Professional Documents
Culture Documents
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
ABSTRAK
NUR MASITA AMILUDDIN : Kajian Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Terkena Penyakit Ice Ice di Perairan
Pulau Pari Kepulauan Seribu di Bawah Bimbingan : FREDINAN YULIANDA
(Ketua) dan ENAN M.ADIWILAGA (Anggota).
Komoditas rumput laut K. alvarezii mempunyai prospek yang cerah dalam
perdagangan untuk kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Peningkatan
permintaan pasar dunia terhadap jenis ini memacu perkembangan budidaya.
Rumput laut K. alvarezii dewasa ini sedang giat dikembangkan oleh pemerintah
melalui usaha budidaya karena selain dapat meningkatkan pendapatan nelayan
juga menjadi sumber devisa negara.
Rumput laut yang dibudidayakan di pulau Pari pada tahun 2000 mulai
memperlihatkan adanya kecenderungan penurunan hasil panen baik kuantitas
maupun kualitas dan menjadi permasalahan sampai sekarang. Penurunan hasil
panen baik kuantitas maupun kualitas ini disebabkan karena terkena penyakit
ice ice (bercak putih). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas
lingkungan, pertumbuhan dan kandungan karaginan rumput laut K. alvarezii
yang terkena penyakit ice ice di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau
Pari.
Hasil penelitian diperoleh bahwa di lokasi budidaya sebelah barat dari
minggu pertama sampai minggu keempat kualitas air masih memenuhi kriteria
untuk budidaya rumput laut, sehingga ada peningkatan pertumbuhan dan
kandungan karaginan. Minggu kelima sampai minggu kedelapan kualitas air
memburuk dan tanaman uji terinfeksi bakteri penyebab penyakit ice ice, sehingga
pertumbuhan dan kandungan karaginan menurun. Sementara lokasi budidaya
sebelah utara sudah terkena penyakit ice ice selama masa pemeliharaan.
Untuk mencegah Agar penyakit ice ice tidak meluas atau berkembang,
maka kegiatan budidaya dihentikan selama kualitas air memburuk dan dilakukan
penanaman bila kondisi perairan kembali normal..
Kata kunci : K. alvarezii, Pertumbuhan, Karaginan , Ice ice.
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sain pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Tesis
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulilllah Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, atas segala rahmatnya. Berkat bantuan banyak pihak tesis dengan judul
Kajian Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii yang Terkena Penyaki Ice ice di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu
dapat diselesaikan. Tesis ini sekaligus sebagai tugas akhir akademis dalam
pendidikan di program studi Ilmu Perairan, program Pascasarjana IPB. Melalui
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1
Bapak Prof.Enang Harris selaku ketua Program Studi Ilmu Perairan beserta
seluruh staf pengajar.
7 Bapak Satir beserta petani rumput laut kelurahan pulau Pari Kab.Administrasi
Kepulauan. Seribu yang telah banyak membantu.
8
Ayah tercinta (almarhum), Ibu tersayang yang telah banyak berjasa dengan
bantuan moriil, matriil dan selalu mendoakan dalam segala studi penulis.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu saran dan
kritik demi penyempurnaan sangatlah diharapkan. Akhirnya semoga tulisan ini
ada manfaatnya bagi pembaca dan yang membutuhkan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 20 April 1967 merupakan anak
kedua dari lima bersaudara dari ayahanda Anas Amiluddin dan ibunda Arafia
M.Saleh.
Ambon tahun 1979, pendidikan menengah pertama pada SMP Negeri 7 Ambon
tahun 1982 dan pendidikan menengah atas pada SMA Negeri 3 Ambon tahun
1985. Pada tahun 1991 menyelesaikan pendidikan sarjana pada program studi
menejemen sumberdaya perairan jur usan penangkapan Universitas Pattimura
dengan skripsi berjudul Pengaruh Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Ikan
Demersal dengan Bottom Long Line di perairan Ambon. Pada tahun 2003 penulis
mendapat kesempatan melajutkan pendidikan Pascasarja pada Program Studi Ilmu
Perairan Sekolah Pascasarja Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperole h dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Sekolah Tinggi Perikanan Hatta
Sjahrir Banda Naira sejak tahun 2001 sampai sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iii
iv
vi
PENDAHULUAN ......................................................................................
Hipotesis ............................................................................................
10
11
12
12
13
15
15
16
17
18
18
19
19
19
ii
20
21
22
24
26
26
28
28
32
36
39
39
Pertumbuhan biomassa...............................................................
39
45
46
47
48
Kandungan Karaginan........................................................................
49
50
51
52
54
56
Simpulan .............................................................................................
56
Saran ..................................................................................................
56
57
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia rumput laut K. alvarezii. .............................................
21
28
5 Perbandingan kualitas perairan di pulau Pari tahun 1997 dan 2002 ........
38
46
48
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
18
20
23
29
30
31
Rata-rata pH di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari ....
32
33
35
36
37
37
38
40
17 Laju pengeroposan rumput laut tahap pertama (a) dan kedua (b)
di lokasi budidaya sebelah utara pulau Pari ..........................................
41
43
43
44
45
50
6
7
51
52
54
55
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumput laut atau algae merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia
yang diandalkan untuk pemasukkan devisa negara. Komoditas ini memiliki nilai
ekonomis yang tinggi sebagai bahan makanan dan keperluan industri. Produksi
rumput laut untuk kebutuhan ekspor umumnya berasal dari algae merah
(Rhodophyceae).
Salah satu jenis rumput laut yang mempunyai potensi untuk dibudidayakan
di Indonesia adalah Kappaphycus alvarezii yang dulu dikenal sebagai Eucheuma
cottonii. Masyarakat pulau pari mengenal dan menyebut jenis rumput laut ini
dengan nama Eucheuma. Jenis ini menjadi komoditas ekspor karena permintaan
pasar sekitar 8 kali lebih banyak dari jenis lainnya (Sulistijo 2002). Bahkan
menurut Doty (1973) kebutuhan rumput laut jenis K. alvarezii adalah 10 kali lipat
dari persediaan alami di dunia.
tampak dapat memenuhi permintaan pasar sejak tahun 1980 setelah keberhasilan
budidaya di perairan Selatan Bali (Nusa Penida) dan terus meluas hampir
keseluruh perairan Indonesia termasuk pulau Pari.
Rumput laut K. alvarezii dewasa ini sedang giat dikembangkan oleh
pemerintah melalui usaha budidaya karena selain dapat meningkatkan pendapatan
nelayan juga menjadi sumber devisa negara. Rumput laut yang dibudidayakan
bertujuan untuk meningkatkan hasil dalam jumlah yang cukup besar dan kontinyu
dengan kualitas yang baik terutama untuk kebutuhan ekspor.
Namun usaha
budidaya tersebut jika tidak ada pengelolaan yang baik dan tidak memperhatikan
kelestarian serta daya dukung lingkungan, maka dapat menurunkan kuantitas dan
kualitas hasil yang diperoleh.
Rumput laut yang dibudidayakan pada tahun 2000 mulai memperlihatkan
adanya kecenderungan penurunan hasil panen baik kuantitas maupun kualitas
dan
menjadi
permasalahan
sampai
sekarang.
Masalah
serius
yang
menimbulkan kerugian cukup besar dalam budidaya rumput laut di pulau Pari
adalah penyakit ice ice (bercak putih). Penyakit ice ice merupakan penyakit
yang timbul pada musim laut tenang dan arus lemah dan berlangsung selama
1-2 bulan, setelah itu areal dapat ditanami kembali bila kondisi lingkungan
sudah normal (Sulistijo 2002).
Perumusan Masalah
Musim barat tahun 2005 usaha budidaya rumput laut K. alvarezii di pulau
Pari menghadapi masalah penurunan produksi dan kualitas yang tidak dapat
diterima oleh pasar.
Permasalahan tersebut terjadi karena kekeroposan thallus rumput laut.
Proses kekeroposan thallus yang merupakan ciri dari penyakit ice ice sangat
cepat, sehingga sebagian besar produk tidak dapat dipanen.
Sumber penyebab timbulnya penyakit ice ice yaitu penurunan kualitas
lingkungan perairan. Munurunnya kualitas lingkungan perairan di pulau Pari
menyebabkan penurunan produksi, namun diperkirakan beberapa lokasi masih
mampu menunjang perkembangan budidaya rumput laut tersebut.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan
pengkajian usaha budidaya rumput laut di lokasi budidaya sebelah barat yang
merupakan perairan terbuka (luar gobah) dan utara yang merupakan perairan
Hipotesis
Produksi dan kualitas hasil budidaya rumput laut K. Alvarezii yang
dibudidayakan akan lebih baik di lokasi budidaya sebelah barat (luar gobah)
daripada di sebelah utara (gobah) pulau Pari walaupun terkena penyakit ice ice.
Unsur Hara
Intensitas
Produksi
Primer
Unsur
Hara
Laju
Pertumbuhan
Rumput Laut
Suhu
Keropos
Z<G
Rumput Laut
Oksigen
Intensitas
Serangan
Arus
Tingkat
perkembangan
bakteri
Biomassa
Bakteri
Ice ice
Produksi
Rumput
Laut
TINJAUAN PUSTAKA
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Family
Genus
: Solieriaceae
: Kappaphycus
Kappaphycus tumbuh pada daerah yang selalu terendam air (subtidal) atau
pada daerah surut (intertidal). Jenis ini sangat baik tumbuh pada daerah terumbu
karang (coral reef), sebab pada daerah inilah terdapat beberapa syarat untuk
pertumbuhan yaitu kedalaman perairan, cahaya, subsrat dan pergerakan air.
Selanjutnya Lobban dan Harison (1994) mengatakan bahwa alga tersebut tumbuh
dengan baik pada perairan terbuka dengan tingkat pergerakan arus yang tinggi. Di
alam bebas Kappaphycus tumbuh dan berkembang dengan baik pada salinitas
yang tinggi.
Komposisi kimia
Komposisi kimia rumput laut sebagian besar terdiri dari karbohidrat, juga
mengandung protein, lemak dan mineral (Hansen et al. 1981).
Karbohidrat
merupakan komponen terbesar, terutama sebagai dinding sel dan sebagai jaringan
intraseluler. Menurut Kuntoro (1985) dalam Suryaningrum (1988) rumput laut
mengandung air 12,95-27,50%, protein 1,60-10,00%, karbohidrat 32,25-63,2%,
lemak 4,50-11,00%, serat kasar 3,00-11,40% dan abu 11,50-23%. Komposisi
kimia menurut Soegiarto dan Sulistijo (1985) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut K. alvareezii.
Komponen
Kadar air (%)
Protein (%)
Karbohidrat (%)
Lemak (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Mineral Ca (ppm)
Mineral Fe (ppm)
Mineral Pb (ppm)
Thiamin (mg/100g)
Riboflavin (mg/100g)
Vitamin C (mg/100g)
Karaginan (%)
Team Rumput Laut BPPT dan Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB (Soegiarto dan Sulistijo, 1985).
rendah hanya 1-2% saja. Selanjutnya dilaporkan juga kandungan vitamin seperti
vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan C serta mengandung mineral seperti kalium,
kalsium, pospat, natrium, zat besi dan iodium (Araksi et al. 1984 dalam
Anggadireja et al. 1996). Rumput laut merupakan sumber koloid untuk agar-agar,
karaginan, algin, laminarin, fukoidin dll. Durant and Sanford (1970) membagi
koloid menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang bernilai ekonomis tinggi yaitu
agar-agar, karaginan, algin dan ekonomis rendah yaitu laminarin, fukoidin dan
lainnya. Menurut Wei and Chin (1983) secara kimia karaginan mirip dengan
agar-agar, hanya karaginan mempunyai kandungan abu tinggi dan memerlukan
konsentrasi tinggi untuk membentuk larutan kental. Selajutnya menurut Food
chemical codex USA (1974) dalam Suryaningrum (1988) membedakan agar-agar
dan karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya dimana karaginan minimal
mengandung 18% sedangkan agar-agar hanya mengandung sulfat sekitar 3-4%.
Budidaya K. alvarezii
Usaha budidaya terhadap beberapa jenis rumput laut telah berhasil
dikembangkan di beberapa negara.
harus bebas dari predator dan pencemaran industri maupun rumah tangga, (5)
lokasi harus mudah dijangkau.
Secara rinci Atmadja et al.(1996) mengadakan klasifikasi penilaian lokasi
untuk budidaya hayati rumput laut K. alvareezii dengan kriteria baik dan cukup
baik (Tabel 2).
Tabel 2 Klasifikasi kriteria lokasi budidaya rumput laut K. alvareezii
Parameter
Keterlindungan
Arus (gerakan air)
Dasar perairan
pH
Kecerahan
Salinitas
Cemaran
Hewan herbivora
Kemudahan
Tenaga kerja
Kriteria baik
Terlindung
20 - 30 cm/detik
Pasir berbatu
7-9
Lebih dari 5 m
32 - 34 permil
Tidak ada
Tidak ada
Mudah dijangkau
Banyak
Parameter biologi antara lain rumput laut atau algae yang dibudidayakan
tidak terlepas dari pengaruh biologi perairan seperti hama dan penyakit. Salah
satu fungsi ekologi dari rumput laut dimana areal komonitas rumput laut dijadikan
spowning area dan nursery area oleh organisme laut yang dapat menjadi hama.
Hama rumput laut umumnya adalah organisme laut yang memangsa rumput laut
sehingga akan menimbulkan kerusakkan fisik terhadap thallus, dimana thallus
akan mudah terkelupas, patah ataupun habis dimakan hama.
Hama penyerang rumput laut dibagi menjadi dua menurut ukuran hama,
yaitu hama mikro merupakan organisme laut yang umumnya mempunyai panjang
kurang dari 2 cm dan hama makro yang terdapat dilokasi budidaya dan sudah
dalam bentuk ukuran besar atau dewasa. Hama mikro hidup menumpang pada
thallus rumput laut, misalnya larva bulu babi (Tripneustes sp.) yang bersifat
planktonik, melayang-layang di dalam air dan kemudian menempel pada tanaman
rumput laut. Beberapa hama makro yang sering dijumpai pada budidaya rumput
laut adalah ikan Beronang (Siganus sp.) bintang laut (Protoreaster nodosus), bulu
babi (Diademasetosum sp.), bulu babi duri pendek (Tripneustes sp.), Penyu Hijau
(Chelonia mydas), dan ikan Kerapu (Epinephellus sp.) (Ditjen Perikanan 2004).
Tumbuhan penempel dalam koloni yang cukup besar akan mengganggu
pertumbuhan rumput laut. Tumbuhan penempel tersebut antara lain adalah
Hipnea, Dictyota, Acanthopora, Laurensia, Padina, Amphiroa dan filamen seperti
Chaetomorpha, Lyngbya dan symploca (Atmadja dan Sulistijo 1977).
Metode budidaya
Metode yang akan digunakan tergantung pada kondisi lingkungan (lahan)
yang kita gunakan. Metode budidaya rumput laut dapat dilakukan dengan tiga
macam metode berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan yaitu :
(1) lepas dasar, (2) lepas dasar dan (3) metode rakit apung. Dari ketiga metode
tersebut yang sudah direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perikanan (1997)
adalah metode lepas dasar dan metode rakit apung. Selanjutnya dikatakan metode
budidaya rumput laut jenis Eucheuma sp yang sudah memasyarakat di Indonesia
adalah :
10
Bibit
rumput laut yang terpilih tidak lebih dari 24 jam penyimpanan di tempat kering
dan harus terlindung dari sinar matahari juga cemaran (terutama minyak), tidak
boleh direndam air laut dalam wadah, penyimpanan yang baik adalah di laut
11
dalam jaring agar sirkulasi air terjaga sementara. Bibit yang diperoleh adalah
bagian ujung tanaman (jaringan muda) umumnya memberikan pertumbuhan yang
baik dan hasil panenan mengandung karaginan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bibit dari sisa hasil panen atau tanaman tua (Indriani dan Sumiarsih 1999).
Saat yang baik untuk penebaran maupun penanaman bibit adalah pada saat
cuaca teduh (tidak mendung) dan yang paling baik adalah pagi hari atau sore hari
menjelang malam (Aslan 1998). Penanaman dengan sistem rakit ukuran 5 x 2 m
dengan jarak tanam 25 cm dibutuhkan bibit 8 kg sedangkan sistem tali rawe tiap
100 m tali rentang dengan jarak tanam 50 cm diperlukan bibit minimal 20 kg
(Sulistijo 2002). Selanjutnya dijelaskan bibit yang baik dan sehat pada lokasi
yang sesuai akan memberikan pertumbuhan yang baik, yang dapat diukur dengan
laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan 3-5% per hari selama waktu penanaman
memberikan indikasi pertumbuhan rumput laut yang baik.
Seminggu setelah
penanaman, bibit yang ditanam harus diperiksa dan dipelihara dengan baik
melalui pengawasan yang teratur dan kontinyu. Bila kondisi perairan kurang baik,
seperti ombak yang keras, angin serta suasana perairan yang dipengaruhi musim
hujan atau kemarau, maka perlu pengawasan 2-3 hari sekali, sedangkan hal lain
yang penting diperhatikan adalah menghadapi serangan predator dan penyakit
(Aslan 1998).
menggunakan metode lepas dasar berkisar antara 1,5-2,0 bulan dan bahwa
pemanenan dilakukan bila rumput laut telah nencapai sekitar 4 kali berat awal
(Kolang et al. 1996).
Pasca panen
Rumput laut dapat dipanen dengan dua cara yaitu secara parsial dan total.
Pemanenan rumput laut secara parsial dilakukan dengan cara memisahkan
cabang-cabang dari tanaman induknya dan selanjutnya digunakan kembali untuk
penanaman berikutnya. Sedangkan pemanenan secara total dengan cara
mengangkat semua rumpun tanaman secara keseluruhan dan kemudian tanaman
yang muda (thallus bagian ujung) dipilih kembali untuk dijadikan bibit dan bagian
pangkalnya dikeringan (Anonymous 1990). Selanjutnya dikatakan bahwa cara
pertama lebih mudah, tetapi kecepatan tumbuh bibit yang berasal dari tanaman
12
induk lebih rendah dibandingkan dengan tanaman muda seperti pada pemanenan
total, kelebihan cara kedua selain kecepatan tumbuh bibit lebih tinggi juga
karaginan yang dikandungnya lebih tinggi.
Penanganan hasil panen yang tepat sangat penting karena pengaruh
langsung terhadap mutu dan harga penjualan di pasaran. Beberapa langkah yang
perlu dilakukan dalam proses pengeringan hasil panen adalah : (1) setelah
penimbangan berat basah kemudian ditebar untuk dikeringkan diatas para-para,
(2) setelah 2-3 hari rumput laut yang sudah cukup kering kemudian dicuci, (3)
pencucian dilakukan dengan air laut selama 5 menit, (4) dijemur kembali selama
0,5-1 hari, (5) selalu ditutupi pada malam hari atau pada saat hujan (6) Setelah
benar-benar kering dimasukkan ke dalam karung dan ditimbang, siap untuk
dipasarkan.
langsung menjadi penyebab suatu penyakit, tapi keadaan luar telah melemahkan
tumbuhan lebih dulu, sehingga jasad dapat masuk atau juga oleh penyebabpenyebab yang bekerja terus menerus dalam waktu yang lama. Penyakit hanya
akan terjadi jika terdapat tumbuhan yang rentan, patogen yang virulen, dan
lingkungan yang sesuai. Penyakit tidak akan terjadi jika patogen yang virulen
bertemu dengn bagian tubuh yang rentan, tetapi lingkungan tidak mendukung.
Lingkungan seperti kelembaban, suhu, sinar matahari dan unsur hara sangat
mempengaruhi proses tersebut.
Pada kondisi yang mendukung, penyebab penyakit akan berkembang dan
mengadakan penetrasi masuk ke dalam jaringan membentuk toksin yang merusak
sel-sel tumbuhan.
tumbuhan inang yang disebut infeksi, tetapi sebaliknya jika parasit mengadakan
13
penetrasi pada badan tumbuhan yang tidak rentan, maka infeksi tidak akan terjadi.
Interaksi antara parasit dan tumbuhan inang terlihat dengan adanya gejala
penyakit dan biasanya gejala penyakit akan segera tampak setelah terjadinya
infeksi.
penyakit ice ice ini sebelumnya memperlihatkan adanya gejala pertumbuhan yang
lambat, permukaan thallus menjadi kasar dan pucat.
Sebagaimana tentang
dengan penurunan pertumbuhan per satuan waktu. Tanda - tanda ini nampak
sebulan atau beberapa waktu setelah penanaman yang ditandai dengan cabang
cabang tanaman sedikit, keseluruhan tanaman menjadi pucat dan permukaan
thallus menjadi kasar.
kekeroposan thallus sebagai ciri dari penyakit ice ice yang mengakibatkan
kegagalan panen. Bercak putih (ice ice) merupakan penyakit yang timbul pada
musim laut tenang dan arus lemah diikuti dengan musim panas yang dapat
merusak areal tanaman sampai mencapi 60-80% dan lamanya 1-2 bulan (Sulistijo
2002).
14
Infeksi mikroba penyebab penyakit ice ice sudah menjalar pada lokasi
perairan budidaya di pulau Pari, sehingga semua tanaman rumput laut yang
dibudidayakan di pulau Pari terkena penyakit ice ice dan menurunkan harga
dipasaran. Terjadinya penyakit dipengaruhi oleh berkembangnya jenis rumput
laut lain yang menempel atau epifit, ini didahului dengan rendahnya unsur hara
diperairan karena dengan berkembangnya rumput laut jenis lain akan
mengakibatkan penurunan unsur hara yang diperlukan oleh pertumbuhan
Kappaphycus (Direktorat Jederal Perikanan 1992). Sampai saat ini belum ada
metoda yang dapat diterapkan untuk mengendalikan penyakit ice ice tetapi untuk
mengurangi kerugian, maka tanaman harus dipanen sesegera mungkin kalau
penyakit telah berjangkit.
15
16
lambda-karaginan
berdasarkan
kandungan
3,6-anhydrogalaktosa
dan
kandungan sulfat. Lebih lanjut Zabik and Aldrich (1968) menyatakan bahwa
lambda-karaginan mengandung sedikit 3,6-anhydrogalaktosa dan banyak sulfat.
Identifikasi jenis karaginan dilakukan dengan menggunakan sinar infra merah
untuk mengetahui gugus fungsional.
(finger print) yaitu dibandingkan dengan spektrum standar yang dibuat pada
kondisi yang sama dan identifikasi gugus fungsional dan mencocokkan dengan
tabel. Doty (1987) membedakan Kappa
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, adanya ion, tipe ion yang
berhubungan dengan polimer, adanya senyawa organik yang larut dalam air,
garam dan tipe ion (Tawle 1973).
17
sebaliknya
dengan
bertambahnya
temperatur
kekentalan
artinya membentuk gel pada saat pendinginan dan mencair kembali jika
dipanaskan.
Menurut Rees (1969) pembentukan gel pada karaginan disebabkan
terjadinya perubahan susunan molekul yaitu perubahan bentuk molekul
koloid karaginan yang lurus menjadi bentuk tiga dimensi. Kondisi gel pada
karaginan dapat bervariasi dari keras, rapuh, lunak dan elastis. Tekstur ini
tergantung beberapa variabel antara lain sifat karaginan, konsentrasi, tipe ion
yang ada, adanya larutan lain dan adanya hidrokoloid lain yang tidak
membeku (Towle 1973).
karaginan dipengaruhi oleh adanya ion logam. Kappa dan iota- karaginan
tidak membentuk gel dengan ion Na, tetapi dengan ion kalium, calsium dan
amonium. Kappa-karaginan dengan ion kalium membentuk gel yang kaku,
sedangkan ion-karaginan membentuk gel yang elastis dengan adanya ion
calsium (Guiseley et al. 1980).
18
METODE PENELITIAN
Lokasi
penelitian yang dipakai untuk penanaman rumput laut K. alvarezii yaitu lokasi
budidaya barat (luar gobah) dan lokasi budidaya utara (gobah) pulau Pari.
Penelitian mulai dari minggu pertama bulan Mei sampai dengan akhir bulan Juni
2005 untuk pengumpulan data lapangan dan dilanjutkan dengan analisis
laboratorium selama 1 bulan.
19
Metode Pemeliharaan
Metode yang digunakan adalah metode rakit apung. Metode rakit apung
adalah penanaman yang dilakukan di permukaan air dengan menggunakan rakit
yang mengikuti gerakan naik turunnya air. Metode ini digunakan pada dasar
perairan yang keras, karena sukar untuk menancapkan pancang. Keuntungan dari
metode ini adalah pemangsaan oleh biota dasar dapat dikurangi karena tanaman
berada di atas jangkauan predator dan pencahayaan yang diterima lebih besar
untuk proses metabolisme dan pertumbuhan tanaman lebih baik.
Disain rakit
Penelitian ini menggunakan 10 buah rakit, berukuran masing - masing 120
x 120 cm dari bahan bambu sebagai kerangka tempat penanaman rumput laut.
Penghubung antar bambu digunakan tali nilon Polyethylen (P.E). Bahan-bahan
yang digunakan adalah potongan bambu berdiameter 10 cm yang dirangkai
dengan menggunakan tali nilon berdiameter 8 mm. Tali nilon berdiameter 4 mm
dianyam (tali ris) pada rakit dengan jarak anyam 30 cm. Pelampung botol plastik
dipasang pada ke empat sudut rakit sebagai penahan di permukaan, jerigen atau
gabus dengan bendera sebagai pelampung induk dipasang pada saat penebaran
dan pemberat (jangkar) dipasang pada tiap rakit dengan menggunakan tali nilon
berdiameter 9 mm (Gambar 3).
Rumput laut yang dijadikan benih adalah bagian ujung tallus (yang masih
muda) dari lokasi budidaya pulau Tikus yang ditimbang dengan bobot masingmasing ikatan 125 g dan diikat pada anyaman tali ris dengan bantuan tali rafia.
Tiap rakit diperlukan 16 ikatan bibit rumput laut (2 kg), sehingga total bobot bibit
yang diperlukan untuk penanaman pada 10 buah rakit adalah 20 kg rumput laut K.
alvareezii. Disain rakit dan pengikatan benih rumput laut dilakukan di darat.
Penanaman benih
Sepuluh buah rakit ditebar pada kedalaman 30 cm di bawah permukaan air
yaitu 5 buah rakit di lokasi budidaya sebelah barat dan 5 buah rakit di lokasi
budidaya sebelah utara pada kedalaman laut 4 - 6 meter. Hasil yang diperoleh
diharapkan dapat diketahui parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan
20
kandungan karaginan dari dua lokasi yang berbeda saat rumput laut terkena
penyakit ice ice sebagai imformasi untuk pengembangan budidaya rumput laut
K. alvarezii selanjutnya.
Pengamatan
diamati adalah suhu, arus, kecerahan yang diukur langsung di lapangan (in situ).
Suhu
diukur
dengan
menggunakan
thermometer,
arus
diukur
dengan
21
Pengambilan air contoh untuk pengamatan pH, nitrat, nitrit, amonia, total pospat
dan ortho pospat dengan menggunakan botol plastik berwarna putih berukuran
250 ml. Sebelum dianalisis air contoh terlebih dulu disimpan pada suhu rendah
dalam peti es. Selajutnya air contoh di bawa ke laboratorium Produktivitas dan
Lingkungan Perairan (ProLing) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Waktu perjalanan dari lokasi penelitian ke laboratorium Proling kurang lebih 7
jam.
Parameter biologi berupa biota pengganggu dan sampah diamati secara
visual. Pengukuran parameter lingkungan fisika, kimia dan biologi dirincikan
pada Tebel 3.
Tabel 3 Parameter, alat dan satuan pengukuran
Parameter
FISIKA
Suhu
Kecepatan arus
Kecerahan
KIMIA
Oksigen terlarut
Salinitas
pH
NO2-N
NH3-N
Total pospat
Ortho pospat
BIOLOGI
Biota pengganggu
Sampah
Alat
Satuan
Termometer
Tali benda terapung
dan stopwatch
Secchi disc, dan tali
Botol BOD
Hand refraktometer
pH meter
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
mg/l
0
/00
cm/detik
M
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
(visual)
(visual)
Teknik Pengamatan
Karakteristik pertumbuhan diamati dengan penimbangan bobot tanaman
satu ikatan untuk mengetahui pertambahan bobot. Pengamatan terhadap tanaman
dilakukan sekali setiap minggu pada kedua lokasi budidaya bersamaan dengan
pengukuran parameter lingkungan sampai minggu kedelapan (hari tanam kelima
puluh enam). Air contoh diambil pada kedua lokasi budidaya masing-masing 5
titik sampel di permukaan air dekat rakit rumput laut. Pengukuran bobot tanaman
menggunakan alat timbangan plastik 2 kg dengan ketelitian 0,1 g. Setiap rakit
22
diambil sampel sebanyak 2 ikat secara acak, sehingga tiap lokasi penanaman
diambil 10 ikatan rumput laut untuk pemantauan pertumbuhan. Pengambilan
sampel dengan memanen total yaitu mengangkat dua ikatan tanaman pada
masing-masing rakit dan ditimbang sebagai data bobot basah kemudian dilakukan
penjemuran + 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi rumput laut dijemur di atas
para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut yang akan diambil karaginannya
tidak boleh terkena air tawar (dapat merusaknya) karena air tawar akan melarutkan
karaginan.
timbangan digital untuk mendapatkan data bobot kering (bobot kering angin).
23
timbangan analitik. Berat hasil penimbangan dikurangi dengan berat wadah pada
waktu kosong, maka di peroleh berat karaginan bersih (g).
24
Analisis Data
1 Analisis pertumbuhan akan dilihat secara partumbuhan parsial yaitu
pertumbuhan yang dilihat antar waktu yang dinyatakan menurut (Affandi et al.
2002) dengan rumus sebagai berikut :
a. Pertumbuhan mutlak = Wt1 Wt0
b. Pertumbuhan relatif
Wt 1 Wt 0
x 100%
Wt 0
Karaginan =
Untuk mendapatkan presentase kadar air dan kadar abu dihitung menurut
(Patadjai 1993) dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air =
kehilangan bobot
x 100%
berat contoh
Kadar abu =
Bobot abu
x 100%
berat contoh
25
Kaidah keputusan :
t hit < ttab ( = 0,05), n1+ n2-2, terima Ho
t hit > ttab ( = 0,05), n1+ n2-2, tolak Ho
4 Untuk melihat karakterisrik kedua lokasi budidaya digunakan analisis PCA
dengan menggunakan sover EXTAT versi 06.
5
26
Pertambahan penduduk
dibeberapa pulau diantaranya pulau Pari cukup tinggi karena didorong oleh
aktivitas perekonomian (Bapeda DKI 2001).
Dalam pembagian kelurahan, pulau Pari termasuk kecamatan Kepulauan
Seribu selatan yang terdiri dari 10 buah pulau. Lokasi penelitian berada pada
pulau Pari sekitar 35 km ( 3,5-5 jam ) dari Jakarta. Transportasi laut yang
terdekat adalah melalui Rawasaban (Tangerang) 1,5-2 jam perjalanan
menggunakan kapal motor.
pergerakan arus dari timur ke barat, sehingga membawa banyak kotoran (sampahsampah) dari darat yang membahayakan kelangsungan organisme perairan.
Penelitian tentang karang diperoleh hasil bahwa sebagian karang mengalami stress
27
dilakukan secara
28
Parameter
Satuan
Barat
Utara
Ideal
Sumber Pustaka
Arus
cm/dtk
2,50-5,56
1,62-2,14
20 - 30
Kecerahan
2,25-2,52
2,15-2,25
1,5 - 5
Suhu
27-30
30-31
27 - 29
8,0-8,4
7,1-7,4
7-9
Salinitas
ppm
31,2-32,8
31,3-32,5
32 34
Oksigen
terlarut
Nitrat
mg/l
3,96-6,96
3,90-4,86
4,8 - 6,2
Atmadja et al.
(1996)
Direktorat Jenderal
Perikanan (1997)
Mubarak dan
Wahyuni (1981)
Zatnika
(1988)
Atmadja et al.
(1996)
Zatnika (1988)
mg/l
mg/l
0,1097 0,1114
0,00410,0054
1,0 - 3,2
Orthopospat
0,152 0,272
0,0060 0,0080
pH
0,021 0,10
Zatnika &
Angkasa, 1994)
Zatnika &
Angkasa (1994)
Faktor fisika
Arus
Kecepatan arus merupakan faktor penentu lama waktu keberadaan
substansi gas, unsur hara terlarut dan padatan partikel berada pada suatu habitat
dan kolom air. Kecepatan arus secara tidak langsung menjadi penentu suplai unsur
hara, pembersih / pengangkut padatan partikel yang dapat menempel pada rumput
laut dan mengatasi kenaikan tempratur air laut yang tajam.
29
Kecepatan arus di lokasi barat berkisar antara 2,50-5,56 cm/det dengan ratarata 4,5 cm/det dan standar deviasi 1,20, sedangkan lokasi budidaya utara
kecepatan arus berkisar antara 1,62-2,14 cm/det dengan rata-rata 1,88 cm/det dan
standar deviasi 0,179. kecepatan arus di lokasi barat mulai minggu kesatu sampai
minggu keempat hampir sama dengan kecepatan arus + 5 cm/det kemudian
menurun sampai minggu kedelapan. Kecepatan arus di lokasi utara dari minggu
kesatu sampai minggu kedelapan terus terjadi penurunan yaitu dari 2,10 cm/det
Barat
Utara
7
6
5
4
3
2
1
0
0
Kecerahan
Kecerahan perairan merupakan salah satu faktor penting untuk
pertumbuhan algae, sebab rendahnya kecerahan mengakibatkan cahaya matahari
yang masuk ke dalam perairan berkurang. Intensitas sinar yang diterima secara
sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis, tetapi
30
barat
Utara
Kecerahan (m)
1
0
Suhu
Rumput laut mempunyai kisaran suhu yang spesifik karena adanya enzim
pada rumput laut yang tidak dapat berfungsi pada suhu yang terlalu dingin
maupun terlalu panas Dawes (1981). Suhu perairan mempengaruhi laju
31
fotosintesis dan dapat merusak enzim serta membran sel yang bersifat labil
terhadap suhu yang tinggi. Pada suhu yang rendah, membran protein dan lemak
dapat mengalami kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal didalam sel,
sehingga mempengaruhi kehidupan rumput laut, seperti kehilangan hidup,
pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, fotosintesis dan respieasi (Laning,
1990).
Kisaran suhu di lokasi budidaya sebelah barat berkisar antara 27-30 C
dengan rata-rata 28,6 C dan standar deviasi 1,59, sedangkan suhu di lokasi utara
berkisar antara 30-31 C dengan rata-rata 30,2 C dan standar deviasi 0,67
(Gambar 7 Lampiran 1 & 2).
Barat
utara
34
Suhu ( oC)
33
32
31
30
29
28
27
26
0
2
3
4
5
6
7
Waktu pengamatan (minggu)
lokasi diduga karena letak lokasi dimana lokasi barat agak terbuka yaitu
32
berhadapan dengan laut lepas. Sementara di lokasi utara (gobah) agak tertutup
karena terhalang oleh pulau, sehingga lokasi barat lebih baik daripada lokasi utara.
Hal ini didukung oleh Nontji (1993) bahwa di gobah (lagoon) yang terperangkap
dijumpai suhu yang panas dan apabila air surut pada siang hari kadang-kadang
bisa mencapai 35 C. Suhu perairan yang tinggi akan mengakibatkan thallus
rumput laut pucat kekuning- kuningan yang menyebabkan rumput laut tidak sehat
dan inilah salah satu kondisi bisa terinfeksi bakteri ice ice (Sulistijo 1996).
Faktor kimia
pH
pH merupakan faktor penting dalam kehidupan rumput laut diantara
faktor-faktor lingkungan lainnya. Setiap organisme mempunyai toleransi tertentu
terhadap pH, sama halnya dengan rumput laut yang memerlukan kondisi pH
perairan yang khas untuk kehidupannya. Nilai pH di lokasi barat berkisar antara
8,0-8,4 dengan rata-rata 8,2, dan standar deviasi 0,1455, sedangkan di lokasi utara
berkisar antara 7,1-7,4 dengan rata-rata 7,3 dan standar deviasi 0,0807 (Gambar 8
Lampiran 1 & 2). Kadar pH selama masa pemeliharaan di kedua lokasi budidaya
tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman uji. Menurut Chapman (1962) hampir
seluruh algae menyukai kisaran pH 6,8-9,6, sehingga pH bukanlah masalah bagi
pertumbuhannya. pH yang baik bagi kehidupan dan pertumbuhan Eucheuma sp.
berkisar antara 7-9 dengan kisaran optimum 7,3-8,2. (Zatnika 1988).
Barat
utara
pH
8
7
6
0
33
Oksigen terlarut
Oksigen dihasillkan dari tanaman rumput laut dan menjadi kelanjutan
kehidupan biota perairan karena dibutuhkan oleh hewan dan tanaman air,
termasuk bakteri untuk respirasi. Fitoplankton juga membantu menambah jumlah
kadar oksigen terlarut pada lapisan permukaan diwaktu siang hari sebagai hasil
dari proses fotosintesis. Proses pertukaran oksigen antara udara dan laut
dipengaruhi oleh difusi, pergantian air yang ada
di permukaan
dan oleh
gelembung udara yang terjadi pada saat turbulensi (Sijabat 1973 in Kusdi 2005).
Kandungan oksigen terlarut di lokasi budidaya barat berkisar antara 3,966,96 mg/l dengan rata-rata 5,59 mg/l dan standar deviasi 0,10, sedangkan di lokasi
budidaya sebelah utara kisaran oksigen terlarut antara 3,90-4,86 mg/l dengan ratarata 4,63 mg/l dan standar deviasi 0,03 (Gambar 9 Lampiran 1 & 2). Perbedaan
kandungan oksigen kedua lokasi tersebut secara statistik berbeda nyata. Oksigen
terlarut di lokasi barat dari minggu kesatu sampai minggu keempat berkisar antara
6,52-6,78 mg/l kemudian menurun pada minggu kelima sampai minggu kedelapan
dengan kisaran 3,96-4,5 mg/l. Kandungan oksigen terlarut di lokasi utara pada
minggu kesatu sampai minggu kedelapan tidak ada perbedaan yang menyolok dari
rata-rata 4,6 mg/l. Perbedaan oksigen pada kedua lokasi budidaya ini diduga
karena gerakan air di lokasi utara sangat rendah, sehingga lokasi budidaya barat
masih lebih baik. Hal ini diacu dengan pernyataan Zatnika (1988) bahwa oksigen
terlarut untuk lahan budidaya berkisar antara 4,8 - 6,2 mg/l (Tabel 4).
Barat
Utara
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0
34
Nitrogen
NO3-, NO2- dan NH3
Konsentrasi nitrat, nitrit dan amonia di lokasi budidaya barat berturut-turut
berkisar antara 0,152-0,272 mg/l dengan rata-rata 0,1998, nitrit 0,0102-0,0113
mg/l dengan rata - rata 0,0105 dan amonia 0,1706-0,1821 mg/l dengan rata-rata
0,1772 mg/l, sedangkan lokasi budidaya utara berkisar antara 0,1097-0,1114 mg/l
dengan rata-rata 0,1105 mg/l, nitrit 0,0108-0,0110 mg/l dengan rata-rata 0,0109,
dan amonia 0,1714-0,1814 mg/l dengan rata-rata 0,1802. Konsentarasi nitrat di
lokasi budidaya barat berfluktuasi dan tertinggi pada minggu ketiga yaitu 0,27
mg/l kemudian menurun sampai minggu kedelapan yaitu 0,170, sedangkan
konsentrasi nitrat di lokasi budidaya utara selama masa pemeliharaan dari minggu
kesatu sampai minggu kedelapan lebih rendah dan relatif sama (Gambar 10
Lampiran 1 dan 2). Rata - rata konsentrasi nitrat di kedua lokasi budidaya rendah
sekali bila dibandingkan dengan konsentrasi yang ideal 1,0 - 3,2 (Tabel 4), namun
lokasi budidaya sebelah barat masih lebih baik daripada lokasi budidaya sebelah
utara.
35
Barat
Utara
Barat
Utara
0.3
0.2
N itr it ( m g /l)
N itrat (m g/l)
0.25
0.15
0.1
0.05
0.014
0.011
0.008
0.005
0
0
0
2
3
4
5
6
7
w aktu pengamatan (minggu)
Barat
Utara
0.195
Amonia (mg/l)
0.185
0.175
0.165
0.155
0
Pospat
Total pospat dan ortho pospat
Pospat merupakan unsur penting bagi semua aspek kehidupan terutama
berfungsi dalam transformasi energi metabolik yang perannya tidak dapat
digantikan oleh unsur lain (Kuhl 1974). Unsur P di perairan terdapat dalam
senyawaan pospat dalam bentuk organik dan anorganik, namun hanya ortho
pospat yang terlarut dalam air dan dapat langsung digunakan oleh organisme
nabati (Haryadi et al. 1992).
Kandungan total pospat di lokasi budidaya sebelah barat berkisar antara
0,116-0,136 mg/l dengan rata- rata 0,1225 dan lokasi budidaya sebelah utara
berkisar antara 0,0056-0,0062 mg/l dengan rata-rata 0,0060. Ortho pospat di
lokasi budidaya barat berkisar antara 0,0060-0,0080 mg/l dengan rata-rata 0,0074
dan lokasi utara 0,0041-0,0054 mg/l
Lampiran 1 dan 2). Secara statistik kandungan orhto pospat di kedua lokasi
budidaya berbeda nyata. Kandungan orhto pospat berada pada konsentrasi sangat
rendah bila dibandingkan dengan konsentrasi ortho pospat yang ideal (Tabel 4).
namun di lokasi budidaya barat masih lebih baik daripada lokasi budidaya sebelah
utara.
36
Faktor biologi
Algae yang dibudidayakan tidak terlepas dari pengaruh biologi perairan
seperti predator, pencemaran dan penyakit. Fungsi ekologis dari rumput laut
sebagai pendukung kehidupan akuatik di laut yaitu sebagai makanan dan
pelindung binatang akuatik selalu mempengaruhi persporaan rumput laut.
Binatang-binatang ini pada awalnya hanya memakan tumbuhan penempel di
sekitar tanaman tetapi kemudian memakan Kappaphycus.
Saat pengamatan
dilakukan, banyak ditemukan benih ikan baronang dan algae penempel di kedua
lokasi penelitian barat dan utara hal ini diduga sedang terjadi musim pemijahan
ikan baronang di perairan pulau Pari. kepulauan Seribu pada bulan Mei dan
Oktober-Nopember merupakan musim ikan baronang dalam jumlah besar yang
dapat merugikan nelayan rumput laut ( Sulistijo 2002).
Selain predator ikan, ada juga tumbuhan yang menjadi pesaing bagi
pertumbuhan K. alvarezii dan tumbuh pada rakit penelitian.
Di samping itu
tumbuhan penempel seperti tunikata yang menutupi thallus rumput laut akan
menyerap nutrisi dan menghalangi proses fotosintesis. Gangguan ini dapat
mengakibatkan tanaman menjadi tidak sehat dan dengan mudah terinfeksi bakteri
penyebab ice ice pada bagian yang tertutup total oleh koloni tunikata.
37
38
Parameter
Satuan
Tahun 1997
Tahun 2002
Fisika
a. Arus
b. Suhu
cm/det
C
10
29
< 10
30-32
Kimia
a. pH
b. Salinitas
c. Nitrat
d.Phosphat
e.Timah hitam (Tb)
mg/l
mg/l
mg/l
7
32
0.003
0.007
0.005
8-8.03
30
0.001-0.002
0.001-0.006
0.012-0.027
banyak
sedang
sedang
banyak
tidak ada
ada/tinggi
Biologi
a. Komunitas makro alga
b. Hewan-herbivor
Lingkungan
c.Pencemaran
Sumber: Besweni (2002)
39
40
laut ditentukan oleh faktor kecerahan, temperatur, unsur hara (N dan P) dan
keadaan biomassa. Bobot basah yang dihasilkan merupakan suatu produksi
pembentukan biomassa yang ditentukan oleh laju pertumbuhan (G) x bobot
(G) x laju pengkroposan (z) dan ( B ). Pada tahap awal G > z (minggu 1 - 4),
sehingga masih terdapat pertumbuhan biomassa. Apabila pengkroposan
meningkat maka G < z (minggu 5 - 8) mengakibatkan pembentukan biomassa
menurun. Sehubungan dengan proses laju pertumbuhan, maka penanaman rumput
laut dengan bobot awal yang sama di kedua lokasi budidaya (125 g) menunjukkan
karakter pertumbuhan yang tidak normal. Lokasi budidaya barat masih terlihat
adanya pertambahan bobot, namun pertumbuhan yang semestinya dalam keadaan
pesat mendadak menurun setelah mencapai puncak pada minggu keempat
Lokasi budidaya barat pertumbuhan biomassa dari minggu kesatu sampai
minggu keempat meningkat dari 125 ke 206,3g dan mengikuti pola hubungan
linear yaitu Y = 28,15x + 91,3 ; R2 = 0,88 (gambar 15). Laju pertumbuhan dari
minggu pertama sampai minggu keempat sebesar 28,15 g/minggu.
y = -20.64x + 291.66
R2 = 0.9708
250
R2 = 0.8823
Bobot basah (g)
y = 28.15x + 91.3
250
200
150
100
50
200
150
100
50
0
1
0
5
41
ice ice, sehingga faktor produksi, kecerahan, tempratur dan unsur hara menjadi
tereliminir.
Pembentukan biomassa pada tahap pertama sampai tahap kedua
memberikan indikasi laju pertumbuhan lebih kecil dari laju pengkroposan,
sehingga terjadi penurunan biomassa (biomassa mengalami pengkroposan). Pada
tahap pertama (minggu ke1-4) terjadi penurunan yang mendatar dari 125 ke
89,97g dan mengikuti pola hubungan linear yaitu Y = -9.8x + 127,7 ; R2 = 0,93
(gambar17). Pada tahap kedua (minggu ke5-8) terus mengalami penurunan yang
tajam dari 71,5 ke 31,3g dan mengikuti pola hubungan linear Y = -14,48x +
y = -9.8x + 127.7
R2 = 0.9288
140
120
100
80
60
40
20
1
90
70
50
30
10
5
42
Kondisi rumput laut di lokasi budidaya sebelah barat maupun utara dari
hasil pemantauan memberikan indikasi bahwa rumput laut mengalami stress. Bila
dikaitkan dengan ilmu pemyakit tumbuhan, maka tanaman uji dalam kondisi
lemah / rentan terhadap penyakit. Hal ini dipermudah dengan keadaan lingkungan
yang mendukung patogen, sehingga tanaman dengan cepat terinfeksi bakteri
penyebab penyakit ice ice. Secara biologi tanaman tidak mampu melakukan
kegiatan fisiologinya secara normal, sehingga tidak mampu berkembang dan
secara ekonomi tanaman tidak mampu memberikan hasil yang cukup, baik
kuantitas maupun kualitasnya.
Secara umum bobot basah rumput laut pada kondisi yang normal dari
waktu ke waktu terus mengalami peningkatan dan secara nyata dimulai pada
minggu kedua sampai minggu ketuju bersamaan dengan meningkatnya kandungan
karaginan. Hal ini didukung oleh Salisbury dan Ross (1992) bahwa pada jaringan
muda rumput laut, aktivitas sel diarahkan untuk pertumbuhan yaitu melakukan
pembelahan dan pembesaran sel.
Perbedaan tingkat keberhasilan ini diduga karena posisi kedua lokasi
budidaya, dimana lokasi budidaya barat yang merupakan perairan terbuka (berada
diluar gobah buka) yang masih mendapat gerakan air, sedangkan di lokasi
budidaya utara yang merupakan perairan tertutup (berada di gobah) yang kurang
mendapat gerakan air, sehingga pasokan nutrien yang diperlukan tidak terpenuhi.
Pada musim barat 2005 terjadinya gagal panen, akibat sebagian besar hasil
budidaya terkena penyakit ice ice diikuti kualitas produk yang tidak dapat
diterima oleh pasaran. Dapat dijelaskan tentang permsalahan tersebut bahwa
akibat pengaruh musim yang mempengaruhi faktor-faktor ekologis seperti
intensitas cahaya, suhu air, unsur hara, sehingga mempengaruhi hasil panen.
Diantara pengaruh yang ditimbulkan adalah "Aging effect" yang ditandai dengan
perubahan morfologi yaitu tanaman menjadi kurus, percabangan sedikit,
permukaan thallus menjadi kasar (Gambar 18). Kondisi ini dapat pulih apabila
tidak ada komplikasi yang berkelanjutan, jika keadaan ini terus berlanjut maka
terjadi pertumbuhan yang lambat karena sel-sel tanaman tidak dapat berfungsi
dengan baik (DirJen. Perikanan 1997). Kondisi ini diperburuk dengan adanya
43
gigitan ikan yang membuat jalan masuk bakteri ke bagian jaringan dalam,
sehingga infeksi bakteri penyebab ice ice lebih cepat.
44
Tanaman budidaya akan lebih cepat terinfeksi apabila terdapat banyak bekas
luka karena akan menjadi jalan masuk bagi bakteri patogen. Hasil pengamatan di
lapangan menunjukkan infeksi bakteri penyebab penyakit ice ice pada thallus
dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu terinfeksi pada luka bekas pemotongan
(stek untuk bibit), luka akibat gigitan ikan, luka akibat ikatan bibit terlalu erat dan
masuk melalui pori-pori thallus (Gambar 20).
d
c
Gambar 20 beberapa cara terinfeksi bakteri penyebab penyakit ice ice.
:
45
Pertumbuhan parsial
Pertumbuhan parsial rumput laut adalah pertubuhan yang terjadi antar waktu
tertentu dan dinyatakan dalam bentuk pertumbuhan mutlak, relatif dan sesaat
(tabel 6).
Tabel 6 Pertumbuhan mutlak, relatif dan sesaat rumput laut di sebelah barat
dan utara pulau Pari
Minggu
Barat
Utara
Mutlak (g)
Relatif (%)
Mutlak (g)
Relatif (%)
1,84
1.472
-11
-9.040
8,21
6.473
-2
-2.111
21,15
15.661
-12
-8.805
50,10
32.074
-12
-11.626
-15,60
-7.562
-18
-20.290
-10,20
-5.349
-13
-18.321
-30,30
-16.787
-14
-24.486
-19,60
-13.049
-12
-29.025
46
-12 -18g, relatif -18,321 -29,025%. Degradasi biomassa rumput laut tersebut
terindikasi dari warna thallus yang pucat secara keseluruhan kemudian hilang
warna dan akhirnya menjadi keputih-putihan. Jaringan tanaman pada bagian yang
terkena penyakit menjadi lunak dan hancur. Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pertumbuhan rumput laut pada akhirnya merupakan
perpaduan antara laju pembentukan biomassa dan laju pengkroposan. Biomassa
rumput laut di lokasi budidaya barat dari minggu pertama sampai keempat laju
pertumbuhannya masih lebih besar dari laju pengkroposan. Sebaliknya minggu
kelima sampai minggu kedelapan di lokasi barat dan atau lokasi utara
memperlihatkan laju pengkroposan lebih besar dari laju pembentukan biomassa.
Hal ini terjadi sebagai akibat infeksi bakteri ice ice
semakin meningkat.
Hubungan antara laju pertumbuhan dengan unsur hara(nitrat, ortho pospat) serta
laju pengkroposan dengan suhu, arus dan tempratur akan dibahas pada topik
selanjutnya.
47
determinasi R = 83%. Hasil uji variance diperoleh P-value lebih kecil dari (0,05)
berati regresi tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel
terikat yang berpengaruh terhadap variabel bebas atau dapat dikatakan nitrat dan
ortho pospat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan. Nilai koefisien masingmasing variabel menunjukkan bahwa variabel x yang berpengaruh terhadap y
adalah nitrat sebesar 0,001 (P<0,05) dan ortho pospat 0,001 ((P<0,05) (Lampiran
11). Dengan demikian disimpulkan bahwa hasil analisis tersebut terindikasi
bahwa ketersediaan unsur hara (nitrat dan ortho pospat) secara interaksi bersama
menentukan laju pertumbuhan.
bahwa penyakit ice ice timbul pada musim laut tenang dan arus lemah diikuti
dengan suhu perairan yang tinggi.
48
rumput laut.
pertumbuhan biomassa rumput laut di lokasi budidaya barat dari minggu ke1-ke4
ditentukan oleh keberadaan nitrat dan ortho pospat, sedangkan laju degradasi /
pengkroposan di lokasi budidaya barat minggu ke5-k8 dan di utara minggu ke1-k8
ditentukan oleh faktor suhu,arus dan oksigen terlarut memicu perkembangan
populasi bakteri dalam menginfeksi dan mendegradasi biomassa rumput laut.
Pengamatan
(munggu)
Bobot (g)
0
1
126,8
113,7
6,1
5,88
95,28
94,83
135,1
111,3
7,1
5,89
95,19
94,71
156,2
101,5
10,4
5,9
94,74
94,19
206,3
89,7
17,3
5,91
93,34
93,41
190,7
71,5
16
5,92
91,61
91,72
178,5
58,4
14,6
5,93
91,61
89,85
150,2
44,1
11,2
5,94
91,82
86,53
130,6
31,3
9,2
5,95
92,54
80,99
kering
Barat
Utara
5,9
6,15
Penyusutan (%)
Basah
Barat
Utara
125
125
Barat
95,20
Utara
95,08
49
Tanaman uji yang terkena penyakit akan hancur dan putus juga ujungujung thallus yang dimakan ikan, sehingga akan tumbuh tunas yang baru.
Mengacu dari kondisi tanaman uji, maka bobot kering tanaman yang diperoleh
tidak dipengaruhi oleh lama penanaman karena tanaman selalu berada pada
kondisi tanaman muda. Menurut Dawes (1974) berat kering tumbuhan muda
lebih rendah daripada tumbuhan tua. Jaringan rumput laut yang lebih tua dapat
mengakumulasi deposit garam-garam yang menyebabkan unsur keringnya
semakin tinggi (Simpson et al. 1978).
.
Kandungan Karaginan
Proses panen baik berdasarkan waktu atau bobot tidak menjamin mutu
rumput laut, tetapi mutu rumput laut ditentukan oleh mutu bibit dan kualitas
perairan. Satari (1998) melalui penelitiannya dengan variasi waktu pemeliharaan
Rahardjo (2000)
50
Eucheuma untuk dipasarkan dalam dan luar negeri kandungan karaginan 25%.
Kandungan karaginan dari tanaman uji di kedua lokasi sangat rendah disebabkan
karena penyakit ice ice. Thallus rumput laut yang sudah terkena penyakit akan
keropos dan hancur kemudian akan digantikan dengan tunas-tunas yang baru,
sehingga lama pemeliharaan tidak berpengaruh terhadap kandungan karaginan.
Perbedaan kandungan keraginan pada kedua lokasi tersebut diduga karena
perbedaan kualitas lingkungan masing-masing. Mukti (1987) menyatakan
persentase kandungan karaginan dalam rumput laut karaginofit berkaitan langsung
dengan kondisi lingkungan yaitu lingkungan fisika, kimiawi dan biologi juga
kondisi lingkungan tempat tumbuhnya karaginofit tersebut.
Barat
utara
Karaginan (% )
20
15
10
5
0
0
Waktu pengamatan(minggu)
Kadar Air
Kadar air pada rumput laut merupakan komponen kimia penting yang
berhubungan dengan mutu rumput laut. Kadar air yang dimaksud adalah besarnya
persentase kadar air persatuan bobot kering angin produk rumput laut. Kadar air
yang cukup tinggi akan menyebabkan menurunnya kualitas karaginan yang
dihasilkan.
51
pangan dan farmasi yang memenuhi syarat mutu dari Departemen Perdagangan
adalah maximum 32% (Soegiarto et al. 1978).
Secara statistik kadar air di lokasi budidaya berbeda nyata (Lampiran 6).
Kadar air rata-rata di lokasi budidaya sebelah barat sebesar 20,70%, maksimum
22,83% dan minimum19,10%, Sedangkan kadar air rata-rata di lokasi budidaya
utara sebesar 21,76%, maksimum 23,82% dan minimum 20,08%. Namun kadar
air setelah pengeringan di laboratorium dengan vacum dryer di peroleh nilai
persentase yang masih memenuhi standar pemasaran (Gambar 23).
barat
30
utara
25
20
15
10
5
0
0
Waktu (minggu)
Kadar Abu
Kualitas hasil panen rumput laut ditentukan pula oleh persentase kadar abu
karena kadar abu yang relatif tinggi akan menyebabkan rendahnya kualitas hasil
panen.
pengabuan dalam alat pembakaran (tanur). Bagian jaringan rumput laut berupa
serat dan bahan-bahan yang mengandung karbon serta beberapa mineral tersisa
menjadi abu setelah proses pembakaran, sedangkan bahan lainnya habis menguap
saat pembakaran. Kadar abu dalam tanaman rumput laut ditentukan oleh bahan
penyusun jaringan dimana semakin tinggi bahan serat dan senyawa-senyawa yang
mengandung karbon dalam jaringan, maka semakin tinggi pula kadar abu yang
dihasilkan saat pembakaran.
Menurut Hirao (1971) bahwa kadar abu pada rumput laut berkisar antara
15 - 40%. Kadar abu di kedua lokasi budidaya cukup tinggi yaitu di lokasi
budidya sebelah barat pulau Pari kadar abu rata-rata sebesar 20,30%, maksimum
52
22,3% dan minimum 16,9%. Sementara di lokasi budidaya sebelah utara kadar
abu rata-rata sebesar 22,78%, maksimum 26,23% dan minimum 10,64%. Kadar
abu di kedua lokasi budidaya sebelah barat dan utara secara statistik berbeda nyata
(Lampiran 6). Kadar abu berbeda dikedua lokasi disebabkan karena tanaman uji
yang dibudidayakan di kedua lokasi budidaya banyak terdapat alga penempel dan
kotoran-kotoran. Persentase kadar abu yang cukup tinggi ini juga menunjukkan
besarnya kandungan mineral pada rumput laut yang tidak terbakar selama
pengabuan. Kadar abu terutama terdiri dari garam natrium yang berasal dari air
laut yang menempel pada thallus rumput laut yang terjadi pada proses
pengeringan.
Kadar abu rumput laut bersih dari Eucheuma cottonii yang dilaporkan oleh
BPPT adalah 17,09%. Sementara kadar abu yang diperoleh di lokasi budidaya
sebelah barat adalah 20,30% dan kadar abu di lokasi budidaya sebelah utara
adalah 22,78%. Kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini bila dibandingkan
dengan hasil yang diperoleh BPPT sebasar 17,09%, maka selisihnya adalah garam
dan kontaminan lain yaitu pada lokasi barat 3,21% dan lokasi utara 5,69%.
(Gambar 24).
barat
30
utara
25
20
15
10
5
0
0
Waktu (minggu)
tab.
53
dengan unsur hara di lokasi budidaya sebelah barat pulau Pari diperoleh
persamaan sebagai berikut
Karaginan = 21,7+39,2 nitrat +4321 ortho pospat -276 amonia.
Persamaan tersebut menggambarkan bahwa terdapat satu atau lebih parameter
yang berpengaruh terhadap peningkatan dan penurunan karaginan. Variabel unsur
hara yang berpengaruh terhadap karaginan adalah nitrat, ortho-pospat dan amonia.
Koefisien variasi masing-masing variabel menunjukkan bahwa variabel x
yang berpengaruh terhadap nilai Y adalah ortho pospat yang dapat dijelaskan
dengan 0,020 (P<0,5), sedangkan nitrat dan amonia masing-masing 0,130 dan
0,801 (P>0.05). Tabel nilai koefisien menunjukkan bahwa nitrat dan amonia tidak
nyata (p>0,05) yang berarti bahwa nitrat dan amonia bukan merupakan faktor
pembatas terhadap peningkatan kandungan karaginan (lampiran 12).
Hasil regresi ganda menunjukkan adanya hubungan karaginan dengan unsur
hara di lokasi budidaya sebelah utara yang dijelaskan dengan nilai determinasi
sebesar 79,6% dan sangat nyata (p<0,05) dengan ( Fhit. sebesar 6,52 > Ftab. sebesar
5,48). Data hasil analisis regresi berganda kandungan karaginan dengan unsur
hara diperoleh persamaan sebagai berikut :
Karaginan = -149+252 Nitrat +6049 ortho pospat +527 amonia.
Persamaan tersebut menunjukkan terdapat satu atau lebih parameter yang
berpengaruh terhadap peningkatan karaginan.
Koefisien variasi masing-masing variabel menunjukkan bahwa variabel x
yang berpengaruh terhadap nilai Y adalah ortho pospat yang dapat dijelaskan
dengan 0,007 (P<0,5), sedangkan nitrat dan amonia masing-masing 0,780 dan
0,943 (P>0.05). Tabel nilai koefisien menunjukkan bahwa nitrat dan amonia tidak
nyata (p>0,05) yang berarti bahwa nitrat dan amonia bukan merupakan faktor
pembatas terhadap peningkatan kandungan karaginan (lampiran 13).
Dengan demikian disimpulkan bahwa variabel yang sangat berpengaruh
terhadap kandungan karaginan rumput laut di kedua lokasi budidaya adalah ortho
pospat. Kisaran ortho-pospat yang diperoleh di kedua lokasi budidaya sangat
rendah, namun lokasi budidaya sebelah barat lebih baik, sehingga masih terjadi
penambahan peningkatan kandungan karaginan.
54
regresi
hubungan
kandungan
karaginan
dengan
waktu
Karaginan (%)
18
16
14
R = 0.7587
12
10
8
6
4
2
0
0
55
y = -1.0615x + 8.9238
10
Karaginan (%)
R = 0.948
8
6
4
2
0
0
10
56
Simpulan
1
Kualitas air di lokasi budidaya rumput laut K. alvarezii sebelah barat yang
merupakan perairan terbuka di minggu pertama sampai minggu keempat
masih memenuhi kreteria untuk budidaya rumput laut. dan menurun pada
minggu kelima sampai minggu kedelapan. Sedangkan di lokasi sebelah utara
pulau Pari yang merupakan perairan tertutup, kualitas air buruk dari minggu
pertama sampai minggu kedelapan.
sebelah barat dan utara pulau Pari dipengruhi oleh suhu, arus dan oksigen
terlarut.
4
Karaginan sebagai indikasi kualitas rumput laut sebagai produk akhir di lokasi
budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari selalu mengalami penurunan.
Saran
1
Agar penyakit ice ice tidak meluas atau berkembang, maka kegiatan budidaya
dihentikan selama kualitas air memburuk dan dilakukan penanaman bila
kondisi perairan kembali mendukung usaha budidaya.
57
DAFTAR PUSTAKA
Laut
dan
Cara
58
59
Hansen JE, FE Fackard and WT Doyle. 1981. Marine Culture of Red Seaweeds.
A. California Sea Grant. College Program Publ.
Haryadi S, INN Suryadiputra dan Widigdo. 1992. Limnologi. Penuntun
Praktikum dan Analisa Kualitas Air. Fakultas Perikanan IPB, Bogor
Hirao S. 1971. Seaweed in Untilization of Marine Products. In Okada, M., S.
Hirao, E, Naguchi, T, T. Suzuki and M. Yokoseki (Eds). Overseas
Tecnical Cooperation Agency Govermment of Japang. Tokyo.
Hunter WD. 1970 Aquatic Productivity. MacMillan Publ. Co. Inc. New York.
320 p.
Hutabarat J. 1995. Workshop Budidaya Laut: Evaluasi Kondisi Bio
Hydrography dalam Penentuan Lokasi Budidaya Laut, Jepara.
Ilahude AG dan Liasaputra. 1980. Sebaran Normal Parameter Hidrologi di Teluk
Jakarta, Pengkajian Fisika, Kimia dan Geologi Tahun 1975 1979.
LON LIPI Jakarta.
Indriani H dan E Sumiarsih. 1999. Budidaya, Pengelolaan dan Pemasaran
Rumput Laut. PT. Penebar Swadaya, Depok. IPB (1997).
Ismail A. 1982. Penelitian Adaptif Peningkatan Mutu Rumput Karagenopit
dengan Pencucian Alkali. Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian. Jakarta. 14 hal.Laut.
Johan O. 2001. Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Batu pada
Lokasi yang berbeda di Gugus Pulau Pari Kabupaten Pulau Seribu.
Tesis Program Studi Ilmu Kelautan. Program Pascasarjana IPB. Bogor
Kadi A dan WS Atmadja. 1988. Rumput Laut (Algae) Jenis, Reproduksi,
Produksi, Budidaya dan Pasca Panen. PPPO LIPI Jakarta.
Kastoro. 1977. Hasil-Hasil pengamatan hidrologi di perairan sekitar Pulau
Lancang. Jakarta.
Kolang M, X Lalu, dan H Korah. 1996. Panduan Budidaya dan Pengolahan
Rumput Laut. Dinas Perikanan Sulawesi Utara, Manado.
Kuhl A. 1974. Phosphorus. L1 W. D. P. Stewart (Ed.). Algae Physiology
and Biochemstry. Botanical Monographs. Vol. 10. Blackwell
Scientific Publications, Oxford, London, Edinburgh, Melbourne.
p:G36-654.
Kusdi HIK. 2004. Kajian Pertumbuhan, Produksi Rumput Laut Eucheuma cotoni
dan Kandungan Karaginan di Perairan Maluku Utara. Tesis Program Studi
Ilmu Perairan. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
60
K. 1990.
Seaweed; Their Environment, Biogeography and
Ecophysiology. A Wiley Interscience Publication. John Wiley and Sons.
Inc. New York.
Moore AB. 1958. Marine Ecology. John Wiley and Sons, Inc. NY, 493p.
Morris I. 1974. Nitrogen Asimilation and Protein Synthetis. P:583-609. In
W.D.P. Stewart (Ed). Algal Physiologi and biochemisty. Botanical
Monographs. Vol 10. Blackwell Scientific Publication. Oxford, London,
Edinburgh. Melboume.
Mubarak H dan I Wahyuni. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut di Perairan
Lorok, Pacitan dan Kemungkinan Pengembangannya. Bull. Pen.
Perikanan, I(2) : 157-166.
Mukti ED.1987. Ekstraksi Analisa Sifat Fisika Kimia Karaginan dari
Rumput Laut Laut Jenis Eucheuma cottonii. Fateta IPB Bogor.
Nasution MH 2005. Patogenitas Beberapa Isolat Bakteri Terhadap Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii Asal Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakrata. Jakarta.
Ngangi ELA. 2001. Kajian Intensifikasi dan Analisis Finansial Usaha Budidaya
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Desa Bentenan-Tumbak
Kecamatan Belang Propinsi Sulawesi Utara. . Tesis Program Studi Ilmu
Kelautan. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Ngangi ELA, Jusuf dan JD Kusen. 1998. Faktor Lingkungan Budidaya Rumput
Laut di Desa Serey Kecamatan Likupang Minahasa. Laporan Penelitian
Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Nontji 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Noor DZ 1991. Pengaruh Senyawa Hidroksida dan Usia Tanam Terhadap
Kualitas Bahan Baku Rumput Laut. Prosesing Temu Karya Ilmiah Pasca
Panen Rumput Laut. Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jakarta.
Patadjai RS. 1993. Pengaruh Pupuk TSP Pertumbuhan dan Kualitas Rumput
Laut Gracilaria gigas Harv. Tesis Program Studi Ilmu Perairan. Program
Pascasarjana IPB. Bogor.
61
Rahardjo A. 2000. Semarak Rumput Laut di Pulau Tidung. Trubus No. 364. Ed.
Maret 200. Thn XXX. Yayasan Sosial Tani Membangun. Jakarta.
Rees DA.1969. Structure Confirmation and Mechanism in the Formation of
Polysaccharide Gels and Net Works. In Advance Carbohydrat
Chemistry. Biochemistry, Edinburg
Scottl and 24: 279-282
Reen DW. 1986. Uses of Marine Algae in Biotechnology and Industry.
Workshop on Marine Algae Biotechnology. Summary Report.
National Academic Press, Washington D.C.
Salisbury FB dan CW Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan Diah, RL
dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung: 584 hal.
Sanderson GR. 1981. Phylosaccharides in Foods. Food Technology 35 (7) :
50.
Satari R. 1998. Kandungan Karaginan Eucheuma pada Berbagai Usia Panen.
Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Budidya Sumberdaya
Perikanan Sebagai Perwujudan Konsep Benua Maritim Indonesia.
Prosiding Simposium Perikanan Indonesia II. Desember 1997. Ujung
Pandang.
Sediadi dan Budihardjo U. 2000. Rumput Laut: Komoditas Unggulan. PT.
Gramedia Indonesia. Jakarta.
Semangun H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada. 754 hal.
Sharma SC. 1981. Gum and Hidrocolloids in Oil Water Emultions. Food
Technology. 5 (1) : 59.
Silva PC. 1979. The Binthic Algae Flora of Central San Francisco Bay. In San
Francisco Bay. The Urbanized Estuary (pp 287-345). San Francisco
Academy of Sceincer.
Silva PC, Basson PW and Moe RL. 1996. Cataloque of the Benthic
Marine Algae of the India Ocean. Univ. Of California Press.
Simpson FJ, AC Neish, PF Shacklock and DR Robon. 1978. The Cultivation of
Chondrus Crispus Effect of pH and Growth and Production of
Carrageenan. Botanica Marina 21:229-235.
Smith DF, AN Hiiel and AS Fenin. 1955. Studies on Heterogenity of
Carrageenan. Can. J. Chem. 30 . 1352 1260.
Soegiarto A dan Sulistio 1985. Produksi dan Budidaya Rumput Laut di
Indonesia. LON-LIPI Jakarta.
62
63
Uyenco F, LS Sanmiel and GS Jacinto. 1981. The Ice ice Problem in Seaweed
Farming. Proc. International Seaweed Syimposium 10 : 625-630.
Wei FL and WY Chin. 1983. Seaweed of Singapore. Singapore University. Press
National. University of Singapore.
Winarno F G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
Zabil ME and J Ridrich. 1968. Gel Strenght of Kappa-Carrageenan as Affected
by Cation. J. Food Sci : 12 : 91 - 97.
Zatnika A. 1988. Prospek Pengembangan Rumput Laut di Indonesia Dalam
Seminar Laut Nasional II. Kantor Menteri Negara KLH, Laboratorium
Ilmu-ilmu Kelautan UI IPB dan Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia
(ISOI).
Zatnika A dan Angkasa WI. 1994. Teknologi Budidaya Rumput Laut. Makalah
pada Seminar Pekan Akuakultur V.tim Rumput Laut BPP Teknologi
Jakarta. Jakarta.
65
Lampiran 1 Hasil pengukuran parameter kualitas air di lokasi budidaya sebelah barat pulau Pari
Parameter
kualitas air
Suhu (C)
Salinitas ()
Arus (cm/dtk)
Oksigen terlarut (mg/l)
Kecerahan (m)
pH
Nitrat (mg/l)
Nitrit (mg/l)
Amonia (mg/l)
Total-P (mg/l)
Ortho-P (mg/l)
0
27,4
31,2
5,18
6,96
2,3
8,0
0,172
0,0102
0,1706
0,126
0,0070
1
27,6
31,6
5,38
6,76
2,52
8,0
0,208
0,0106
0,1726
0,116
0,0060
7
30
31,6
3,24
4,08
2,3
8,4
0,152
0,01118
0,1811
0,118
0,0080
8
31
32,8
3,1
3,96
2,3
8,2
0,170
0,0113
0,1821
0,1190
0,0070
Rata-rata
28,71
31,76
4,24
5,59
2,34
8,18
0,1998
0,0105
0,1772
0,1225
0,0074
66
Lampiran 2 Hasil pengukuran parameter kualitas air di lokasi budidaya sebelah utara pulau Pari
Parameter
kualitas air
Rata-rata
7
Suhu (C)
30,0
30,2
30,4
30,4
30,4
30,2
31,2
31,2
31,0
30,56
Salinitas ()
Arus (cm/dtk)
Oksigen terlarut (mg/l)
Kecerahan (m)
31,3
1,96
4,70
2,15
31,4
2,10
4,86
2,25
31,4
2,14
4,80
2,24
31,9
1,94
4,82
2,21
31,9
1,90
4,74
2,25
31,6
1,94
4,58
2,21
31,9
1,74
4,68
2,25
31,8
1,62
4,58
2,25
32,5
1,66
3,90
2,25
31,74
1,89
4,63
2,23
pH
Nitrat (mg/l)
Nitrit (mg/l)
Amonia (mg/l)
7,3
0,1104
0,0108
0,1714
7,4
0,1114
0,0108
0,1814
7,3
0,1113
0,0109
0,1812
7,3
0,1097
0,0108
0,1813
7,1
0,1098
0,0110
0,1812
7,2
0,1099
0,0109
0,1814
7,2
0,1109
0,0110
0,1813
7,2
0,1099
0,0108
0,1814
7,3
0,1111
0,0108
0,1813
7,3
0,1105
0,0109
0,1802
Total-P (mg/l)
Ortho-P (mg/l)
0,0059
0,0053
0,0062
0,0054
0,0061
0,0053
0,0056
0,0052
0,0059
0,0049
0,0059
0,0046
0,0061
0,0048
0,0061
0,0047
0,0059
0,0041
0,0060
0,0049
67
Lampiran 3 Hasil uji t terhadap parameter kualitas air di lokasi budidaya sebelah
barat dan utara pulau Pari periode Mei sampai Juni 2005.
Parameter
Arus
Kecerahan
Suhu
pH
Salinitas
DO
Nitrat
Ortho-P
Amonia
Nitrit
Total-P
Ket
t-hit
44,7051
3,9675
4,5900
17,5856
11,5742
31,4133
0,1212
20,3814
3,1229
0,0004
0,1938
** = sangat nyata
tn = tidak nyata
Hasil Uji
t-tab 95%
1,7500
1,7500
1,7500
1,7500
1,7500
1,7500
1,7500
1,7500
1,7500
1,7500
1,7500
99%
2,9200
2,9200
2,9200
2,9200
2,9200
2,9200
2,9200
2,9200
2,9200
2,9200
2,9200
Simpulan
**
**
**
**
**
**
tn
**
**
tn
tn
68
0
1
125 127,4
125 126,3
125 125,5
125 126,5
125 125,8
125
127
125 126,5
125 126,8
125 130,3
125 126,3
1250 1268,4
125 126,84
Pengamatan (minggu)
2
3
4
5
135,5 155,5 206,3 192,5
134,5 154,3 204,9 190,4
132,5 152,9
200 185,3
133,5 155,9 208,5
195
132,5 146,9 186,4 159,8
138,9 163,5 220,5 208,9
137,8 157,6
209 196,4
133,5 153,5 203,7 188,6
137,9 162,6 215,9 196,5
133,9 159,3 207,8 193,6
1350,5 1562 2063 1907
135,05 156,2 206,3 190,7
6
184,5
182,3
174,3
185,2
139,7
197,6
187,5
178,4
189,5
186
1805
180,5
7
153,5
146,8
143,7
154,5
105,8
176,8
157,6
151,8
157,6
153,9
1502
150,2
8
134,5
127,2
126,7
138,1
130,6
128,6
128,8
132,2
127,7
131,6
1306
130,6
69
0
125
125
125
125
125
125
125
125
125
125
1250
125
1
115,7
116,4
114,7
114,5
115,5
114,7
111,0
103,5
114,6
116,4
1137
113,7
Pengamatan (minggu)
2
3
4
5
114,6 108,7 99,9 82,5
114,9 109,0 100,0 85,5
112,9 100,9 87,8 68,3
112,7 102,5 91,5 74,5
113,5 104,5 93,9 76,5
111,7 100,7 85,7 71,0
105,5 97,6 77,5 48,0
98,8 78,8 65,8 46,7
113,6 105,7 96,7 80,2
114,8 106,6 98,2 81,8
1113 1015 897
715
111,3 101,5 89,7 71,5
6
69,5
74,5
50,5
60,4
61,7
53,9
39,3
35,5
68,7
70,0
584
58,4
7
53,9
56,4
39,9
47,9
49,0
43,5
22,5
20,3
50,8
56,8
441
44,1
8
41,7
43,9
26,9
32,5
35,5
28,7
12,9
10,5
37,9
42,5
313
31,3
70
Lampiran 6 Hasil uji t terhadap bobot basah, Kandungan karaginan, kadar air
dan kadar abu di lokasi budidaya sebelah barat dan utara pulau Pari
periode Mei sampai Juni 2005.
Bobot basah
(Minguan)
1
2
3
4
5
6
7
8
Ket
99%
2,55
2,55
2,55
2,55
2,55
2,55
2,55
2,55
Simpulan
**
**
**
**
**
**
**
*
** = sangat nyata
* = nyata
Parameter
Karaginan
Kadar abu
Kadar air
Ket
t-hit
6,54
7,13
7,27
8,18
6,36
5,42
4,52
2,30
JHasil Uji
t-tab 95%
2,10
2,10
2,10
2,10
2,10
2,10
2,10
2,10
t-hit
26,28
63,96
120,42
** = sangat nyata
Hasil Uji
t-tab 95%
1,75
1,75
1,75
99%
2,92
2,92
2,92
Simpulan
**
**
**
71
Lampiran 8 Kandungan karaginan, kadar air dan kadar abu di lokasi budidaya
sebelah barat (a) dan utara (b) pulau Pari
(a)
Pengamatan
(minggu)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata
(b)
Pengamatan
(minggu)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata
125,0
126,8
135,1
156,2
206,3
190,7
180,5
150,2
130,6
155,7
Kandungan
Karaginan (%)
8,5
8,6
9,2
13,2
16,8
13,8
13,7
9,6
4,5
10,9
Kadar Air
(%)
20,2
22,6
22,8
20,8
19,1
19,9
20,6
21,2
21,4
21,0
Kadar Abu
(%)
17,8
16,9
19,8
20,2
21,2
21,2
22,3
21,5
21,6
20,3
Bobot basah
(g)
125
113,7
111,3
101,5
89,7
71,5
58,4
44,1
31,3
82,94
Kandungan
Karaginan (%)
8,52
7,99
7,25
6,9
3,9
3,1
1,89
1,32
1,23
4,68
Kadar
Air (%)
20,1
23,82
23,78
20,88
22,26
23,24
23,24
21,12
20,08
22,06
Kadar
Abu (%)
16,99
20,23
20,1
21,21
23
25,54
25,55
26,23
26,21
22,78
72
F2
-0,954
-0,923
0,955
0,974
0,096
-0,702
0,513
-0,768
-0,915
0,006
-0,194
F3
0,105
0,153
0,193
0,126
-0,441
0,199
0,482
-0,568
0,276
0,437
0,875
-0,091
0,264
-0,083
-0,055
0,808
-0,255
0,215
0,188
0,030
0,803
0,068
Akar Ciri
6,76
1,93
1,55
0,92
0,45
0,27
0,07
0,05
%Total ragam
56,34
16,12
12,91
7,66
3,74
2,22
0,57
0,45
Kumulatif %
56
72
85
93
97
99
100
100
F1
13,47
12,60
13,50
14,03
0,14
7,28
3,89
8,73
12,38
0,00
0,55
F2
0,57
1,20
1,92
0,82
10,06
2,04
12,03
16,66
3,94
9,89
39,63
F3
0,53
4,51
0,44
0,20
42,16
4,19
2,98
2,28
0,06
41,61
0,30
73
D. Sebaran kualitas air (F1 x F2) dan Korelasi antara Variabel (F1 x F3) di
lokasi budidaya sebelah barat pulau Pari
Ortho-P
0,5
Total-P
Amoniak
Nitrat
(mg/l)
Salinitas
pH
Suhu
Arus
DO
0
Kec
-0,5
Nitrit
-1
-1,5
-1,5
-1
-0,5
0,5
1,5
Kec
Total-P
0,5
Salinitas
Nitrit
Amoniak
(mg/l)
Suhu
pH
Nitrat
Ortho-P
DO
Arus
-0,5
-1
-1,5
-1,5
-1
-0,5
0,5
1,5
74
Lampiran 10
F1
0,906
-0,526
-0,855
-0,673
0,603
-0,718
-0,122
0,234
0,629
-0,023
-0,887
F2
0,328
0,191
0,230
0,224
0,711
0,372
0,761
0,205
0,451
0,857
0,208
F3
-0,099
0,343
0,083
0,564
0,186
-0,555
-0,540
0,720
0,324
-0,037
0,201
%Total Ragam
44,87
20,80
14,62
8,22
6,07
4,53
0,71
0,19
Kumulatif %
44,87
65,66
80,28
88,50
94,57
99,10
99,81
100,00
F1
15,240
5,142
13,562
8,406
6,758
9,570
0,275
1,018
7,360
0,010
14,622
F2
4,313
1,466
2,115
2,018
20,273
5,544
23,209
1,681
8,149
29,406
1,737
F3
0,557
6,693
0,393
18,140
1,969
17,547
16,603
29,576
5,987
0,079
2,307
75
D. Sebaran kua litas air (F1 x F2) dan (F1 x F3) di lokasi budidaya sebelah utara
pulau Pari.
Total-P
Nitrat
Kec
Amoniak
(mg/l)
Suhu
0,5
pH
ArusDOSalinitas
Ortho-P
Nitrit
-0,5
-1
-1,5
-1,5
-1
-0,5
0,5
1,5
Nitrit
DO
0,5
Amoniak
(mg/l)
Kec
Salinitas
Ortho-P
Arus
Total-P
-0,5
Suhu
Nitrat
pH
-1
-1,5
-1,5
-1
-0,5
0,5
1,5
76
Coef
-281,23
1550,9
14596
SS
7194,6
5 311,1
7505,6
SE Coef
48,44
233,0
2179
MS
3597,3
62,2
T
-5,81
6,66
6,70
F
57,82
P
0,000
P
0,002
0,001
0,001
Persamaan Regresi :
BB = - 281 + 1551 nitrat + 14596 ortho-P
(minggu ke5-ke8)
Source
Regression
Residual
Total
R-Sq = 98,9%
Predictor
Constant
Suhu
Oksigen
Arus
DF
3
4
7
Coef
1852,3
-34,691
-10,019
-7,7888
SS
4839,2
55,7
4894,9
SE Coef
166,7
3,800
1,477
0,8601
MS
1613,1
13,9
T
11,11
-9,13
-6,78
-9,06
Persamaan Regresi :
BB = 1852 - 10 Oksigen - 7,79 Arus - 34,7 Suhu
F
115,89
P
0,000
0,001
0,002
0,001
P
0,000
77
(Minggu 1 - 4)
Source
Regression
Residual
Total
R-Sq = 98,2%
Predictor
Constant
Suhu
Arus
Oksigen
DF
3
4
7
Coef
-980,7
19,279
4,7419
8,524
SS
317,30
5,94
323,24
MS
105,77
1,48
SE Coef
318,2
8,329
0,5211
1,733
T
-3,08
2,31
9,10
4,92
F
71,27
P
0,001
P
0,037
0,042
0,001
0,008
Persamaan Regresi :
BB = -981 + 19,3 suhu + 4,74 arus + 8,52 oksigen
(Minggu 5 - 8)
Source
Regression
Residual
Total
R-Sq = 99%
Predictor
Constant
Suhu
Oksigen
Arus
DF
3
4
7
Coef
-1489,2
45,10
-6,143
25,335
SS
1786,84
18,49
1805,33
MS
595,61
4,62
SE Coef
307
10,63
1,993
3,938
T
-4,85
4,24
-3,08
6,43
Persamaan Regresi :
BB = -1489 + 45,1 suhu + 25,3 arus - 6,14 oksigen
F
128,83
P
0,008
0,013
0,037
0,003
P
0,000
78
Utara
Source
Regression
Residual Error
Total
R-Sq = 79.6%
Predictor
Constant
Nitrat
Ortho-P
Amonia
DF
3
5
8
Coef
21.67
39.22
4321
-276.1
DF
3
5
8
Coef
-149
252.5
6049
527
SS
103.055
18.731
121.786
MS
34.352
3.746
SE Coef
32.60
21.64
1283
204.1
SS
53.581
13.696
67.277
SE Coef
1293
856.1
1391
7060
F
9.17
T
0.66
1.81
3.37
-1.35
MS
17.860
2.739
T
-0.11
0.29
4.35
0.07
P
0.018
P
0.536
0.130
0.020
0.234
F
6.52
P
0.035
P
0.913
0.780
0.007
0.943