You are on page 1of 3

1.

2.

3.

4.

Ada 4 patogenesis utama yang saling berkaitan dalam pembentukan akne vulgaris, yaitu :
Hiperproliferasi keratinosit epidermal
Hiperproliferasi keratinosit pada epidermis berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, penurunan asam linoleat dan peningkatan
aktivitas interleukin-1 (IL-1).6 Hormon androgen merupakan hormon yang bekerja pada keratinosit folikular yang menstimulasi
hiperproliferasi keratinosit. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya
akne. 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron
(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi
keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas
androgen komplet tidak terkena akne.7
Asam linoleat merupakan asam lemak esensial pada kulit yang diketahui menurun pada penderita acne. Kadar asam linoleat yang
tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat pula asumsi
bahwa asam linoleat diproduksi dengan kuantitas yang tetap akan tetapi mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi
sebum.
Pemberian IL-1 pada keratinosit folikular manusia terbukti meningkatkan hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedo.
Sedangkan antagonis reseptor IL-1 akan menghambat formasi mikrokomedo. 6
Produksi sebum yang meningkat
Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua
kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne.
Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P.acnes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini
kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik. 1,6,8
Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi
dermal sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung
menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru
terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan
distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon
inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar
unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi
sel predominan yang mengelilingi mikrokomedo.6
Peningkatan populasi & aktivitas dr P. acnes
Propionibacterium acnes juga memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.acnes merupakan bakteri gram-positif,
anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi P.acnes yang lebih tinggi
dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.acnes yang terdapat pada glandula sebacea dan
beratnya penyakit yang diderita.1,6
Dinding sel P.acnes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang
paling berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan
mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.acnes juga memfalisitasi inflamasi dengan
merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping
itu, P.acnes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear
yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan
TNF- dilepaskan.6

Komedo terbuka (Blackhead)

Komedo tertutup (Whitehead)6

Penyakit

Poin perbedaan

Erupsi akneiformis

Ketiadaan komedo menjadi perbedaan yang mendasar dengan akne vulgaris. Umumnya reaksi pada kulit atau daerah
mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat (erupsi obat) timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan
mekanisme imunologis, tetapi reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena
dosis yang berlebihan, akumulasi obat atau karena efek farmakologi yang tidak diinginkan. 6,8

Rosasea

Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada
sentral wajah dan leher. Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema
intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista, dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea
tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea. Tidak ada whitehead maupun blackhead
comedo pada rosasea.6,8

Perioral dermatitis

Dermatitis perioral merupakan erupsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult, dan dagu, yang terdiri atas
mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui,
namun terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif terhadap
kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal. Tidak ditemukan komedo.8

Demodekosis

Sering terjadi pada pasien imunosupresan, lesi seperti akneiformis, tanpa komedo, tidak respon terhadap terapi akne.
Sering dikaitkan dengan pola hidup pasien yang tidak higienis. 5

1. Pengobatan topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris.
Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru dan
mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat
keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Zat ekfolian, memiliki sifat keratolitik, diantaranya : asam salisilat (2-5%), sulfur (4-8%), resorsinol (1-5%).7 Sering digunakan pada
pasien yang intoleran terhadap retinoid topikal karena iritasi yang terjadi. 2
b. Benzoil peroksida, merupakan antibakteri yang poten, menekan pertumbuhan bakteri & hidrolisis trigliserid, memiliki sifat keratolitik
dan komedolitik ringan. Sediaan berupa krim dan gel dengan konsentrasi 2.5% dan 5%. Efek samping pemberian benzoil peroksida
yaitu kulit kering dan iritasi.6
c. Antibiotik topikal, mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek
klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P. acne baik dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea. Lebih efektif diberikan
pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel.
Sebuah penelitian membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, dua pertiga
pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih
direkomendasikan. 9
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka
waktu yang panjang. Bakteri dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada keadaan di mana
kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan
masuk dan berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum
berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama dalam
akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam jumlah produksi sebum. 4
d. Asam retinoat (tretinoin), merupakan turunan vitamin A yang mencegah pembentukan komedo dengan menormalkan deskuamasi epitel
folikular. Retinoid topikal yang utama adalah tretinoin, tazaroten, dan adapalene. Tretinoin paling banyak digunakan, bersifat
komedolitik dan anti inflamasi poten. Secara umum, semua retinoid dapat menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pasien dapat
disarankan menggunakan tretinoin dua malam sekali pada beberapa minggu pertama untuk mengurangi efek iritasi. Tretinoin bersifat
photolabile sehingga disarankan aplikasi pada malam hari.6
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan pertumbuhan jasad renik di samping juga mengurangi reaksi radang,
menekan produksi sebum, dan mempengaruhi perkembangan hormonal. Golongan obat sistemik terdiri atas: anti bakteri sistemik;
obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea; vitamin
A dan retinoid oral sebagai antikeratinisasi; dan obat lainnya seperti anti inflamasi non steroid.
a. Antibiotik oral
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan untuk akne. Obat
ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya cukup
tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg
diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat
ini diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan dengan air untuk absorbsi yang optimal.
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose,
(minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di
saluran pencernaan.
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan
resistensi yang tinggi terhadap P. acnes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. Klindamisin merupakan jenis obat yang sangat
efektif, akan tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous colitis. Kotrimoksasole
(sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan
antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis.
b. Isotretinoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya,
isotretinoin mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi dari basal
sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung terhadap
P. acnes. Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau 50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang
ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan pengobatan
ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akne yang berat.
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat
diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi. Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang
lebih cepat untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo. Pustule menghilang lebih cepat daripada papul atau nodul, dan lesi
yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di punggung dan badan.6

c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat
hormonal ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi
produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan
prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate (Diane, Dianette) dan spironolakton.6 Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12
bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam
bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian.
Tetapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan
tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 g ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (>
30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan
penggunaan spironolakton (anti androgen). Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. Anti androgen hormone dapat diberikan
pada pasien perempuan dengan target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%.4,6
3. Bedah kulit
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya
adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne.
Secara teori, pengangkatan closed comedo dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan
perubahan yang baik dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml
triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1
ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi. Injeksi
glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi nodular. Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat
dengan suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain
untuk akne tipe nodular, tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi
sehingga mengurangi pembentukan scar.
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit
berikutnya. Terapi ini bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding
tersebut.2
Algoritma pengobatan untuk akne vulgaris :6
Ringan
Komedo

Sedang
Papular/
Pustular
Retinoid topical+antimikroba
topical atau kombinasi

Lini pertama

Retinoid topical
atau kombinasi

Lini kedua

Dapson topikal atau asam


azelaic atau asam salisilat

Female

Dapson topikal
atau asam
azelaic atau
asam salisilat
-

Opsi
tambahan

Ekstraksi
komedo

Laser/foto terapi, terapi


fotodinamik

Refraktori
pengobatan

Periksa
kepatuhan

Perawatan

Retinoid topikal
BPO, atau
kombinasi

Periksa kepatuhan kecuali gram


negatif folikulitis. Wanita :
kecuali sindrom ovarium
polisistik, tumor adrenal atau
ovarium, kongenital hiperplasia
adrenal. Laki-laki : kecuali
hiperplasia adrenal kongenital
Retinoid topikal BPO, atau
kombinasi

Berat
Papular/
Pustular
Antibiotik
oral+retinoid topical
BPO atau
kombinasi
Antibiotik
oral+retinoid
topikal BPO atau
kombinasi
+ kontrasepsi oral/
anti androgen
Ekstraksi komedo,
laser/foto terapi,
terapi fotodinamik

Retinoid topikal
BPO, atau
kombinasi

Sangat Berat
Nodular
Antibiotik oral+retinoid
topikal BPO

Konglobata/
Fulminans
Isotretinoin oral
kortikosteroid oral

Isotretinoin oral atau


antibiotik oral+retinoid
topikal BPO/asam azelaic
atau kombinasi
+ kontrasepsi oral/ anti
androgen
Ekstraksi komedo;
Kortikosteroid intralesi,
laser/foto terapi, terapi
fotodinamik

Antibiotik oral dosis


tinggi+retinoid
topikal+BPO atau
kombinasi
+ kontrasepsi oral/
anti androgen
Kortikosteroid
intralesi, laser/foto
terapi, terapi
fotodinamik

Retinoid topikal BPO


atau kombinasi

You might also like