Professional Documents
Culture Documents
PELAYANAN RADIOLOGI
ISBN: 978-979-755-155-1
Cetakan pertama 2011
KATA PENGANTAR
Standar Pelayanan Radiologi merupakan suatu kebutuhan yang amat penting dan harus
ada dalam organisasi.
Standar pelayanan radiologi ini digunakan sebagai acuan oleh dokter spesialis radiologi,
organisasi profesi, rumah sakit, pusat-pusat pendidikan atau lembaga lainnya. Persiapan untuk
membuat standar ini sudah dirintis sejak lama, bermula dari kebutuhan PDSRI Jaya kemudian
dalam perjalanan waktu, berkembang menjadi kebutuhan rumah sakit, dan lembaga kesehatan
lainnya. Buku ini akan selalu diperbaiki, sesuai dengan perkembangan ilmu radiologi dan situasi
kesehatan masyarakat Indonesia.
Di dalam buku ini dibahas mengenai ketentuan standar pelayanan secara umum, pedoman
dan petunjuk praktik radiologi, standar teleradiologi, radio diagnostik pada gawat darurat,
pemeriksaan radiologi konvensional, pemeriksaan radiologi dengan kontras, dan pemeriksaan
ultrasonografi, CT Scan, MRI, Doppler USG, radiologi nuklir serta radiologi intervensional.
Standar pelayanan radio diagnostik ini bukanlah suatu hal yang sudah sempurna, dan
sesuai dengan perkembangan ilmu radiologi, melainkan harus selalu diperbaiki dan ditambah
secara terus menerus. Oleh karena itu saran-saran perbaikan sangat kami harapkan.
Akhir kata banyak terima kasih kami ucapkan kepada contributor buku ini: dr. A. Tenri
A.Siswanto,SpRad, dr. Aviyanti Djurzan,SpRad, dr. Bambang Budyatmoko,SpRad, Prof dr
Chunadi Ermanta SpRad, dr. Daniel Makes,SpRad, Prof. dr. H.M.Djakaria, SpRad, dr. Indrati
Suroyo, SpRad, dr. Iwan Ekayuda, SpRad, dr. Jacub Pandelaki, SpRad, dr.Kahar Kusumawidjaja,
SpRad, dr M Yamin Sp Rad dan kawan-kawan, dr.N.Diana Yulisa,SpRad, dr.Patricia
M.Widjaja,SpRad, dr. Prijo Sidipratomo Sp Rad, dr. Paulus Rahardjo SpRad, dr. Sawitri
Darmiati,SpRad, Prof. dr. Sudarmo S.Purwohudoyo, SpRad, serta dr. Tonny Kuncoro S, SpRad,
atas saran dan kontribusi yang sudah diberikan.
Kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam pembuatan naskah ini, kami
ucapkan pula terima kasih yang tiada terhingga. Semoga hasil karya ini dapat bermanfaat bagi
semua.
Wassalam,
Jakarta, 6 September 2011
Editor
Bambang Budyatmoko
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .. 3
Daftar Isi 4
Bab 1 Pendahuluan 7
Bab 2 Ketentuan Umum Standar,Pedoman, dan Petunjuk Praktik Radiologi
L. Bipolar Sistografi 29
M. Pielografi Retrograd ....30
N. Mielografi ....31
O. Histerosalpingografi (HSG) .....33
P. Arthrografi ..34
Q. Pelvimetri 35
R. Mammografi 36
S. Galaktografi 36
Bab 6 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Abdomen dan Pelvic ..38
A.
B.
C.
D.
E.
BAB 1 PENDAHULUAN
Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penggunaan
semua modalitas yang menggunakan energy radiasi pengion maupun non-pengion, untuk
kepentingan imaging diagnosis dan prosedur terapi dengan menggunakan panduan radiologi.
Teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-X, radioaktif, dan radiasi radio
frekwensi elektromagnetik oleh atom-atom juga termasuk dalam radiologi.
Dalam praktiknya, foto polos cukup dibuat dua posisi saja (AP dan lateral) dan
diusahakan untuk tidak memanipulasi pasien. CT scan atau MRI dilakukan apabila
informasi dari foto polos kurang mencukup, atau apabila trauma diduga mengenai
medulla spinalis.
B. Trauma Kepala
1. Tujuan pemeriksaan trauma kepala
Tujuan pemeriksaan trauma kepala adalah untuk menemukan fraktur, perdarahan
ekstra dan intra serebral serta komplikasi lain akibat trauma. Untuk GCS kurang dari
14 atau cedera kepala berat, segera gunakan CT scan kepala. Untuk trauma wajah
dapat dibuat foto Waters bila keadaan memungkinkan atau CT csan 3D.
2. Teknik pemeriksaan
Foto polos kepala dibuat AP dan lateral saja. Sebaiknya pada foto lateral digunakan
sinar horizontal sehingga daerah servikal masuk lapangan radiografi. Dilarang
memanipulasi pasien, terutama bila diduga adanya fraktur servikal. Untuk trauma
wajah dapat digunakan foto Waters bila keadaan memungkinkan atau CT scan 3D.
C. Pemeriksaan CT scan kepala
Pemeriksaan CT scan kepala dilakukan dengan posisi pasien berbaring, dengan
potongan aksial. Apabila perlu dilakukan potongan lebih, maka pemotongannya
dilakukan dibawah garis OM line (REIDS). Pemeriksaan CT scan kepala juga
dilakukan apabila pasien dicurigai mengalami fraktur tulang-tulang wajah dan
basis crania. Selain itu, pemeriksaan CT scan kepala dilakukan dalam reformatting
sagital atau koronal dan tiga dimensi window tulang pada daerah fraktur dan
kontras media tidak digunakan.
D. Trauma Dada
1. Tujuan pemeriksaan radiologi standar pada trauma dada
Pemeriksaan radiologi juga dilakukan untuk trauma dada dengan tujuan sebagai
berikut.
a. Mencari adanya fraktur tulang-tulang dinding dada.
b. Mencari adanya benda asing (luka tembak)
c. Mencari adanya kelainan pada mediastinum.
d. Mencari adanya hematotoraks, pneumotoraks, dan efusi pleura.
2. Teknik pemeriksaan
Pada trauma dada, pemeriksaan dilakukan dengan foto polos AP dan lateral sebagai
data dasar untuk mencari adanya fraktur, pneumotoraks, hematotoraks, benda asing,
dan melihat kelainan diafragma sinus. Pemeriksaan trauma dada dengan USG
digunakan untuk melihat adanya efusi pleura. Sedangkan pemeriksaan trauma dada
dengan CT scan digunakan untuk melihat adanya pneumotoraks yang tersembunyi,
adanya benda asing atau adanya dugaan cedera pada pembuluh darah(dissecting
aorta). Pada keadaan ini digunakan kontras media.
E. Trauma pada Traktus Urinarius
1. Tujuan pemeriksaan radiologi standar pada Traktus Urinarius
Tujuan pemeriksaan radiologi pada traktus urinarius dilakukan untuk melihat
kemungkinan adanya kontusio, laserasi atau ruptur ginjal, dan buli-buli.
2. Teknik pemeriksaan
Teknik pemeriksaan trauma pada traktus urinarius dilakukan denga foto polos
abdomen untuk melihat adanya fraktur pada tulang-tulang, melihat perubahan udara
usus dan garis psoas, serta peritoneal fat line.
3. Pemeriksaan PIV
Pemeriksaan PIV dilakukan untuk melihat fungsi ginjal, sistem kalises-ektravasasi
kontras pada ginjal dan buli-buli, tanpa persiapan dan tanpa kompresi pada perut.
Apabila perlu dilakukan dengan menggunakan kontras dosis ganda.
USG dan CT scan digunakan untuk menilai parenkim ginjal, struktur buli-buli, dan
organ sekitarnya. Pemeriksaan USG dan CT scan dilakukan untuk memperlihatkan
adanya hematom di dalam buli-buli dan organ sekitarnya, serta memperlihatkan
adanya ruptur organ. Pemeriksaan ini digunakan untuk melengkapi pemeriksaan
terdahulu bila hasilnya masih meragukan. Khusus pada USG ginjal, hasilnya dapat
digunakan sebagai screening, bila dicurigai adanya kontusio atau ruptur ginjal, dan
buli-buli.
F. Trauma pada Hati
1. Tujuan pemeriksaan radiologi standar pada trauma hati
Tujuan pemeriksaan radiologi standar pada trauma hati adalah untuk memperlihatkan
adanya laserai atau hematom serta ruptur dari lobus-lobus hati.
2. Teknik pemeriksaan
Pemeriksaan trauma hati dilakukan melalui pemeriksaan USG hati. Hal ini dilakukan
untuk melihat struktur parenkhim hati, melihat adanya hematom intra parenkimal, atau
pericapsular. Apabila pemeriksaan USG sulit dilakukan pada orang-orang yang gemuk
atau terdapat banyaknya udara di usus dan mengganggu pemeriksaan dengan USG,
maka dilakukan pemeriksaan dengan CT scan.
G. Trauma pada Lien
1. Tujuan pemeriksaan radiologi standar untuk trauma pada lien
Pemeriksaan radiologi standar untuk trauma pada lien bertujuan untuk
memperlihatkan kemungkinan adanya ruptur limpa.
2. Teknik pemeriksaan
Pemeriksaan trauma pada lien dilakukan dengan USG untuk memperlihatkan adanya
hematom intrakapsular serta adanya ruptur pada limpa. Pemeriksaan CT scan hanya
dilakukan bila pemeriksaan USG hasilnya meragukan.
H. Trauma Orbita
1. Tujuan pemeriksaan radiologi standar pada trauma orbita
Pemeriksaan radiologi standar pada trauma orbita bertujuan untuk memperlihatkan
adanya fraktur dinding orbita serta memperlihatkan adanya benda asing, radio opak,
dan hematom sekitar orbita.
2. Teknik pemeriksaan
Pemeriksaan pada trauma orbita dilakukan dengan foto polos AP, lateral, dan Caldwell
untuk memperlihatkan adanya fraktur dinding orbita. Pemeriksaan juga dapat
dilakukan menggunakan metode Pfeiper Comberg untuk memperlihatkan benda asing
pada orbita intra atau ekstra ocular. Bila diperlukan, pemeriksaan dapat menggunakan
CT scan dengan potongan aksial dan koronal.
I. Akut Abdomen
1. Tujuan pemeriksaan radiologi standar pada akut abdomen
Pemeriksaan radiologi standar untuk akut abdomen bertujuan sebagai berikut.
a. Memperlihatkan adanya perforasi usus.
b. Mencari adanya tanda sumbatan traktus gastrointestinal (obstruksi ileus), atau
paralityk ileus.
c. Menilai adanya distensi usus besar dan usus kecil.
d. Mencari adanya udara bebas, asites, kalsifikasi intra dan ekstra peritoneal dan
dinding abdomen.
2. Teknik pemeriksaan
a. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tiga posisi:
1) Terlentang.
2) duduk ( toraks dan abdomen )
3) Lateral dekubitus.
b. Pada penderita yang payah pemeriksaan dilakukan seperti berikut
1) Posisi AP terlentang.
2) Posisi terlentang, sinar horizontal.
3) Lateral dekubitus kalau mungkin, atau posisi semi erect dengan fluoroskopi.
c. Lain-lain:
Untuk melihat udara di rectum, gunakan posisi telungkup, dengan sinar horizontal.
Pada kasus bayi dan anak gunakan posisi terlentang AP dan posisi lateral. Gunakan
sinar horizontal bila perut sangat kembung. Bila perut tidak terlalu kembung,
gunakan posisi telungkup, dengan sinar horizontal.
J. Invaginasi
f. Indikasi umum
Hematemesis, melena, penurunan berat badan, anemia, nyeri epigastrium,
gangguan pencernaan, khusus diar, disfagia, dan muntah-muntah.
3. Oesofagus Bagian Atas-Bawah
a. Kontras
Larutan barium encer
Larutan barium tebal(pasta)
Larutan kontras non-ionik
b. Teknik
1) Kontras tunggal-barium encer
Minum satu teguk barium encer/kontras non-ionik yang dilarutkan.
Setelah diminum, dilihat dengan fluoroskopi, adakah sumbatan,
dilatasi, atau menyempit. Bila ada dilatasi saja dan dugaan adanya
akalasia, barium encer boleh ditambah. Foto AP, lateral, oblik, di
daerah khusus Cardia.
2) Kontras tunggal-barium kental
Bila ada penyempitan atau jalannya kontras tersumbat, barium boleh
ditambah. Foto oblik dan lateral, AP. Buat foto lagi yang fase ekspirasi
untuk mengisi oesofagus bagian distal. Buat foto seluruh oesofagus,
film besar, AP, lateral.
c. Indikasi
Dikerjakan pada Ca. oesofagus, struktur oesofagus, dan lain-lain. Post operatif
anastomosis esophagus dimulai dengan barium encer dan barium kental. Bila
dikhawatirkan adanya perforasi dan anastomosis bocor, dapat dilakukan
dengan larutan kontras non-ionik.
d. Pasca pemeriksaan oesofagus
Dibuat foto toraks untuk kontrol aspirasi kontras bila perlu. Untuk pengamatan
pasase barium, bila perlu, dilakukan foto abdomen.
4. Lambung-Duodenum
a. Kontras
1) Larutan barium sulfat dalam air 1:3 sampai 1:4
2) Larutan barium sulfat 120-200 W/V/%
3) Larutan gastrografin (sudah tidak diproduksi saat ini), kontras
non-ionik
4) Kontras ganda terdiri dari larutan barium dan udara atau gas.
b. Teknik
1) Cara kontras tunggal
Pasien minum satu atau dua teguk kontras. Ikuti dengan fluoroskopi sampai
kontras menyebar dan menggambarkan mukosa lambung. Buatlah satu foto
mukosa dalam posisi terlentang. Minum satu gelas kontras tersebut sampai
habis. Buatlah foto-foto sebagai berikut.
a) Satu foto dalam posisi tegak.
b) Satu foto terlentang (LAO dan RAO).
c) Satu foto tengkurap (kontras kebanyakan lari
ke antrum dan bulbus dan sisanya
menggambarkan mukosa fundus).
d) Spot foto: di daerah yang dicurigai ada
kelainan dibuat beberapa spot foto dengan
posisi yang berbeda dan dengan kompresi.
2) Cara kontras ganda
a) Sebelumnya pasien diberi spasmolitik 1 ampul.
b) Intramuscular 15 sampai 30.
Kontras diberikan sebelum pemeriksaan atau bila diberikan intravena dapat
langsung diberikan pada saat pemeriksaan. Tujuannya agar lambung dalam
keadaan relaksasi dan dapat meregang dengan baik serta mengurangi
peristaltic.
c) Perhatikan
kontra
indikasi
pemberian
spasmolitik antara lain aritmia, takikardi,
glaucoma, dan hipertrofi porstat. Pada anakanak tidak perlu diberikan spasmolitik.
d) Pasien meminum kontras barium lebih kurang 30 cc, kemudian buat foto dalam
posisi tengkurap (prone) untuk melihat dinding anterior. Pasien berdiri lagi,
minum 1 gelas kontras barium dan masukkan udara atau gas. Udara dimasukkan
dengan menggunakan nasogastric tube, akan tetapi sekarang jarang dipakai.
e) Untuk gas dapat diberikan gas effervescent atau bila tidak ada dapat dipakai 1,5
gram atau 3 tablet bicarbonas natricus kemudian ditambahkan 1 sendok asam
sitrat.
f) Foto-foto dibuat seperti kontras tunggal.
3) Lain-lain
Foto lateral dibuat bila dijumpai adanya tumor intra abdomen pada anak-anak.
c. Indikasi
Hematemesis, melena (dimana pendarahan sudah berhenti),
Penurunan berat badan,
Nyeri epigastrium,
Tumor-tumor lambung/di luar lambung.
d. Kontra indikasi
Adanya perforasi,
Ileus,
Keadaan umum yang buruk,
Hal-hal lain yang mungkin memperburuk keadaan penderita.
5. Usus Halus
a. Indikasi dan kontra indikasi
Anemia yang tidak diketahui sebabnya, sakit perut yang tidak diketahui sebabnya,
tanda-tanda malabsorpsi, berat badan menurun, dan adanya keluhan pada saluran
cerna.
Kontra indikasi yang terjadi yaitu obstruksi usus halus.
b. Persiapan
Sama dengan lambung duodenum (pasien berpuasa minimal 8 jam),
Pasien tidak boleh memakan makanan yang berlemak.
c. Kontras
Sama dengan lambung duodenum.
d. Teknik
Follow-through(diminum),
Dapat dikerjakan sama dengan pemeriksaan lambung duodenum,
Foto-foto posisi terlentang dan lateral,
Bila perlu berdiri atau kompresi,
Dibuat dengan spot foto/bucky table,
Foto 1/2 1 jam 2 jam 4 jam,
Prinsip kontras sudah masuk sekum,
Waktu dapat diperpanjang atau diperpendek sesuai keadaan,
Dengan kateter duodenum,
Kateter dimasukkan sampai duodenum,
Kontras dan udara dimasukkan,
Foto diambil dengan fluoroskopi.
6. Kolon (Barium Enema)
a. Indikasi
Diare kronis, hematoschezia.
Indikasi umum: konstipasi kronis dan perubahan pola defikasi.
Indikasi-indikasi menurut klinis:
1) Kolitis
2) Tumor kolon
3) Tumor intra abdominal di luar kolon
4) Kelainan congenital, missal: hirschprung
5) Invaginasi
6) Ileus obstruksi rendah, misalnya volvulus
7) Hal-hal lain yang diperkirakan berasal dari kolon
b. Kontra indikasi:
Perforasi,
Kolitis berat dimana dinding kolon menjadi sangat tipis dan ditakutkan perforasi,
NEC, tipus, dan sebagainya,
Keadaan umum yang jelek;leus paralitik.
c. Persiapan
1) Obstipasi kronis
a) Minimal 2 hari sebelum pemeriksaan kolon
b) Makanan yang mudah dicerna, lunak, tidak mengandung serat dan lemak.
c) Minum banyak diberi laksa dan dipuaskan
2) Tanpa riwayat obstipasi
a) Minimal 1 hari sebelum pemeriksaan makan makanan yang mudah dicerna,
lunak tidak mengandung serat dan lemak, minum air biasa yang banyak dan
sering,
b) Diberikan laksan kira-kira 8-12 jam sebelumnya,
c) Puasa makan kira-kira 8 jam,
d) Minum air tidak dibatasi.
3) Dengan riwayat diare
d. Laksan
Jenis laksan yang digunakan sesuai dengan kondisi penderita.
1) Dengan riwayat obstipasi diberi laksan kuat/berat seperti:
a) Castrol oil,
b) Garam inggris,
c) Lemonade purgative
2) Dalam keadaan normal digunakan laksan ringan misalnya Laxadine dan
Dulcolax
e. Teknik
1) Teknik kontras tunggal
a) Setelah kontras masuk ke rectum dan sigmoid, buat foto oblik atau lateral
supaya rectum dan sigmoid tidak saling tumpah tindih.
b) Kontras kemudian dimasukkan sampai sekum, apendiks, dan ileum
terminal.
c) Dibuat foto (ikhtisar) post evakuasi.
d) Foto dengan KV tinggi digunakan untuk melihat kelainan intra luminal,
misalnya polip.
2) Kontras ganda
Spasmolitik diberikan bila perlu saja. Misalnya bila penderita terlalu mulas
atau untuk menilai indentasi bersifat fungsional atau patologis.
3) Fase pengisian
Kontras dimasukkan ke dalam lumen, tergantung kepada bentuk dan
panjangnya kolon. Pada umumnya sampai pertengahan kolon transversum.
Dengan melakukan mobilisasi, kontras masuk ke dalam kolon asendens
sampai sekum.
4) Fase pelapisan
Kontras dalam lumen didiamkan selama kurang lebih 1 menit supaya dalam
melapisi mukosa kolon.
5) Fase evakuasi
Kontras dikeluarkan melalui irrigator ke dalam kantong dengan jalan
merubah posisi penderita.
6) Fase pengembangan
Dilakukan pemompaan udara ke dalam kolon melalui irrigator.
7) Fase pemotretan
Foto-foto dibuat tergantung pada kebutuhan mulai dari rekto-sigmoid, supine,
AP-LAT atau oblik.
H.
1.
a.
b.
c.
d.
8) Efek samping
Perforasi, refleksi vagal karena distensi yang berlebihan atau terlalu cepat,
meteorismus.
Protokol Pemeriksaan pada PIV(Pyelografi Intravena)
Tujuan pemeriksaan PIV
Menilai fungsi ekskresi ginjal.
Menilai morfologi dari struktur sistem pelviokalises.
Menilai kemampuan miksi.
Membuat PIV dalam kondisi optimal.
2. Indikasi
Semua kelainan pada da di luar traktus urinarius yang dicurigai mempengaruhi traktus
urinarius.
3. Kontradiksi
a. Absolut, jika hipersenstif terhadap kontras thireotoksikosis.
b. Relative, jika keadaan umum buruk, diabetes mellitus, miyeloma multiple, dan
dekompensasi kordis. Dipertimbangkan dengan saksama keuntungan dan bahayanya.
Pada keadaan dimana kadar kreatinin lebih besar 6 mg/dL sebaiknya PIV tidak
dilakukan.
4. Persiapan penderita
a. Tujuan menghilangkan sebanyak mungkin feses dari traktus gastrointestinalis.
b. Untuk memperoleh gambaran PIV optimal. Caranya:
1) Minum laksan 6 jam sebelumnya.
2) Jenis laksa tergantung kebutuhan (lihat bab pemeriksaan kolon)
3) Mengurangi minum dan tidak merokok pada hari pemeriksaan.
4) Mengisi inform consent.
5. Persiapan alat
a. Jarum suntik bersayap (wing needle), atau jarum kateter, dan kompresor pinggang. Akan
tetapi, kompresor pinggang tidak dipakai pada keadaan:
1) Trauma ginjal
2)
3)
4)
b.
1)
2)
3)
4)
c.
6. Tempat pemeriksaan
a. Rumah sakit
b. Tempat praktik dengan perlengkapan pada pasal 5
7.
a.
b.
c.
d.
Pemeriksaan klinis
Anamnesis, pernah reaksi yodium/obat-obatan
Wanita hamil atau tidak
Pemeriksaan fisk bila diperlukan
Post operasi
8.
a.
b.
1)
2)
Kontras media/dosis
Larutan meglumin diatrizoat, kombinasi sodium diatrizoat
Nama dagang
Kontras ionik: urografin, angiografin.
Kontras non ionik: ultravist-omnipaque-lopamiro, dan lain-lain.
c. Dosis
1) Dewasa sampia 50kg
2) Pada keadaan ureum/kreatinin normal:
a) 1 ampul urografin 76% > 60 kg,
b) 2 ampul urografin 76%,
c) Anak-anak menurut umur,neonates 2-3 cc/kgBB,
d) Dosis ganda menurut pertimbangan ahli radiologi,
e) Lebih baik gunakan kontras non-ionik, dosis bervariasi, rata-rata 1 cc/kgBB.
9. Teknik standar foto
a. Foto abdomen polos
b. Foto ginjal dengan kompresi foto 5, 10 menit,
c. Foto ikhtisar kompresi lepas, meliputi:
1) Foto 15menit,
2) Foto 30menit-terlentang, tengkurap, tegak atas indikasi
d. Variasi, meliputi:
1) Foto oblik-foto lateral,
2) Waktu dapat diperpanjang sesuai keperluan diagnoss, setelah dinilai foto basah dan
standar,
Nefrogram (pre-sekresi) foto dibuat atas indikasi seperti tumor dan sebagainya
Menilai fase sekretis kontras,
Menilai kontur ginjal,
Teknik,
Foto 1 menit 2 menit post injeksi
Tomogram.
12. Rapid sequences pyelography untuk mendapatkan informasi keadaan ginjal pada:
a. Permulaan sekresi sampai sekresi,
b. Waktu 1 menit-3 menit-5 menit,
c. Tomogram,
d. Selanjutnya seperti biasa.
13. PIV Tanpa persiapan
a. PIV, cito, karena kecelakaan
b. Karena sebab lain PIV tak perlu persiapan, misalnya pada penderita diabetes;
c. Sebaiknya dibuat tomogram.
I. Sistografi
1. Tujuan pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan sistografi adalah untuk memperlihatkan struktur kandung kemih
serta struktur infravesika dan organ-organ sekitarnya.
2. Persiapan
Rectum dikosongkan kecuali pada keadaan akut.
3. Indikasi
a. Tumor buli-buli,
b. Ruptur buli-buli,
c. Divertikel,
d. Neurogenic bladder,
e. Hipertrofi prostat,
f. Sistitis kronis,
g. Tumor-tumor sekitar buli-buli.
4. Kontra indikasi
Infeksi akut saluran kemih
5. Teknik
a. Menggunakan kateter dengan balon(folley) atau tanpa balon. Ukuranya tergantung
keadaan, ukuran yang biasa dipakai adalah 16 atau 18 F, transuretra dan cara fungsi supra
pubik.
b. Kandung kencing dikosongkan.
c. Menggunakan kontras dengan kepekatan 15% - 20% dalam larutan NaCl fisiologis
sebanyak 150 250 cc.
d. Foto dibuat pada posisi AP oblik.
6. Lain-lain
Kontras dapat berupa tunggal atau ganda dengan yodium atau udara.
J. Uretroristografi
1. Tujuan pemeriksaan: seperti ad I.1
2. Indikasi: seperti ad I.3 ditambah dengan keadaan-keadaan seperti struktur uretra
dan ruptur uretra.
3. Kontra indikasi: seperti ad I.4
4. Teknik
a. Menggunakan semprit khusus untuk mengisi uretra dan kandung kemih atau
menggunakan NGT.
b. Menggunakan anestesi local (jelly).
c. Ujung semprit diletakkan pada ujung uretra, pengisian dilakukan dengan perlahan dan
tekanan yang tepat.
d. Foto dibuat pada posisi oblik apabila diperkirakan kontras sudah mulai mengisi.
e. Foto lain berupa foto AP dan oblik setelah kandung kencing penuh,
f. Kontras yang digunakan dengan kepekatan 20% atau 15%, jumlah kontras yang
dilarutkan seperti ad 150-250 cc.
K. MSU (Micturating Sisto Uretrography)
MSU dilakukan terutama pada pasien anak-anak.
1. Tujuan pemeriksaan
a. Memperlihatkan gambaran traktus urinarius dan bila mungkin seluruh traktus urinarius
dengan jala retrograd dan dengan menggunakan fluoroskopi.
b. Memperlihatkan refluks.
2. Indikasi
a.
b.
c.
d.
3. Kontra indikasi
Infeksi akut saluran kencing.
4. Teknik
a. Penggunaan kateter tergantung kebutuhan. Misalnya 5F 8F untuk mengeluarkan urin.
b. Buli-buli diisi kontras dengan kepekaan 15% dalam larutan NaCl 250 ml.
c. Kontras harus sesuai dengan suhu ruangan (tidak boleh terlalu dingin).
d. Kontras diberikan dengan cara tetesan dengan kecepatan 120 tetes/menit.
e. Kontras diletakkan pada ketinggian kira-kira 1 meter dari permukaan tubuh.
f. Dilakukan pemeriksaan fluoroskopi secara intermiten untuk mencegah radiasi yang
berlebihan.
g. Pengisian dihentikan pada saat kandung kencing penuh, pada Neonatus bisa dilihat
adanya reflex Babinsky. Pengisian pada anak-anak yang lebih besar dihentikna setelah
merasa penuh atau setelah merasa sakit.
5. Foto-foto
a. Foto dibuat pada saat pengisian awal untuk melihat uretra dan struktur infra vesika.
b. Foto juga dibuat pada saat buli-buli penuh ataupun sebelum buli-buli penuh apabila ada
refluks.
c. Posisi AP dan oblik.
d. Apabila ada post voiding, dibuat foto dengan melihat refluks. Pada neonatus dapat
dipakai es untuk merangsang miksi.
L. Bipolar Sistografi
1. Tujuan pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan bipolar sistografi untuk memperlihatkan struktur kandung kemih,
infra vesika, serta uretra dengan jalan mengisi kandung kemih melalui stoma supra pubis
serta uretra.
2. Indikasi
Pada keadaan dimana digunakan stoma seperti ruptur uretra, struktur uretra, dan
sebagainya.
3. Kontra indikasi
Infeksi akut saluran kemih.
4. Teknik
Menggunakan fluoroskopi untuk melihat distensi buli-buli dan mencegah distensi yang
berlebihan atau adanya ekstravasasi. Kontras yang digunakan kepekatannya 20%. Bulibuli diisi terlebih dahulu melalui stoma dan langkah selanjutnya adalah mengisi uretra.
M. Pielografi Retrograd
1. Tujuan pemeriksaan
a. Memperlihatkan sistem pielokalises dan ureter dengan cara pengisian kontras yang postif.
b. Untuk mencari kelainan morfologik pada sistem pielokalises dan ureter sehubungan
dengan kemungkinan adanya tumor, radang, dan kelainan bawaan pada traktus urinarius.
2. Teknik pemeriksaan
a. Kateter kecil dimasukkan ke dalam ureter (satu atau kedua ureter) oleh ahli urologi atau
ahli radiologi yang sudah terlatih dibidang urologi, melalui sistokopi.
b. Sebelum pemasukkan kateter oleh ahli urologi dilakukan pemeriksaan buli-buli dengan
sistokopi.
c. Kontras positif (urografin dan sejenisnya) dimasukkan ke dalam ureter, pielum, dan
kalises di bawah pengawasan fluoroskopi oleh ahli radiologi.
3. Pembuatan foto
a. Pembuatan spot foto dibawah pengamatan fluoroskopi pada sistem pelviokalises. Foto
dibuat PA, lateral/oblik sedangkan untuk ureter foto cukup PA saja.
b. Pembuatan foto dengan posisi berdiri setelah kateter dikeluarkan, untuk melihat arus
kontras dari ginjal ke buli-buli, dan untuk menilai ureter.
c. Foto-foto dengan overhead tube dapat ditambahkan setelah kateter dicabut.
4. Dosis kontras
a. Dosis kontras bervariasi dari 10 sampai dengan 30 cc, tergantung pada besarnya kalises
dan pielum.
b. Pengisian kontras dihentikan setelah pada fluoroskopi kalises dan pielum sudah Nampak
penuh atau adanya keluhan penderita yang merasa pegal atau sakit pada pinggangnya.
c. Pemberian tekanan yang lebih tidak dilakukan karena kemungkinan terjadinya backflow
drai kontras yang dapat merusak pernekhim ginjal, ruptur, dan ureter.
d. Konsentrasi kontras yang dipakia rendah sekitar 30 sampai dengan 35%. Kontras yang
pekat tidak akan digunakan karena akan menutup bayangan kelainan radiolusen, polip,
dan lain-lain.
e. Pencabutan kateter sebaiknya dilakukan oleh ahli urologi/radiologi. Bila ada kesulitan
dalam pengeluaran kateter sebaiknya dilakukan oleh ahli urologi.
5. Indikasi dan kontra indikas pielografi retrograde
a. Pada umumnya dilakukan pada ginjal-ginjal yang PIV nya tidak menampakkan ekskresi
kontras.
b.
c.
6.
a.
b.
7. Pembuatan foto
a. Spot foto dibuat pada waktu pemeriksaan fluoroskopi dengan posisi tegak untuk melihat
dan menetapkan sumbatan pada sistem pelvio-ureter.
b. Foto oblik dibuat untuk menilai jenis sumbatan atau kelainan pada pelvio-ureter.
c. Pembuatan foto oblik, PA, lateral dengan spot foto atau over head dilakukan untuk
menilai vesico-ureter junction.
8. Indikasi
a. Mencari sebab-sebab sumbatan pada sistem pelvio-ureter yang tidak jelas tampak pada
pemeriksaan PIV.
b. Sumbatan yang timbul pasca bedah.
c. Kontra indikasi dari bedah urologi.
d. Hipersensitif terhadap kontras.
e. Keadaan umum yang buruk dan tidak kooperatif.
N. Mielografi
1. Pilihan kontras media
a. Kontras non-ionik larut air misalnya, lopamino 200. Kontras lain adalah Omnipaque atau
Ultravist (merek dagang), digunakan dengan konsentrasi osmolalitas yang rendah.
Contoh kontras larut air lainnya Amipaque 170 mg dan metrizamide.
b. Kontras larut minyak tidak digunakan lagi, misalnya Durolipaque dan Myodil.
2.
a.
b.
c.
Dosis
Lopamiro/Ultravist/Omnipaque;10 cc untuk dewasa.
Durolipaque: 5 cc untuk orang dewasa
Untuk anak diperhitungkan menurut umur.
3.
a.
b.
c.
1)
a)
b)
c)
d)
2) Teknik injeksi
a)
b)
c)
d)
Indikasi
Tetraparesis, paraparesis anggota badan.
Gangguan ventrikuler
Low pack pain yang belum ditemukan penyebabnya.
O. Histerosalpingografi (HSG)
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Indikasi
Infertilitas
Pendarahan intrauterine yang abnormal.
Abortus berulang.
Post setio Caesaria.
Untuk melihat patensi tuba setelah strerilisasi.
Massa intrauterine.
Mengetahui kelainan bawaan uterus.
Translokasi IUD.
2.
a.
b.
c.
d.
Kontra indikasi
Kehamilan
Infeksi (salpingitis, vaginitis, dan sebagainya).
Alergi kontras
Post menstruasi karena kemungkinan vaskularisasi bertambah.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Komplikasi
Nyeri oleh karena tindakan/kontras.
Infeksi setelah tindakan.
Perdarahan
Reaksi alergi
Refleks vasovagal
Intravasasi.
4.
a.
b.
c.
d.
e.
1)
2)
3)
Teknik
Dilakukan 7-9 hari setelah menstruasi.
Menggunakan fluoroskopi/tanpa fluoroskopi.
Kandung kencing dikosongkan/miksi sebelum pemeriksaan.
Posisi litotomi
Dapat dilihat dengan bermacam-macam metode seperti berikut.
Dengan kanul metal seperti Green Army Tage, Jarcho, dan Schultze.
Malstrom Westerman Methode dengan pompa vacuum pada servik.
Dengan memakai kateter Folley pediatric 8F dan 9F.
5. Kontras
a. Kontras yang larut air seperti: Urografin, Hexabrix, Ultravist, Omnipaque, lopamiro, dan
sebagainya.
Foto-foto
Dibuat foto supine dengan jumlah kontras kira-kira 2-4 cc untuk mengisi uterus.
Kontras dihabiskan untuk menilai tuba dan spill. Posisi oblik kiri/kanan.
Foto supine dibuat setelah kanul dicabut.
P. Arthrografi
1. Indikasi
a. Adanya gangguan dari sendi lutut.
b. Untuk melihat struktur post menisectomy.
2. Kontra indikasi
a. Adanya tanda-tanda infeksi atau infeksi sekitarnya.
b. Alergi kontras.
3.
a.
1)
2)
3)
Teknik
Menggunakan fluoroskopi
Kontras positif/kontras cair seperti Urografin, Ultravist, dan lain-lain.
Kontras negative-berupa udara/oksigen.
Campuran.
b.
c.
d.
e.
f.
4.
a.
b.
c.
d.
e.
Pemotretan
Posisi netral
Ekso rotasi biasa (555 - 205)
Ekso rotasi maksimal (455)
Endo rotasi biasa (155 - 205).
Endo rotasi maksimal (455).
Q. Pelvimetri
1. Tujuan pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan pelvimetri adalah untuk memperlihatkan gambaran jalan lahir dan
ukurannya.
2. Indikasi
a. CPD atau terdektesi adanya CPD.
b. Kecurigaan adanya kelainan mayor seperti anencephaly yang ditunjukkan dengan USG.
3. Teknik
Foto AP dan lateral sebaiknya menggunakan meja khusus. Beberapa hal yang harus
terlihat jelas misalnya: promontorium-spina ischiadika-os sacrum dan koksigeus serta
simfisis pubis.
4. Pengukuran
a. Indikasi pelvis
Sudut antra garis antero-posterior(diameter AP), dengan garis promontorium, normal
lebih dari 905. Diameter AP adalah garis antara batas atas simfisis pubis-promontorium.
b. Pelvic inlet
1) Diameter AP: jarak antara batas atas simfisis pubis-promontorium.
2) Diameter tranversum: jarak terlebar pelvic inlet.
c. Mid pelvic
1) Diameter AP: jarak antara batas bawah simfisis pubis- os sacrum IV/V.
2) Diameter tranversum: jarak antara spina ischiadika-garis diameter AP inlet.
d. Pelvic-outlet: jarak tuberositas ischiadika-SV.
e. Mengert Index
1) Pelvic inlet: diameter AP x diameter TRSV cm2
2) Mid pelvic: diameter AP x diameter TRSV cm2
f. Kapasitas panggul
1) Pelvic inlet: (Mengert index x 100%)/120
2) Mid pelvic: (Mengert index x 100%)
R. Mammografi
1.
a.
b.
c.
d.
Indikasi
Skrining(screening).
Keluhan di payudara (benjolan, nyeri, nipple discharge, dan lain-lain)
Wanita dengan resiko tinggi kanker payudara.
Kontrol pasca terapi.
2. Persiapan
Tidak diperlukan persiapan khusus.
3. Cara pemeriksaan
Dilakukan kompresi pada kedua payudara pada posisi kraniokaudal (CC) dan
mediolateral (MLO) dengan sebagian muskulus pektoralis mayor masuk dalam lapangan.
S. Galaktografi
1. Indikasi
Nipple discharge patologis, biasanya unilateral dan masih berlangsung.
2. Kontra indikasi
Terjadi proses inflamasi.
3. Kontra indikasi relatif
Alergi kontras.
4. Cara pemeriksaan
a. Pemeriksaan sitologik harus sudah dilakukan sebelum pemeriksaan galaktografi.
b. Pasien harus senyaman mungkin, lebih baik bila digunakan magnifikasi.
c. Buat foto mammografi tanpa kontras untuk mengetahui kecukupan kondisi foto.
d. Nipple dan kulit sekitarnya dibersihkan dengan desinfektan. Masukkan kanul ke
dalam nipple ditempat keluarnya cairan. Gunakan kanul ukuran 25-30 gauge, tumpul,
dan pendek, dapat juga digunakan kanul limfografi. Hubungkan kanul dengan syringe
(jarum suntik) yang telah berisi kontras non-ionik. Usahakan tidak ada udara sebelum
dimasukkan ke dalam duktus.
e. Pada pasien yang cemas dapat digunakan anestesi lokal.
f. Fiksasi kanul.
g. Masukkan 0,1-0,5 ml kontras tanpa udara, bila perlu dapat ditambah.
h. Buat foto mammografi 2 posisi (CC dan ML) dengan kompresi moderate.
d. Untuk menilai pankreas dengan optimal, pasien harus minum air terlebih dahulu
sebanyak kira-kira 500 cc untuk dewasa agar lambung terisi air sehingga pankreas mudah
dilihat terutama bagian caudanya. Pemeriksaan USG abdomen menggunakan transduser
linier atau convec dengan frekuensi antara 2,5 sampai 5 MHz.
e. Untuk orang-orang gemuk digunakan transduser 2,5 MHz dan untuk neonatus atau orangorang yang kurus, dapat digunakan transduser 5 MHz. Bila ada peralatan tambahan
seperti Color Doppler, nilai diagnostic akan lebih baik, terutama pada penilaian struktur
pembuluh darah.
3. Penilaian (pemeriksaan)
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap struktur masing-masing organ abdomen, struktur
vascular dan sistem bilier, digunakan untuk menilai apakah ada batu, SOL atau kista, mengukur
besarnya SOL, mengecek ada atau tidaknya hematom, pembesaran kelenjar atau bendungan pada
sistem traktus urinarius, mengecek ada atau tidaknya cairan bebas atau asites. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan seteliti mungkin dengan mengacu pada keterangan klinis serta pemeriksaan
fisik sebelum pemeriksaan USG.
B. Pemeriksaan pelvis
Pemeriksaan USG daerah pelvis dilakukan terutama pada penilaian kehamilan. Misalnya
apakah ada kehamilan, adakah fetus, atau janin dalam kantung kehamilan? Selain itu untuk
mengetahui apakah kehamilan tersebut hidup atau intra uterine fetal death?
Untuk penilaian kehamilan normal pemeriksaan meliputi posisi janin, letak plasenta, dan
insersinya, cairan amnion, kelainan mayor, dan janin, serta jumlah janin dalam uterus.
Disamping itu, penilaian tentang usia kehamilan, taksiran partus serta ada atau tidaknya lilitan
tali pusat. Pemeriksaan USG pelvis juga digunakan pada dugaan adanya kehamilan di luar uterus
atau kehamilan ektopik terganggu (KET).
Pemeriksaan ditujukan terutama untuk melihat cairan bebas di dalam Kavum Douglasi atau
dalam rongga abdomen, kadang-kadang dapat dilihat janin. Untuk kasus-kasus dengan infeksi
pelvis diperlukan pemeriksaan USG untuk melihat daerah adnexa dan untuk mengetahui apakah
ada fokal abses seperti tubo ovarial abses dan sebagainya.
1. Persiapan
Persiapan tidak diperlukan pada kehamilan lanjut. Pada awal kehamilan atau keadaan
patologis seperti KET dan infeksi pelvis, kadang-kadang pasien diminta minum terlebih dahulu
agar buli terisi air dan dapat digunakan sebagai jendela untuk melihat struktur uterus dan adnexa.
2. Transduser
Indikasi
Terutama pada wanita di bawah usia 30 tahun.
Keluhan di payudara (benjolan, nyeri, nipple discharge, dan lain-lain)
Control pasca terapi.
Sebagai konfirmasi setelah pemeriksaan mammografi pada hasil mammografi yang
meragukan.
e. Untuk penuntun biopsy atau penuntun pre operative.
2. Peralatan
a. Menggunakan transduser superficial minimal 7,5 MHz. Makin tinggi makin baik
resolusinya.
b. Jelly digunakan antara kutis dan transduser.
3. Cara pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan terhadap kedua payudara dan aksila pada pasien dengan posisi
suphine dan ekstensi tangan ipsilateral melewati kepalanya.
4. Penilaian
Penilaian hasil pemeriksaan yang dilakukan berkaitan dengan struktur fibroglandular,
duktus laktiferus, ada atau tidaknya SOL, lokasinya, tepi lesinya, kistik atau solid, ukurannya,
jumlah lesi, dan sebagainya.
E. Pemeriksaan Ultrasonografi Muskuloskeletal
1. Definisi
Pemeriksaan Ultrasonografi Muskuloskeletal (UM) adalah kompetensi radiologi untuk
menentukan diagnosis beragam kelainan yang melibatkan jaringan lunak (lemak subkutan,
pembuluh darah, saraf, dan lain-lain), struktur sendi(membrane synovial, ligament, dan tendon),
serta beberapa kelainan tulang dengan menggunakan modalitas/alat ultrasound. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan musculoskeletal yang lain seperti foto polos.
a. Peralatan yang digunakan
Alat ultrasound dengan linear probe/transduser 7.5 MHz atau lebih tinggi. Frekuensi
probe yang optimal adalah 10 MHz atau lebih tinggi. Untuk struktur yang lebih kecil, seperti
daerah jari-jari, dapat digunakan transduser tipe hockey stick untuk mendapatkan resolusi yang
lebih baik.
b. Persiapan penderita
Pada pemeriksaan UM ini tidak ada persiapan khusus untuk penderita. Foto polos sedapat
mungkin disediakan sebelum pemeriksaan karena dengan adaya foto polos untuk bagian yang
akan diperiksa bisa memberikan informasi yang penting untuk membantu diagnose. Bila
dibutuhkan, dokter dapat meminta pemeriksaan foto polos sebelum memberikan diagnose
ultrasonografi.
2. Protokol pemeriksaan
Posisi penderita atau posisi dari bagian-bagian tubuh yang diperiksa bervariasi tergantung dari
bagian tubuh yang akan diperiksa dan juga tergantung maksud pemeriksaannya. Dalam
pemeriksaan UM tidak ada standar posisi pemeriksaa. Untuk pemeriksaan tendon dan ligament,
sedapat mungkin dilakukan pada aksis panjang maupun aksis pendeknya. Berikut ini adalah
panduan pemeriksaan yang paling umum dilakukan, yaitu pemeriksaan bahu.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
Lama Penghentian
Minimal 4 minggu
3-5 hari
1 minggu
4 minggu
1 minggu
B. Ginjal
1. Sidik ginjal (Renal Scintigraphy)
a. Indikasi
1) Deteksi adanya proses desak ruang pada ginjal
2) Mengetahui jaringan yang masih berfungsi dari suatu pielonefritis
3) Deteksi malformasi arteri-vena
4) Deteksi daerah yang avaskular (infark ginjal, abses, dan kista)
5) Deteksi kelainan ginjal congenital seperti horse shoe kidney.
b. Radiofarmaka
1) 99mTc-DMSA sebanyak 5 mCi.
2) 99mTc-Glukoheptonat sebanyak 10 mCi.
3) Disuntikkan intravena pada vena mediana cubiti.
c. Persiapan
Tidak ada persiapan khusus bagi pasien.
d. Peralatan
1) Kamera gamma, kolimator: LEHR paralel hole.
2) Pengaturan energi(energy setting): energi rendah(low energy) dengan puncak pada
140 KeV.
3) Window width: 20%
e. Tatalaksana
1) Posisi pasien terlentang.
2) Lapang pandang pencitraan sedemikian rupa sehingga mencakup ginjal dan kandung
kemih. Proyeksi posterior.
3) Protokol akuisisi:
a) Pencitraan statik 2-3 jam setelah injeksi
b) Total counts 400 Kcount.
c) Posisi posterior, dilanjutkan dengan RAO dan LAO apabila diperlukan.
f. Penilaian
1) Pada sidik ginjal normal,akan tampak kontur ginjal halus dengan distribusi
radioaktivitas rata.
2) Pada ginjal normal,akan tampak defect ( kelainan/cacat) yang murtiple yang sisinya
berbatas tegas.
2. Renografi Konvensional
Secara garis besar ginjal mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi filtrasi dan reabsorbsi
sekresi. Fungsi filtrasi dilakukan oleh glomerulus sedangkan fungsi reabsorbsi dan
sekresi dilakukan oleh sel-sel tubuli.
a. Indikasi
1. Evaluasi perfusi dan fungsi ginjal.
2. Uji saring hipertensi renovaskular.
3. Deteksi dan evaluasi obstruksi sistem koleksi ginjal.
4. Evaluasi trauma ginjal.
b. Radiofarmaka
1) Radiofarmaka yang biasa digunakan adalah 131I hippuran sebanyak 300uCi atau
99mTc-MAG3 sebanyak 4mCiyang disuntikkan di vena median kubiti secara
bolus.
2) Radiofarmaka ini hampir seluruhnya disekresikan oleh tubuli.
3) Konsentrasi maksimal terjadi dalam 5 menit pasca injeksi, dan hilang dari
parenkim dan sistem koleksi dalam 30 menit.
4) Seperti juga 131I hippuran,99mTc-MAG3 juga di eliminasi hampir sempurna
melalui sekresi tubulus. Nilai klerens MAG3 lebih rendah dibandingkan dengan
nilai hippuran, hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam protein
pembawa.
c. Persiapan
1) Penderita harus dalam keadaan hidrasi baik dengan memberikan minum 500 ml
sebelum pemeriksaan.
2) Pada pemakaian radiofarmaka 131I-hippuran,penderita sebelumnya diberi larutan
lugol 10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak menangkap 131I.
3) Kandung kemih penderita diusahakan dalam keadaan kosong.
d. Peralatan
1) Kamera gamma: large field of view.
2) Kolimator: LEHR untuk 99Tc-MAG3.
3) Medium energy collimator untuk pemakaian 131I-hippuran.
4) Pengaturan energy (energy setting) :
a) Energi rendah (low energi) pada puncak 140 KeV.
b) Window width: 20%
e. Tatalaksana
1) Posisi pasien terlentang,karena dari arah posterior.
2) Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada
dalam lapang pandang pencitraan.
3) Protokol akusisi :
a) Teknik pencitraan dinamik
b) Frame time I: 6 frame 10 detik
c) Frame time II: 15 frame /1 menit
4) Pemrosesan data :
a) Seluruh data kasar digabung. Setelah itu, dibuat ROI pada kedua ginjal serta
dibawah kedua ginjal untuk substraksi latar belakang untuk membuat kurva
waktu-aktivitas.
f. Penilaian
3. Renografi kaptopril
Sekresi Angiotensin II (A-II) di ginjal merupakan gal yang penting dalam pemeliharaan
fungsi ginjal secara normal. Sistem rennin angiotensin memainkan peranan penting dalam
patogenesis hipertensi renovaskular.Penurunan perfusi renal akan merangsang pelepasan
rennin kedalam sirkulasi darah yang dapat menyebabkan kadar a-II plasma meningkat.A-II
selain sebagai vasokonstriktor terutama di arteriole eferen akan merangsang juga sekresi
aldosteronoleh korteks adrenal serta merangsang sistem saraf simpatis.
Renografi kaptopril merupakan modifikasi dari renografi konvensional yang dilakukan
dengan memberikan 25-50 mg kaptopril sebelum pemeriksaan dilakukan.
Kaptopril (ACE inhibitor) akan menghambat vasokonstriksi arteriolar glomerulus yang
disebabkan oleh A-II, menurunkan laju filtrasi glomerulus, aliran urin, dan retensi garam di
ginjal yang sakit. Penurunan laju filtrasi glomerulus ini melatar belakangi adanya perubahan
F. Penilaian
Penilaian pada umumnya berdasarkan penilaian kualitatik terhadap kurva
renogram. Penilaian semi kuantitatif berdasarkan rekomendasi Working Party on
Diagnostic Criteria of Renovascular Hypertension with Captopril Renography
adalah sebagai berikut.
1) Derajat 0: normal.
2) Derajat 2-salah satu dari yang berikut.
a) Perlambatan ringan dari fase sekresi (fase 2).
C. Tulang
1. Sidik Tulang (Bone Scintigraphy)
Sidik tulang merupakan pemeriksaan yang telah lama digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosa dan mengikuti perjalanan penyakit. Sidik tulang dianggap sebagai
pemeriksaan terpilih untuk deteksi dini proses metastasis tumor ke tulang.
Radiofarmaka yang paling sering digunkan untuk sidik tulang adalah 99mTc-MDP
(methylenediphosphonate). Radiofarmaka ini apabila disuntikkan ke dalam tubuh secara
intravena akan ditangkap oleh sel-sel osteoblast (osteoblastic-mapping). Mekanisme
penangkapan radiofarmaka tersebut tergantung pada kemampuan bahan tersebut berkaitan
dengan ion-ion organik dan reaksinya dengan berbagai unsure organik pada tulang.
Atas dasar mekanisme inilah, maka pemeriksaan sidik tulang menjadi sangat sensitif
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi yang didasarkan adanya perubahan anatomi. Hasil
positif sudah dapat diperoleh 3 sampai dengan 18 bulan lebih awal dibandingkan pemeriksaan
radiologi. Sebaliknya pemeriksaan ini menjadi kurang spesifik, karena setiap proses peningkatan
osteoblastik oleh sebab apapun akan memberikan gambaran positif.
Untuk evaluasi vaskularisasi suatu lesi pada tulang dapat dilakukan pemeriksaan dengan
metode tiga fase (three-phase-bone scan).
a. Indikasi
Pemeriksaan dilakukan apabila ada indikasi seperti berikut.
1) Metastasis pada tulang
2) Tumor tulang primer
3) Osteomielitis
4) Nekrosis aseptic
5) trauma
6) kelainan sendi
7) penyakit metabolic pada tulang
b. Radiofarmaka
99Tc-MDP (methylenediphosphonate) dengan dosis 15 sampai dengan 20 mCi
disuntikkan secara intravena pada v.mediana cubiti.
c. Persiapan
Tidak diperlukan persiapan khusus
d. Peralatan
1) Kamera gamma planar dilengkapi data processor
2) Kolimator LEHR
a) Puncak energy: 140 KeV
b) Window width: 20%
e. Tatalaksana
Pencitraan dilakukan dengan metode tiga fase
1) Fase pertama (vascular)
a) Penderita tidur terlentang dengan detector ditempatkan sedemikian rupa sehingga
tubuh yang akan diperiksa berada di atas lapang pandang detector.
b) Pemeriksaan fase pertama merupakan pemeriksaan dinamik dalam frame
berukuran matrix 128x128 dengan waktu pencacahan 3 detik/frame selama 2
menit.
c) Posisi pencitraan: anterior dan atau posterior.
d) Pencitraan dimulai bersamaan dengan saat penyuntikan radiofarmaka secara
bolus.
2) Fase kedua (boold pool)
a) Pemeriksaan fase kedua dilaksanakan segera setelah fase pertama selesai berupa
pencitraan static dalam frame berukuran matrix 256x256 sebanyak 700 Kcounts.
b) Posisi pencitraan: anterior dan posterior.
3) Fase ketiga
a) Fase ketiga merupakan pemeriksaan statik yang dilakukan 3 jam pasca
penyuntikan radiofarmaka.
b) Sebelum memasuki ruang pemeriksaan penderita dianjurkan untuk buang air kecil
dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi. Pada fase ketiga ini dilakukan
pemeriksaan seluruh tubuh (whole body scan) dari posisi anterior dan posterior
dilanjutkan dengan pemeriksaan spot pada bagian-bagian yang mencurigakan.
Pemeriksaan dalam frame berukuran matrix 256x256 sebanyak 700 Kcounts.
c) Posisi pencitraan: anterior dan posterior. Apabila diperlukan pemeriksaan
dilakukan dengan posisi miring (oblique) untuk memperjelas lokasi kelainan.
D. Saluran Cerna
1. Pemeriksaan Divertikulum Meckle
a. Indikasi
1) Mendeteksi dan mencari lokasi divertikulum meckle yang mengandung mukosa
gaster yang berfungsi
2) Mendeteksi dan mencari lokasi struktur patologis lain yang mengandung mukosa
gaster.
b. Waktu pemeriksaan: 1 jam 15 menit
c. Peralatan dan energy window
1) Gamma camera: LFOV
2) Collimator: LEHR, parallel hole
3) Window width: 20% window dipusatkan pada 140 kev
d. Radiofarmaka
1) Tc-99m sodium Pertechnetate (Tc-O4)
2) Dosis: 10 mCi intravena
e. Protokol akuisisi
1) Dynamic flow 20 frame/30 sec, matriks 128x128x16,
2) Diikuti dengan pencitraan static setiap 5,10,15,30,45 dan 60 menit, 1000 kcts, matriks
256x256x16.
Catatan: semua gambar dibuat pada posisi yang sama.
2. Pemeriksaan Perdarahan Gastrointestinal
Pemeriksaan perdarahan gastrointestinal ditujukan untuk mencari lokasi perdarahan
gastrointestinal.
a. Waktu pemeriksaan
1) 2 jam : 1 jam untuk pengambilan darah
2) 4 jam untuk pencitraan
3) Pencitraan lanjut dilakukan 24 jam sesudah pemeriksaan pertama apabila
diperlukan.
b. Persiapan pasien
Harus dilakukan pemasangan infuse/jalur intravena
c. Peralatan dan energy window
1) Gamma camera: LFOV
2) Kolimator LEHR/LEGP.
3) Puncak energy: 140 KeV
4) Window width: 20%
e. Tatalaksana
1) Posisi prone
Menggunakan mammopad khusus, dimana kedua mammae dapat menggantung
dengan bebas, dengan posisi tangan ke atas. Pada pencitraan planar statik lateral,
kolimator sedekat mungkin dengan kedua payudara, aksila dimasukkan dalam
lapangan, matriks 256x256 selama 10 menit, kemudian diambil lagi selama 3
menit menggunakan nipple marker.
2) Posisi anterior
Tangan dibelakang kepala, dilakukan pencitraan planar statik selama 10 menit dan
3 menit menggunakan nipple marker.
F. Terapi
1. Pengobatan Hipertiroid dengan Iodium Radioaktif
a. Indikasi
Semua jenis hipertiroid, kecuali tirotoskosis faktitia, hipertiroid dalam kehamilan,
atau sedang laktasi, dan hipertiroid postpartum.
b. Radiofarmaka
NaI-131 dengan dosis rendah (80-150aCi/g), dosis sedang (150-200uCi/g), atau dosis
tinggi (>200uCi/g), diberikan per oral.
c. Persiapan
1) Obat atau makanan yang mengandung iodium tinggi dihentikan paling kurang
satu minggu sebelumnya.
2) Obat-obat antitiroid dihentikan paling kurang 5 hari sebelumnya.
3) Pada hari pemberian pasien puasa, dan baru boleh makan satu jam setelah
pemberian 131I.
d. Catatan
1) Dosis ditentukan menggunakan rumus tertentu, berdasarkan uptake dan perkiraan
berat kelenjar tiroid
2) Efek samping yang perlu diperhatikan
a) Eksaserbasi tirotoksikosis, jarang terjadi (biasanya dalam satu minggu pasca
pengobatan)
b) Rasa pembengkakan di daerah tiroid dan mulut kering (biasanya hilang
sendiri).
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
memeriksa kadar TSHs serta Tg sebelum dilakukan sidik seluruh tubuh (SST).
Bila tidak dijumpai sisa jaringan tiroid atau metastasis pada sidik seluruh tubuh
(SST), maka pasien langsung diberi terapi substitusi dan diminta kontrol kembali
6 bulan kemudian.
6) Bila SST (+), kadar TSHs(-), kadar serum TSHs tinggi dan Tg rendah. Apabila
kadar serum Tg tinggi, walaupun SST (-) maka hal ini merupakan indikasi untuk
melanjutkan terapi. Dosis maksimal yang dapat diberikan adalah sebanyak 1
Curie.
7) Bila dalam 2 kali waktu kontrol (6 bulan) berturut-turut hasil pemeriksaan baik,
maka masa kontrol diperpanjang menjadi 1 tahun sekali. Bila hasil pemeriksaan 2
kali waktu kontrol (1 tahun) berturut-turut baik pula maka penderita dianjurkan
untuk kontrol 2 tahun sekali. Bila 2 kali waktu kontrol (2 tahun) hasil
pemeriksaan baik, maka penderita dianjurkan untuk kontrol kembali 5 tahun
sekali.
Pengobatan Paliatif Rasa Nyeri pada Tulang Akibat Proses Metastasis
Indikasi
Rasa nyeri akibat proses metastasis ke tulang.
Kontra indikasi
Pengobatan tidak dapat diberikan kepada pasien wanita yang sedang hamil atau laktasi,
pasien dengan fraktur patologis, dan pemeriksaan darah tepi abnormal.
Persiapan
Sebelum dilakukan pengobatan tersebut sebelumnya dilakukan pemeriksaan sidik tulang
untuk memastikan adanya proses metastasis ke tulang yang bersifat menangkap
rafiofarmaka.
Radiofarmaka
153Sm-EDTMP 0,5-1 mCi/kgBB intravena
Sidik tulang dilakukan 4 jam setelah penyuntikan untuk memastikan radiofarmaka telah
memasuki tulang yang terkena metastasis.
Efek samping
Mielosupresi yang bersifat sementara dan relative ringan (2 sampai dengan 4 minggu)
Catatan
Pengobatan paliatif dapat diberikan bersama-sama dengan radioterapi eksterna,
kemoterapi, dan terapi hormonal bila keadaan umum pasien memungkinkan. Pengobatan
ulang dapat diberikan bila rasa nyeri timbul kembali 3 sampai dengan 24bulan pasca
pengobatan paliatif dengan pemberian radionuklida bila jumlah trombosit > 60.000/ml
dan leukosit > 2.400/ml
c. Pasien tidak berolahraga/melakukan aktifitas berat selama 12 (dua belas jam) sebelum
pemeriksaan.
d. Level gula darah 140 mg/dl.
e. Pasien tidak boleh merokok dalam waktu 1 x 24 jam sebelum pemeriksaan.
f. Pasien yang tidak dapat berjalan, harus dibantu oleh anggota keluarganya (sesuai
aturan BAPETEN), dan akan dipasang kateter untuk kelancaran dan kenyamanan
pasien.
g. Pada saat scanning, pasien harus tenang, dan kooperatif. Apabila pasien panas sampai
menggigil, sering batuk, sebaiknya diobati terlebih dahulu. Pada kasus-kasus tertentu
pasien perlu didampingi anaestesi.
h. Apabila gula darah pasien tinggi, diberikan suntikan insulin pertama. Pemberian
suntikan dapat diulang sampai gula darah ideal agar tidak terjadi false negative.
i. Obat Metformin dihentikan untuk sementara dan diganti dengan obat lain minimal 2
hari.
j. Tidak diberikan obat pemacu sel darah dalam 5 hari terakhir, misalnya Leukokine,
Leucogen, Neupogen, Granocyte, dan lain-lain)
k. Periksa Ureum & Creatinin (toleransi Creatinin 1.8 untuk penggunaan kontras).
l. Pemeriksaan diagnostik yang sudah dilakukan mohon disertakan maksimal pada
waktu pemeriksaan PET-CT Scan.
m. Karena FDG memiliki paruh waktu, maka pasien diwajibkan untuk datang tepat pada
waktu yang dijadwalkan.
2. Tindakan Pemeriksaan
a. Pasien disuntik (intravena): FDG dengan dosis pemberian: 10-15 mci (370-555 MBq)
(3,7 5,2 MBq/kg. Max 740 MBq).
b. Pasie diistirahatkan selama 45 sampai dengan 60 menit.
c. Setelah itu pasien diletakkan di atas pesawat PET-CT sebelumnya, vesica urinaria
dikosongkan.
d. Dilakukan penyuntikan kontras (bila perlu) dan CT Scan dioperasikan dari Cranial
Caudal, setelah itu PET Scan dari Caudal-Cranial untuk mengurangi pengaruh
aktivitas dalam vesica urinaria yang tinggi pada pencitraan.
3. Pemeriksaan PET-CT dilakukan
1 minggu setelah biopsi, 6 minggu post operasi, 4-6 minggu post chemoterapi, dan 6-12
minggu post radiasi.
2)
3)
4)
5)
6)
C. Pemeriksaan Angiografi
1. Aortografi Torakalis
a. Indikasi
1) Trauma aorta
2) Aeurisma disekting atau aterosklerosis
3) Emboli
4) Steal phenomenon
b. Alat:
1) Akses femoralis: kateter pigtail diameter 6 Fr, panjang 90 cm
2) Akses brakialis: kateter pigtail 5 Fr, 60 cm
3) Guidewire standar, diameter 0,030 inch, bentuk J
c. Pemberian kontras
1) Konsentrasi yodium 350 mg I/ml, dosis 25-30 ml/detik, volume total 60-80 ml
d. Prosedur
Memasukkan kateter pigtail harus selalu dengan tuntuan guidewire, lalu ujung kateter
diletakkan sedikit diatas katup aorta(aorta asendens), posisi 35-450 RPO (bila perlu
ditambah posisi AP atau LPO).
2. Aortografi Abdominalis
a. Indikasi
1) Penyakit oklusi vascular
2) Persiapan kateterisasi selektif
3) Pemetaan aneurisma
4) Persiapan pembedahan intra abdomen (revaskularisasi aorta-ekstermitas)
b. Alat
1) Kateter pigtail 5 Fr, 60 cm
2) Guidewire standar
c. Pemberian kontras
Konsentrasi yodium 350 mg I/ml, dosis 15-25 ml/detik, volume total 45-80 ml.
d. Prosedur
Dengan tuntunan guidewire ujung kateter diletakkan sedikit di atas trunkus celiacus
(vertebrata torakal 12), posisi AP dan lateral.
3. Arteriografi Celiacus
a. Indikasi
1) Tumor visceral
2) Perdarahan saluran cerna atas
3) Prabedah pirai porto-vena
b. Alat
Kateter RC1 atau Cobra atau Yashiro, 5 Fr, 65 cm
c. Pemberian kontras
Konsentrasi yodium 350 mg I/ml, dosis 6-10 ml/detik, volume total 36-60 ml.
d. Prosedur
1) Ujung kateter sampai setinggi T12-L1, lalu ujungnya diarahkan ke anterior
kemudian diturunkan perlahan-lahan sampai terasa tersangkut di pangkal trunkus
coeliacus. Untuk meyakini apabila perlu, dilakukan tes dengan menyuntikkan
kontras 1-2 ml
2) Posisi AP dengan vertebrata di garis tengah dan batas atas diafragma kanan
terlihat.
4. Arteriografi Hepatica
a. Indikasi
1) Pemetaan vascular prabedah: hepatoma, tranplantasi
2) TAI (Trans Arterial Infusion) dan TAE (Trans Arterial Embolization)
3) Hipertensi porta
4) Arteritis, aneurisma, trauma dan hemophilia
b. Alat
1) Kateter RC atau cobra, rosch hepatic atau simmon
2) Guidewire
3) Microcatheter 3 Fr atau SP catheter (Terumo)
c. Pemberian kontras
1) Konsetrasi yodium 350 mg I/ml
2) Dari a. hepatica komunis: 6-8 ml/detik, volume total 30-40 ml.
3) Dari a. hepatica propria: 4-5 ml/detik, volume total 25-30 ml.
4) Atau injeksi 5-10 ml dengan tangan (tanpa alat injeksi), terutama bila memakai
microcatheter.
d. Prosedur
1) Terlebih dahulu melakukan arteriografi celiacus untuk pemetaan a. hepatica.
2) Masukkan guidewire melewati kateter di coeliacus, lalu diarahkan selektif ke a.
hepatica komunis atau a. hepatica propria (tergantung kebutuhan)
3) Setelah itu, kateter dimasukkan secara perlahan-lahan sampai maksimal (jangan
dipaksa karena bisa berakibat robekan/ disekting pada endotel).
4) Apabila tidak berhasil guidewire dikeluarkan dan diganti dengan microchateter
(SP catheter, Terumo).
5) Posisi AP dengan abdomen kuadran kanan atas terlihat (termasuk batas atas
diafragma dan batas bawah hepar), dapat ditambah posisi oblik bila terdapat
superposisi dengan organ lain.
6) Arteriografi mesentrika superior harus dikerjakan karena sebanyak 18,5% a.
hepatica dapat berasal dari arteri tersebut.
5. Arteriografi Renalis
a. Indikasi
1) Hipertensi renovaskular
2) Fistel arteriovena(AVF)
3) Tumor
4) Trauma
5) Transplantasi ginjal
b. Alat
Cobra 5 Fr
c. Pemberian kontras
Konsentrasi yodium 350 mg I. ml dosis 4-7 ml/detik, volume total 10-21 ml 5 ml
dengan tangan.
d. Prosedur
Terlebih dahulu dilakukan aortografi abdominal sebelum memasukkan kateter secara
selektif ke a. renalis kanan dan kiri karena a.renalis dapat multiple (25%) dan
2) Posisi AP untuk a. subklavia dan aksilaris dan posisi 15-20 kaudal untk a.
brakialis proksimal.
3) Untuk mendeteksi thoratic outlet syndrome diperlukan posisi adduksi dan
abduksi.
4) Posisi lengan abduksi 60-90 dan manus dalam posisi supinasi. Posisi lanjutan:
pronasi manus dan rotasi internal humerus.
5) Untuk manus ujung kateter diletakka di a. brakialis distal (sedikit di atas siku).
Bila perlu diberikan Tolazolin 25 mg, intra arteri, ditunggu 30 detik. Posisi AP
dengan manus supinasi dan posisi kedua, manus sedikit pronasi.
10. Arteriografi Ekstermitas Inferior Unilateral
a. Indikasi
1) Trauma
2) Evaluasi tumor
3) Emboli
4) Pemetaan vaskular untuk tandur kulit
b. Alat
1) 4-5 Fr Pigtail atau Cobra
2) Guidewire
3) Kontras 300 mg I/ml
4) Injector
c. Pemberian kontras
1) Manual sebanyak 10-20 ml.
2) Injector: 5-8 ml/detik, untuk 35-60 ml volume kontras.
d. Prosedur
1) Pasang introducer sheath
2) Masukkan kateter
3) Untuk ipsilateral: kontras langsung disuntikkan melalui introducer sheath
4) Untuk kontra lateral: ujung kateter diletakkan di pangkal a. iliaka komunis
5) Suntikkan kontras
6) Ambil gambar dari pelvis sampai pedis.
dibuat di tengah. 76% pada pasien dengan PIOPED hanya memiliki single clot dan
25%nya terletak di perifer.
d. Jika menggunakan kateter balon untuk subselective injection, pastikan untuk tidak
pernah melakukan oklusi total selama injeksi.
e. Bila didapati adanya kecurigaan cardiac trauma, segera hentikan tindakan. Evaluasi
kondisi pasien untuk adanya cardiac tamponade (tekanan, ECG dan emergency
echocardiogram di meja).
4. Penatalaksanaan pasca tindakan
Penatalaksanaan pasca tindakan angiografi yang standar.
a. Apabila pasien mengalami cardiac trauma, hentikan pemberian antikoagulan, kirim
ke ICCU.
b. Apabila pasien mengalami premature ventricular contraction (PVC) yang sering,
berikan bolus lidocaine 50 mg iiv melalui kateter ke RA (maksimum sampai 100 mg).
c. Untuk pasien dengan ventricular tachicardia (VT) yang rekuren, berikan bolus seperti
PVC, dan mulai pemberian tetesan 2-4 mg/menit. Hindari pemberian infus yang
cepat, yang dapat menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung dan kemungkinan
kejang.
d. Apabila pasien dengan PE pada angiografi memiliki kontra indikasi terhadap
antikoagulan atau terapi tromboalitik, penggantian percutaneous dan IVC filter
sebaiknya dipertimbangkan sebelum mageluarkan kateter.
5. Komplikasi
a. Kematian: 0,1-0,5%, pada pasien dengan RVEDP> 20 mmHg
b. Non fatal major dan minor:
RV perforasi - 1%
Endocardial stain - 0,4%
Significant symptomatic arrhythmia - 0,8%
Cardiopulmonary arrest - 0,4%
Renal dysfunction - 1% terutama pada pasien lansia
Contrast reaction -0,8%
E. Venografi Ekstremitas Inferior
1. Indikasi
a. Deep vein thrombosis (DVT)
b. Varises
2. Alat
a. 19-21 gauge butterfly/wing needle
b. Infus set
c. NaC1 0,9%
d. Three-way
e. Pasta nitrogliserin
f. Syringe 60 ml, 3 buah
3. Pemberian kontras
Konsentrasi yodium 240 mgI/mi, dosis I mi/detik, volume total 150-180 ml.
4. Prosedur
a. Kaki pasien yang akan diperiksa direndam dengan air hangat.
b. Pasien dibaringkan pada titling table, sudutkan 30.
c. Pasang tourniquet pada pergelangan kaki.
d. Oleskan pasta nitrogliserin dan lakukan pemijatan.
e. Suntikkan jarum di vena dorsum pedis, disarankan dekat digiti I.
f. Pasang three-way dengan infus NaCl 0,9%.
g. Meja disudutkan 45, kontras disuntikkan perlahan-lahan dengan fluoroskopi
dijalankan agar ekstravasasj ada dapat terlihat langsung.
h. Apabila vena dalam belum terisi baik dapat dipasang tourniquet di genudan pangkal
paha atau dengan manuver valsava serta pemijatan.
i. Lokasi yang diambil gambarnya adalah krusis, genu, femoral sampai pelvis.
j. Posjsi AP dan oblik.
k. Setelah selesai harus dilakukan flushing atau tetesan infus diteruskan dngan NaC1
0,9%.
: ..
Riwayat medis
: ..
Kelainan jantung
: ..
CAD/MI/CHF/Arrhythmia/Valvulopathy
2.
3.
4.
5.
6.
:
:
:
:
:
:
:
:
:
7. Koagulopati
8. Gangguan neurologist
TIA/stroke/kejang
9. Kanker
10. Penyakit infeksi
:
:
Hepatitis/HIV
:
:
Lain-lain
Disfungsi hati/myeloma
Multiple/Pheochromositoma/Hemosistinuira
Riwayat bedah
Anti koagulanisa
Infuse heparin hentikan 4-6 jam sebelum prosedur
: .
Menstruasi (periode)
: .
Kehamilan
: .
: .
B. Temuan Fisik
Kondisi pasien
:
Tidak dapat tidur terlentang/tidak ko-operatif/stabik/tidak stabil/instubasi
Tekanan darah
:
Denyut nadi
:
Suhu
:
Laju pernafasan
:
Pemeriksaan jantung
:
ECG
:
Denyu
t
Idem
Aksilar
is
Idem
Idem
Idem
Idem
Kanan
Kiri
Bising
Carotis
Abdomen
Femoral
Kanan
Kiri
Lain-lain
C.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Hasil laboratorium
Trombosit
PT
PTT
Ureum
Hb/Hct
Leukosit
:
:
:
: ...
:
:
D. Hasil Laboraturium
a. Radiografi polos/USG/TK/ dan lainnya
E.
a.
b.
c.
d.
e.
Rencana
Jadwal
Cukur dan persiapan
Mulai puasa minum 4 jam sebelum pemeriksaan
Pengiriman chart dan permintaan
Perhatikan dan pertimbangkan
1. Hidrasi
: ..
2. Antibiotik
: ..
3. Premedikasi
: ..
4. Evaluasi koalugasi
: ..
5. Profilaksasi
: ..
6. Konsultasi dengan ahli lain
: ..
7. Surat persetujuan
: ..
8. Buli-buli kosong/kateter lain
: ..
F.
a.
b.
c.
Biaya Pemeriksaan
Angiografi
IVR
---
: ..
: ..
Jakarta, ---
2. Rencana prosedur
Lokasi fungsi
Bahan
Pakaian pasien
Jarum semprit
1 cc
3 cc
5 cc
10 cc
Mangkok/cawan
Holder tajam
Pakaian steril
Sponge steril
Set mikrofungsi
Scalpel
Jarum
Klemp arteri
Klip handuk
Stop cock 3 arah
Kall spisiologis
Lidocaine
Kantong tekanan
Penutup tabung sinar x steril
Introducer shath
Jarum
:
:
:
:
:
:
: ...
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Wire
Kateter
Diagnostik
Guiding
Media kontas
Heparin
Balon
:
: ....
:
:
:
:
:
Bahan embolik
: ..
Stent
: ..
Marker/tanda(keharusan/sesuatu keharusan)
: ..
Steamer
: ..
Instruksi/perhatikan kesus
: ..
Jakarta, .
Ahli Radiologi
3. Pasca Prosedur
Keterangan
Lokasi fungsi
Komplikasi
Dikirim ke
Dokter
Kamar/ruangan
Kondisi
Instruksi umum
Tidur baring
: (sisi/posisi)
: .. jam
Ekotremitas
Istirahat selama
: - . jam
Periksa lokasi pungsi dan denyut nadi distal dari tempat pungsi setiap
15 menit x 4
30 menit x 4
1 jam x 2
4 jam x 1
Perhatikan/beritakan
Hematom/perdarahan
Perubahan penampakan (warna, suhu, denyut nadi)
Komplikasi lain
Periksa tanda vital
15 menit x 4
30 menit x 4
1jam x 4
Pertimbangkan
Hidrasi
: .
Antibiotik
: .
Obat simtomatik
: .
Monitor komplikasi
: .
Monitor seduah prosedur intravensi
: .
Perintah lain
Introducer sheath
: .
Pemberian makan
: .
Angkat dan ganti pembalut
: .
Jakarta,
Ahli Radiologi
Kontras positif
Derivat triiodobenzoat
Dimer ionic
Oral kolegrafi
Oral/Angio
iv kolegrafi
Lopodate
lothalamat
lodoxamic
lotroxic acid
Lodamic acid
Lodamic acid
Monomer Non-ionik
Dimer Non-ionik
Urografi Angiografi
Myelografi
Lopamedol
Iohexol
Lopromide
lotrolan
Angio
Loversol
Lopentol
Belakangan ini juga dikembangkan dimmer non-ionik untuk angiografi
3. Penggunaan kontras
Kontras media cukup luas digunakan dalam bidang radiologi. Misalnya, untuk mengisi
lumen dengan kontras opak untuk memperlihatkan struktur lambung dan usus. Selain itu,
digunakan juga untuk pengisian lumen pembuluh darah seperti pada pemeriksaaan angiografi.
Kontras juga digunakan untuk memperlihatkan struktur morfologi organ dan fungsi ekskresinya
seperti pada traktus urinarius, kandung empedu, dan memperlihatkan penyangatan kontras
seperti pada pemeriksaan CT scan, dan sebagainya.
Dengan pemberian kontras maka beberapa kondisi yang tidak terlihat dengan
pemeriksaan polos, misalnya batu lusen dan tumor akan dapat diperjelas. Pemilihan kontras
media yang digunakan adalah berdasarkan keamanan (safety) dalam penggunaan dan sifatnya
yang kurang toksik.
4. Jenis kontras media
Kontras media larut air yang pertama kali digunakan (kira-kira tahun 1953) adalah
derivat cliatrizoat. Struktur kontras ini terdiri dan 1 atom benzene dengan 3 atom yodium
sebagai dasar pengembangan kontras kemudian.
Bahan kontras ini berkembang menjadi kontras ionik dan non-ionik. Adapun yang
dimaksud dengan kontras ionik adalah kontras yang mengandung ion. Adapun kationnya atau ion
positifnya adalah natrium atau meglumine dan ion negatifnya adalah derivat benzene dengan 3
atom yodium dan grup carboxyl (COO).
Kontras non-ionik adalah kontras yang terdiri dan atom benzene dengan 3 atom yodium
dan terikat dengan grup hydroxyl (OH). Kontras ini kemudian berkembang dan dikenal sebutan
monomer yang terdiri dan 3 atom yodium dan 1 ikatan benzene serta dimmer yaitu terdiri dan 2
ikatan benzene dengan 6 atom yodium.
Baik kontras ionik maupun non-ionik dikenal dalam dua bentuk tersebut. Hal yang cukup
penting untuk diperhatikan dan berbagai macam kontras adalah seperti tampak pada tabel
berikut.
Tabel
Beberapa contoh kontras media yang dapat ditemukan di pasaran
No.
1.
Jenis kontras
Ionic monomer
Metrizoat
Amidotrizoate
Gastrografin
Ioxithalamate
Nama Generik
Iothalamate
Isopaque
Urografin-Angiografin
Nama Dagang
Conray-Vasoray
Osmolalitas
1500-1600
Telebrix
2.
Ionik Dimer
Ioxaglat
Hexabrix
600
3.
Non-ionik monomer
Iohexol
Omnipaque
500-700
4.
Iopamidol
Iopromide
Loversol
Non-ionik Dinner
Iopamiro
Ultravist
Optiray
Iodixanol
Visipaque
300
Iotrolan
Isovist
2) Kemotoksisitas
Efek kemotoksik ini berhubungan dengan molekul kontras media yang
berinteraksi derigan makromolekul tubuh seperti membrane sel protein
plasma. Efek toksik ini berkaitan erat dengan gugus karboksil dalam kontras
ionik.
Sebagai contoh kontras media ionik bersifat neurotoksik dalam subaraknoid. Oleh
sbab itu, jangan gunakan kontras ionik untuk mielografi.
3) Balance ion
Apabila kontras disuntikkan ke dalam pembuluh darah dan jika konsentrasi ion terlalu
tinggi atau terlalu rendah, akan mengakibatkan efek samping seperti, fibrilasi
ventrikel yang terjadi pada arteriografi koroner. Efek samping umumnya dapat dibagi
atas:
a) Efek samping umum seperti: mual atau muntah, reaksi alergik, sampai syok.
b) Efek yang ditimbulkan oleh perbedaan osmolalitasnya seperti nyeri, panas,
bradikardi, atau vasodilatasi.
Selain itu efek samping dapat dibagi atas:
a) Efek samping ringan seperti urtikaria, mual, dan muntah.
b) Efek samping sedang seperti sesak nafas.
c) Efek samping berat: syok, edema laring, dan kejang-kejang.
Sebagian besar efek samping ini terjadi pada 5 menit pertama setelah penyuntikan.
Sedangkan beberapa efek samping lambat terjadi setelah beberapa jam atau beberapa
hari pasca pemberian kontras. Misalnya, timbulnya eritema dan parotitis.
Secara keseluruhan efek samping terhadap kontras media bervariasi. Menurut
beberapa peneliti dengan ribuan kasus dan penelitian multi senter efei sampingnya
adalah seperti pada tabel berikut.
Tabel
Beberapa penelitian mengenai efek samping kontras media.
Peneliti
% efek
samping
Nama
Tahun
Ionik
Palmer
Wolf
Kataya
ma
Laroche
1988
1986
3,8
4,1
Nonionik
1,2
0,7
1990
12,7
3,1
1998
Ion
ik
0,1
0,4
0,2
2
Nonionik
0,01
0,0
0,04
0,04
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut terlihat jelas bahwa ditemukan angkaangka efek samping yang lebih rendah pada penggunaan kontras media non-ionik
dibandingkan dengan kontras media ionik.
Untuk efek samping ringan sering tidak perlu dilakukan tindakan pengobatan. Untuk efek
samping berat perlu tindakan pengobatan terutama pemberian adrenalin subkutan 0,3 ml,
kortikosteroid, dan pemberian oksigen. Pemberian adrenalin dan steroid dapat diulang bila perlu.
7. Kesimpulan
Pemakaian bahan kontras dalam bidang radiologi diperlukan untuk meningkatkan nilai
diagnostik. Kontras media dapat bersifat negatif misalnya, udara. Kontras juga dapat bersifat
positif misalnya, barium dan yodium.
Kontras media yodium yang pertama adalah derivat diatrizoat yaitu 3 atom yodium dalam
ikatan benzene. Dalam perkembangannya kontras media dapat bersifat monomer atau dimer serta
sifat ionik dan non-ionik.
Efek samping dan kontras media terutama disebabkan oleh efek kemotoksisitas,
osmolalitas, dan balans ion. Tindakan preventif seperti skin test tetap diperlukan untuk aspek
medikolegal. Sedangkan tindakan premedikasi dapat menurunkan efek samping yang timbul.
Klinik atau rumah sakit yang melakukan pemeniksaan radiologi dengan kontras sudah
seharusnya mempunyai peralatan oksigen dan obat-obatan pada keadaan darurat serta
mempunyai tenaga yang mempunyai pengetahuan mengenai efek samping kontras dan
pertolongan yang harus diberikan.
B. Aplikasi Kontras Media pada MRI
1. Pendahuluan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran dibidang pemeriksaan
diagnostik radiologi yang menggunakan medan magnet. Kemampuan MRI dalam diferensiasi
jaringan lunak sangat baik. Dengan kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaannya MRI
dapat meningkatkan nilai diagnostik dan memperlihatkan detail kelainan morfologi.
2. Kontras media dalam bidang radiologi
Bahan kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan
visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostik medik. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, kontras media dapat diklasifikasikan sebagai berikut
a. Kontras media negatif: CO2 dan udara.
b. Kontras media positif: barium, kontras yodium intravaskuler, intratekal.
c. Microbubbles kontras untuk pemeriksaan USG.
3. Sejarah kontras media MRI
a. In vitro: Bloch, Hansen dan Packard tahun 1946
b. Pemberian ferum nitnit memperpendek waktu relaksasi TI
c. Dilanjutkan Bloembergen dan Solomon
d. Penggunaan kontras dengan MRI pertama kali oleh Leuterbur, Mendoca, Diaz dan
Rudin (1978)
e. Penggunaan kontras media pada manusia pertama kali menggunakan Gadolinium
DTPA (Magnevist).
f. Penelitian lanjut: kontras cukup aman, dapat ditoleransi organ.
g. Efek samping lebih sedikit dibandingkan non-ionik.
Tumor
Infeksi
Lain-lain: Demielinisasi, MRA, Kontras IV, Tes bolus 1 cc
Menggunakan software canggih: Smart Prep (GE), Bolus Track (Philips), MRA
Non-invasif
Tanpa kontras/kontras yodium dan radiasi
Dahulu 2D TOF
8. Prospek kontras MRI di masa datang
Kontras khusus
Label antibodi
Melihat keganasan
Metastasis kelenjar
Infark miokrad
9. Kesimpulan
IKontras meningkatkan nilai diagnostik.
Memperpendek waktu relaksasi T1-T2.
Jenis kontras umum: Gadolinium.
Dosis: 0,1-0,2 mmol/KgBB.
Masa datang dapat dilabel dengan antibodi untuk organ tertentu.
Pemeriksaan ini mahal, hendaknya digunakan secara selektif.
D. CT Scan Obrita
1. Teknik
a. Tumor dan infeksi
Buat potongan aksial 3-5 mm dan dinding inferior sampai dinding superior mencakup
seluruh cavum orbita, sudut sejajar dengan N. optikus atau menggunakan garis infra
orbitomeatal tanpa dan dengan kontras.
Bila perlu buat rekortstruksi coronal/sagital.
b. Fraktur orbita
Potongan koronal dan aksial 2-4 mm tanpa kontras.
Dicetak dalam kondisi soft tissue dan kondisi tulang di daerah fraktur, FOV kecil (160200).
Dapat dilanjutkan dengan 3D.
E. CT Scan Nasofiring, Orofaring, Lidah
1. Teknik
a. Nasofaring
Potongan aksial 3-5 mm, FOV 250 mii kondisi dengan filter agak tinggi, lebih tinggi dan
otak.
Buat potongan dan palatum sampai sinus frontalis, sudut sejajar dengan palatum tanpa
dan dengan bolus kontras, kemudian dilanjutkan dengan potongan aksial 5 mm sejajar
korpus vertebrata servikal dan C2 sampai dengan C6 dengan FOV 200 mm untuk
mencari pembesaran kelenjar leher.
Setelah itu dibuat potongan koronal 3-5 mm tergantung besar-kecilnya kelainan dari
koana sampai vertebra servikal sejajar dengan dinding posterior nasoforing.
FOV 250 mm, potongan koronal kadang perlu dibuat dalam kondisi tulang yang
mengalami destruksi basis cranii.
b. Orofaring
Sama dengan nasofaring, hanya mulainya agak rendah, garis aksial dimulai dari
mandibula ke atas.
c. Lidah
Antara gigi dan rongga mulut pasien harus diganjal dengan sepotong gabus atau
styrofoam, agar pada potongan koronal lidah tidak menyatu dengan palatum.
Teknik hampir sama dengan nasofaring, hanya aksial, koronal, dan sagitalnya harus
mencakup seluruh daerah lidah.
Bila tumor diduga berada di 2/3 depan lidah, lebih baik dibuat koronal dahulu tanpa
kontras
dan
dengan
kontras,
baru
kemudian
dibuat
aksialnya.
Sedangkan untuk tumor di pangkal lidah, sebaiknya dibuat aksial dahulu, korona, dan
kemudian sagital.
1. Teknik
Potongan pra kontras
Aksial 5 mm dan epiglottis sampai cincin trachea 1-2 sejajar dengan pita suara.
b. Potongan dengan kontras
Aksial 2-3 mm di daerah pita suara, mulai dan batas sampai batas bawah lesi.
Bila didapatkan pembesaran kelenjar, dibuat potongan leher 5 mm post kontras (delayed
scan).
FOV 160-200 mm, tanpa dan dengan bolus kontras.
G. CT Scan Tiroid
1. Teknik
Potongan aksial 3-5 mm dari bagian atas kelenjar tiroid sampai bagian bawah, biasanya
mulai setinggi C5-6 sampai thoracic inlet, tanpa dan dengan bolus kontras.
Setelah itu, diulang/ delayed scan untuk mendapatkan batas lesi dan tambahan informasi
yang lebih baik setelah seluruh kelenjar tiroid mengalami penyangatan merata.
FOV
160-200
mm.
Catatan:
Pada CT scan pita suara dan tiroid, untuk menghasilkan potongan koronalnya, dapat
dibuatkan teknik MPR (multiplanar rekontruksi). Untuk itu harus dibuat potongan 1-2
mm pada waktu bolus kontras sepanjang daerah yang diperlukan untuk potongan
koronalnya.
H. CT Scan Sinus Paranasalis
Teknik
Soft tissue
a. Sinusitis
Potongan koronal 2 mm di bagian depan sinus dan 4 mm di bagian posterior,
mulai dari os. nasal sampai rongga nasofaring.
Potongan aksial dan dasar sinus maksilaris sampai sinus frontalis 3-5 mm, tanpa
kontras, kondisi soft tissue, FOV 200-250 mm.
b. Tumor sinus
Potongan koronal 3-5 mm dan dinding depan sinus sampai nasofaring atau tumor
habis, tanpa dan dengan kontras.
Kemudian aksial 5 mm dan dasar sinus sampai sinus frontalis atau mencakup seluruh
tumor kondisi soft tissue dan tulang bila ada destruksi tulang.
I. CT Scan Toraks
1. Teknik
Bila memungkinkan sebaiknya dipakai teknik high resolution.
Potongan aksial langsung, dengan kontras dari puncak paru sampai diafragma.
Tebal potongan antara 5-10 mm tergantung besarnya lesi paru, atau dibuat kombinasi
antara 10 mm pada daerah yang tidak ada lesi dan potongan tipis di daerah lesi.
Bila proses di bawah hilus, potongan diteruskan ke bawah sampai seluruh lesi terpotong.
Bila proses di atas arkus aorta /puncak paru, potongan diteruskan sampai seluruh lesi
terpotong.
Kondisi dicetak dalam dua macam window yaitu window mediastinum dan paru.
Permintaan khusus untuk CT parenkim paru biasanya dibuat untuk kasus-kasus emfisema
atau infiltrat paru.
Dibuat potongan aksial scan tanpa kontras, filter high resolution, tebal potongan 2 mm
dengan indeks potongan 8-10mm dan puncak paru sampai diafragma.
Untuk tumor esophagus, pemeriksaan CT scan toraks dilakukan sambil meminum kontras
oral hingga didapatkan lumen tumor yang sempit sebagai batas atas tumor.
Bolus kontras diberikan, dan scan dibuat di atas batas atas tumor sampai batas bawah
tumor dan filmnya dicetak dengan kondisi mediastinum.
Potongan koronal dan sagital dapat diperoleh dengan teknik MPR dan untuk itu
diperlukan potongan yang tipis antara 2 sampai 3 mm.
J. CT Scan Abdomen Atas
1. Teknik
Potongan aksial dibuat dari diafragma sampai ginjal.
Pada saat pra kontras, tebal potongan 10 mm indeks 10-15 mm.
Bolus kontras diberikan pada daerah yang menjadi pemeriksaan.
Apabila organ/kelainan yang diperiksa besar, seperti hepar dan lien, tebal potongan 10
mm, indeks 8-12 mm.
Apabila organ/kelainannya yang diperiksa sedang (ginjal, lambung, atau usus) dipakai
tebal potongan 5-8mm, indeks 8-12 mm.
Untuk organ yang sedang (ginjal, lambung, usus) dipakai tebal potongan 5-8 mm.
Untuk organ kecil seperti (kelenjar adrenal, pankreas dan kandung empedu) dipakai tebal
potongan antara 2-5 mm.
Pada kasus tertentu seperti tumor yang hipervaskular/hemangioma, khusus untuk hepar
dan ginjal, perlu dibuat delayed scan apabila dicurigai ada kelainan pada bolus kontras.
Pada alat CT spiral/helical CT, untuk hepar dan ginjal sebaiknya dipakai program volume
spiral scan untuk mendapatkan dual phase (fase arterial dan portal pada hepar atau fase
cortex dan medulla pada ginjal), kemudian dibuat lagi delayed scan untuk mendapat fase
equilibrium (untuk hepar) dan fase ekskresi (untuk ginjal) di mana sistem
pelviokalisesnya terisi penuh.
K. CT Scan Abdomen Bawah/Pelvis
1. Teknik
Potongan aksial dan L 3 sampai buli-buli/kelenjar prostat.
Pra kontras: tebal potongan 10 mm.
Bolus kontras di daerah yang ada kelainan, tebal potongan tergantung besar kecilnya
kelainan, biasanya dipakai tebal potongan 5 mm.
Kadang-kadang kontras oral tidak mengisi rectum dan sigmoid, oleh karena itu
diperlukan kontras melalui rectum.
Khusus untuk ca. serviks yang masih stadium II-III, dibuat potongan 3 mm pada waktu
bolus kontras.
Delayed scan kadang diperlukan bila batas tumor tidak jelas, dikehendaki pengisian bulibuli oleh kontras.
Potongan koronal dan sagital dibuat melalui teknik MPR.
L. CT Scan Spinal
1. Teknik
Dibuat potongan aksial.
FOV 160 mm, tanpa kontras atau dengan kontras intratekal, disebut CT-mielografi.
Untuk kasus HNP, potongan hanya di daerah ruang discus, sejajar dengan discus, dengan
ketebalan potongan 2-4 mm, kondisi soft tissue dan tulang bila perlu.
Untuk penilaian kanal stenosis, dapat dibuat satu potongan sejajar dengan korpus
vertebrata di daerah yang ada kelainannya, kondisi soft tissue dan tulang.
Umumnya diperlukan kontras terutama untuk kasus abses paravertebra atau untuk
melihat infiltrasi tumor ke dalam kanalis vertebralis.
pemeriksaan
untuk
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan diagnosa pada pasien dengan
dugaan adanya gangguan pada sistem pembuluh darah di jantung. Misalnya, pasien dengan
diagnosa chest pain.
Hasil pemeriksaan MSCT Cardiac dapat digunakan sebagai acuan bagi petugas dalam
mengerjakan pemeriksaan CT-Scan cardiac. Selain itu, berfungsi pula untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan CT-Scan yang optimal.
C. Prosedur
1. Persiapan
a. Satu hari sebelum pemeriksaan pasien dilarang merokok, minum kopi, dan alkohol.
b. Pasien berpuasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan.
c. Cek ureum dan kreatinin darah pasien.
d. Observasi keadaan pasien dengan cara mengukur tensi nadi. Apabila tensi di atas 65
pasien pasien diistirahatkan terlebih dahulu. Apabila dalam waktu 30 menit tensi
masih tinggi, pasien diberi oabat Lopressor 1 tablet. Lopressor ini diberikan dengan
tujuan menurunkan nadi, menurunkan tekanan darah, dan menenangkan pasien.
e. Setiap 30 menit setelah pemberian Lopressor keadaan pasien harus selalu di periksa.
Bila sudah stabil nadinya, EKG dipasangkan pada pasien dan demikian juga dengan
perangkat infus untuk penyuntikan kontras dengan jarum infus ukuran besar,
misalnya ukuran 18.
f. Siapkan mesin injektor dengan kontras media sebanyak 80-100 ml, serta flow rate
suntikan 5 ml/detik, dan pressure yang digunakan 325 psi.
2. Pelaksanaan
Setelah selesai proses registrasi, klik ikon menu New Patient yang ada di monitor.
Masukkan identitas pasien, nomor urut registrasi, pemeriksaan dan nama dokter
pengirim, kemudian klik gambaran anatomi paru-paru, pilih protokol Snapeshot
Segment.
Atur posisi pasien di meja pemeriksaan dengan posisi feet first (kaki terlebih dahulu),
dengan posisi senyaman mungkin. Sentrasikan tubuh simetris di bidang tengah
pemeriksaan dengan menekan tombol lampu laser.
Tentukan daerah yang akan dilakukan pemeriksaan dengan sentrasi sternal notch.
Tekan tombol Cutter Line di gantry untuk memposisikan meja pemeriksaan pada posisi
nol.
Klik Confirm, tekan tombol Move untuk menggerakkan meja. Tekan tombol Start
di keyboard. Keluar gambar topogram rongga thorax. Bersamaan dengan itu klik Next
Series, keluar program untuk Smart Score, tentukan area pemeriksaan dengan
mengklik Show Localiser yaitu setinggi 2 cm di bawah karina, dan sebagai batas
bawah apex jantung. Setelah siap klik Confirm. Tekan tombol Start di keyboard.
Pesawat akan melakukan proses scanning secara otomatis sesuai dengan program yang
telah ditentukan. Keluar gambar penampang axial dan Smart Score. Smart Score ini
bertujuan untuk melihat kalsium di pembuluh darah jantung. Setelah selesai pemeriksaan
smart score,klik Next Series untuk program Timing Bolus, yaitu untuk menentukan
prep group (Sec) yang akan digunakan pada CTA coronary.
Kemudian gunakan Smart Prep dengan menekan tombol ROI pada Aorta Ascenden dan
amati grafik treshold sampai nilai HU 300. Atur monitor delayed 3s.
Dapat juga menggunakan timing bolus, kontras akan dimasukkan bersamaan dengan xray sebanyak 20cc, tanpa saline. Keluar gambaran aorta ascenden pulmonary trunk. Klik
Measurement, klik Miroi, elips ROT, taruh elips di daerah aorta ascenden, klik
OK. Keluar grafik, hitung dengan rumus: (A x 2+8) atau (A
- 1 + 18), dengan A sebagai nilai puncak (peak) tertinggi. Klik Next Series untuk
program SS Segment. Atur daerah sama seperti pada smart score. Tentukan prep group
berdasarkan
nilai
yang
telah
dihitung
pada
timing
bolus.
Tekan tanda suritikan, masukkan nama kontras media yang dipakai. Tekan tombol Start
di keyboard bersamaan dengan menekan tombol Start di monitor injector. Mesin
pesawat akan melakukan pemeriksaan secara otomatis.
Bila smart prep operator digunakan, grafik kenaikan dan HU harus diperhatikan.
a. Memproses (processing) gambaran jantung
1)Klik retro recon.
2) Klik phase ubah menjadi 35-85 % dengan increment 10.
3) Klik accept, confirm. Jika selesai ke Advance Window (AW).
4) Klik nama pasien, pilih retro ss segment, klik Volume Viewer.
5) Klik Right Coronary, keluar phases selection, OK.
b.
1)
2)
3)
Vessel Analizer
Mencari Start: pilih pembuluh kanan yang pertama keluar (Awal RCA).
RCA: ujung RCA yang paling panjang dan lebar.
Klik Next, keluar Confirm Phase, Accept. Lihat di lumen, atur jika ada pembuluh
yang kelihatan sempit, kemudian letakkan kursor di pembuluh darah yang dicurigai.
4) Klik Shift, Edit, Edit Center. Atur garis yang merah sehingga ada di tengah
pembuluh, ubah X section menjadi Best L section. Bila di Best L section sudah
terlihat bagus, tetapi lumen kelihatan sempit ubah menjadi No Lock dan atur sehingga
lumennya tidak sempit.
5) Kalau sudah OK atur pembuluh pada berbagai posisi, tekan Fl untuk filming, dan tekan
S untuk simpan gambar.
6) Jika sudah selesai fracking untuk RCA tekan Accept, Save Tracking. Lakukan sama
untuk tracking di pembuluh kin (LAD dan LCX). Format film 3x3.
c. Tree VR (Volume Rendering)
1) Klik Select New Protocol, pilih Tree Vessel, sehingga keluar gambar kemudian taruh
kursor di RCA, tekan Shift, klik Display Vessel hingga keluar gambar pembuluh
darah RCA, atur sehingga posisi jelas dan awal RCA sampai ujung RCA. Tekan Fl
untuk filming dan S untuk simpan gambar.
2) Setelah itu, letakkan kursor di LAD, tekan mouse kiri sehingga keluar pembuluh darah
secara otomatis, tekan Fl untuk cetak ke film dan S untuk menyimpan gambar.
Lakukan yang sama untuk LCX. Format film 2 x 3.
d. 3D In Space
1) Patient List, klik nama pasien, klik series Axial ss Segment.
2) Klik Volume Viewer.
3) Klik VR Heart klik Volume Rendering, hapus bagian yang tidak diperlukan dengan
menggunakan lambang gunting, Cut inside/outside tergantung bagian mana yang
diarsir.
4) Klik 3D, auto select, Add Vessel untuk menambah panjang pembuluh, atau Remove
Vessel untuk membuang pembuluh yang tidak diperlukan.
5) Atur sehingga menjadi bagus, atur pada berbagai posisi, tekan Fl, untuk mencetak ke
film dan 5 untuk simpan gambar. Format yang dipakai 2 x 3.
e. Hitung Calsium Scoring
1) Klik Smart Score.
2) Klik Analize.
3) Klik Region warnai perkapuran yang ada di pembuluh darah sesuai regionnya.
4) Klik Preview.
5) KIik File.
6) Klik Print, OK.
Tujuan dan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan diagnosa pada pasien dengan
dugaan adanya gangguan pada sistem diagnosa CVD non Haemhorhagic, TIA, dan vertigo.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna sebagai acuan bagi petugs dalam mengerjakan
pemeriksaan CT-Scan leher khusus, dan untuk medapatkan hasil pemeriksaan CT-Scan yang
optimal.
3. Prosedur
a. Persiapan
1) Pasien berpuasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan.
2) Cek ureum dan kreatinin darah pasien.
3) Pasang perangkat infus untuk penyuntikan kontras dengan jarum infus ukuran
besar, misalnya no. 18.
4) Siapkan mesin injektor dengart kontras media sebanyak 80-l00ml, serta flow rate
suntikan 4.5ml/detik.
4. Pelaksanaan
Setelah proses registrasi pasien klik ikon menu New Patient yang ada di monitor.
Masukkan identitas pasien, nomor urut registrasi pemeriksaan, dan nama dokter
pengirim. Setelah itu, klik gambaran anatomi leher, pilih protokol CoW.
Secara otomatis akan muncul platform scout mode kepala. Atur kepala di sandaran
kepala. Usahakan dagu pasien agak fleksi, sentrasikan kepala simetris di bidang tengah
pemeriksaan dengan menekan tombol lampu laser.
Tentukan daerah yang akan dilakukan pemeriksaan dengan sentrasi outline di daerah
sentral notch.
Tekan tombol Outer line di gantry untuk memposisikan meja pemeriksaan pada posisi
nol.
Klik Confirm, tekan tombot Move untuk menggerakkan meja. Tekan tombol Start di
keyboard, dan akan keluar gambar topogram leher. Bersama dengan itu klik Next Series.
Tentukan area pemeriksaan yaitu dari daerah setinggi arcus aorta sampai setinggi basis cranii
dengan bidang potongan sejajar orbitomeatal line, dengan ketebalan 1.25mm setelah siap, klik
Confirm. Tekan tombol Start di keyboard.
Peswat akan melakukan proses scanning secara otomatis sesuai dengan program yang telah
ditentukan.
Setelah itu, keluar gambar penampang axial dan Ct-Scan leher polos.
Setelah selesai pemeriksaan CT-Scan leher polos, klik Next Series untuk fase kontras.
Tentukan Pre group(sec) sekitar 16 detik. Setelah itu, masukkan nama kontras kemudian klik
Confirm, atau dapat menggunakan Smart Prep dengan meletakkan ROI pada Aorta
Ascenden, dan mengamati grafik treshold.
Tekan tombol Start di keyboard bersamaan dengan menekan tombol Start monitor injector.
Mesin pesawat akan melakukan pemeriksaan secara otomatis. Setelah itu, akan keluar gambar.
Proses gambar dalam bentuk MIP dan VR. Tampilkan gambar arteri carotis interna dan ekstrerna
dalam bentuk MIP dan VR. serta print gambar pada film dengan format 9 segment.
B. Pemeriksaan CT Angiografi Aorta Abdomen (CTA Aorta Abdominalis)
1. Pengertian
Pemeriksaan CT angiografi Aorta Abdomen adalah pemeriksaan CT-Scan untuk
menampilkan gambaran dan sistem pembuluh darah aorta abdominalis serta cabang-cabangnya
dengan penampang axial serta format gambar MIP (Maksimal Image Pro-jection).
2. Tujuan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan diagnosa pada pasien dengan
dugaan adanya gangguan pada sistem pembuluh darah aorta abdominalis dan cabang-cabangnya.
Misalnya, pasien dengan diagnosa thrombus dan aorta abdomen, dissection, dan post pasang
sent. Hasil pemeriksaan ini juga dipakai sebagai acuan bagi petugas dalam mengerjakan
pemeriksaan CT-Scan Angiografi Aorta Abdomen, serta untuk mendapatkan hasil pemeriksaan
CT-Scan yang optimal.
3. Prosedur
Berikut ini prosedur yang harus dilakukan sebelum dan pada waktu pemeriksaaI CT
angiografi Aorta Abdomen.
1. Persiapan
a. Pasien puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan.
b. Cek urenum dan kreatinin darah pasien.
c. Pasang seperangkat infus untuk penyuntikan kontras dengan jarum infus ukuran
besar, misalnya no.18 dengan menggunakan cairan fisiologis (Na 0,9%), untuk
penyuntikan kontras media.
d. Siapkan mesin injektor dengan kontras media sebanyak 80-100 ml, saline 50ml, flow
rate 4.5m1/s, prosedure 300 psi.
2. Pelaksanaan
a. Klik New Patient yang ada di monitor, kemudian masukkan data-data pasien.
b. Klik gambaran anatomi paru, pilih protokol Late Venous.
c. Secara otomatis akan muncul platform scout mode.
d. Atur posisi pasien tidur terlentang di meja pemeriksaan dengan tangan di atas kepala
dan posisi feet first. Sentrasikan tubuh simetris di bidang tengah pemeriksaan
dengan menekan tombol lampu laser.
e. Sentrasi garis outline berada di daerah xypoideus.
f. Tekan tombol Outer Line di gantry untuk memposisikan meja pemeriksaan pada
posisi nol.
g. Klik Confirm, tekan tombol Move.
h. Tekan tombol Start di keyboard, keluar gambar topogram abdomen posisi lateral.
i. Tekan Move kemudian tekan tombol Start, keluar gambar topogram abdomen
posisi AP.
j. Klik Next Series, tentukan area yang akan dilakukan pemeriksaan dengan
mengklik Show Localiser dari daerah diafragma sampai pelvis.
k. Setelah siap, klik Confirm. Tekan tombol Start di keyboard.
l. Pesawat akan melakukan scanning secara otomatis.
m. Setelah selesai pemeriksaan CT-Scan abdomen polos, klik Repeat Series. Pilih
series Late Venous.
n. Tentukan prep group (sec) sekitaf0 detik. Masukkan nama kontras kemudian klik
Confirm.
o. Dapat juga menggunakan Smart Prep dengan meletakkan ROI rada Aorta
Ascenden, dan mengamati grafik treshold 300 HU.
p. Atur injektor, kontras yang digunakan 80-90 ml, flow rate 4.5ml/sec, pressure 300
psi.
q. Tekan tombol Start di keyboard bersamaan dengan menekan tombol Start di
monitor injektor. Mesin pesawat akan melakukan pemeriksaan secara otomatis.
r. Klik komputer AW, pilih nama pasien.
s. Pilihlah gambar yang akan diproses, klik Volume Viewer, pilih lung, klik
Reformat, untuk menampilkan gambar dalam bentuk MIP, klik Circulus Wilisi
untuk menampilkan gambar dalam bentuk VR gambar dalam bentuk VT di print ke
printer medical imager. Sedangkan dalam bentuk MIP print ke printer dalam film
dengan sembilan segment.
C. PEMERIKSAAN CT ANGIOGRAFI TUNGKAI BAWAH (CTA RUN OFF)
1. Pengertian
Pemeriksaan CT angiografi adalah pemeriksaan CT-Scan untuk menampilkan gambaran
dan sistem pembuluh darah tungkai bawah serta cabang-cabangnya dengan penampang axial
serta format gambar MlP (Maksimal Image Projection) dan VR (Volume Rendering).
2. Tujuan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan diagnosa pada pasien dengan dugaan
adanya gangguan pada sistem pembuluh darah arteri tungkai bawah dan cabang-cabangnya.
Misalnya, pasien dengan diagnosa thrombus dan aorta abdomen dissection, dan post pasang
stent. Pemeriksaan ini juga bertujuan sebagai acuan bagi petugas dalam mengerjakan
pemeriksaan CT-Scan angiografi tungkai, dan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan CT-Scan
yang optimal.
3. Prosedur
a. Persiapan
1) Pasien berpuasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan.
2) Cek ureum dan kreatinin darah pasien:
3) Pasang infus set untuk penyuntikan kontras dengan jarum infus ukuran besar,
misal no.18 dengan mengguakan cairan fisiologis (Na CI 0.9 %), untuk
penyuntikan kontras media.
4) Siapkan mesin injektor dengan kontras media sebanyak 80-100 ml, salin 50 ml,
flow rate 4.5 ml/detik, pressure 300 psi.
b. Pelaksanaan
1) Klik New Patient yang ada di monitor, masukan data-data pasien.
2) Klik gambaran anatomi hp joint, pilih protokol Run off 0,625mm kemudian
secara otomatis akan muncul platform scout mode tungkai bawah.
3) Atur posisi pasien tidur terlentang di meja pemeriksaan dengan tangan di atas
kepala dan posisi feet first. Sentrasikan tubuh simetris di bidang tengah
pemeriksaan dengan menekan tombol lampu laser.
4) Sentrasi garis outline di daerah umbilikus.
5) Tekan tombol Outer Line di gantry untuk memposisikan meja pemeriksaan
pada posisi nol.
6) Klik Confirm, tekan tombol Move.
7) Tekan tombol Start di keyboard. Keluar gambar topogram tungkai bawah/
ekstremitas bawah posisi lateral.
8) Tekan move kemudian tekan tombol Start, keluar gambar topogram tungkai
bawah/ekstremitas bawah posisi Antero Posterior (AP).
9) Klik Next Series, tentukan area yang akan dilakukan pemeriksaan dengan
mengklik Show Localiser dan daerah Umbilicus sampai ankle.
10) Setelah siap, klik Confirm. Tekan tombol Start di keyboard. Pesawat akan
melakukan scanning secara otomatis.
11) Setelah selesai pemeriksaan CT-Scan polos tungkai bawah, klik Next Series.
12) Tentukan kembali area yang akan dilakukan pemeriksaan dengan mengklik
Show Localiser dan daerah umbilicus sampai ankle. Masukkan nama kontras
kemudian klik Confirm.
13) Atur injektor, kontras yang digunakan 90-100 ml, flow rate 4.5 mi/sec, pressure
325 psi kemudian klik Arm.
14) Tentukan titik Smart Prep di atas bifurcation aorta iliaca komunis, buat ROT
dititik tersebut sebagai ajuan, atur treshold sampai menunjukkan angka 250.
15) Klik monitor phase untuk memonitor treshold dititik ROI yang telah dibuat.
16) Tekan tombol Start di keyboard bersamaan dengan menekan tombol Start di
monitor injektor. Ketika threshold sudah mendekati 150, klik Scan maka CTScan akan melakukan pemeriksaan secara otomatis.
17) Klik ke komputer AW, pilihan nama pasien.
18) Pilihlah gambar yang akan diproses, klik Volume Viewer, pilih Re-format,
untuk menampilkan gambar dalam bentuk MIP, klik VR untuk
3D. Gambar dalam bentuk VR diprint ke printer medical imager. Sedangkan
gambar dalam bentuk MIP print ke printer dalam film dengan format sembilan
segment.
20) Jika ada kelainan tumor, abses atau adanya indikasi kearah SOL maka diperlukan
penyuntikan kontras media dilanjutkan dengan pengambilan gambar potongan
Axial, Coronal, dan Sagital SE T1
a. Sendi siku (Elbow Joint)
1) Jenis coil: GPFLEX COIL
2) Tujuan: untuk melihat kelainan patologis jaringan dan sendi di daerah siku.
3) Indikasi: tumor, abses, ruptur, dan lain-lain.
4) Persiapan pasien:
a) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
b) Mengganti baju dengan pakaian yang telah disediakan di ruang ganti dan
menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
c) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan dipasangkan ear- plug untuk
menutup telinga.
5) Teknik pemeriksaan:
a) Masukkan data pasien di RX manager computer.
b) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang coil yang sesuai, sentrasikan di pertengahan siku yang
diperiksa.
c) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantry.
d) Tentukan
protokol
pada
window
site
dan
pilih
series.
- Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan gambar
yang akan dibuat.
-
5) Teknik pemeriksaan
a) Masukkan data pasien di RX manager computer.
b) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang coil yang sesuai dan sentrasikan di pergelangan tangan.
c) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantry.
d) Tentukan
protokol
pada
window
site
dan
pilih
series:
Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan gambar yang akan
dibuat.
- Buat potongan Axial SE T1.
-
b. Articulatio Genu
1) Jenis coil: EXTREME COIL.
2) Tujuan: untuk melihat kelainan patologis jaringan dan sendi di daerah genu.
3) Indikasi: tumor, abses, ruptur, meniscus tear, dan lain-lain.
4) Persiapan pasien:
a) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
b) Pasien mengganti baju dengan pakaian yang telah disediakan di ruang ganti
dan menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
c) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan dipasangkan ear- plug untuk
menuutup kuping.
5) Teknik pemeriksaan:
a) Masukkan data pasien di RX manager computer.
b) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang coil yang sesuai dan sentrasikan di pertengahan lutut yang
diperiksa.
c) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantry.
d) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
- Buat 3-plane lokalisir i.mtuk menentukan lokasi potongan gambar yang akan
dibuat.
- Buat potongan Sag T2 FSE.
- Buat potongan Sag PD FSE.
- Buat potongan Coronal Stir.
- Buat potongan Coronal PD & T 2 FSE.
- Buat potongan Axial T2 FSE atau 3D-SPGR
6) Jika ada kelainan, kembali ke protokol pertama
c. Articulatio Talocruralis (Ankle Joint)
1) Jenis coil: EXTREME COIL.
2) Tujuan: untuk melihat kelainan patologis jaringan dan sendi di daerah genu.
3) Indikasi: tumor, abses, ruptur, meniscus tear, dan lain-lain.
4) Persiapan pasien:
a) Pasien mengisi formulir screening sebelin-. z-asiik ke ruang pemeriksaan.
b) Pasien mengganti baju dengan pakaian yarg teLth disediakan di ruang ganti
dan menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
c) Pasien diberi penjelasan sebelum pemersaan dan dipasangkan ear- plug untuk
menutup telinga.
5) Teknik pemeriksaan:
a) Masukkan data pasien di RX manager coer.
c) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang coil yang sesuai dan sentrasikan di pertengahan ankle joint
yang diperiksa.
d) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantry.
e) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
- Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan gambar yang akan
dibuat.
- Buat potongan Sag T2 FSE.
- Buat potongan Sag PD FSE.
- Buat potongan Coronal Stir.
- Buat potongan Coronal PD & T 2 FSE.
- Buat potongan Axial T2 FSE.
6) Jika ada kelainan, kembali ke protokol pertama.
d. Pedis
1) Jenis coil: EXTREME COIL
2) Tujuan: untuk melihat kelainan patologis jaringan dan sendi di daerah genu
3) Indikasi: tumor, abses, ruptur, meniscus tear, dan lain-lain.
4) Persiapan pasien:
a) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
b) Pasien mengganti baju dngan pakaian yang telah disediakan di ruang ganti dan
menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
c) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan dipasangkan ear- plug untuk
menutup telinga.
5) Teknik pemeriksaan:
c) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantry.
d) Tentukan protokol pada window site dan piih series:
- Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan gambar yang akan dibuat.
- Buat potongan Axial T1 SE.
- Buat potongan Cor T2 FSE.
- Buat potongan Coronal T2 GRE.
- Buat potongan Axial Stir.
6) Jika ada kelainan, kembali ke protokol pertama.
B. Protokol Standar untuk Pemeriksaan MRI Kepala
1. Brain dengan Sefalgia
(Ada riwayat post trauma/perdarahan)
a. Jenis coil: HEAD COIL
b. Tujuan: untuk melihat kelainan patologis jaringan otak.
c. Indikasi: tumor, abses, dan lain-lain.
d. Persiapan pasien:
1) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
2) Pasien mengganti baju dengan pakaian yang telah disediakan di ruang
ganti dan menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah
disediakan.
3) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan dipasangkan ear
plug untuk menutup telinga.
e. Teknik pemeriksaan:
1) Masukkan data pasien di RX manager computer.
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang
diperiksa dengan memasang coil khusus kepala dan sentrasikan di per
tengahan sudut mata.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah
gantry.
4) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
a) Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan gambar yang
V
akan dibuat.
b) Buat potongan Axial T2 SE.
c) Buat potongan Axial T2 FSE.
d) Buat potongan Axial T2 Flair.
e) Buat potongan Sag Ti.
f) Buat potongan Coronal T2SE.
f. Jika ada kelainan tumor, abses, atau adanya indikasi kearah SOL, maka
perlu penyuntikan kontras media dilanjutkan dengan pengambilan
gambar potongan Axial, Coronal, dan Sagital SE T1, (bila perlu dengan
Fat Sat).
-
b)
a) Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi Potongan gambar yang akan
dibuat.
b) Buat potongan Axial T2 SE.
c) Buat potongan Axial T2 FSE.
d) Buat potongan Axial T2 Flair.
e) Buat potongan Cow T2 FSE.
f) Buat potongan Diffusion.
g) Buat potongan MRA.
f. Jika ada kelainan, kembali ke protokol pertama.
4. Brain dengan Tumor dan Metastasis
a. Jenis coil: HEAD COIL.
b. Tujuan: untuk meliat kelainan patologis jaringan otak
c. Indikasi: SOL, tumor, dan lain-lain
d. Persiapan pasien:
1) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
2) Pasien mengganti baju dengan pakaian yarg telah disediakan di ruang ganti dan
menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
3) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan dipastngkan earplug untuk menutup
telinga.
e. Teknik pemeriksaan:
1) Masukkan data pasien di RX manager computer.
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa dengan
memasang coil khusus kepala dengan sentrasi di pertengahan sudt mata.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tngah gantri.
4) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
a) Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan gambar yang akan dibuat.
a) Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan gambar yang akan
dibuat.
b) Buat potongan Sag T1 SE (tipis 2-3 mm di Sella Tursica).
c) Buat potongan Axial T2 FSE (potongan normal seluruh kepala).
d) Buat potongan Sag T2 SE (tipis 2-3 mm di Sella Tursica).
e) Jika tumornya kecil diambil Dynamic-Scan Potongan Coronal 6 Slice di
daerah Sella Tursica.
f) Jika tumornya besar buat potongan Sag T1 SE dan Cor Ti SE tipis 2-3 mm di
Sella Tursica.
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang coil khusus kepala dengan sentrasi di pertengahan sudut
mata.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantri.
4) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
a) Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan yang akan diambil
berikutnya.
b) Buat potongan Axial T1 SE (tipis di CPA).
c) Buat potongan Axial T2 FSE (buat normal seluruh kepala).
d) Buat potongan Axial T1 SE dan Cor SE tipis di CPA bila perlu Fat Sat dan
buat potongan 3D SPGR.
8. Kasus pediatric: Retardasi Mental, Kelainan Kongental
a. Jenis coil: HEAD COIL
b. Tujuan: untuk melihat kelainan patologis jaringan otak.
c. Indikasi: retardasi mental dan kelainan kongental
d. Persiapan pasien:
1) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
2) Pasien mengganti bajunya dengan baju yang telah disediakan di ruang ganti
dan menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
3) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan telinganya di tutup dengan
earplug.
e. Teknik pemeriksaan:
1) Masukkan data pasien di RX manager komputer
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang coil khusus kepala dengan sentrasi di pertengahan sudut
mata.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantry.
4) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
a) Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan yang akan
diambil berikutnya.
b) Buat potongan Axial T1 Flair.
c) Buat potongan Axial T2 FSE.
d) Buat potongan Sat T1 SE.
e) BuatpotonganCor T2 FSE.
f. Jika ada kelainan kembali ke protokol pertama.
g. Jika pasien tidak kooperatif diperlukan anestesi sebelum pemeriksaan dilakukan
dan perjanjian mengenai tindakan anestesi dilakukan satu hari sebelumnya.
9. Kasus pasien yang Tidak Kooperatif/Emergensi (Fast Brain)
a. Jenis coil: HEAD COIL.
b. Tujuan: untuk melihat kelainan patologis di CPA
c. Indikasi: retardasi mental, kelainan kongenital, dan lain-lain.
d. Persiapan pasien:
1) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan
2) Pasien mengganti baju pasien dengan baju yang telah disediakan di ruang ganti
dan menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
3) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan pasangkan earplug untuk
menutup telinga pasien.
e. Teknik pemeriksaan:
e. Teknik pemeriksaan:
1) Masukkan data pasien di RX manager computer.
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang coil khusus kepala dengan sentrasi berada di pertengahan
sudut mata.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantry.
4) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
a) Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan yang akan diambil
berikutnya.
b) Buat potongan Axial Localiser 10 mm.
c) Buat potongan SI PRESS (Multivoxel).
11. Perfusion
a. Jenis coil: HEAD COIL.
b. Tujuan: untuk melihat kelainan patologis dalam otak.
c. Indikasi: CVD akut (stroke<3 jam)
d. Persiapan pasien:
1) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
2) Pasien mengganti baju dengan pakaian yang telah disediakan di ruang ganti dan
simpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
3) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan dipasangkan earplug untuk
menutup telinga pasien
e. Teknik pemeriksaan:
1) Masukkan data pasien di RX manager computer.
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dgan objek yang diperiksa dengan
memasang coil khusus kepala dengan sentrasi berada di pertengahan sudut mata.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek di tengah gantri.
4) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
a) Buat 3-plane lokalisir untuk menentukan lokasi potongan yang akan diambil
berikutnya.
b) Buat potongan Axial T2 FSE.
c) Buat potongan Axial T2 Flair.
d) Buat potongan Diffusion.
e) Buat potongan Perfusion (dengan kontras)
C. Protokol Standar untuk Pemeriksaan MRI Col. Vertebrae
1. Vertebrae Servikal
a. Jenis coild: UCS12.
b. Tujuan: untuk melihat kelainan patologis yang ada didaerah servikal.
c. Indikasi: HNP, tumor, abses, dan lain-lain.
d. Persiapan pasien:
1) Pasien mengisi formulir screening sebelum rnasuk ke ruang perneriksaan
2) Pasien mengganti baju dengan pakaian yang telah disediakan di ruang ganti
dan menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
3) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan pasang earplug untuk
menutup telinga
e. Teknik pemeriksaan:
1) Masukkan data pasien di RX manager computer.
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang coil khusus spine dengan sentrasi berada di hyoid bone.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantry.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantry.
4) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
a) Buat potongan Coronal localisir.
b) Buat potongan Axial T2 Screening.
c) Buat potongan Axial SPGR T1, Breathold.
d) Buat potongan Axial SPGRT1 Fat Sat.
e) Buat potongan Axial T1 SE Fat Sat.
f. Jika ada kelainan tumor, abses atau adanya indikasi ke arah SOL maka diperlukan
penyuntikan kontras dengan pengambilan gambar potongan Axial T1 SE, Cor t1
SE, dan Sagital SE T1, bila perlu dengan Fat Sat.
2. MRCP
a. Jenis coil: TORSOPA
b. Tujuan: untuk melihat kelainan daerah kandung empedu.
c. Indikasi: bendungan saluran kandung empedu oleh batu tumor atau proses radang
d. Persiapan pasien:
1) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
2) Pasien mengganti baju denganpakaian yang telah disediakan di ruang ganti
dan menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
3) Pasien diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan dipasangkan earplug untuk
menutup telinga.
e. Teknik pemeriksaan:
1) Masukkan data pasien di RX manager computer.
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang COIL Torsopa dengan sentrasi berada di bawah procesus
xypoideus dan pasang alat respiratori di badan.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek beradadi tengah gantry.
4) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
a) Buat potongan Coronal localisir.
b) Buat potongan Axial T2 Screening.
c) Buat potongan Axial SPGR T1, Breathold.
d) Buat potongan Coronal SS FSE Thin Slices.
e) Buat potongan Coronal SS FSE Thick Slab.
3. MRI Pelvis
a. Jenis coil: TORSOPA
b. Tujuan: untuk melihat kelainan daerah rongga pelvis.
c. Indikasi: tumor, abses, kelainan pada reproduksi
d. Persiapan pasien:
1) Pasien mengisi formulir screening sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
2) Pasien mengganti baju dengan pakaian yang telah disediakan di ruang ganti
dan menyimpan semua barang-barang di dalam loker yang telah disediakan.
3) Pasien. diberi penjelasan sebelum pemeriksaan dan dipasangkan earplug untuk
menutup telinganya.
e. Teknik pemeriksaan:
1) Masukkan data pasien di RX manager computer.
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan sesuai dengan objek yang diperiksa
dengan memasang coil torsopa dengan sentrasi berada di bawah umbilikus dan
pasang alat respiratori di badan.
3) Tekan tombol angka nol dan setting sehingga objek berada di tengah gantri.
4) Tentukan protokol pada window site dan pilih series:
a. Pengertian
Pemeriksaan MRI Cardiac adalah pemeriksaan MM pada daerah jantung
dengan menggunakan medan magnet untuk menghasilkan gambaran
radiografi sesuai dengan parameter yang diatur sehingga menghasilkan
potongan per slice pada organ yang diperiksa.
b. Tujuan
Tujuan pemeriksaan MRI Cardiac adalah untuk memperlihatkan gambaran
functional, perfusion, viability otot jantung. Selain itu berfungsi sebagai acuan
bagi petugas dalam mengerjakan pemeriksaan MRI Cardiac, dan untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan MM yang optimal.
c. Prosedur
Jenis Coil: CARDIAC Coil.
Indikasi: Infark, PCI, Post stenting dan lain-lain.
d. Persiapan pasien:
1) Membuat perjanjian di bagian administrasi radiologi.
2) Mengisi formulir screening dan informed consent sebelum dilakukan
pemeriksaan.
3) Merigenakan baju yang telah disiapkan di ruang ganti baju.
4) Semua benda berlogam (ferromagnetic) dilepas.
5) Memberikan earphone (earplug) kepada pasien.
6) Memberikan penjelasan sebelum pemeriksaan dimulai.
7) Pasien dipasangi infus set di kedua lengan.
e. Teknik pemeriksaan:
1) Masukkan data pasien di RX protokol manager.
2) Atur posisi pasien di meja pemeriksaan dengan meletakkan badannya di
cardiac coil.
3) Atur badan pasien supine sedemikian rupa sehingga laser bean lamp jatuh
tepat ditengah garis mid line Thoracal 4.
4) Aktifkan Gatting control (pernafasan dan EKG).
5) Pada menu scan Rx, pilih protokol Cardiac MR Echo yang terdiri dari
series potongan 3 plane scanogram dengan sequence 2D FIESTA,
sehingga keluar gambar scanogram bikin potongan.
6) Lakukan Calibrasi dengan Shim Volum pada daerahjantung.
7) Pilih menu Cardiac MR Echo kemudian pilih Real Time Sequence.
Pada real time sequence, buat potongan jantung false 4 chamber kemudian
masuk ke menu Function bildn potongan real 4 chamber dengan
sequence FIESTA.
8) Dan potongan 4 chamber real buat potongan short axis, dan potongan
short axis, buat potongan 3 chamber, 2 chamber.
9) Selesai function masuk ke menu Time Course Perfusion, dengan seq
uence GRE. Buat potongan short axis dan basal sampai apical.
10) Setelah itu, persiapkan kontras 9Gd dan Adenosin, suntik bersamaan
dengan acquisition data Time Course Perfusion (TCP).
11) Setelah selesai masuk ke menu Miocard Delayed Inhansment (MDI)
buat potongan short axis dan basal ke apical jantung.
12) Munculkan Film Composer dan atur format 4x4. Tekan Fl untuk
memindahkan gambar yang terseleksi ke film composer. Jumlah film yang
digunakan untuk dokumentasi sebanyak 6 lembar.
2. Lulus ujian Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Penguji Nasional/ Kolegium
Radiologi Indonesia.
3. Memiliki sertifikat Spesialis Radiologi dan Kolegium Radiologi Indonesia.
4. Memiliki Ijazah Spesialis Radiologi yang dikeluarkan fakultas Kedokteran Univers
itas yang bersangkutan.
Pemeriksaan Radiologi di Rumah Sakit .meliputi:
DIMINTAKAN
DISETUJUI
DIMINTAKAN
DISETUJUI
DIMINTAKAN
DISETUJUI
g.
h.
i.
j.
k.
l.
DIMINTAKAN
Thorax
Abdomen Atas-Bawah
Vert. Cervical s/d coccygeal
Extremitas Atas dan Bawah
CT Scan myelogram
CT guided (Biopsi)
DISETUJUI
MRI
1. Brain
a. MRI Brain
b. MRI
Functional
Diffusin-Perfussion
c. MRA
Intracranial
Vascular
d. MRI-MRA Intracranial
Vascular
e. MRA Carotis dan
Vertebralis
f. MR
Spectroscopy
Brain
g. MR
Spectroscopy
Prostat
h. MRI Brain dan MR
Spectrocopy
i. MRI Prostat
j. MRI Hypofise
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Muskuloskeletal
MRI Shoulder
MRI Ellbow
MRI Wrist
MRI Knee
MRI Ankle
MRI Ekstremitas
4.
a.
b.
c.
Spine
MRI Cervical
MRI Thoracal
MRI Lumbosacral
5.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Abdomen
MRI Upper
MRI Lower Abdomen
MRCP
MRI Urografi
MRI
MRI
Aorta
Abdominalis
g. MRI Whole
h. MRI Renalis
i. MRS Whole Body
6.
a.
b.
c.
d.
DIMINTAKAN
DISETUJUI
DIMINTAKAN
DISETUJUI
DIMINTAKAN
DISETUJUI
Mediastinum
MR Aorta Thoracalis
MRI Mediatinum
MR Breast
MR Cardiac
Radiologi Intervensional
1. Trans
Arterial
Embolism (TAE)
2. TACI
3. Arteriografi
4. Venografi
5. Stenting
USG
1. Kepala
2. Leher
3. Abdomen
4. Organ
Superfisilais
Thyroid
5. Vaskuler
6. Musculoskeletal
Kodokteran Nuklir
1. Bone scan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Rebal Scan
Thyroid Scan
TR Digestivus
Scinti Mammo
Therapy Nuklir
Pet Scan