Language A1 Indo Bumi Manusia WS 3 1. Berikan opinimu atas percakapan antara Minke dengan Robert Millema berdasarkan bagian novel halaman 154-160. Tuliskan 5 hal yang menjadi perdebatan mereka. Pada awalnya, terlihat seperti semuanya berjalan baik baik saja. Robert mencoba untuk berbincang-bincang dengan Minke. Ia mengajak Minke kedalam kamarnya. Namun ternyata seiring berjalannya waktu, Nada dari Robert menandakan ketidaksukaannya dengan Minke. Ini disebabkan oleh kehadiran Minke dirumahnya dan Minke yang sudah sangat akrab dengan adiknya Annelies. Robert yang sangat tidak menyukai Pribumi sampai sampai ia tidak mengakui dirinya sebagai seorang Indo juga menyebabkan ketidak sukaannya terhadap Minke yang adalah Pribumi. Hal hal yang mereka debatkan adalah persoalan tentang bersekolah di HBS, masa depan Minke setelah lulus dari HBS, Keinginan Robert untuk pergi dan meninggalkan usaha keluarga, kebenaran tentang stereotip pribumi buaya darat, dan juga tentang identitas diri mereka. 2. Cari informasi selengkapnya mengenai tokoh-tokoh di bawah ini dan menurutmu mengapa seorang Pramoedya perlu memasukkan namanama mereka dalam novel ini: a) Victor Hugo Victor-Marie Hugo (lahir 26 Februari 1802 meninggal 22 Mei 1885 pada umur 83 tahun) adalah salah satu penulis aliran romantisme pada abad ke19 dan sering dianggap sebagai salah satu penyair terbesar Perancis. Karya-karyanya yang paling dikenal adalah Les Misrables dan NotreDame de Paris. Karya puisinya yang dianggap sangat terkenal diantaranya adalah Les Contemplations dan La Lgende des Sicles. Tidak hanya itu, Victor Hugo juga merupakan seorang sastrawan pada abad ke-19, yaitu pada saat novel ini ditulis oleh Pramoedya. Pada usia tua, karyanya menggambarkan hampir semua isu politik dan sosial, serta kecendrungan artistik pada zamannya. Menurut saya Pramoedya memasukkan nama Victor Hugo karena ia ingin memberitahu kepada pembaca bahwa Minke adalah orang yang sangat pintar, sampai-sampai dapat dibandingkan dengan seorang Victor Hugo. Di dalam novel, Nyai Ontosoroh berharap Minke dapat menjadi seperti Hugo. b) G. Francis G. Francis adalah seorang sastrawan Indonesia yang terkenal pada abad ke-19 dengan karyanya yang berjudul Tjerita Njai Dasima. Novel tersebut pun akhirnya diadaptasi menjadi sebuah film pada tahun 1929 dan 1932. Menurut saya nama ini dimasukkan oleh Pramoedya ke dalam novelnya karena pertama-tama karya dari G. Francis sendiri mempunyai seorang tokoh yang sama, yaitu Nyai. Kemudian, novel tersebut pun ditulis pada waktu yang kurang lebih mempunyai era yang sama dengan pada saat novel Bumi Manusia ditulis oleh Pramoedya.
c) Multatuli & Max Havelaar
Eduard Douwes Dekker (lahir di Amsterdam, Belanda, 2 Maret 1820 meninggal di Ingelheim am Rhein, Jerman, 19 Februari 1887 pada umur 66 tahun), atau yang dikenal pula dengan nama pena Multatuli (dari bahasa Latin multa tuli "banyak yang aku sudah derita") , adalah penulis Belanda yang terkenal dengan novelnya, Max Havelaar (1860). Novel yang mempunyai genre satir ini berisi kritik atas perlakuan buruk para penjajah terhadap orang-orang pribumi di Indonesia. Eduard memiliki saudara bernama Jan yang adalah tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, Ernest Douwes Dekker dikenal pula dengan nama Danudirja Setiabudi. Dari konteks novelnya sendiri, kita sudah bisa melihat adanya persamaan antara isi novel Max Havelaar dan Bumi Manusia, yakni keduanya menceritakan tentang kekuasaan penajajah terhadap orang-orang pribumi HindiaBelanda. Pada awalnya pun, novel Max Havelaar tidak diperkenankan untuk dipublikasikan, dan hal serupa terjadi kepada novel-novel yang ditulis oleh Pramoedya. Oleh karena itu, Pramoedya ingin menggunakan novel Max Havelaar sebagai kritik dan sindiran kepada negara. d) Van Eysinga Frans Julius Johan van Eysinga (Wommels, 31 Desember 1818 Leeuwarden, 16 April 1901) adalah seorang politisi asal Belanda. Ia salah satu dari 12 senator Belanda yang membuat undang=undang tentang penghapusan perbudakan di seluruh Kerajaan Belanda. Pramoedya ingin memasukkan Van Eysinga untuk menggambarkan Nyai Ontosoroh yang sedang melakukan sesuatu yang menentang norma masyarakat. Van Eysingan ingin menghapus perbudakkan, sedangkan Nyai Ontosoroh adalah seorang Nyai yang memegang perusahaan yang sangat besar yang pernah dimiliki oleh orng Belanda dan ia adalah seorang Pribumi. 3) Berikan komentarmu atas pengalaman Minke bertemu dengan bupati B yang ternyata adalah ayahnya. Kutip bagian dialog yang mendukung komentarmu! Sebelum bertemu dengan Bupati, Minke sudah mulai merasakan hal hal yang aneh dan meresahkan hati. Minke merasa bahwa ada perasaan yang tidak enak dan ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Pertemuan antar ayah dan anak yang sudah lama tidak bertemu seharusnya mengharukan dan penuh tangis. Seharusnya menjadi waktu yang indah. Tetapi pertemuan antara Minke dan Ayahnya malah memicu amarah ayahnya. Bukannya penuh haru, malah penuh amarah dan emosi. Makin tinggi sekolah makin jadi buaya bangkong! Bosan main-main dengan gadis-gadis sebaya sekarang mengeram di sarang nyai. Mau jadi apa kau ini? (Hal. 184)
4) Interptretasikan kutipan-kutipan di bawah ini dan mengapa kutipan
tersebut penting? a) Bunda tak hukum kau. Kau sudah temukan jalanmu sendiri. Bunda tak akan halangi, juga tak kan panggil kembali. Tempuhlah jalan yang kau anggap terbaik. Hanya jangan sakiti orang tuamu, dan orang yang kau anggap tak tahu segala yang kau tahu. (hal. 194) Kutipan tersebut dikatakan oleh Ibu Minke pada saat pertemuan mereka. Pertemuan Minke dengan Ibunya tidak seperti pertemuannya dengan ayahnya yang penuh amarah dan emosi. Pertemuan ini juga tidak begitu dpenuhi rasa haru dan keindahan. Ibu Minke lebih mentolerir kelakuan Minke. Minke sudah dewasa, oleh karena itu iya berhak memilih jalannya sendiri, termasuk mengambil keputusan dalam pekerjaan dan pericntaan. Minke tau mana yang baik untuk dirinya. Namun ibu Minke memberinya pesan bahwa jangan sakiti hati orang tuanya dan orang orang yang ia anggap lemah. Kutipan ini penting buat saya supaya saya sadar bahwa ketika saya membuat keputusan dalam hidup, aya tidak boleh sampai menyakiti hati orang tua saya ataupun orang orang yang saya anggap remeh. b) Seorang pribumi yang mendapat didikan Eropa. Bagus. Dan sudah begitu banyak yang kau ketahui tentang Eropa. Mungkin kau tak tahu banyak tentang negerimu sendiri. Barangkali. Bukan? Aku tak salah kan? (hal. 211) Kata-kata ini dikatakan oleh Miriam De La Croix kepada Minke. Kutipan ini adalah sebuah sindiran keras untuk tingkah laku Minke yang ingin menjadi orang Eropa dan mencoba untuk melupakan identitas dirinya yang adalah pribumi Indonesia. Sebagai seorang murid yang bersekolah di sekolah international yang setiap hari berbahasa inggris, saya harus tetap mengakui identitas saya sebagai warga negara Indonesia. Identitas sebagai warga negara Indonesia lah yang terpenting dan saya seharusnya tidak bertingkah seperti orang amerika atau eropa melainkan tetap mengakui sebagai orang Indonesia yang sudah sangat international dan fasih berbahasa inggris. 5) Jelaskan latar sosial yang melatari kehidupan Robert Millema dan Maiko. Isu-isu apa sajakah yang diangkat oleh Pramoedya melalui kehidupan dua tokoh ini? Kehidupan Robert Milemma dan Maiko tentu saja dipenuhi dengan orangorang dari berbagai daerah di belahan dunia yang baru saja mulai menduduki Indonesia. Pada saat itu, Cina dan India merupakan dua negara yang sangat aktif dalam trading di antara pulau-pulau di Indonesia. Maka dari itu, wajar jika tidak sedikit orang-orang Cina dan India memilih untuk tinggal di pualu tersebut untuk sejenak atau bahkan selama-lamanya, seperti Ah Tjong. Pada saat zaman penajajahan Belanda tersebut, memang orang-orang yang memiliki darah Belanda masih dipandang sebagai orang yang paling berkuasa, orang yang berada di tingkat palign atas di tingkat strata sosial masyarakat. Hal tersebut menyebabkan orang-orang lain dari suku lain untuk bersikap dengan sangat sopan dan menghargai orang-orang yang berdarah Belanda. Perdagangan yang dilakukan oleh beberapa negara tersebut pun bukan hanya perdagangan barang-barang, namun manusia pun sering kali dijadikan sesuatu yang diperdagangkan, seperti halnya perempuan-perempuan yang menjadi pelacur di Indonesia, salah satunya adalah Maiko. Isu yang ingin disampaikan
oleh Pramoedya melalui kehidupan kedua tokoh tersebut adalah pertama
kehidupan sosial masyarakat yang tinggal di Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kehidupan seorang pelacur yang hanya bisa patuh kepada majikannya dan harus menuruti apa yang mereka katakana, hubungan antara orang-orang Belanda dan orang Tionghoa, dan nafsu seksual yang dimilki oleh orang Belanda.