Professional Documents
Culture Documents
ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar
dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung
(os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal
; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago
nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang
disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum.
(Soetjipto D & Wardani RS,2007)
2.1.1.3 Anatomi hidung dalam
Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari
os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan
rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral
terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka
inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah
antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas
konka media disebut meatus superior. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007;
Hilger PA,1997)
Universitas Sumatera Utara
Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal,
prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid.
Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh
filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan
kranial konka superior. . (Ballenger JJ,1994)
Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila,
os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari
os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina
pterigoideus medial. . (Ballenger JJ,1994)
Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara
konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara
konka media dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka
media disebut meatus superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat
(konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka
media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan
palatum. (Ballenger JJ,1994)
2.1.1.3.3 Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit
antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok
sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau
beberapa
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.3.6 Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum.
Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis
palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os
sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus. (Ballenger JJ,1994)
Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri
atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris
merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk
piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan
puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla.
(Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007 ; Hilger PA,1997)
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi
udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus
alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian
rongga di dalam tulang. Ada empat pasang (delapan) sinus paranasal, empat
buah pada masing-masing sisi hidung ; sinus frontalis kanan dan kiri, sinus
etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila, yang terbesar,
kanan dan kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis kanan dan kiri.
Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan
mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui
ostium masing-masing. (Ballenger JJ,1994; Heilger PA, 1997;
Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian
anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media,
pada atau di dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan
sel-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai
tempat di atas konka media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan
sinus sphenoid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral hidung
merupakan batas antara kedua kelompok. Proctor berpendapat bahwa salah
satu fungsi penting sinus paranasal adalah sebagai sumber lender yang
segar dan tak terkontaminasi yang dialirkan ke mukosa hidung. (Ballenger
JJ,1994)
2.2.1 Embriologi sinus paranasal
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung, berupa tonjolan atau resesus epitel mukosa hidung setelah janin
berusia 2 bulan, resesus inilah yang nantinya akan berkembang menjadi
ostium sinus. Perkembangan sinus paranasal dimulai pada fetus usia 3-4
bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus
etmoid telah ada saat anak lahir, saat itu sinus maksila sudah terbentuk
dengan sangat baik dengan dasar agak lebih rendah daripada batas atas
meatus inferior. Setelah usia 7 tahun
Universitas Sumatera Utara
Pada waktu lahir sinus maksila ini mulanya tampak sebagai cekungan
ektodermal yang terletak di bawah penonjolan konka inferior, yang terlihat
berupa celah kecil di sebelah medial orbita. Celah ini kemudian akan
berkembang menjadi tempat ostium sinus maksila yaitu di meatus media.
Dalam perkembangannya, celah ini akan lebih kea rah lateral sehingga
terbentuk rongga yang berukuran 7 x 4 x 4 mm, yang merupakan rongga
sinus maksila. Perluasan rongga tersebut akan berlanjut setelah lahir, dan
berkembang sebesar 2 mm vertical, dan 3 mm anteroposterior tiap tahun.
Mula-mula dasarnya lebih tinggi dari pada dasar rongga hidung dan pada usia
12 tahun, lantai sinus maksila ini akan turun, dan akan setinggi dasar hidung
dan kemudian berlanjut meluas ke bawah bersamaan dengan perluasan
rongga. Perkembangan sinus ini akan berhenti saat erupsi gigi permanen.
Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 dan 18 tahun. (Ballenger
JJ,1994; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
Sinus maksila berbentuk piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke
fosa nasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila.
Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
kanina,dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila,
dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung. Dinding medial atau
dasar antrum dibentuk oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus unsinatus
os etmoid, prosesus maksilaris konka inferior, dan sebagaian kecil os
lakrimalis. Dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah
prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid. Menurut Morris, pada buku anatomi tubuh manusia,
ukuran rata-rata sinus maksila pada bayi baru lahir 7-8 x 4- 6 mm dan untuk
usia 15 tahun 31-32 x 18-20 x 19-20 mm. Antrum mempunyai
Universitas Sumatera Utara
etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun
dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. . (Ballenger
JJ,1994 ; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi , dan seringkali juga sangat
berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus dan pasangannya, kadang-kadang
juga ada sinus yang rudimenter. Bentuk sinus frontal kanan dan kiri biasanya
tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat
yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang. Ukuran rata-rata sinus frontal : tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm,
dalam 1,5-2 cm, dan isi rata-rata 6-7 ml. Tidak adanya gambaran septumseptum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan
adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari
orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah
menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang
terletak di ressus frontal yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
(Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
2.2.4 Sinus etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhirakhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi
sinus- sinus lainnya. (Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007) Sel-sel etmoid,
mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, berasal dari meatus superior
dan suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid anterior dan
posterior. Sinus etmoid sudah ada pada waktu bayi lahir kemudian
berkembang sesuai dengan bertambahnya usia sampai mencapai masa
pubertas. Pada orang
ini adalah organ yang penting sebagai resonansi, dan Howell mencatat
bahwa suku Maori dari Selandia Baru memiliki suara yang sangat khas oleh
karena mereka tidak memiliki rongga sinus paranasal yang luas dan lebar.
Teori ini dpatahkan oleh Proetz , bahwa binatang yang memiliki suara yang
kuat, contohnya singa, tidak memiliki rongga sinus yang besar. Beradasarkan
teori dari Proetz, bahwa kerja dari
Universitas Sumatera Utara
sinus paranasal adalah sebagai barier pada organ vital terhadap suhu dan
bunyi yang masuk. Jadi sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat
mengenai fisiologi sinus paranasal . Ada yang berpendapat bahwa sinus
paranasal tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai
akibat pertumbuhan tulang muka. (Passali ; Lund VJ.1997 ; Mangunkusumo
E., Soetjipto D. 2007)
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain
adalah :
(1) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah ternyata tidak
didapati pertukaran udara yangdefinitif antara sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume
sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai
vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung. (Mangunkusumo
E., Soetjipto D. 2007)
(2) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas , melindungi orbita
dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
kenyataannya, sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan
organ-organ yang dilindungi. (Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)\
Universitas Sumatera Utara
mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
(Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25985/4/Chapter
%20II.pdf
http://www.scribd.com/doc/153061888/RANGKUMAN-docx
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-3-4.pdf