Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Erna Haryanti, S.Ked.
04054821618003
04054821618005
04054821618062
04054821618120
04054821618128
04054881618005
Pembimbing:
dr. Asrol Byrin, SpOG(K)
1. Judul Jurnal:
Maternal and Perinatal Outcome in Preterm Premature Rupture of Membrane
2. Gambaran Umum
a. Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai rupturnya membran amnion
secara spontan disertai dengan keluarnya cairan ketuban setelah 28 minggu kehamilan
dan sebelum awal persalinan (Pritchard et al 1985). Jika pecah ketuban setelah 37
minggu kehamilan maka disebut KPD aterm dan jika pecah ketuban terjadi setelah 28
minggu tapi sebelum 36 minggu kehamilan disebut sebagai ketuban pecah dini
preterm (Gibert dan Harmon, 2003). Interval antara pecah ketuban dan timbulnya
kontraksi uterus disebut periode laten.
Pecahnya ketuban > 24 jam sebelum awal persalinan disebut KPD
berkepanjangan. Insiden dari KPD bervariasi. Insiden KPD prematur adalah 2% 17% dan bertanggung jawab untuk 1/3 dari semua kelahiran prematur (Mercer). KPD
terjadi pada 80% kehamilan aterm dan 20% dari kehamilan prematur. Setelah pecah
ketuban, baik ibu dan janin memiliki peningkatan risiko infeksi, yang dapat bersifat
sistemik dan lokal. Kematian perinatal karena KPD prematur adalah 11,3% di usia
gestasi 28-32 minggu, 4,4% di 33-34 minggu. Ketika KPD terjadi sebelum 28
minggu, terdapat risiko yang signifikan terhadap morbiditas maternal dan perinatal
serta kematian, oleh karena itu keberadaan dokter memainkan peran penting dalam
pengelolaan KPD prematur. Mereka perlu mengembangkan rencana mengenai hasil
kehamilan, dimana keputusan yang cocok tercapai untuk mengurangi risiko ibu dan
janin. KPD prematur didiagnosis oleh riwayat, pemeriksaan fisik dan tes laboratorium
sederhana. Meskipun tes ini akurat dalam 95% kasus, masing-masing memiliki hasil
positif palsu dan negatif palsu, terutama pada pasien dengan jumlah cairan ketuban
yang sedikit.
Dengan latar belakang ini, penelitian dilakukan di negara ini dengan tingkat
sosial dan ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, dan pemanfaatan fasilitas
pelayanan antenatal jauh dari memuaskan. Kebanyakan ibu berasal dari daerah
pedesaan, sehingga perjalanan jauh untuk berobat, sedangkan ketuban telah pecah
jauh sebelumnya.
Tujuan dan sasaran penelitian ini untuk menganalisis kasus ketuban pecah dini
prematur dalam hal efek pada maternal dan perinatal.
b. Subjek dan Metode Penelitian
Penelitian prospektif ini dilakukan lebih dari seratus kehamilan tunggal
presentasi kepala dengan usia kehamilan 32-36 minggu yang mengalami ketuban
pecah dini prematur dan dibawa ke ruang melahirkan di Departemen Obstetri dan
Ginekologi, Pt. B.D. Sharma PGIMS, Rohtak. Para wanita dari LSCS sebelumnya,
dengan dugaan korioamnionitis saat masuk, malpresentasi, malformasi kongenital,
dan wanita aterm dikeluarkan dari penelitian. Semua wanita dengan KPD prematur
dirawat setelah menerima informed consent. Riwayat rinci termasuk nama, usia, nama
suami, alamat, pendidikan, pekerjaan, riwayat obstetrik dan menstruasi telah diambil.
Tanggal menstruasi terakhir yang tercatat dan masa kehamilan telah diperkirakan
dengan sesuai. Pemeriksaan fisik umum termasuk berat badan, tinggi badan, denyut
nadi, tekanan darah, suhu tubuh, pucat, ikterus, sianosis, clubbing finger, pedal
edema, tekanan vena jugularis akan dicatat. Tiap pemeriksaan abdomen termasuk
tinggi rahim, presentasi, suara jantung janin, jumlah minuman keras dicatat secara
klinis. Tiap pemeriksaan spekulum untuk kondisi leher rahim dan warna dan bau
minuman keras dilakukan. Suhu dan denyut nadi dicatat setiap empat jam. Investigasi
berikut telah dilakukan pada saat pasien masuk-jumlah leukosit total, jumlah
diferensial leukosit, C-reactive protein (CRP), swab vagina tinggi (HVS), urine
lengkap (C/E). Sonografi dilakukan pada semua wanita selama 12-24 jam pertama
masuk untuk biometri janin dan indeks cairan ketuban (AFI). Menurut AFI, wanita
dikategorikan menjadi dua kelompok. Grup A termasuk wanita dengan AFI 5 dan
kelompok B dengan AFI> 5. Antibiotik suntik (suntikan Ampisilin 1 gram intravenastat setelah pengujian sensitivitas diikuti dengan pemberian 500mg setiap 6 jam) dan
steroid penutup (suntikan betametason 12 mg Stat intramuskular diikuti oleh 12 mg
setelah 24 jam) telah diberikan kepada semua wanita.
Maternal takikardia,
Nyeri uterus,
Foetal takikardia,
Investigasi diulang (TLC, DLC dan CRP dua kali seminggu dan HVS dan AFI
sekali seminggu). Persalinan dilakukan dalam kondisi berikut:
Chorioamnionitis,
Abrupsi plasenta
Distress janin
c. Hasil
4
Tabel 1 menunjukan profil demografi kedua grup. Pada penelitian ini, angka
maksimal wanita terletak pada kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 32 (78,04%)
pada grup A dan 43 (72,88%) pada grup B, diikuti dengan 5 (12,19%) perempuan dalam
grup A dan 10 (16,94%) pada grup B. Rata-rata usia pada grup A adalah 24,41 3,36 dan
24,10 3,51 pada grup B. Sedangkan dari profil status sosial ekonomi, angka maksimum
wanita pada grup A 22 (53,65%) terletak pada kelas bawah dan (59,32%) pada grup B.
Kelas menengah pada grup A sebanyak 12 (29,2%) dan 15 (15,25%) pada grup B. Hanya
7 (17,07%) pada grup A dan 9 (15,25%) pada grup B terletak pada kelas sosiekonomi
yang tinggi. Komparasi statistik pada kedua grup tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan p>0,05).
Tabel 2 menunjukan cara melahirkan pada kedua grup penelitian, angka tertinggi
terletak pada wanita yang melahirkan pervaginam 22(53,65%) grup A dan 54(91,52%)
grup B. Hanya 19 (46,34%) grup A dan 5 (8,47%) grup B yang melahirkan melalui
operasi section sesaria. Pada komparasi statistic, ditemukan perbedaan yang signifikan
(p<0,001).
Lebih jauh lagi, peneliti mendistribusikan pasiennya bergantung dari cara melahirkan
pervaginam. Terdapat 19 (86,36%) wanita pada grup A dan 40 (74,07%) grup B
melahirkan secara spontan, dan diikuti oleh 3 pada grup A dan 10 pada grup B melahirkan
dengan bantuan induksi. Melalui augmentasi, pada grup A tidak ada wanita yang
melahirkan, dan total 4 orang pada grup B melahirkan. Tidak ada perbedaan yang
signifikan diantara distribusi tersebut (p>0,05).
Tabel 3. Distribusi Pasien Menurut Cara Melahirkan Per Vaginam pada Kedua Grup
Tabel 4 menunjukan indikasi section sesaria pada kedua grup. Angka tertinggi
disebabkan oleh karena adanya peristiwa gawat janin pada grup A 9(47,3%) dan 1
(12,5%), sedangkan untuk kejadian korioamnionitis 5 pada grup A dan 2 pada grup B,
diikuti dengan kegagalan induksi. Pada perbandingan statistik, ditemukan adanya
perbedaan yang signifikan.
Efek pada Ibu
Tabel 5 menunjukan efek melahirkan pada ibu di kedua grup. Mayoritas ibu tidak
mengalami efek yang buruk atau dipulangkan yaitu sebanyak 35 (85,36%) pada grup A
dan 54 (91,52%) pada grup B. Sepsis akibat luka ditemukan masing-masing 3 pada setiap
grup. Hasil komparasi statistic menunjukan hasil yang tidak signifikan (p>0,05).
Rata-rata berat lahir pada grup A adalah 1,910,18 pada grup A dan 1,870,18 pada
grup B, komparasi tidak menunjukan hasil yang signifikan.
Kematian perinatal pada kedua grup diakibatkan berat lahir rendah dan satu bayi
masing-masing grup terkena sepsis.
d. Diskusi
Dari status sosioekonomi, hasil yang didapat sesuai dengan penelitan yang
dilakukan oleh Swathi Pandey (2000), yaitu kejadian ketuban pecah dini (KPD) lebih
sering terjadi pada wanita dengan sosial ekonomi yang rendah. Studi sebelumnya telah
menunjukan bahwa kekurangan pada membran amnion muncul disebabkan status sosial
ekonomi yang rendah yang dihubungkan dengan faktor-faktor seperti malnutrisi, bekerja
terlalu keras, kebersihan yang buruk, stress, multi paritas, infeksi genitourinaria
berulang, dan anemia. Risiko dari KPD meningkat dengan penurunan aktivitas
antibacterial dalam cairan amnion pasien dengan status sosial ekonomi yang rendah.
Dari efek pada ibu, total 14,61% pada grup A dan 8,46% pada grup B memiliki
komplikasi, berbeda dengan Osmanagaoglu, dkk (2005) yang memiliki rating 12,2%.
Raunt dan Dora (1988) yang menunjukkan adanya hubungan langsung dari
korioamnionitis dengan interval waktu KPD dan melahirkan yang berlangsung lama.
Borna dkk pada tahun 2004, menemukan korelasi antara AFI<5 dan tingkat kejadian
korioamnionitis yang lebih tinggi. Vintzileos dkk pada tahun 2000 menunjukkan tidak
adanya hubungan antara korioamnionitis dengan oligohidramnion.
Dari morbiditas neonatus, insidens morbiditas pada grup A dan B dapat
dibandingkan dengan penelitian oleh KamlaJayram (2001). Morbiditas paling umum
pada grup A terjadi diakibatkan RDS sama dengan penelitian Piazze, dkk (2007)
7
sedangkan sepsis pada grup B dapat disamakan dengan penelitian Vinteezileos, dkk
(2000) yang melaporkan hubungan antara oligohidramnion dan peningkatan infeksi dan
morbiditas perinatal. Gonik, dkk (1985) dan mercer, dkk (2006) tidak menemukan
hubungan antara AFI <5 dan morbiditas neonatus akibat infeksi.
Mortalitas perinatal pada penelitian ini lebih sedikit dari penelitian yang dilakukan
Woods, yaitu 13% dari keseluruhan kasus.
e. Kesimpulan
Ketuban pecah dini adalah permasalah obstetric yang signifikan. KPD berkontribusi
meningkatkan morbiditas maternal dan jurga morbiditas bahkan mortalitas perinatal.
Pengawasan antenatal, deteksi, dan tatalaksana infeksi merupakan hal yang perlu
dilakukan. Pencegahan aseptic yang ketat, terapi yang sesuai, dan pemeriksaan antenatal
yang teratur merupakan faktor penting dalam pencegahan dan manajemen KPD.
Dari studi ini didapatkan kesimpulan bahwa manajemen tidak dapat menjadi
peraturan yang disama ratakan. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan pada
wanita dengan status sosial ekonomi yang rendah, usia lebih muda, tidak berpendidikan
ditemukan sebagai faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kejadian KPD. Diluar
pemeriksaan laboratorium lainnya, HVS hanya signifikan pada penelitian ini. Bahaya dari
infeksi pada ibu dan janin meningkat seiring dengan meningkatnya durasi KPD.
Penelitian ini menyarankan untuk melakukan studi kritis mengenai manajemen dari KPD.
3. Telaah Kritis
Berdasarkan jurnal yang diakses dari International Journal of Health Sciences and
Research merupakan bagian dari kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine)
diartikan sebagai suatu proses evaluasi secara cermat dan sistematis suatu artikel penelitian
untuk menentukan reabilitas, validitas, dan kegunaannya dalam praktik klinis. Komponen
utama yang dinilai dalam critical appraisal adalah validity, importancy, applicability.
Tingkat kepercayaan hasil suatu penelitian sangat bergantung dari desain penelitian dimana
uji klinis menempati urutan tertinggi. Telaah kritis meliputi semua komponen dari suatu
penelitian dimulai dari komponen pendahuluan, metodologi, hasil, dan diskusi. Masingmasing komponen memiliki kepentingan yang sama besarnya dalam menentukan apakah
hasil penelitian tersebut layak atau tidak digunakan sebagai referensi.
Telaah kritis meliputi semua komponen dari suatu penelitian dimulai dari komponen
pendahuluan, metodologi, hasil, dan diskusi. Masing-masing komponen memiliki
8
kepentingan yang sama besarnya dalam menentukan apakah hasil penelitian tersebut layak
atau tidak digunakan sebagai referensi.
Penilaian VIA (Validity, Importancy, Applicability)
I. Study Validity
Research questions
Is the research question well-defined that can be answered using this study design?
Ya. Desain studi pada penelitian ini adalah kohort prospektif (prospective cohort study)
yaitu dengan melakukan penilaian variabel-variabel (AFI, cara persalinan, indikasi SC,
maternal outcome, perinatal outcome) dari pasien dengan risiko ketuban pecah dini sampai
setelah melahirkan untuk mengetahui morbiditas dan mortalitas ibu hamil dan bayi baru lahir.
Does the author use appropriate methods to answer their question?
Ya. Metode yang digunakan penulis adalah analitik statistik, metode ini tepat untuk
mengetahui insiden morbiditas dan mortalitas ibu hamil dan bayi baru lahir.
Is the data collected in accordance with the purpose of the research?
Ya. Data diperoleh dari Departemen Obstetri dan Ginekologi, Pt. B.D. Sharma PGIMS,
Rohtak, India. Subjek penelitian adalah pasien dengan kehamilan tunggal, presentasi kepala,
usia kehamilan 32-36 minggu, ketuban pecah dini prematur.
Randomization
Was the randomization list concealed from patients, clinicians, and researchers?
Randomisasi tidak dijelaskan secara rinci pada jurnal ini.
Interventions and co-interventions
Were the performed interventions described in sufficient detail to be followed by
others? Other than intervention, were the two groups cared for in similar way of treatment?
Penelitian ini melakukan intervensi pada sampel kasus yaitu dengan memberikan
antibiotik Ampisilin 1 gram intravena yang dimulai setelah pengujian sensitivitas diikuti
dengan pemberian 500mg setiap 6 jam dan steroid penutup (suntikan betametason 12 mg Stat
intramuskular diikuti oleh 12 mg setelah 24 jam) kepada semua subjek penelitian.
II.
Importance
Is this study important?
Ya. Penelitian ini penting karena ketuban pecah dini memiliki efek yang buruk pada ibu
dan bayi yang dilahirkan terutama pada ibu dengan status sosial ekonomi yang rendah.
Tingkat morbiditas dan mortalitas neonatus juga tinggi. Dari penelitian ini, kita dapat
mengetahui akibat KPD pada kesehatan maternal dan perinatal sehingga kita dapat mencegah
terjadinya mortalitas baik pada ibu maupun pada bayi.
III.
Applicability
Are your patient so different from these studied that the results may not apply to them?
Tidak. Studi ini juga bisa diaplikasikan pada pasien di Indonesia, karena karakteristik
10