidal anti-inflammatory drug allergy. Int Arch Allergy Immunol 2007; 144 :
51-6.
Kruse R, Ruzicka T, Grewe M. Intolerance reaction due to the selective cyclooxigenase type II
inhibitor Rofecoxib and Celecoxib, result of oral provocation test in patients with NSAID
hypersensitivity. Acta Derm Venereol 2003; 83 : 183-5.
DO
1.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
283
Lampiran
333
20. Lee AY. Topical provocation in 31 cases of fixed drug eruption: Change of causative drug in 10
years. Contact Dermatitis 1998; 58: 258-60.
21. Ozkaya E. Fixed drug eruption: State of the art. JDGG 2007; 5: 1-6
DO
SK
I
Tabel.1 Daftar obat yang dapat mempengaruhi atau menggangu hasil tes1
Jenis Obat
Rute obat
IR
NIR
Wash out
Antihistamin
Oral, iv
+
5 hari
Antidepresan
Oral, iv
+
5 hari
Glukokortikoid
Topikal
?
?
Jangka lama
Oral, iv
3 minggu
Jangka pendek, dosis tinggi ( > 50 mg ) Oral, iv
1 minggu
Jangka pendek, dosis rendah (< 50 mg Oral, iv
3 hari
)
Beta bloker
Oral
+
+
1 hari
Topikal
_
ACE-inhibitor*
Oral
+
+
1 hari
IR= immediate reaction; NIR= non immediate reaction ? = tidak relevan;
*= masih kontroversial
Tabel 2 Peningkatan dosis bertahap pada UPO10
______________________________________________________________________________________________________________________
Golongan
PE
R
Obat
Dosis
334
284
Lampiran
Rute
Dosis Harian_
Lampiran 4
PRICK TEST / UJI TUSUK
SK
I
Batasan
Uji tusuk merupakan salah satu jenis tes kulit yang merupakan pemeriksaan in vivo yang
telah digunakan secara luas untuk menegakkan diagnosis alergi dan memastikan
penyebabnya. Dengan cara melakukan tusukan pada tetesan ekstrak alergen kemudian
ujung jarum dinaikkan secara hati-hati untuk mengangkat lapisan epidermal, tanpa
menyebabkan perdarahan.
Uji ini paling banyak digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit yang
disebabkan oleh reaksi alergi makanan maupun hirupan, karena sederhana, relatif mudah
dan murah, cepat, aman, cukup sensitif dan spesifik. Walaupun teknik pelaksanaan uji
tusuk relatif mudah namun penentuan indikasi yang tepat dan interpretasi hasil uji tusuk
memerlukan keahlian khusus. Dalam satu kali pemeriksaan dapat diperiksa lebih dari 20
jenis alergen, akan tetapi lebih bijaksana untuk membatasi jumlah alergen yang paling
sering menjadi penyebab saja yang diperiksa.
DO
PE
R
Ekstrak alergen
Sebaiknya alergen yang digunakan dalam uji tusuk dipilih yang sudah terstandarisasi dan
harus mencakup alergen utama seperti tungau debu rumah. Sebelum digunakan potensi
alergen diuji dengan metode in vivo dan in vitro. Secara in vitro, alergen diuji dengan
menggunakan teknik Radioallergosorbent test (RAST) inhibition. Alergen diuji terhadap
serum yang berasal dari individu yang telah tersensitisasi oleh alergen tersebut, untuk
mengkonfirmasi adanya alergen utama dan untuk mengetahui reaktivitas dari ektrak
alergen. Potensi alergen sebaiknya juga diuji secara biologis dengan uji kulit secara serial
menggunakan ekstrak alergen yang diencerkan 10 kali.
Untuk uji tusuk digunakan solusi alergen dengan konsentrasi tertentu yang telah
ditentukan alergen utama dari masing-masing ekstrak alergen. Namun, ekstrak alergen
yang telah terstandarisasi hanya tersedia untuk alergen hirupan yang umum seperti polen
dan tungau debu rumah, sedangkan alergen makanan umumnya tidak distandarisasi.
Ekstrak alergen sebaiknya disimpan pada lemari es pada suhu -4C. Untuk kontrol negatif
biasanya digunakan larutan normal salin atau bahan yang digunakan sebagai pelarut dari
ekstrak alergen. Bila terjadi reaksi pada kontrol negatif ini biasanya berupa dermografisme
yaitu reaksi non spesifik terhadap trauma. Untuk kontrol positif umumnya digunakan
larutan histamin 1-10 mg/ml, akan tetapi dapat pula digunakan bahan lain yang dapat
merangsang sekresi mediator oleh mastosit seperti larutan kodein fosfat.
Lampiran
285
335
SK
I
DO
PE
R
286
336
Lampiran
3.
4.
5.
6.
7.
DO
2.
Terjadi beberapa detik atau menit (dapat pula beberapa jam) setelah paparan.
Gejala pada kulit: eritema, gatal pada ekstremitas berlanjut urtikaria dan
angioedema
Obstruksi jalan nafas sampai asfiksia karena edema laring
Obstruksi saluran nafas bawah: wheezing
Gangguan gastro intestinal: mual, muntah, nyeri perut dan diare
Hipotensi dan vaskular kolaps.
SK
I
PE
R
Pada pembacaan, kontrol negatif harus tidak ada reaksi, dan kontrol positif harus timbul
urtika / bentol. Reaksi ini kemudian dibaca dan dicatat, metode yang lebih akurat dalam
menentukan luas area reaksi adalah menggunakan planimetry. Untuk mendapatkan data
yang permanen dapat dilakukan cara sebagai berikut : batas dari bentol di tandai
menggunakan pulpen / pen fine tip, kemudian gambaran tersebut dipindahkan ke kertas
menggunakan plester tembus pandang / translucent tape. Hasil tes dibaca setelah 15
menit dengan melihat bentol yang timbul.
Untuk menilai ukuran bentol berdasar The Standardization Committee of Norhern
(Scandinavian) Society of Allergology dengan membandingkan bentol positif yang timbul
Lampiran
287
337
SK
I
akibat histamin dengan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai berikut
:
- bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)
- bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
- derajat bentol + (+1) dan ++ (+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya
antara bentol histamin dan larutan kontrol
- untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bentol histamin
dinilai ++++ (+4)
Penilaian ini tidak diukur dengan ukuran mm oleh karena adanya perbedaan reaksi kulit
yang bersifat individual dan tidak tetap / berubah dari waktu ke waktu. Pada penderita
dengan hasil uji tusuk yang positif tetapi tanpa adanya gejala klinis, kemungkinan besar
terdapat pada fase laten atau alergi sub klinis.
DO
Di Amerika cara penilaian ukuran bentol menurut Bousquet (2001) adalah sebagai berikut
:
0
: reaksi (-)
1+
: diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)
2+
: diameter bentol 1 3 mm > dari kontrol (-)
3+
: diameter bentol 3 5 mm > dari kontrol (-)
4+
: diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema
Secara umum reaksi minimal 3 mm atau setidaknya setengah dari reaksi yang timbul
akibat histamin, dinyatakan positif.
PE
R
Dalam interpretasi hasil uji tusuk harus dipertimbangkan adanya positif palsu maupun
negatif palsu. Hasil dinyatakan positif palsu bila kontrol negatif memberikan hasil positif,
semua alergen positif dengan hasil serupa. Hasil positif palsu biasanya disebabkan oleh
karena dermografisme, reaksi iritasi, reaksi non spesifik yang berlebihan karena reaksi
kuat oleh alergen yang berdekatan, atau akibat perdarahan karena tusukan yang terlalu
dalam. Sedangkan hasil tes dinyatakan negatif palsu bila kontrol positif memberikan hasil
positif lemah atau negatif. Negatif palsu dapat disebabkan oleh kualitas dan potensi
alergen yang buruk, pengaruh obat yang dapat mempengaruhi reaksi alergi (antihistamin,
steroid), penyakit yang dapat meningkatkan respon kulit, penurunan reaktivtas kulit yang
biasanya dijumpai pada bayi dan orang tua, teknik tusukan yang salah (tusukan terlalu
lemah) atau waktu pembacaan yang tidak adekuat.
288
338
Lampiran
PE
R
DO
SK
I
kulit. Obat antidepresan seperti imipramin, fenotiazin dan juga obat penenang lainnya
harus dihindari selama 10 hari. Selain itu harus diwaspadai penggunaan dopamin atau
klonidin karena berperanan pula dalam menghambat reaktivitas kulit.
9. Usia
Pada bayi dan orang tua reaktivitas kulit cenderung menurun, dan meningkat sejak
masa anak-anak sampai dewasa. Tes kulit memberikan reaksi paling baik pada usia
dekade ketiga dan menurun secara signifikan setelah usia 50 tahun. Pada bayi, tes
kulit cenderung kurang reaktif sehingga bila hasil edema 2 mm atau lebih sudah
dikatakan positif.
10. Ritme harian dan variasi musim
Faktor musim mempengaruhi hasil tes kulit karena berhubungan dengan sintesa Ig E
spesifik yang meningkat pada musim pollen sehingga sensitivitas kulit meningkat
setelah musim pollen dan menurun sampai musim pollen berikutnya. Terjadinya bentol
terhadap histamin atau alergen mencapai puncak pada sore hari dibandingkan pada
pagi hari, tetapi perbedaan ini sangat minimal dan seringkali tidak berpengaruh.
11. Kualitas ekstrak alergen
Kualitas ekstrak alergen ini sangat penting dan mempengaruhi hasil tes kulit, oleh
karena itu bila memungkinkan sebaiknya dipakai alergen yang sudah terstandarisasi.
12. Kondisi patologi kulit
Jangan melakukan tes kulit pada penderita dengan penyakit kulit misalnya urtikaria
maupun dermatitis sebab akan mempengaruhi reaksi kulit terhadap alergen. Pada
penderita dengan keganasan. Limfoma, sarcoidosis, diabetik neuropati juga dijumpai
adanya penurunan reaktivitas terhadap tes kulit.
13. Imunoterapi
Imunoterapi yang sebelumnya didapat oleh seseorang akan menghambat reaksi kulit
terhadap alergen.
Lampiran
339
289
Algoritme
SK
I
Status generalis
Status Dermatologikus:
Lokalisasi:
Morfologi kulit:
DO
Menyingkirkan DD
PE
R
Faktor yang
mempengaruhi
Indikasi dan
kontra indikasi
290
340
Lampiran
Kepustakaan
PE
R
DO
SK
I
1. Arshad SH. Skin Test. In: Allergy an Illustrated Colour Text. Southampton: Churchill
Livingstone, 2002.p. 24-7.
2. Lachapelle JM, Maibach HI. The methodology of prick testing and its variants. In: Patch
testing and prick testing, a practical guide. Berlin: Springer, 2003. p 149-62.
3. McGrath. Anaphylaxis. In: Patterson R, Grammer LC, Greenberger PA, editors. Allergic
th
Diseases, Diagnosis and Management, 5 ed. Philadelphia: Lippincott-Raven, 1997.p.43958.
4. Soter NA, Kaplan AP. Urticaria and Angioedema. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine,
6th ed. New York: Mc Graw Hill, 2003.p. 1129-39.
Lampiran
341
291
Lampiran 5
Kepada Yth.
Sejawat anggota PERDOSKI
Di
Tempat
SK
I
HIMBAUAN
Buku Panduan Layanan Klinis Dokter Dermatologi dan Venereologi ini masih belum
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik, saran dan usulan Sejawat untuk
perbaikan /penyempurnaan buku ini.
DO
PP PERDOSKI
Grand Ruko Salemba
Jl. Salemba Raya 1 no. 22, Unit no. 11
Telp/Fax. 021.3904517
Email: ppperdoski.org@gmail.com
ppperdoski@cbn.net.id
Hormat kami,
PE
R
Penyusun
atau ppperdoski@perdoski.org
342
292 Lampiran
DO
SK
I
PE
R
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA
(PERDOSKI)
Tahun 2014