Professional Documents
Culture Documents
SINONIM
Stress cardiomyopathy, ampulla cardiomyopathy, Takotsubo cardiomyopathy, syndrome of
Tako-Tsubo cardiomyopathy (TTC), ampulla
cardiomyopathy, transient apical ballooning,
transient left ventricular, apical ballooning syndrome (ABS), broken heart syndrome, neurogenic myocardial stunning.1-3 Dalam uraian
berikut, digunakan istilah broken heart syndrome (BHS).
DEFINISI
Broken heart syndrome (BHS) ditandai de-ngan
nyeri dada akut, tanda iskemi yang terlihat
pada EKG; ketidaknormalan mirip-balon yang
bersifat sementara pada gerakan dinding jantung sebagian besar melibatkan apex ventrikel
kiri, elevasi marker jantung, transient akinesia
di ventrikel kiri dan mid-ventricle. Pada BHS
terjadi gangguan fungsi ventrikel yang berhubungan dengan ketidakcukupan aliran
darah melalui arteri koroner.4
SEJARAH
Istilah stress cardiomyopathy diperkenalkan
oleh Cebelin dan Hirsch pada tahun 1980.
Tahun 1986, di Massachusetts General Hospital dilaporkan satu kasus gagal jantung akibat stres emosional berat. Ini membuktikan
EPIDEMIOLOGI
BHS dijumpai pada 86-100 % wanita berusia
sekitar 63-67 tahun. Sebagian besar kasus
BHS dialami wanita setelah masa menopause.
Sekitar 2% penderita STEMI akut mengalami
BHS. Insiden BHS pada mereka yang didiagnosis AMI (acute myocardial infarction) diperkirakan antara 1,5-2,2% ; 612% wanita penderita BHS memiliki gejala klinis suspek infark
miokardium di dinding anterior. Meskipun
demikian, BHS dapat mengenai siapapun dan
usia berapapun.8-10
Prevalensi internasional belum diketahui
pasti. Suatu studi retrospektif di Eropa mereview 17.000 kasus intermittent left ventricular apical ballooning dengan arteri koroner
normal menggunakan diagnostic coronary
angiography.11 Studi ini berhasil mengidentifikasi 32 penderita yang memenuhi kriteria BHS
(insiden 0,2%).12 Di Jepang, diperkirakan BHS
dialami sekitar 1-2% penderita nyeri dada dan
perubahan gambaran EKG berupa segmen-ST
dinamis akut yang dirawat di rumah sakit. Di
bagian kardiologi di Barmherzigen Schwestern Linz, Austria, selama 4 tahun (Mei 2004
sampai Desember 2008) ditemukan 31 pasien
(2,2%) pasien BHS di antara 448 pasien STEMI
(ST-segment elevation acute myocardial infarc-
Kejadian
1980
1986
Dilaporkan satu kasus gagal jantung akibat stres emosional berat di Massachusetts General
Hospital.
1988
1989
1990
BHS disebut oleh Hikaru Sato, dkk sebagai takotsubo-like left ventricular dysfunction untuk
menunjukkan bahwa bilik kiri jantung saat sistol berbentuk takotsubo*.
1997
1998
Gambaran ventrikulogram kiri di jurnal Circulation menarik perhatian banyak dokter karena
pengarang memberinya istilah broken heart.
2005
Mulai ditetapkan konsep resmi tentang stress cardiomyopathy di bidang kardiologi dan penyakit
dalam di negara-negara Barat
2006
* Keterangan: Istilah takotsubo mengacu ke octopus trap, yaitu: perangkap octopus (gurita, cumi-cumi), menggambarkan
apical ballooning (penggelembungan atau pembengkakan apeks jantung hingga mirip balon). Nama ini populer di kalangan
Gambar 1 Takotsubo2
256
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 256
4/10/2012 2:56:01 PM
TINJAUAN PUSTAKA
tion) akut dan 963 pasien non-STEMI. Faktor
pemicu dijumpai pada 24 pasien (77,4%); stres
emosional pada 9 pasien (29%); dan stres fisik
pada 15 pasien (48,4%).13 Di Amerika Serikat,
BHS dialami oleh 2-2,2% pasien dengan gambaran klinis STEMI atau unstable angina. Prevalensi lebih tinggi dilaporkan sebesar 4,78%.
Semua data ini belum tentu merepresentasikan kondisi sesungguhnya di masyarakat.14
PENYEBAB
Meskipun penyebab pasti BHS masih misteri,
ada beberapa hipotesis. Hipotesis microvascular dysfunction menyatakan bahwa terdapat gangguan fungsi pembuluh darah arteri
koroner pada tingkat mikrovaskuler yang menyebabkan kelainan otot jantung (cardiomyopathy). Selain peningkatan kadar katekolamin
plasma, terjadi pula peningkatan densitas beta-adrenoreseptor di apex jantung; hal ini dapat menjelaskan peningkatan kerentanan apex
jantung terhadap efek toksik katekolamin.2,15
Penyebab lainnya diduga karena rangsangan
simpatik yang berlebihan (exaggerated sympathetic stimulation), catecholamine-mediated
myocardial stunning, epicardial coronary arterial spasm, diffuse microvascular coronary spasm
and dysfunction, stress-related neuropeptides,
ketidaknormalan bentuk anatomis arteri koroner berupa left anterior descending coronary
artery, dan transient vasospasm pembuluh
darah koroner, menyebabkan aliran darah
berkurang/menghilang sesaat.16
Fungsi adrenergik jantung berubah pada fase
akut, meskipun belum jelas apakah peningkatan aktivitas otonom simpatik langsung
atau peningkatan kemampuan reaksi adrenergik otot jantung (myocardial adrenergic
responsiveness) yang merupakan mekanisme
utama. Faktor mekanis juga berperan, seperti
gangguan bilik kiri jantung yang disebut transient dynamic obstruction of the left-ventricular
(LV) outflow tract atau LV mid-cavity obstruction. Pada BHS, dijumpai nekrosis jaringan
otot jantung (contraction-band necrosis in the
myocardial tissue) yang berpotensi menimbulkan kematian. Dijumpai peningkatan kadar
katekolamin sistemik. BHS juga dapat terjadi
setelah pemberian epinefrin atau dobutamin
intravena. Pria memiliki kadar katekolamin lebih tinggi, namun wanita memiliki respon berlebih sehingga kadar katekolamin meningkat.
Insiden BHS meningkat pada wanita disebabkan berkurangnya kadar estrogen yang bersifat kardioprotektif setelah menopause.17,18
(c). Kelainan EKG berupa peningkatan segmen-ST dan/atau pembalikan gelombang-T yang baru. Kadar troponin jantung di serum meningkat sedang.
(d). Tidak disertai phaeochromocytoma atau
myocarditis.
Keempat kriteria ini harus ada atau dijumpai
pada penderita. BHS bisa kambuh, namun jarang.
Indikator penting BHS:
1. Nyeri dada
2. Perubahan EKG iskemi
3. Enzim jantung sedikit meningkat
4. Ketidaknormalan gerakan dinding jantung
Gangguan fungsi ventrikel kanan dilaporkan pada 26-30% kasus BHS. Gagal jantung
kongestif yang tiba-tiba, dyspnea, hipotensi
juga dijumpai pada beberapa kasus BHS. Pada
kondisi lebih jarang, ditandai dengan hiperkontraksi ventrikel kiri (hypercontracting left
ventricular apex) dan perlambatan gerakan
otot dasarnya (hypokinetic base). Keadaan ini
disebut sebagai kebalikan BHS (inverted takotsubo syndrome), dijumpai pada penderita
penyakit intrakranial berat atau pheochromocytoma crisis. Gejala klinis BHS memang hampir tidak dapat dibedakan dengan sindrom
koroner akut. Nyeri dada terkadang disertai
dengan dyspnea, palpitasi, berkeringat banyak (diaphoresis), mual, atau hilang kesadaran
sementara (syncope).7,22,23
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berbagai pemeriksaan berikut9,10,12,16,23 dapat dilakukan sesuai indikasi dan bila fasilitas
tersedia.
A.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Peningkatan minimal kadar CK-MB
serum.
2. Konsentrasi serum troponin I dan/
atau T, serta kadar peptida natriuretik plasma juga meningkat.
3. Kadar plasma katekolamin meningkat 2-3 kali; bisa juga tidak meningkat.
4. Penurunan kadar serum N-terminal
fragment of brain natriuretic peptide
(NT-proBNP) menandakan prognosis baik. Kadar NT-proBNP dapat
memperkirakan pemburukan dan
pemulihan keadaan otot jantung.
257
4/10/2012 2:56:02 PM
TINJAUAN PUSTAKA
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
258
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 258
Indikasi
ACE* inhibitor
Anxiolytic
Aspirin
Antiplatelet agent/anticoagulant
Beta-bloker
Keterangan:
* ACE = angiotensin-converting enzyme.
Terapi awal mirip terapi sindrom koroner akut, terutama
STEMI (ST-elevation myocardial infarction).
PENDEKATAN LAIN
Terapi optimal BHS awalnya ditujukan untuk
segera menangani iskemi miokard. Kateterisasi harus segera dilakukan jika diagnosis penyakit obstruksi koroner belum bisa disingkirkan.
PENCEGAHAN
Diperlukan sikap-paradigma berpikir yang
luas, arif-bijaksana, komprehensif, diiringi berbagai pendekatan. Berpola hidup seimbang,
teratur, dan tidak berlebihan, terutama di
dalam makan, berpikir, berbicara, dan berperilaku. 12-13
KOMPLIKASI
Syok jantung (cardiogenic shock 6,5%), gagal
jantung kongestif (3,8%), takikardi ventrikuler
(1,6%), kematian (3,2% - 21%). Meskipun BHS
berpotensi menyebabkan kematian, pemulihan fungsi ventrikel kiri umumnya tercapai dalam waktu 2-4 minggu. Pada beberapa kasus,
dapat dijumpai hipotensi. Meskipun jarang,
dapat terjadi komplikasi serius lain, seperti
cacat/kerusakan sekat bilik jantung (ventricu-
4/10/2012 2:56:03 PM
TINJAUAN PUSTAKA
lar septal defect), robekan bilik jantung kiri (left
ventricular rupture), pembentukan trombus
(apical thrombus formation), dan stroke.2,20,31
PROGNOSIS
Kelainan-gangguan otot jantung (cardiomyopathy) pada BHS dapat membaik/pulih kembali pada lebih dari 90% penderita. Jarang
terjadi kekambuhan.23,32,33
CATATAN TAMBAHAN34
percaya merupakan bagian calciumbinding complex dari serabut otot (myofilaments) yang tipis. Troponin jantung
spesifik untuk otot jantung, mampu
mendeteksi cedera otot jantung. Troponin C, I, dan T merupakan protein
yang membentuk filamen tipis serabut
otot dan mengatur gerakan kontraktil protein di jaringan otot. Troponin I
merupakan subunit troponin di otot
dan tulang rawan yang menghalangi
pembentukan pembuluh darah dan sedang diteliti sebagai terapi kanker yang
potensial.
Peptida Natriuretik: Natriuretic peptides
seperti atrial natriuretic peptide (ANP),
N-terminal proANP (NT-proANP), B-type
natriuretic peptide (BNP), dan N-terminal
proBNP (NTproBNP) merupakan keluarga
peptides terstruktur yang muncul sebagai
biomarker (petunjuk) potensial dalam
mendiagnosis dan meramalkan perjalanan penderita gagal jantung kongestif (congestive heart failure, CHF). Sebagai
respon terhadap cardiac overload, ANP
disekresi dari atrium, sedangkan BNP
dikeluarkan dari ventrikel.
NILAI NORMAL
Creatinine kinase (CK) < 145 U/L; troponin T
< 0.1 ng/mL; troponin I < 0.3 ng/mL (bagian
Kardiologi Barmherzigen Schwestern Linz,
Austria).
Menurut American College of Cardiology dan
American Heart Association:
CK-MB: 1013 units/L. Nilai mulai meningkat dalam 3-4 jam dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam. Kembali normal dalam
2-4 hari.
259
4/10/2012 2:56:04 PM
TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1.
Cebelin MS, Hirsch CS. Human stress cardiomyopathy. Myocardial lesions in victims of homicidal assaults without internal injuries. Hum. Pathol. 1980.;11:123-32.
2.
Koulouris S, Pastromas S, Sakellariou D, Kratimenos T, Piperopoulos P, Manolis AS. Takotsubo Cardiomyopathy: The Broken Heart Syndrome. Hellenic J Cardiol. 2010;51:451-457.
3.
Prasad A. Apical Ballooning Syndrome: An Important Differential Diagnosis of Acute Myocardial Infarction. Circulation 2007;115;e56-e59.
4.
Primetshofer D, Agladze R, Kratzer H, Reisinger J, Siostrzonek P. Tako-Tsubo syndrome: an important differential diagnosis in patients with acute chest pain. Wien Klin Wochenschr (The
Middle European Journal of Medicine). 2010;122:37-44.
5.
Sato H, Tateishi H, Uchida T, et al. Takotsubo type cardiomyopathy due to multivessel spasm. In: Kodama K, Haze K, Hon M, eds. Clinical aspect of myocardial injury: from ischaemia to heart
6.
Brandspiegel HZ, Marinchak RA, Rials SJ, et al. A broken heart. Circulation 1998;98:1349.
7.
Akashi YJ, Nef HM, Mllmann H, Ueyama T. Stress Cardiomyopathy. Ann Rev Med. 2010. 61:271-86.
8.
Elian D, Osherov A, Matetzky S, et al. Left ventricular apical ballooning: not an uncommon variant of acute myocardial infarction in women. Clin Cardiol. 2006;29(1):9-12.
9.
Parodi G, Del Pace S, Carrabba N, et al. Incidence, clinical findings, and outcome of women with left ventricular apical ballooning syndrome. Am J Cardiol. 2007;99(2):1825.
10. Sealove BA, Tiyyagura S, Fuster V. Takotsubo Cardiomyopathy. J Gen Intern Med 23(11):1904-8.
11. Buchholz S, Rudan G. Tako-tsubo syndrome on the rise: a review of the current literature. Postgrad Med J 2007;83:261-264.
12. Primetshofer D, Agladze R, Kratzer H, Reisinger J, Siostrzonek P. Tako-Tsubo syndrome: an important differential diagnosis in patients with acute chest pain. Wien Klin Wochenschr (The
Middle European Journal of Medicine). 2010;122:3744.
13. Facciorusso A, Vigna C, Amico C, et al. Prevalence of Tako-Tsubo Syndrome among patients with suspicion of acute coronary syndrome referred to our centre. Int J Cardiol. 2009; 134:
255-9.
14. Elesber A, Lerman A, Bybee KA, et al. Myocardial perfusion in apical ballooning syndrome correlate of myocardial injury. Am Heart J. 2006; 152: 469.e9-13.
15. Pop L, Morel O, Ohlmann P, Faur A, Roul G, Bareiss P, et.al. The Tako-Tsubo cardiomyopathy or Broken Heart Syndrome. Clinical characteristics, demographics and prognosis of this entity
in Alsace, France. TMJ 2008;58(3-4):170-6.
16. Ibanez B, Novarro F, Cordoba M, M-Alberca P, Farre J. Tako-tsubo transient left ventricular apical ballooning: is intravascular ultrasound the key to resolve the enigma? Heart
2005;91:102-4.
17. Kuroswski V, Kaiser A, von Hof K, Killermann DP, Mayer B, Hartmann F, et al. Apical and midventricular transient left ventricular dysfunction syndrome (tako-tsubo cardiomyopathy): frequency, mechanism, and prognosis. Chest 2007;132:809-16.
18. Prasad A, Lerman A, Rihal CS. Apical ballooning syndrome (Tako-Tsubo or stress cardiomyopathy): a mimic of acute myocardial infarction. Am Heart J. 2008;155:408-17.
19. Bybee KA, Kara T, Prasad A, et al. Systematic review: transient left ventricular apical ballooning: a syndrome that mimics ST-segment elevation myocardial infarction. Ann Intern Med.
2004;141:858-65.
20. Prasad A, Lerman A, Rihal CS. Apical ballooning syndrome (Tako-Tsubo or stress cardiomyopathy): a mimic of acute myocardial infarction. Am Heart J. 2008;155:40817.
21. Wittstein IS. Acute stress cardiomyopathy. Curr Heart Fail Rep. 2008;5:61-8.
22. Akashi YJ, Nakazawa K, Sakakibara M, Miyake F, Koike H, Sasaka K. The clinical features of takotsubo cardiomyopathy. QJM 2003;96:563-73.
23. Wahab A, Wahab S, Panwar R, Alvi S. Tako-tsubo Cardiomyopathy or Broken Heart Syndrome. Iranian Cardiovascular Res J. 2010;4(1):33-4.
24. Kaneko N, Matsuda R, Hata Y, Shimamoto K. Pharmacological characteristics and clinical applications of K201. Curr. Clin. Pharmacol. 2009;4(2):126-31.
25. Smits GJ, McVey M, Cox BF, Perrone MH, Clark KL. Cardioprotective effects of the novel adenosine A1/A2 receptor agonist AMP 579 in a porcine model of myocardial infarction. J Pharmacol
Exp Ther. 1998;286:611-8.
26. Ven R, Tosetti F. The role of glycogen synthase kinase-3 in the decision between cell survival and cell death. Emerging Signaling Pathways in Tumor Biology 2010: 95-116.
27. Banach M, Rysz J, Goch A, Mikhailidis DP, Rosano GMC. The Role of Trimetazidine After Acute Myocardial Infarction. Curr Vasc Pharmacol 2008;6(4):282-91.
28. Cavalheiro RA, Marin RM, Rocco SA, Cerqueira FM, Caldeira da Silva CC, et al. Potent Cardioprotective Effect of the 4-Anilinoquinazoline Derivative PD153035: Involvement of Mitochondrial
KATP Channel Activation. PLoS ONE 2010;5(5):1-8: e10666.
29. Nykamp D, Titak JA. Takotsubo Cardiomyopathy, or Broken-Heart Syndrome. Ann Pharmacother 2010;44:590-3.
30. Donohue D, Movahed M-R. Clinical characteristics, demographics and prognosis of transient left ventricular apical ballooning syndrome. Heart Fail Rev. 2005; 10: 311-6.
31. Nyui N, Yamanaka O, Nakayama R, Sawano M, Kawai S. Tako-Tsubo transient ventricular dysfunction: a case report. Jpn Circ J 2000;64:715-9.
32. Elesber AA, Prasad A, Lennon RJ, Wright RS, Lerman A, Rihal CS.Four-year recurrence rate and prognosis of the apical ballooning syndrome. J Am Coll Cardiol 2007;50:448-52.
33. Encyclopedia of Surgery. Cardiac marker tests. http://www.surgeryencyclopedia.com/A-Ce/Cardiac-Marker-Tests.html. Accessed on 2011 Feb 14.
260
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 260
4/10/2012 2:56:05 PM