You are on page 1of 30

LAPORAN KASUS

HEMATEMESIS-MELENA PADA SIROSIS HEPATIS

Disusun Oleh :
Nurichwani Wardianda
030.11.220

Pembimbing :
Dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
PERIODE 10 AGUSTUS 17 OKTOBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
CAWANG, JAKARTA TIMUR

Nama Co-Ass : Nurichwani Wardianda


NIM

: 030.11.220

Pembimbing

: Dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

I. IDENTITAS PASIEN
Nomor RM
: 98.77.93
Nama
: Tn. K
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 46 tahun
Suku Bangsa
:Alamat
: Jl. Balai Rakyat gg. Srikaya, RT 07/RW 04. Cakung Timur
Pekerjaan
: Buruh
Pendidikan
:Agama
: Kristen
Status Pernikahan : Menikah
Ruang Perawatan : 604
Tanggal Masuk : 19 Agustus 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap pasien dan
istri pasien dikarenakan kondisi pasien yang lemah sehingga memerlukan bantuan orang
lain untuk menjawab sebagian besar anamnesis yang dilakukan pada hari Rabu,20
Agustus 2015 di ruang perawatan lantai 6 Barat RSUD Budhi Asih.
1. Keluhan Utama :
Muntah darah sebanyak 2 kali sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
2.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan utama muntah darah sebanyak 2 kali sejak 5 jam
sebelum masuk rumah sakit (SMRS), yaitu pada jam 23.00 WIB dan 03.00 WIB.
Muntah berwarna hitam kental. Pada awalnya pasien merasa mual kemudian
muntah. Pasien juga mengeluhkan buang air besar (BAB) berwarna hitam dengan
konsistensi kental. Pasien merasakan adanya nyeri di ulu hati. Pasien merasa lemas
dan nafsu makan menurun.

3.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah menderita penyakit liver pada 3 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi,
diabetes, dan asma disangkal.

4.

Riwayat Penyakit Keluarga :


1

Riwayat hipertensi, asma serta riwayat alergi dalam anggota keluarga pasien
disangkal, namun ibu pasien memiliki riwayat penyakit diabetes.
5.

Riwayat Kehidupan Pribadi, Sosial, dan Kebiasaan :


Pasien adalah seorang pekerja buruh. Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol. Riwayat transfusi darah (+) pada tahun 2012. Riwayat penggunaan narkoba
dan jarum suntik disangkal oleh pasien.

6.

Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah mendapatkan perawatan di RS Jawa Tengah pada tahun 2012 karena
penyakit liver. Pasien juga mendapatkan perawatan di RS Budhi Asih pada bulan
Juli 2015 karena hepatitis B dan sirosis hepatis.

7.

Riwayat Alergi :
Riwayat alergi pada pasien disangkal.

8.

Riwayat Lingkungan :
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Pencahayaan dan ventilasi di rumah
pasien cukup baik. Kebersihan cukup baik.

9.

Anamnesis menurut sistem :


Umum

: Pasien sadar, tampak sakit sedang, dan lemah.

Kulit

: Tidak ada keluhan.

Kepala

: Tidak ada keluhan.

Mata

: Tidak ada keluhan.

THT

: Tidak ada keluhan.

Leher

: Tidak ada keluhan.

Thoraks

: Tidak ada keluhan.

Abdomen

: Muntah darah hitam (+), mual (+), BAB warna hitam (+), nyeri perut
(+).

Saluran kemih : Warna kencing seperti air teh.


Genital

: Tidak ada keluhan.

Ekstremitas

: Tidak ada keluhan.

III. PEMERIKSAAN FISIK (20-08-2015)


Keadaan Umum

Kesadaran
Kesan sakit
Kesan gizi

: Compos mentis
: Tampak sakit sedang, lemah
: Tampak gizi cukup

Tanda-tanda Vital :
-

TD : 110/40 mmHg
N : 64 x/menit (sama kuat kanan dan kiri, isi cukup, reguler)
RR : 32 x/menit (pernapasan abdominothorakal)
S : 37,2oC (suhu axillaris)
Antropometri : BB: 60 kg, TB: 165 cm BMI : 22 (Normal)

Status Generalis :
KULIT
Warna kulit sawo matang, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik, efloresensi
bermakna (-).
KEPALA
Normochepali, deformitas (-), rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata

: conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflex


cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), ptosis (-), palpebra oedem
(-).

Telinga

: Normotia, nyeri tarik/ nyeri tekan (-/-), liang telinga lapang (+/+),
serumen (-/-)

Hidung

: Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum nasi lapang (+/+)

Mulut

: sianosis (-), bibir dan mukosa mulut tidak kering, tidak ada
efloresensi yang bermakna, oral hygiene baik, uvula letak di tengah,
tidak hiperemis, arkus faring tidak hiperemis dan tidak tampak
detritus.

LEHER
Inspeksi : KGB dan kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak
teraba membesar.
JVP

: 5+2 cm H2O

THORAKS
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak pernafasan simetris,
3

retraksi otot-otot pernapasan (-).


Palpasi : Ictus cordis teraba setinggi ICS 5 1 cm dari garis midclavicula kiri.
Perkusi : Didapatkan perkusi sonor pada kedua lapang paru.
- batas paru dengan hepar : setinggi ICS 5 linea midclavicula kanan dengan
suara redup
- batas paru dengan jantung kanan : setinggi ICS 3 hingga 5 linea sternalis
kanan dengan suara redup
- batas paru dengan jantung kiri : setinggi ICS 5, 1 cm linea midclavicula kiri
dengan suara redup
- batas atas jantung : setinggi ICS 3 linea parasternal kiri dengan suara
redup
Auskultasi :
- Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-) gallop (-).
- Paru : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronki (-/-).
ABDOMEN
Inspeksi

: Tidak tampak efloresensi bermakna, smiling umbilicus (-), hernia


umbilikalis (-), pulsasi abnormal (-), spider naevi (-).

Auskultasi : BU (+) 4x/menit.


Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-).

Palpasi

: Supel, defense muscular (-), NT (+).


Teraba pembesaran organ (+),
ballotement (-).

Nyeri
tekan

+ +
- -

EKSTREMITAS
Inspeksi

: Simetris, tidak tampak efloresensi bermakna, oedem (-), palmar eritema (-/-).

Palpasi

: Akral teraba hangat, oedem (-), CRT < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium (19/8/2015)

JENIS PEMERIKSAAN
HASIL
Leukosit
4.2
Eritrosit
1.7
Hemoglobin
3.6
Hematokrit
11
Trombosit
218
MCV
68.0
MCH
21.5
MCHC
31.4
RDW
22.1
KIMIA KLINIK HATI
AST/SGOT
46
ALT/SGPT
43
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu
138
GINJAL
Ureum
49
Kreatinin
0,98
ELEKTROLIT SERUM

SATUAN
ribu/uL
juta/uL
g/dL
%
ribu/uL
fL
Pg
g/dL
%

NILAI NORMAL
3.8-10.6
4.4-5.9
13.2-17.3
40-52
150 440
80 100
26 34
32 36
< 14

mU/dl
mU/dl

< 33
< 50

mg/dl

< 110

mg/dL
mg/dL

13 - 43
<1.2

Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)

mmol/L
mmol/L
mmol/L

135 155
3.6-5.5
98-109

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

5.2
2.7
5.8
20
150
72.5
21.2
29.2
20.1

ribu/uL
juta/uL
g/dL
%
ribu/uL
fL
Pg
g/dL
%

3.8-10.6
4.4-5.9
13.2-17.3
40-52
150 440
80 100
26 34
32 36
< 14

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

4.2
3.0
7.1
24
103
77.8
23.4
30
19.6

ribu/uL
juta/uL
g/dL
%
ribu/uL
fL
pg
g/dL
%

3.8-10.6
4.4-5.9
13.2-17.3
40-52
150 440
80 100
26 34
32 36
< 14

138
4.6
111

Pemeriksaan laboratorium (20/8/2015)


JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

Pemeriksaan laboratorium (21/8/2015)


JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

Pemeriksaan laboratorium (22/8/2015)


JENIS PEMERIKSAAN
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

HASIL
2.9
3.2
8.2
25
114
78.0
25.6
32.6
18.9

SATUAN
ribu/uL
juta/uL
g/dL
%
ribu/uL
fL
pg
g/dL
%

NILAI NORMAL
3.8-10.6
4.4-5.9
13.2-17.3
40-52
150 440
80 100
26 34
32 36
< 14

SATUAN
ribu/uL
juta/uL
g/dL
%
ribu/uL
fL
pg
g/dL
%

NILAI NORMAL
3.8-10.6
4.4-5.9
13.2-17.3
40-52
150 440
80 100
26 34
32 36
< 14

Pemeriksaan laboratorium (24/8/2015)


JENIS PEMERIKSAAN
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

HASIL
2.1
4.6
12.0
37
93
79.7
26.0
32.6
17.6

emeriksaan USG Abdomen

Kesan : splenomegali dengan v.lienalis melebar disertai ascites et efusi pleura dextra
EKG (19 Agustus 2015)

Kesimpulan : gambaran EKG normal


Endoskopi (26 Agustus 2015)

Hasil : - Tampak varises esofagus gr. III-IV, banyak


- Mukosa gaster tampak gastropaty hipertensi portal, di antrum tampak erosi
- mukosa duodenum normal, tak tampak kelainan.
Kesimpulan : Varises gr. III-IV

V.

RINGKASAN
Pasien laki-laki berusia 46 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan
muntah darah sebanyak 2 kali sejak 5 jam SMRS, yaitu pada jam 23.00 WIB dan 03.00
WIB. Muntah berwarna hitam kental. Mual (+). Keluhan buang air besar (BAB)
berwarna hitam (+), dengan konsistensi kental. Keluhan nyeri di ulu hati (+). Pasien
merasa lemas dan nafsu makan menurun.
Pasien memiliki riwayat pengobatan penyakit hepatitis B dan sirosis hepatis. Riwayat
transfusi darah (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan (+) di regio hipokondrium kanan dan
epigastrium. Pemeriksaan laboratorium ditemukan eritrosit 1.7 juta/uL, hemoglobin 3.6
g/dL, hematokrit 11%, MCV 68.0 fL, MCH 21.5 pg, MCHC 31.4 g/dL, RDW 22.1%,
SGOT 46 mU/dl, SGPT 43 mU/dl, GDS 138 mg/dl, ureum 49mg/dl.
8

Dari hasil USG didapatkan splenomegali dengan v.lienalis melebar disertai ascites et
efusi pleura dextra. Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan varises gr.III-IV.
I. DAFTAR MASALAH
1. Hematemesis-melena pada sirosis hepatis
2. Anemia et causa hematemesis-melena.
II. ANALISA MASALAH
1. Hematemesis-melena pada sirosis hepatis
Pada kasus ini, masalah hematemesis-melena pada sirosis hepatis dapat ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesis, yaitu adanya muntah darah berwarna hitam kental
disertai mual. Pasien juga mengaku BAB berwarna hitam dengan konsistensi kental.
Keluhan nyeri di ulu hati juga dirasakan pasien. Pasien merasa lemas dengan adanya
penurunan nafsu makan. Selain itu pasien juga pernah menjalani perawatan penyakit
sirosis hepatis dan hepatitis B serta riwayat transfusi (+). Pada pemeriksaan fisik
ditemukan nyeri tekan (+) di regio hipokondrium kanan dan epigastrium. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan hemoglobin 3.6 g/dL, hematokrit 11%, SGOT 46 mU/dl
dan SGPT 43 mU/dl.
2. Anemia et causa hematemesis-melena
Pada kasus ini masalah anemia dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, yaitu
adanya muntah darah berwarna hitam kental, BAB berwarna hitam dengan konsistensi
kental, pasien merasa lemas dan lemah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
konjungtiva anemis (+/+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 3.6
g/dL, hematokrit 11%, eritrosit 1.7 juta/uL, MCV 68.0 fL, MCH 21.5 pg, MCHC 31.4
g/dL, RDW 22.1%,

III. RENCANA DIAGNOSTIK


1. Hematologi lengkap
2. SGOT/SGPT, albumin
3. Ureum/kreatinin
4. EKG
5. Elektrolit
6. Pemeriksaan gula darah sewaktu
IV. PENATALAKSANAAN (19/08/2015)
- Farmakologis
- IVFD Asering/ 8 jam
- Dobutamin 5 micro
- Kalnex 3x1
- Vit.K 3x1
- Pumpitor 3x1
9

- Cendantron 3x8mg
- Rantin 3x1
- Non-farmakologis
- Transfusi PRC 750 cc
- Oksigen 2 L/menit
- Pemasangan NGT
V. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: ad malam

FOLLOW UP HARIAN
Tgl
20/8/15

Subjektif
BAB

Objektif
Kesadaran CM,

hitam (+)
kesan sakit TSS
Nyeri ulu TD: 110/40
-

hati (+)
Lemas

mmHg
N: 64 x/m
RR: 32 x/m
S: 37.2 C
CA -/- SI -/Cor : S1&2

Analisis
Hematemes
is-melena pada
sirosis hepatis

Perencanaan
Ceftriaxon
e 2x1
D10: RD :
Aminofusin
hepar (2:1:1)/
6 jam
Cendantro

reguler, M -, G
Pulmo : SN ves +/

+, Rh -/-, Wh -/Abdomen : supel,

3x1

BU (+) 4x/m, NT (+)

+ + - - - - Ekstremitas :
akral hangat +/+/+/+,

n 3x8 mg
Kalnex
Vit.k 3x1
Pumpitor
3x1

Rantin
2x1

PRC 500
cc

Cek H2TL

edema -/-/-/Lab (19/8) :


10

Hb: 3,6/ Ht: 11/


Eri:1,7/ MCV:68/
MCHC: 31,4/ RDW:
22.1/ SGOT: 46/ Ur:
21/8/15

49/ GDS:138/ Cl: 111


Nyeri ulu Kesadaran CM,
hati membaik
kesan sakit TSS
Perut
TD: 100/60
sedikit

membesar
Lemas

mmHg
N: 80 x/m
RR: 18 x/m
S: 36 C
CA -/- SI -/Cor : S1&2

reguler, M -, G
Pulmo : SN ves +/

Hematemes

Aminofusi

is-melena pada

n hepar/ 24

sirosis hepatis

jam
-

Ceftriaxon
e 2x1
Kalnex
3x1

Vit.k 3x1
Pumpitor
3x1

+, Rh -/-, Wh -/Abdomen : supel,

Rantin
2x1

BU (+) 4x/m, NT (-),


ascites (+)
Ekstremitas :

Furosemid
tab 1x1
Spironola

kton 2x50
Curcuma

akral hangat +/+/+/+,


edema -/-/-/Lab (20/8) :
Hb: 5,8/ Ht: 20/ Leu:

3x1
-

PRC 500
cc

5,2/ Trom: 150/


Eri:2.7/ MCV:72.5/
MCH: 21.2/ MCHC:
29.2/ RDW: 20.1
22/8/15

- Nyeri ulu

- Kesadaran CM, kesan

hati (+)
- Perut

sakit TSS
- TD: 110/50 mmHg
- N: 80 x/m
- RR: 20 x/m
- S: 35,9 C
- CA -/- SI +/+
- Cor : S1&2 reguler, M

membesar

-, G
- Pulmo : SN ves +/+,
Rh -/-, Wh -/-

Hematemes

Aminofusi

is-melena pada

n hepar/ 24

sirosis hepatis

jam

dengan
perbaikan

Ceftriaxon
e 2x1
Kalnex
3x1

Vit.k 3x1
Pumpitor
3x1
11

- Abdomen : supel,

BU(+) 1x/m, NT (+)

Rantin
2x1

- + - - - - - ascites (+), teraba lien

Furosemid

tab 1x1
Spironola
-

(+)
- Ekstremitas : akral

kton 2x50
Curcuma

3x1
- PRC 500 cc

dingin -/-/+/+, edema


-/-/-/- Lab (20/8) :
Hb: 7.1/ Ht: 24/ Leu:
4.2/ Trom: 103/
Eri:3.0/ MCV:77.8/
MCH: 23.4/ MCHC:
24/8/15

- Perut
membesar
- BAB &
BAK sedikit

30.0/ RDW: 19.6


- Kesadaran CM, kesan
sakit TSS
- TD: 110/60 mmHg
- N: 64 x/m
- RR: 24 x/m
- S: 36.7 C
- CA -/- SI -/- Cor : S1&2 reguler,

Hematemes

Aminofusi

is-melena pada

n hepar/ 24

sirosis hepatis

jam
-

Ceftriaxon

e 2x1
Ondancent

M -, G
- Pulmo : SN ves +/+,

ron 3x8
Kalnex

Rh -/-, Wh -/- Abdomen : supel,

dengan
perbaikan.

3x1

BU(+) 1x/m, NT (+)


- + - - - - - ascites (+), teraba
lien (+)
- Ekstremitas : akral
dingin -/-/+/+, edema
-/-/-/- Lab (22/8) :
Hb: 8.2/ Ht: 25/ Leu:

Vit.k 3x1
Pumpitor
3x1

Rantin
2x1

Furosemid

tab 1x1
Spironola
kton 2x50
Curcuma
3x1
-

Rencana
endoskopi
(25/8/15)
12

2.9/ Trom: 114/


Eri:3.2/ MCV:8/
MCH: 25.6/ MCHC:
25/8/15

- BAK warna
teh

32.6/ RDW: 18.9


- Kes : CM, kesan sakit

TSS
- TD: 110/60 mmHg
- N: 64 x/m
- RR: 18 x/m
- S: 36 C
- CA -/- SI -/- Cor : S1&2 reguler, M

Hematemes

is-melena pada

n hepar/ 24

sirosis hepatis
dengan
perbaikan

Aminofusi
jam

Ceftriaxon

e 2x1
Ondancent

ron 3x8
Kalnex

-, G
- Pulmo : SN ves +/+,

3x1

Rh -/-, Wh -/- Abdomen : supel,

BU(+), NT (+)

Vit.k 3x1
Pumpitor
3x1

berkurang

Rantin
2x1

- + - - - - - ascites (+),shifting

Furosemid

2x1 amp
Furosemid

dullnes (+).
- Ekstremitas : akral

1x1 tab
Spironola

kton 2x50
Curcuma

hangat +/+/+/+, edema


-/-/-/- Lab (24/8) :
Hb: 12/ Ht: 37/ Leu:

3x1
-

Rencana
endoskopi

2.1/ Trom: 93/ Eri:4.6/

(26/8/15)

MCV:79.7/ MCH: 26/


MCHC: 32.6/ RDW:
26/8/15

- BAK
berkurang

17.6
- Kes : CM, kesan sakit
TSS
- TD: 98/60 mmHg
- N: 68 x/m
- RR: 20 x/m
- S: 35.8 C
- CA -/- SI -/- Cor : S1&2 reguler, M

Hematemes
is-melena pada
sirosis hepatis
dengan
perbaikan

- Aminofusin
hepar/ 24 jam
- Kalnex 3x1
- Vit.k 3x1
- Pumpitor 3x1
- Rantin 2x1
- Furosemid 2x1
inj
13

-, G
- Pulmo : SN ves +/+,
Rh -/-, Wh -/- Abdomen : supel,
BU(+) 1x/m, NT (+)
berkurang
- + +
- - - - - ascites (+),shifting

- Furosemid 1x1
tab
- Spironolakton
2x50
- Curcuma 3x1
- Propanolol
2x10
- Albuman 100
cc 2x

dullnes (+).
- Ekstremitas : akral
hangat +/+/+/+, edema
-/-/+/+
- Lab (24/8) :
Hb: 12/ Ht: 37/ Leu:
2.1/ Trom: 93/
Eri:4.6/ MCV:79.7/
MCH: 26/ MCHC:
32.6/ RDW: 17.6
- Endoskopi : Varises
gr.III-IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. VARISES ESOFAGUS
Varises esofagus adalah terjadinya distensi vena submukosa yang diproyeksikan ke
dalam lumen esofagus pada pasien dengan hipertensi portal. Hipertensi portal adalah
peningkatan tekanan aliran darah portal lebih dari 10 mmHg yang menetap, sedangkan
tekanan dalam keadaan normal sekitar 5-10 mmHg. Hipertensi portal paling sering
disebabkan oleh sirosis hati. Sekitar 50% pasien dengan sirosis hati akan terbentuk varises
esofagus, dan sepertiga pasien dengan varises akan terjadi perdarahan yang serius dari
varisesnya dalam hidupnya.
Perdarahan varises esofagus mempunyai rata-rata morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi dibandingkan perdarahan saluran cerna atas lainnya, seperti misalnya ulkus
peptikum. Bila tidak diterapi, mortalitas varises esofagus adalah 30-50%, namun bila
14

dilakukan terapi maka mortalitasnya menurun hingga 20%. Angka kematian tertinggi
terjadi pada beberapa hari pertama hingga beberapa minggu perdarahan awal. (1)
EPIDEMIOLOGI
Varises paling sering terjadi pada beberapa sentimeter esofagus bagian distal
meskipun varises dapat terbentuk dimanapun di sepanjang traktus gastrointestinal. Sekitar
50% pasien dengan sirosis akan terjadi varises gastroesofagus dan sekitar 3070% akan
terbentuk varises esofagus (Tabel 1). Sekitar 430% pasien dengan varises yang kecil
akan menjadi varises yang besar setiap tahun dan karena itu mempunyai risiko akan terjadi
perdarahan.
Tabel 1. Epidemiologi varises esofagus dan hubungannya dengan penyakit hati(8)

Varises gastroesofagus berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit hati.


Keparahan dari sirosis hati dapat dinilai dengan menggunakan sistem klasifikasi ChildPugh (Tabel 2). Tingkat keparahan penyakit hati yang berat (Child-Pugh C) mempunyai
risiko perdarahan varises esofagus berulang yang lebih besar dibandingkan dengan pasien
dengan tingkat keparahan penyakit hati yang lebih ringan (Child-Pugh B). Walaupun
pengelolaan perdarahan gastrointestinal telah banyak berkembang namun mortalitasnya
relatif tidak berubah, masih berkisar 8-10%. Hal ini dikarenakan bertambahnya kasus
perdarahan dengan usia lanjut dan akibat komorbiditas yang menyertai.
Tabel 2. Klasifikasi beratnya sirosis dari Child-Pugh

15

PATOFISIOLOGI
Sirosis merupakan fase akhir dari penyakit hati kronis yang paling sering
menimbulkan hipertensi portal (Gambar 3). Tekanan vena porta merupakan hasil dari
tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran darah pada portal bed. Pada sirosis, tahanan
vaskuler intrahepatik dan aliran porta keduanya sama-sama meningkat. Bila ada obstruksi
aliran darah vena porta, apapun penyebabnya, akan mengakibatkan naiknya tekanan vena
porta. Tekanan vena porta yang tinggi merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral
portosistemik, meskipun faktor lain seperti angiogenesis yang aktif dapat juga menjadi
penyebab. Walaupun demikian, adanya kolateral ini tidak dapat menurunkan hipertensi
portal karena adanya tahanan yang tinggi dan peningkatan aliran vena porta. Kolateral
portosistemik ini dibentuk oleh pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang
menghubungkan sistem vena porta dan vena kava superior dan inferior. Aliran kolateral
melalui pleksus vena-vena esofagus menyebabkan pembentukan varises esofagus yang
menghubungkan aliran darah antara vena porta dan vena kava.

Gambar 3. Mekanisme hipertensi portal (8)


Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra, cabang-cabang
vena esofagus, vena gastrika short/brevis (melalui vena splenika), dan akan mengalirkan

16

darah ke vena azigos dan hemiazigos. Sedangkan vena gastrika sinistra menerima aliran
darah dari vena porta yang terhambat masuk ke hepar (Gambar 4).

Gambar

4.

Anastomosis portocaval pada hipertensi porta (9)


Sistem vena porta tidak mempunyai katup, sehingga tahanan pada setiap level antara
sisi kanan jantung dan pembuluh darah splenika akan menimbulkan aliran darah yang
retrograde dan transmisi tekanan yang meningkat. Anastomosis yang menghubungkan
vena porta dengan sirkulasi sistemik dapat membesar agar aliran darah dapat menghindari
(bypass) tempat yang obstruksi sehingga dapat secara langsung masuk dalam sirkulasi
sistemik.
Hipertensi portal paling baik diukur secara tidak langsung dengan menggunakan
wedge hepatic venous pressure (WHVP). Perbedaan tekanan antara sirkulasi porta dan
sistemik (hepatic venous pressure gradient, HVPG) sebesar 1012 mmHg diperlukan
untuk terbentuknya varises. HVPG yang normal adalah sekitar 510 mmHg. Pengukuran
tunggal berguna untuk menentukan prognosis dari sirosis yang kompensata maupun yang
tidak kompensata, sedangkan pengukuran ulang berguna untuk memonitoring respon
terapi obat-obatan dan progresifitas penyakit hati.
Bila tekanan pada dinding vaskuler sangat tinggi dapat terjadi pecahnya varises.
Kemungkinan pecahnya varises dan terjadinya perdarahan akan meningkat sebanding
dengan meningkatnya ukuran atau diameter varises dan meningkatnya tekanan varises,
yang juga sebanding dengan HVPG. Sebaliknya, tidak terjadi perdarahan varises jika
HVPG di bawah 12 mmHg. Risiko perdarahan ulang menurun secara bermakna dengan
adanya penurunan dari HVPG lebih dari 20% dari baseline. Pasien dengan penurunan
HVPG sampai <12 mmHg, atau paling sedikit 20% dari baseline, mempunyai
17

kemungkinan yang lebih rendah untuk terjadi perdarahan varises berulang, dan juga
mempunyai risiko yang lebih rendah untuk terjadi asites, peritonitis bakterial dan
kematian.

ETIOLOGI
Etiologi terjadinya varises esofagus dan hipertensi portal adalah penyakit-penyakit
yang dapat mempengaruhi aliran darah portal. Etiologi ini dapat diklasifikasikan sebagai
prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik (Tabel 3).
Tabel 3. Etiologi hipertensi (10)
Prehepatik

Intrahepatik

Pascahepatik

Trombosis vena plenik


Trombosis vena porta
Kompresi ekstrinsik

Sindroma Budd-

pada vena porta

Fibrisis hepatik kongenital


Hipertensi portal idiopatik
Tuberkulosis
Schistosomiasis
Sirosis bilier primer
Sirosis alkoholik
Sirosis virus hepatitis B
Sirosis virus hepatitis C
Penyakit wilson
Defisiensi antitripsin alfa-1
Hepatitis aktif kronis
Hepatitis fulminan

Chiari
Trombosis vena
kava inferior
Perikarditis
konstriktif
Penyakit

hati

venooklusif

MANIFESTASI KLINIS
Varises esofagus bersifat asimtomatis, hingga akhirnya pecah dan menimbulkan
hematemesis (muntah darah merah terang atau seperti kopi) dengan/tanpa melena
(berwarna hitam seperti tar dan berbau busuk) pecah varises esofagus sering digambarkan
dengan darah yang berkumpul pada kerongkongan dan sebenarnya tidak dimuntahkan.
Adanya melena menandakan bahwa darah telah berada di dalam saluran cerna minimal
selama 14 jam. Perdarahan varises yang berat dapat menimbulkan gejala/tanda
hipovolemik dan mengancam nyawa. (2)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus varises esofagus dapat dilakukan pemeriksaan hematologi rutin, analisis
gas darah, dan saturasi O2 serta fungsi ginjal dan hati untuk mengevaluasi adanya
18

kegawatdaruratan. Prosedur endoskopi dilakukan untuk memastikan etiologi perdarahan


sekaligus sebagai agen terapeutik. (2)
DIAGNOSIS
Varises esofagus biasanya tidak memberikan gejala bila varises belum pecah yaitu bila
belum terjadi perdarahan. Oleh karena itu, bila telah ditegakkan diagnosis sirosis
hendaknya dilakukan skrining diagnosis melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
(EGD) yang merupakan standar baku emas untuk menentukan ada tidaknya varises
esofagus. Pada pasien dengan sirosis yang kompensata dan tidak didapatkan varises,
ulangi EGD setiap 23 tahun, sedangkan bila ada varises kecil, maka pemeriksaan EGD
diulangi setiap 12 tahun. Pada sirosis yang dekompensata, lakukan pemeriksaan EGD
setiap tahun.
Bila standar baku emas tidak dapat dikerjakan atau tidak tersedia, langkah diagnostik
lain yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan ultrasonografi Doppler dari sirkulasi
darah (bukan ultrasonografi endoskopik). Alternatif pemeriksaan lainnya adalah
pemeriksaan radiografi dengan menelan barium dari esofagus dan lambung, dan angiografi
vena porta serta manometri. Pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, sangatlah penting
menilai lokasi (esofagus atau lambung) dan besar varises, tanda-tanda adanya perdarahan
yang akan terjadi (imminent), perdarahan yang pertama atau perdarahan yang berulang,
serta bila mungkin untuk mengetahui penyebab dan beratnya penyakit hati. Varises
esofagus biasanya dimulai dari esofagus bagian distal dan akan meluas sampai ke esofagus
bagian proksimal bila lebih lanjut. Berikut ini adalah derajat dari varises esofagus
berdasarkan gambaran endoskopis (Gambar 5).

19

Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan gambaran derajat 1, terjadi dilatasi vena (<5
mm) yang masih berada pada sekitar esofagus. Pada derajat 2 terdapat dilatasi vena (>5
mm) menuju kedalam lumen esofagus tanpa adanya obstruksi. Sedangkan pada derajat 3
terdapat dilatasi yang besar, berkelok-kelok, pembuluh darah menuju lumen esofagus yang
cukup menimbulkan obstruksi. Dan pada derajat 4 terdapat obstruksi lumen esofagus
hampir lengkap, dengan tanda bahaya akan terjadinya perdarahan (cherry red spots).
Untuk menilai ada tidaknya perdarahan varises pada endoskopi, dapat digunakan
beberapa indikator berikut: perdarahan aktif yang terlihat kasat mata muncul dari varises
esofagus, biasanya menyembur (oozing) atau mengalir (spurting), adanya tanda bekas
perdarahan pada varises berupa white nipple sign atau temuan bekuan darah, tampak
varises esofagus yang berwarna merah dan ditemukan darah pada lambung tanpa adanya
sumber perdarahan lain, terlihat varises esofagus yang berwarna merah dengan manifestasi
klinis perdarahan saluran cerna atas, tanpa darah pada lambung.(2)
TATALAKSANA
Profilaksis Primer bertujuan untuk mencegah perdarahan varises. Pada setiap
kasus sirosis hepatis, pemeriksaan egd direkomendasikan untuk mendeteksi dan memantau
varises esofagus:
Bila tidak ditemukan varises: ulangi EGD setiap 2 tahun
Bila ditemukan varises derajat 1: ulangi EGD tiap 1 tahun
Bila ditemukan varises derajat 2-3 : berikan obat penyeka- nonselektif
(propanolol 80-160mh/hari PO) yang dapat dikombinasi dengan isosorbid
mononitrat dosis 2x20 mg/hari PO. Penggunaan nitrat sebagai monoterapi tidak
direkomendasikan lagi.
Target terapi : penurunan gradien tekanan vena hepatik hingga kurang dari <12
mmHg. Bila intoleran terhadap propanolol, pertimbangkan ligasi varises atau skeloterapi.
Bila tidak dapat diberikan propanolol maupun ligasi, pilihan terapi selanjutnya adalah
isosorbid mononitrat dosis 2x20 mg/hari PO.(2 )

B. SIROSIS HEPATIS

20

DEFINISI
Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning oranye (orange yellow), karena perubahan warna pada nodulnodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul yang mengelilingi parenkim
hepar.(3,4)
Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai
dengan gejala yang sangat jelas. Gejala patologik dari sirosis hepatis mencerminkan
proses yang telah berlangsung lama dalam parenkim hepar dan mencakup proses fibrosis
yang berkaitan dengan pembentukan nodul-nodul regeneratif. Kerusakan dari sel-sel hepar
dapat menyebabkan ikterus, edema, koagulopati, dan kelainan metabolik lainnya.(3,5)
Secara lengkap, sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami perubahan menjadi
tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hepar
yang mengalami regenerasi.

ETIOLOGI
Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat alkoholik
sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari sirosis hepatis adalah virus
hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan penyebab yang tidak diketahui(1020%). Adapun beberapa etiologi dari sirosis hepatis antara lain: (3,5)
1.

Virus hepatitis (B,C,dan D)

2.

Alkohol (alcoholic cirrhosis)

3.

Kelainan metabolik :
a.

Hemokromatosis (kelebihan beban besi)

b.

Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)

c.

Defisiensi Alpha l-antitripsin

d.

Glikonosis type-IV

e.

Galaktosemia

f.

Tirosinemia

4.

Kolestasis

5.

Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid )


21

6.

Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan


lain-lain)

7.

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)

8.

Kriptogenik

9.

Sumbatan saluran vena hepatika

DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinik
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit
lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi : (6)

perasaan mudah lelah dan lemah

selera makan berkurang

perasaaan perut kembung

Mual

berat badan menurun

pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
dan hilangnya dorongan seksualitas.

Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila


timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi:

hilangnya rambut badan

gangguan tidur

demam tidak begitu tinggi

(6)

adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan


siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah
atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma.

22

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis
antara lain : (5)
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan
SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase)
meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat disbanding ALT. Namun,
bila enzim ini normal, tidak mengeyampingkan adanya sirosis
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis bilier primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun,
pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol
dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat
pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri
dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi
immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat
sirosis
g. Na-serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan
hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat
adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan
sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

TATALAKSANA
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah

23

kerusakan hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang
masih kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan hati.
1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :

Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik

Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat menghambat


kolagenik

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif

Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi


besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Pada pentakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya


sirosis

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama.


Lamivudin diberikan 100mg secara oral setiap hari selama satu tahun.
Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama
4-6 bulan.

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan


terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1
minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan

2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata


Asites
- Tirah baring
- Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari
- Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa dimonitor dengan
penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema
kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi
dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)
- Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan
pemberian albumin.
Peritonitis Bakterial Spontan
Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti cefotaksim secara
parenteral selama lima hari

atau quinolon secara oral. Mengingat akan


24

rekurennya tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin (400


mg/hari) selama 2-3 minggu.
Varises Esofagus
- Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol)
- Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi
Ensefalopati Hepatik
- Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia
- Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia
- Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam
amino rantai cabang
Sindrom Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR. Oleh karena itu,
pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian utama berupa hindari
pemakaian diuretic agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan yang
berlebihan.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul
varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah,
sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah
muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri
di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku,
karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan
melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak
hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. Fainer dan Halsted pada tahun
1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62%
disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena
erosi lambung.

25

2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum.
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai
koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan,
parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum
sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan
berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses
detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi
portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita
dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah.
Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak
menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang
menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.

PROGNOSIS
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai
sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya
asites, ensefalopati, dan status nutrisi.
Klasifikasi Child-Turcotte berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C berturutturut 100%,80%, dan 45%.(5)

26

Gambar 4. Klasifikasi Modifikasi Child-Pugh(7


DAFTAR PUSTAKA

1. Azer

SA,

Katz

J.

Esophageal

varices

2010.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/175248-overview., Accessed January 6, 2012.


2. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. edisi
4.Jakarta : Media Aesculapius;2014,p.700-2
3. Sutadi

SM.

Sirosis

hati.

Usu

repository.

2003.

Available

at

http://

repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789 /3386/1/ penydalam-srimaryani5.pdf.


Accessed on : 3rd of July 2015.
4. Suyono, Sufiana, Heru, Novianto, Riza, Musrifah. Sonografi sirosis hepatis di RSUD
Dr.

Moewardi.

Kalbe.

2006.

Available

at

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_150_Sonografisirosishepatis.pdf/09_150_So
nografisirosishepatis.html. Accessed on : 3rd of July 2015.
5. Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UI; 2006. hal. 443-53
6. Sulaiman, Akbar, Lesmana, dan Noer.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta :
Jayabadi. 2007
7. Marc S. Sabatine, Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts General
Hospital Handbook of Internal Medicine, 2004, p.106-10.
8. Dite P, Labrecque D, Fried M, Gangl A, Khan AG, Bjorkman D, et al. Esophageal
varices. World gastroenterology organisation practise guideline 2007. Available from:
http://www.worldgastroenterology.org/graded-evidence-access.html.,

Accessed

January 6, 2012.
9. Block B, Schachschal G, Schmidt H. Esophageal varices. In: Block B, Schachschal G,
Schmidt H, eds. Endoscopy of the upper GI Tract. Germany: Grammlich; 2004.p. 85150

27

28

29

You might also like