You are on page 1of 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Stroke
Stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang
terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak (1). Termasuk disini adalah perdarahan sub
araknoid (PSA), perdarahan intra serebral (PIS) dan infark serebral. Yang tidak
termasuk dalam definisi stroke adalah gangguan peredaran darah otak sepintas
(TIA), tumor atau stroke sekunder yang disebabkan oleh trauma (5).
Klasifikasi stroke iskemik terbagi berdasarkan onset terjadinya stroke,
sindroma klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi, dan etiologi. Berdasarkan
onset terjadinya stroke adalah hiperakut (0-6 jam setelah onset), akut (6-24 jam),
subakut (1 hari - 2 minggu), kronis (>2 minggu). Berdasarkan sindroma klinis
yang berhubungan dengan lokasi lesi adalah Total Anterior Circulation Infarct
(TACI), Partial Anterior Circulation Infarct (PACI), Posterior Circulation Infarct
(POCI), Lacunar Infarct (LACI). Berdasarkan etiologi meliputi infark embolik,
infark hemodinamik, lakunar infark (6,7).
B. Anatomi Vaskular Otak
Anatomi vaskular otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid
system) dan posterior (vertebrobasiler). Dasar arteri yang ke otak berasal dari
arkus aorta. Disisi kiri, arteri karotis komunis dan arteri subklavia berasal
langsung dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus brakiosefalika (inominata)
4

berasal dari arkus aorta dan bercabang menjadi arteri subklavia dextra dan arteri
karotis komunis dextra. Di kedua sisi, sirkulasi darah arteri ke otak di sebelah
anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna dan di posterior oleh dua arteri
vertebralis (8,9).

(a)
(b)
Gambar 2.1. a) Peredaran darah arteri otak; b) Circulus arteriosus willisi
Arteri karotis interna bercabang menjadi a. serebri anterior dan a. serebri
media setelah masuk ke kranium melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosus. Kedua arteri tersebut memperdarahi lobus frontalis, parietalis, dan
sebagian temporalis (8,9).
Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen
transversum vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium melalui
foramen magnum, Arteri tersebut menyatu untuk membentuk arteri basilaris
(sistem vertebrobasiler) setinggi pons dan medula di batang otak. Arteri basilaris
bercabang menjadi a. serebelli superior kemudian a. basilaris berjalan ke otak
tengah dan bercabang menjadi sepasang a. serebri posterior (10,11).
Sirkulasi anterior bertemu dengan sirkulasi posterior membentuk suatu
arteri yang disebut circulus willisi. Sirkulasi ini dibentuk oleh arteri serebri
anterior, arteri komunikantes anterior, arteri karotis interna, arteri serebri posterior,
dan arteri komunikantes posterior. Untuk menjamin pemberian darah ke otak,

setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebrobasiler,
yaitu: circulus willisi yang merupakan anyaman arteri di dasar otak, anastomose a.
karotis interna dan a. karotis eksterna di daerah orbita melalui a. oftalmika, serta
hubungan antara sistem vertebral dengan a. karotis interna (12,13).
C. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi oleh karena adanya perubahan aliran darah di otak,
dimana terjadi penurunan aliran darah secara signifikan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi aliran darah otak, antara lain: 1) Keadaan pembuluh darah, dapat
menyempit akibat ateroklerosis atau tersumbat oleh trombus atau embolus;
2) Keadaan darah seperti viskositas darah yang meningkat dan hematokrit yang
meningkat menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat
menyebabkan oksigenasi otak menurun; 3) tekanan darah sistemik memegang
peranan terhadap perfusi otak; 4) kelainan jantung menyebabkan menurunnya
curah jantung serta lepasnya embolus yang menimbulkan iskemia otak (14).
Aliran darah serebral (CBF) merupakan rasio antara volume darah
serebral (CBV) dengan waktu transit rata-rata (MTT), dalam kondisi normal
berkisar 45-110 ml/100gr/mnt. Pada serebral yang mengalami oligemia berkisar
20-40 ml/100gr/mnt. Serebral akan beresiko mengalami infark pada aliran 10-20
ml/100gr/mnt, area itu disebut daerah iskemik penumbra. Pada aliran 10
ml/100gr/mnt dapat terjadi infark yang irreversibel (15,16).

Gambar 2.2. Reaksi jaringan otak akibat penurunan aliran darah otak
Perubahan awal pada neuron terjadi 20 menit setelah iskemia, diawali
dengan terjadi pembengkakan pada mitokondria. Kegagalan pompa natrium dan

kalium menyebabkan peningkatan cairan intraseluler. Akumulasi glutamat akan


mempengaruhi kanal kalsium sehingga juga mengakibatkan meningkatnya cairan
intraseluler. Semua mekanisme ini mengakibatkan edema sitotoksik yang jelas
terlihat pada diffusion-weighted imaging (DWI) MRI. Pada 4-6 jam pasca
iskemia, neuron mulai menyusut, inti menjadi lebih intens dan sitoplasma menjadi
eosinofilik, selanjutnya terjadi penyusutan neuron. Proses ini biasanya terjadi
sampai 24 jam setelah iskemia. Secara makroskopik, infark terlihat sebagai daerah
"pelunakan" otak dengan hilangnya batas antara korteks dengan medula dan
edema lokal dengan pendataran gyri. Edema ini disebabkan edema sitotoksik
intraseluler yang terjadi maksimal antara 24-48 jam. Mekanisme resorpsi dan
reparasi terjadi mulai 24-48 jam, dimulai pada pinggiran infark dan berlanjut
menuju pusatnya. Tahap akhir infark ditandai oleh gliosis, kista ensefalomalasia,
penyusutan gyri (ulegyria), sulci dalam dan dilatasi ventrikel. Tahap patologis
akhir infark terjadi pada minggu ke dua sampai empat, tetapi resorpsi jaringan
nekrotik dapat berlangsung selama beberapa bulan (17,18,19).
D. Diagnosis
Diagnosis stroke iskemik ditegakkan berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan laboratorium, dan


neuroimaging. Peran neuroimaging adalah menyingkirkan kelainan nonvaskular
sebagai penyebab dan menegakkan kelainan vaskular yang mendasari. Pencitraan
awal yang sering digunakan adalah CT scan non kontras dan MRI konvensional.
Pemeriksaan pencitraan yang lain USG carotis, CT Angiografi, CT Perfusi, MRA,
Arteriografi konvensional (20).
Pemeriksaan neuroimaging baik CT scan maupun MRI dapat secara
cepat, tepat dan akurat membedakan antara stroke iskemik dan stroke perdarahan,

selain itu juga dapat mengetahui lokasi infark dan memprediksi respon terapi.
Setelah serangan stroke dengan lesi yang luas, misalnya di daerah kortikal atau
ganglia basalis, gambaran abnormal CT kepala akan muncul setelah 1-3 jam (20).
1. CT Scan Non Kontras (CTNK)
Pemeriksaan CT scan non kontras (CTNK) merupakan pemeriksaan
diagnostik pertama pada kasus stroke akut. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat, tepat dan ketersediaannya luas. Pada kasus darurat, CTNK
dilakukan untuk mendeteksi adanya perdarahan dan tanda awal infark sehingga
akan menentukan terapi yang diberikan. Mengidentifikasi stroke iskemik dengan
CT tidak hanya berguna untuk mengetahui letak infark tetapi juga dapat
memprediksi respon terapi trombolitik (3,20).
CTNK dapat mendeteksi area iskemik pada otak dalam waktu 3-6 jam
setelah timbulnya gejala (hiperakut). Tanda awal yang tampak pada radiologi
berhubungan dengan infark parenkim, gejala sisa seluler dan akibat oklusi
pembuluh darah. Infark serebri akut menghasilkan hipoperfusi serebri dan edema
sitotoksik. Pada fase ini adanya iskemik diidentifikasi sebagai tanda awal infark,
yaitu hilangnya batas area putih abu-abu, penyempitan sulci serta fissura silvii,
nukleus lentiformis tampak mengabur (hipodens), insular ribbon sign dan
hyperattenuating (hyperdense) media sign (3,20).
a. Infark Hiperakut
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada
>50% pasien; tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial

akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik.
Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut adalah sebagai
berikut:

Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal effacement)


Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri.
Infark serebral akut menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik.
Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa seluler dengan cepat menyebabkan
kegagalan pompa natrium-kalium, yang menyebabkan berpindahnya cairan
dari ekstraseluler ke intraseluler dan edema sitotoksik yang lebih lanjut.
Edema serebri dapat dideteksi dalam 1-2 jam setelah gejala muncul. Pada CT
scan terdeteksi sebagai pembengkakan girus dan pendangkalan sulcus serebri
(21).

Gambar 2.3. Infark luas pada area


arteri serebri media kanan dengan
gambaran edema difus hemisfer
serebri kanan yang bermanifestasi
Menghilangnya batas substansia
alba
dan substansia
grisea
serebri
sebagai
pendangkalan
sulcus
serebri
dan obliterasi fissura Sylvii kanan
(panah
Substansia grisea merupakan
areamerah)
yang lebih mudah mengalami iskemia
dibandingkan substansia alba, karena metabolismenya lebih aktif. Karena itu,
menghilangnya diferensiasi substansia alba dan substansia grisea merupakan
gambaran CT scan yang paling awal didapatkan. Gambaran ini disebabkan
oleh influks edema pada substansia grisea. Gambaran ini bisa didapatkan
dalam 6 jam setelah gejala muncul pada 82% pasien dengan iskemia area
arteri serebri media (21).
Gambar 2.4. Menghilangnya batas
substantia alba dan substantia grisea
serebri (panah merah)

10

Insular ribbon sign


Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri
serebri media karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai
kolateral arteri serebri anterior maupun posterior (3,21).

Gambar 2.5. Insular ribbon sign

Hipodensitas nukleus lentiformis


Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat
dalam 2 jam setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah mengalami
kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi bagian proksimal arteri serebri
media

karena

cabang

lentikulostriata

arteri

serebri

media

memvaskularisasi nukleus lentiformis merupakan end vessel (3,21).

yang

11

Gambar 2.6. Hipodensitas nukleus lentiformis

Tanda hiperdensitas arteri serebri media


Gambaran ekstra parenkimal dapat ditemukan paling cepat 90 menit
setelah gejala timbul, yaitu gambaran hiperdensitas pada pembuluh darah
besar, yang biasanya terlihat pada cabang proksimal (segmen M1) arteri
serebri media, walaupun sebenarnya bisa didapatkan pada semua arteri. Arteri
serebri media merupakan pembuluh darah yang paling banyak mensuplai
darah ke otak. Karena itu, oklusi arteri serebri media merupakan penyebab
terbanyak stroke yang berat. Peningkatan densitas ini diduga akibat
melambatnya aliran pembuluh darah lokal karena adanya trombus
intravaskular

atau

menggambarkan

secara

langsung

trombus

yang

menyumbat itu sendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas


arteri serebri media (22,23).

Gambar 2.7. Hiperdensitas arteri cerebri media

Tanda Sylvian dot

12

Hal ini menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri media


(cabang M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fisura Sylvii
(23).

Gambar 2.8. Sylvian dot sign (Distal MCA hyperdense sign)


b. Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), perubahan gambaran CT scan non-kontras
akibat iskemia makin jelas. Hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea
serebri, pendangkalan sulkus serebri, hipodensitas ganglia basalis, dan
hipodensitas insula serebri makin jelas. Distribusi pembuluh darah yang tersumbat
makin jelas pada fase ini (16).
c. Infark Subakut dan Kronis
Selama periode subakut (1-7 hari), edema meluas dan didapatkan efek massa
yang menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal ini
terjadi pada infark yang melibatkan pembuluh darah besar. Edema dan efek massa
memuncak pada hari ke-1 sampai ke-2, kemudian berkurang. Infark kronis
ditandai dengan gambaran hipodensitas dan berkurangnya efek massa. Densitas
daerah infark sama dengan cairan serebrospinal (16).
2. MRI
MRI lebih sensitif dibanding dengan CTNK dalam mendeteksi fase
hiperakut dan akut stroke iskemik (onset <24 jam). Sekuen yang sensitif untuk
mendeteksi hal tersebut adalah DWI, walaupun sekuen lain tetap memegang peran

13

penting dalam mendeteksi stroke iskemik. Gambaran MRI menurut onset


serangan stroke dapat dilihat pada tabel 1 (24).
Tabel 1. Gambaran Stroke Iskemik pada MRI
Sekuen

Hiperakut
0-6 jam

Akut
6-24jam

Early subakut
1-7 hari

Late subakut
8hari-6minggu

T1

Hipointens,girus
menebal,sulci
dangkal,mass effect,
hiperintens
girus(petechial
hemorrhage)
Hiperintens,girus
menebal,sulci
dangkal,mass effect,
hipointens
girus(petechial
hemorrhage)
Hiperintens,girus
menebal,sulci
dangkal,mass effect,
hipointens
girus(petechial
hemorrhage)
Vascular
enhancement,
parenchymal
enhancement
Hiperintens,
hipointens
girus(petechial
hemorrhage)

Hipointens,swelling
berkurang, hiperintens
girus(petechial
hemorrhage)

Hipointens,
cavitasi

Hiperintens,swelling
berkurang

Hiperintens,
cavitasi

Hiperintens,swelling
berkurang

Hiperintens,
hipointens
ditengah
cavitasi

Vascular enhancement
(-), parenchymal
enhancement

Parenchymal
enhancement
(hilang dalam
3 bulan)
Iso
hipointens

T2

Flow void,
Parenkim
normal

Hiperintens

FLAIR

Hiperintens
pembuluh
darah,
Parenkim
normal

Hiperintens

T1 +
gadolinium

Vascular
enhancement

Vascular
enhancement

DWI

Hiperintens

Hiperintens

Hiperintens

Kronik
>6 minggu

Gambaran awal MRI pada stroke akut adalah hiperintens pada DWI,
hiperintens minimal atau tanpa perubahan pada T2 dan FLAIR, hipointens
(blooming) artery sign pada thrombus intravascular akut pada T1, oklusi arteri
pada MRA, tidak adanya arterial flow void karena oklusi pada T2 dan FLAIR,
hyperintens vessel sign karena adanya aliran lambat dan adanya kolateral pada
FLAIR, penurunan atau absen dari kontras pada PWI dinamik dan penurunan atau
absen perfusi pada parameter perfusi PWI (16,24,25).

14

(DWI)

(PWI)

(Blooming artery sign)

You might also like