Professional Documents
Culture Documents
Pada keadaan istirahat, resting potential dari sel olfaktori yaitu sebesar -55mV. Sedangkan,
pada keadaan terdepolarisasi, membrane potential sel olfaktori yaitu sebesar -30mV. Graded
potential dari sel olfaktori menyebabkan potensial aksi pada sel mitral dan tufted yang
terdapat pada bulbus olfaktorius.3
Pada membran mukus olfaktori, terdapat ujung saraf bebas dari saraf trigeminus yang
menimbulkan sinyal nyeri. Sinyal ini dirangsang oleh odoran yang bersifat iritan, seperti
peppermint, menthol, dan klorin. Perangsangan ujung saraf bebas ini menyebabkan bersin,
lakrimasi, inhibisi pernapasan, dan refleks respons lain terhadap iritan hidung.2
Terdapat tiga syarat dari odoran tersebut supaya dapat merangsang sel olfaktori, yaitu:3
Bersifat larut dalam udara, sehingga odoran tersebut dapat terhirup hidung
Bersifat larut air/hidrofilik, sehingga odoran tersebut dapat larut dalam mukus dan
berinteraksi dengan silia sel olfaktorius
Ambang rangsang dari sel olfaktori berbeda-beda terhadap masing-masing tipe odoran.
Beberapa odoran tersebut yaitu:
Penghidu pada manusia dapat mendeteksi berbagai jenis odoran yang berbeda, namun sulit
untuk dapat membedakan intensitas odoran yang berbeda. Untuk dapat membedakan
intensitas tersebut, perlu terdapat perbedaan konsentrasi odoran sebesar 30%. Kemampuan
penghidu untuk dapat membedakan berbagai odoran yang berbeda diperankan oleh
glomerulus yang terdapat pada bulbus olfaktorius. Terdapat sekitar 1000 dari protein reseptor
untuk odoran yang berbeda, yang masing-masing reseptor tersebut terdapat pada satu sel
olfaktori. Terdapat sekitar 2 juta sel olfaktori yang masing-masingnya berproyeksi pada dua
dari 1800 glomeruli. Hal ini menyebabkan adanya proyeksi yang berbeda-beda untuk setiap
odoran.
Adaptasi
Sel olfaktori mengalami adaptasi yang cepat pada detik pertama, yaitu sekitar 50% adaptasi
terjadi. Sedangkan, 50% adaptasi sisanya terjadi dalam waktu yang lambat. Adaptasi ini
diperankan oleh sel-sel pada glomerulus di bulbus olfaktorius dan sistem saraf pusat. Pada
glomerulus, terdapat sel periglomerular dan sel granul. Kedua sel tersebut berperan dalam
inhibisi lateral yang dicetuskan oleh sinyal pada sel mitral dan sel tufted. Sel mitral dan sel
tufted yang teraktivasi kemudian melepaskan neurotransmiter glutamat dan menyebabkan
eksitasi sel granul. Sel granul tersebut kemudian melepaskan GABA dan menginhibisi sel
mitral dan sel tufted. Sel periglomerular dan sel granul tersebut juga berespon terhadap
feedback dari sel saraf pusat yang menginhibisi sel olfaktorius, sehingga terjadi penekanan
pada transmisi sinyal yang menuju bulbus olfaktorius. Selain itu, adaptasi ini juga diperankan
oleh aktivasi ion Ca2+ melalui kanal ion CNG (cyclic nucleotide-gated) yang mengaktivasi
kalmodulin. Ion Ca2+ ini menyebabkan adaptasi dari mekanisme transduksi dan penurunan
respons terhadap stimulus. Sedangkan, adaptasi yang diperankan oleh sistem saraf pusat
memiliki peran yang lebih besar dibandingkan adaptasi pada glomerulus.2,3,4
Jaras olfaktorius
Sinyal pada sel mitral dan sel tufted pada bulbus olfaktorius menjalar menuju traktus
olfaktorius. Traktus olfaktorius kemudian menuju area olfaktorius primer pada korteks
serebral, yaitu pada lobus temporalis bagian inferior dan medial. Aktivasi pada area ini
menyebabkan adanya kesadaran terhadap odoran tertentu yang dihirup. Selain itu, traktus
tersebut menuju dua area, yaitu area olfaktorius medial dan area olfaktorius lateral.1,3
1. Adanya inflamasi pada saraf olfaktorius, seperti infeksi virus yang merusak sel
olfaktori, sarkoidosis, granulomatosis Wegener, dan multiple sclerosis
2. Kelainan kongenital yang menyebabkan tidak terbentuknya jaras saraf tertentu
3. Gangguan endokrin
4. Trauma kepala
5. Obat-obatan yang mempengaruhi saraf olfaktori, seperti alkohol, nikotin, dan garam
Zinc
6. Usia tua, yang menyebabkan penurunan jumlah sel mitral pada bulbus olfaktorius
7. Penyakit degeneratif pada sistem saraf pusat, seperti penyakit Parkinson, penyakit
Alzheimer, dan lain-lain
Beberapa gangguan dari sistem penghidu dapat berupa:
Anosmia6
Anosmia merupakan hilangnya kemampuan untuk menghidu, dan dapat bersifat parsial atau
total. Hal ini dapat disebabkan oleh kongesti nasal atau terhambatnya hidung dalam
membaui, sehingga udara yang berisi odoran tidak dapat larut dalam membran mukus dan
berikatan dengan reseptor pada silia sel olfaktorius. Beberapa penyebab dari anosmia yaitu:
Alergi
Penyakit flu
Polip nasal
Tumor nasal
Penyakit Alzheimer
Gangguan saraf
Gangguan nutrisi
Obat-obatan
Terganggunya kemampuan menghidu ini berperan besar dalam interpretasi merasakan rasa
makanan. Sebenarnya, kemampuan lidah dalam mengecap tidak berkurang. Namun,
penghidu berperan besar dalam menentukan enak atau tidaknya makanan sehingga penurunan
fungsi penghidu menyebabkan kenikmatan terhadap makanan berkurang.
Hiposmia7
Hiposmia merupakan penurunan sensitivitas menghidu. Biasanya, hiposmia merupakan tanda
awal dari penyakit Parkinson.
Disosmia8
Disosmia merupakan kesalahan persepsi dari odoran yang dihirup. Terdapat dua jenis
disosmia, yaitu:
Troposmia, merupakan kesalahan persepsi terhadap suatu odoran. Etiologi dari troposmia ini
masih belum diketahui secara pasti. Terdapat hipotesis di mana adanya gangguan fungsi pada
sel olfatori atau gangguan interpretasi pada sistem saraf pusat.
Pantosmia, merupakan adanya persepsi terhadap odoran namun molekul odoran tersebut
tidak ada. Pantosmia dapat disebabkan oleh sel saraf abnormal yang menimbulkan sinyal
abnormal yang menuju otak sehingga terjadi persepsi adanya odoran, atau adanya gangguan
fungsi sel inhibisi olfaktori. Pantosmia ini biasanya merupakan tanda-tanda sebelum kejang
muncul.