You are on page 1of 20

MAKALAH

PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


DENGAN ADHD

DI SUSUN OLEH :

NILUH PARMIASIH
(201101029)
DOSEN : Wahyu selfian S.Kep Ns
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
T.A 2014/2015

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan tingkat gangguan
perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan dan
gangguan ini dapat terjadi disekolah maupun di rumah (Isaac, 2005). Pada kira-kira sepertiga
kasus, gejala-gejala menetap sampai dengan masa dewasa (Townsend, 1998). ADHD adalah
salah satu alasan dan masalah kanak-kanak yang paling umum mengapa anak-anak dibawa
untuk diperiksa oleh para professional kesehatan mental. Konsensus pendapat professional
menyatakan bahwa kira-kira 3,05% atau sekitar 2 juta anak-anak usia sekolah mengidap
ADHD (Martin, 1998).
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah sampai tingkat
tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif. Sekitar 30-40% dari
semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan bantuan professional karena masalah
perilaku, datang dengan keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin,
2006). Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi dibandingkan
dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta.
Sedangkan di Amerika Serikat jumlah anak hiperaktif 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena
bila dihitung dari 300 anak yang ada, 15 di antaranya menderita hiperaktif. "Untuk Indonesia
sendiri belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung meningkat
(Pikiran rakyat, 2009).
Dewasa ini, anak ADHD semakin banyak. Sekarang prevalensi anak ADHD di Indonesia
meningkat menjadi sekitar 5% yang berarti 1 dari 20 anak menderita ADHD. Peningkatan ini
disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik ataupun pengaruh lingkungan yang lain,
seperti pengaruh alkohol pada kehamilan, kekurangan omega 3, alergi terhadap suatu
makanan, dll (Verajanti, 2008).

B. Tujuan penulisan

o Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Attention
Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
o Tujuan khusus

Mahasiswa mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh, baik bio psiko, sosio

Mahasiswa mampu menemukan masalah keperawatan yang sering dialami oleh


penderita Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)

Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan anak yang mengalami retardasi


mental

Mahasiswa mampu merumuskan tujuan keperawatan untuk mengatasi masalah anak


dengan Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)

Mahasiswa mampu merumuskan rencana perawatan untuk mengatasi masalah


keperawatan yang dialami anak dengan Attention Deficit Hyperactive Disorder
(ADHD)Mampu melakukan penyusunan rencan evaluasi atas tindakan yang akan
dilakukan pada anak yang menderita Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kelainan hiperaktivitas
kurang

perhatian

yang

sering

ditampakan

sebelum

usia

tahun

dan

dikarakarakteriskan oleh ketidaktepatan perkembangan tidak perhatian, impulsive dan


hiperaktif (Townsend, 1998). ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit
Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit
Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan
kecil di otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis
(Terlalu banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5%

anak usia sekolah menderita ADHD (Permadi, 2009).


ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan neurobiologis
yang ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. Anak ADHD mulai
menunjukkan banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan
pelajaran dengan tenang, belajar berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan
teman sebaya sesuai aturan (Ginanjar, 2009). ADHD adalah gangguan perkembangan
dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anakanak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan
perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu
meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa
kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup, aktifitas berlebihan,
dan suka membuat keributan (Klikdokter, 2008).

B. Etiologi/Penyebab
Menurut Adam (2008) penyebab pasti belum diketahui. Namun papar Hardiono ada
bukti bahwa faktor biologis dan genetis berperan dalam ADHD. Faktor biologis
berpengaruh pada dua neurotransmitter di otak, yaitu dopamine dan norepinefrin.
Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan
social,

serta

mengontrol

aktifitas

fisik.

Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan perasaan.


Faktor lainnya yang berpengaruh adalah lingkungan. Karakter dalam keluarga juga
dapat berperan menimbulkan gejala ADHD. Bahkan dari penelitian di beberapa rumah
tahanan, sebagian besar penghuninya ternyata pernah ADHD pada masa kecilnya.
Demikian juga terjadi pada pengguna narkoba. Belum diketahui apa penyebab pasti
anak-anak menjadi hiperaktif. Namun menurut dunia kedokteran, itu terkait dengan
faktor biologis dan genetik, serta lingkungan

C. Psikopatologi
Sebagian besar profesional sekarang percaya bahwa ADHD terdiri dari tiga masalah
pokok: kesulitan dalam perhatian berkelanjutan, pengendalian atau penghambatan
impuls, kegiatan berlebihan. Beberapa periset, seperti Barkley, menambahkan
masalah-masalah lain seperti kesulitan metauhi peraturan dan instruksi, adanya
vairiabilitas berlebih dalam berespons situasi, khususnya pekerjaan sekolah.
Singkatnya ADHD merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan
ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi tindakan dan
keputusan masa depan. Anak yang mengidap ADHD relative tidak mampu menahan
diri untuk merespons situasi pada saat tertentu. Mereka benar-benar tidak bisa
menunggu. Penyebabnya diperkirakian karena mereka memiliki sumber biologis yang
kuat yang ditemukan pada anak-anak dengan predisposisi keturunan (Martin, 1998).
Beberapa penelitian belum dapat menyimpulkan penyebab pasti dari ADHD. Seperti
halnya dengan gangguan perkembangan lainnya (autisme), beberapa faktor yang
berperan dalam timbulnya ADHD adalah faktor genetik, perkembangan otak saat
kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, Tingkat kecerdasan (IQ), terjadi

disfungsi metabolisme, hormonal, lingkungan fisik dan sosial sekitar, asupan gizi, dan
orang-orang dilingkungan sekitar termasuk keluarga. Beberapa teori yang sering
dikemukakan adalah hubungan antara neurotransmitter dopamine dan epinephrine.
Teori faktor genetik, beberapa penelitian dilakukan bahwa pada keluarga penderita,
selalu disertai dengan penyakit yang sama setidaknya satu orang dalam keluarga dekat.
Orang tua dan saudara penderita ADHD memiliki resiko hingga 2- 8 x terdapat
gangguan ADHD (Klik dokter, 2008).
Teori lain menyebutkan adanya gangguan disfungsi sirkuit neuron di otak yang
dipengaruhi oleh berbagai gangguan neurotransmitter sebagai pengatur gerakan dan
control aktifitas diri. Beberapa faktor resiko yang meningkatkan terjadinya ADHD :
kurangnya deteksi dini, gangguan pada masa kehamilan (infeksi, genetic, keracuanan
obat dan alkohol, rokok dan stress psikogenik), gangguan pada masa persalinan
(premature, postmatur, hambatan persalinan, induksi, kelainan persalinan) (Klikdokter,
2008).
Menurut Isaac (2005) anak dengan ADHD atau attention Deficit Hyperactivity
Disorder mempunyai ciri-ciri anrtara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Sulit memberikan perhatian pada hal-hal kecil


Melakukan kesalahan yang ceroboh dalam pekerjaan sekolah
Sulit berkonsentrasi pada satu aktivitas
Berbicara terus, sekalipun pada saat yang tidak tepat
Berlari-lari dengan cara yang disruptif ketika diminta untuk duduk atau diam
Terus gelisah atau menggeliat
Sulit menunggu giliran
Mudah terdistraksi oleh hal-hal yang terjadi di sekelilingnya
Secara impulasif berkata tanpa berpikir dalam menjawab pertanyaan
Sering salah menempatkan tugas-tugas sekolah, buku atau mainan
Tampak tidak mendengar, sekalipun diajak berbicara secara langsung

Rasio anak laki-laki berbanding perempuan adalah antara 4:1 dalam jenis dan tipe
hiperaktif impulsif dan untuk kurang perhatian rasio anak laki-laki dan perempuan
adalah 1:1. Gejala-gejala ini kurang jelas daripada tipe hiperaktif impulsif yang lebih
demonstratif. Gejala seperti ini diabaikan dan didiagnosis dengan keliru pada banyak
anak. Menurut penelitian Breton yang dilakukan pada 1999, ADHD lebih banyak
dialami oleh anak laki-laki dari pada perempuan, dengan estimasi 204% untuk anak
perempuan dan 6-9% untuk anak laki-laki usia 6-12 tahun. Anak laki-laki ADHD lebih

banyak terjadi karena mereka lebih menunjukkan perilaku menantang dan agresif
dibandingkan dengan anak perempuan (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).
Bisa jadi anak perempuan dengan ADHD tidak teridentifikasi atau tidak tertangkap
gejalanya karena guru-guru gagal dalam mengenali dan mencatat perilaku kurang
perhatian anak perempuan ADHD, kecuali dengan cara membandingkan dengan
simptom-simptom yang digunakan untuk mendiagnosis ADHD dapat pula memberi
sumbangan terhadap perbedaan jenis kelamin pada umumnya (Baihaqi dan Sugiarmin,
2006). Anak ADHD perempuan cenderung lebih memperlihatkan karakteristik
simptom-simptom kurang perhatian/tidak teratur dengan respons kognitif yang lambat,
misalnya pelupa, lesu darah, mengantuk, cenderung daycream, cemas, depresi dan
cenderung berperilaku hiperverbal dibandingkan hiperaktif (Baihaqi dan Sugiarmin,
2006).
Gangguan ADHD dapat merusak hidup anak, menghabiskan banyak energi,
menimbulkan rasa sakit secara emosional, menurunkan harga diri dan secara serius
merusak hubungan kekerabatan atau pertemaan. Banyak anak ADHD cenderung untuk
mengembangkan masalah emosional sekunder, namun ADHD itu sendiri dapat
berkaitan dengan faktor faktor biologis dans ecara primer bukan gangguan
emosional. Meskipun semikian, masalah emosional dan perilaku kerap kali dapat
terlihat pada anak ADHD karena adanya masalah yang dihadapi anak-anak di sekolah,
di rumah d`n di dalam lingkungan sosial mereka (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).

D. Manifestasi Klinik
Menurut Townsend (1998) ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dapat ditemukan
pada anak dengan ADHD antara lain :
1.

Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya mengeliat-geliat.

2.

Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan

3.

Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing

4.

Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatau permainan atau

keadaan di dalam suatu kelompok


5.

Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkanterhadap

pertanyaan-pertanyaan yang belum selesai disampaikan


6.

Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang lain

7.

Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas atau

aktivitas-aktivitas bermain
8.

Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan

lainnya
9.

Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang

10.

Sering berbicara secara berlebihan.

11.

Sering menyela atau mengganggu orang lain

12.

Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang dikatakan

kepadanya
13.

Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas atau

kegiatan-kegiatan

yang

berbahaya

secara

fisik

tanpa

mempertimbangkan

kemungkinan-kemungkinan akibatnya (misalnya berlari-lari di jalan raya tanpa


melihat-lihat).

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak
dengan ADHD antara lain :
1.

Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau hipotiroid

yang memperberat masalah

2.

Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya gangguan otak

organik
3.

Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas,

mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu belajar dan
mengkaji responsivitas social dan perkembangan bahasa
4.

Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala fisik (misalnya

ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi lain, infeksi SSP).

F. Penatalaksanaan Medis dan Perawatan


1.

Perawatan

Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) perawatan yang dapat dilakukan orang tua
terhadap anak yang menderita ADHD antara lain :
1. Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan rumah
2.

Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang merusak di

rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta meningkatkan pro-sosial
dan perilaku regulasi diri
3.

Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas,

meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro sosial dan


regulasi diri
4.

Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di rumah dan

keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan perlakukan tambahan dan


pokok dalam program terapi
5.

Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan individu yang

berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan suami istri
6.

Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan orang tua

anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai permasalahan


umum dan memberi dukungan moral

7.

Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak dapat

membahas permasalahan dan curahan hati probadinya


Menurut Videbeck (2008) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak
dengan Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) antara lain :
8.

Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan :


a) Hentikan perilaku yang tidak aman
b) Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima
c) Berikan pengawasan yang ketat

9.

Meningkatkan performa peran dengan cara :


a) Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan
b) Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang dan bebas dari distraksi
untuk menyelesaikan tugas)

10.

Menyederhanakan instruksi/perintah untuk :


a) Dapatkan perhatian penuh anak
b) Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil
c) Izinkan beristirahat

11. Mengatur rutinitas sehari-hari


a) Tetapkan jadual sehari-hari
b) Minimalkan perubahan
12. Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan mendengarkan perasaan
dan frustasi orang tua
13. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD
Menurut Verayanti (2008) pengaturan nutrisi ini bermanfaat sebagai salah satu cara
yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala pada anak ADHD. Selain tidak
berbahaya, pengaturan nutrisi ini aman digunakan dalam jangka panjang. Bagaimana
nutrisi yang dianggap tepat untuk anak ADHD :
1.

Rendah karbohidrat dan tinggi protein. Untuk makan pagi 60% - 70% protein dan

30% - 40% karbohidrat, makan siang dan makan malam 50% protein dan 50%
karbohidrat. Karbohidrat yang dikonsumsi juga yang merupakan karbohidrat kompleks

sehingga tidak mudah diubah menjadi gula, seperti whole wheat, kacang-kacangan,
dll.
2.

Menghindari bahan-bahan yang membuat alergi pada anak ADHD karena anak

ADHD sangat sensitif sehingga mudah terjadi alergi yang bermanifestasi dalam bentuk
batuk, influenza karena alergi, dll. Bahan-bahan yang harus dihindari seperti MSG,
pewarna, pengawet, juga susu, tepung, kedelai, jagung, telur, kacang, dll.
3.

Rendah gula. Hindari makanan-makanan yang banyak mengandung gula seperti

donat, permen, soft drinks, es krim, dan cokelat. Setiap sendok gula yang berkurang
sangat berguna. Gula menyebabkan usus halus menjadi permeabel terhadap alergen.
Tingginya kadar gula dalam tubuh juga akan mengakibatkan kadar insulin tinggi.
Kadar insulin yang tinggi akan mengakibatkan emosi yang labil sehingga dapat
memperparah keadaan anak ADHD.
4.

Makan banyak sayuran dan buah

5.

Minum banyak air. 80% otak terdiri dari air sehingga dengan meningkatkan

konsumsi air menjadi 7-8 gelas perhari akan baik untuk otak. Teh, susu, juice tidak
termasuk air, jadi hanya air yang dianggap air.
6.

Menghindari makanan yang mengandung salisilat seperti : kacang almond, plum,

prune, apel dan cuka apel, raspberrie, apricot, anggur dan cuka dari anggur, strawberry,
blackberry, teh, ceri, nectarine, tomat, jeruk, timun dan acar, peach, wine dan cuka dari
wine. Salisilat dapat menghambat kerja enzim dalam otak yang berfungsi untuk
mengurangi kesensitifan otak terhadap reaksi alergi.
7.

Mengkonsumsi suplemen seperti vitamin B, zinc, chromium, tembaga, besi,

magnesium, kalsium, amino acid chelates dan flavenoids. Pada anak ADHD sering
terdapat defisiensi zat-zat tersebut karena pengeluaran zat tersebut dari urine secara
berlebihan.
8.

Menghindari paparan logam berat seperti tambalan gigi dari amalgam, kawat gigi

dari nikel, dll.

9.

Kafein dapat digunakan sebagai stimulant susunan saraf pusat yang mempunyai

efek vasodilator yang dibutuhkan oleh otak karena pada anak ADHD terjadi
kekurangan aliran darah ke bagian-bagian otak.
2.

Pengobatan
Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan dengan berbagai
pendekatan

termasuk

program

pendidikan

khusus,

modifikasi

perilaku,

pengobatan melalui obat-obatan dan konseling. Disamping pendekatan yang


kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta
vitamin-vitamin tertentu (Delphie, 2006).
Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan untuk mengobati
ADHD antara lain :
1.

Metilfenidat (Ritalin)
Dosis 10-60 dalam 2 4 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan pantau
supresi nafsu makan yang turun, atau kelambatan pertumbuhan, berikan setelah
makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.

2.

Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall)


Dosis 3-40 dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau
adanya insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu
makan, efek obat lengkap dalam 2 hari

3.

Pemolin (Cylert)
Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi keperawatan pantay
peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat berlangsung 2 minggu
untuk mencapai efek obat yang lengkap
Menurut Permadi (2007) kebanyakan obat yang digunakan dalam menangani
ADHD aman jika mengikuti perintah dokter. Obat-obatan ini mempunyai toleransi
tinggi dan sedikit efek samping. Bagi beberapa anak, pengobatan akan menaikkan
nafsu makan. Jika obat diminum setelah si anak makan, akan banyak mengurangi
efek sampingnya. Beberapa anak yang menggunakan obat untuk ADHD

menunjukkan pertumbuhan badan yang diluar batas normal. Hubungi dokter anda
jika pertumbuhan si anak terlambat.
Sebagian orang tua merasa kawatir bahwa obat yang diminum akan
memgakibatkan si anak menjadi lebih agresif atau nantinya akan membuat dia
ketagihan obat atau minuman beralkohol. Kekawatiran ini tidak dapat dibenarkan.
Pada kenyataannya, anak dengan ADHD yang tidak mendapatkan penanganan
yang baik cenderung lebih agresif atau menjadi ketagihan obat-obatan dan
minuman beralkohol (Permadi, 2007).
Ada banyak cara menangani ADHD tanpa obat dan tidak ada salahnya mencoba
penanganan tanpa obat lebih dahulu, atau memutuskan tidak menggunakan obat
sama sekali. Tetapi sebelum mengambil keputusan mengenai cara penanganan,
pastikan anda sudah mengetahui baik buruknya secara nyata, bukan hanya dari
mendengar saja. Pada umumnya obat yang digunakan dalam penanganan ADHD
sangat aman dan bermanfaat. Minta pendapat seorang dokter atau ahli farmasi
mengenai obat itu. Namun harus diingat pula bahwa semua obat ada efek
sampingnya, tetapi kalau digunakan dengan benar, efek samping itu tidak
berbahaya (Permadi, 2007).
Menurut Permadi (2007) pengobatan ADHD sama dengan kacamata bagi
penderita rabun dan bisa menolong sipenderita memusatkan perhatian. Tidak perlu
malu karena minum obat untuk ADHD. Obat itu tidak membuat penderita ADHD
merasa bodoh. Bicarakan kekawatiran anda mengenai pengobatan pada dokter dan
tanyakan si anak mengenai kekawatiran mereka.
Jenis Jenis Pengobatan :
1.

Stimulan merupakan obat yang paling banyak dipergunakan untuk ADHD. Dalam
kelompok stimulan terdapat Adderall (gabungan garam dari amphtamine),
DextroStat (dextroamphetamine sulfate), dan Ritalin (methylphenidate HCL).
Stimulan bereaksi cepat dan efek sampingnya ringan. Disebut stimulan karena
bisa memberikan energi bagi mental untuk memusatkan perhatian pada apa yang
sedang dikerjakan. Pengobatan ada yang diberikan dalam dosis dobel dalam
sehari.

2.

TCA (Tri-Cyclic Antidepressants) merupakan jenis anti depresi. TCA sangat


efektif untuk mengatasi suasana hati yang berubah-ubah dan diminum hanya satu
kali dalam sehari. Namun TCA bekerja lebih lambat dan lebih berisiko dalam
penggunaannya. Jika pengobatan dengan stimulan tidak menolong TCA boleh
dicoba.

3.

Wellbutrin ( buproprion ) merupakan jenis antidepresan yang telah dipergunakan


dalam pengobatan ADHD meskipun belum mendapat persetujuan dari FDA. Obat
ini bukan TCA, tetapi mempunyai kegunaan dan efek samping yang sama.

4.

Catapres (clonidine) dulunya dipergunakan untuk pengobatan penyakit darah


tinggi. Obat ini dipergunakan dalam pengobatan ADHD, terutama bagi penderita
gejala hiperaktif dan impulsif, meskipun juga belum mendapat persetujuan FDA.
Obat ini berbentuk kecil atau pil. Anak-anak yang diberi Catapres akan menjadi
ngantuk.

F.Treatment (Penanganan)
Ada beberapa cara yang digunakan dalam memberi layanan kepada anak-anak
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali
Dengan cara dinding dan langit-langit yang kedap suara, pemasangan karpet di
lantai, jendela ditutup dengan kain atau kaca baru, lemari dan rak buku ditata
sehingga isinya tidak tampak, tidak ada dekorasi pada papan tulis atau majalah

dinding, sediakan meja tulis yang tertutup de depan dan disampingnya sehingga
anak dapat bekerja sendiri tanpa gangguan, kegiatan sehari-hari berjalan secara
rutin dengan hanya sedikit variasi, tetapkanlah apa yang diharapkan dari anak dan
jelaskan hal itu serta pemberisn konsekuensi secara konsisten.
2. Modifikasi materi dan strategi pembelajaran
Pengaturan materi pembelajaran misalnya dengan memisahkan gambar dengan
bacaan atau soal matematika dengan penjelasannya masing-masing pada halaman
yang berbeda.
3. Modifikasi tingkah laku
4 . Impulsivitas
Jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa bereaksi cepat tanpa
berfikir panjang dalam situasi social maupun tugas-tugas akademik. Impulsive
disebabkan oleh factor keturunan, cemas, factor budaya, disfungsi saraf, perilaku
yang dipelajari dari lingkungan dan factor ego serta super ego yang tidak
berkembang. Adapun beberapa metode untuk mengendalikan impulsive, yaitu:
1. Melatih verbalisasi aktivitasnya untuk mengendalikan perilakunya
2. Modifikasi tingkah laku.
3. Mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak seperti keterampilan
memusatkan

perhatian,

menghindari

gangguan/stimulant

pengganggu,

mengembangkan keterampilan mengingat, menghargai perasaan


4. Mendiskusikan perilaku anak antara guru dengan anak itu sendiri untuk
memperoleh pemahaman akan masalah perilaku anak itu
5. Wawancara dengan anak segera setelah perilaku terjadi untuk melihat apa yang
terjadi, megapa terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
masalah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan kiperaktivitas atau yang lebih
dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui
dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih
merupakan persoalan yang kontroversial dan banyak dipersoalkan di dunia
pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah kita lihat seperti:
seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak;
atau anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada
proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas; atau
seorang anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke

hal lain.
ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan masalah
dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan
dengan perkembangan usia anak. Jadi disini, ADHD lebih kepada kegagalan
perkembangan dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja dalam menghambat
monitoring dan kontrol diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi

selama ini. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain dalam
memelihara perhatian, termasuk dalam kemampuan membedakan reward segera
dengan keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan datang (Barkley,

1998).
Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat
dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya kemampuan
memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas. Penyebab ADHD yang
tepat belum diketahui dengan jelas, sering dianggap 'disfungsi otak minimal',
karena percaya ada kerusakan ringan pada otak. Mereka menemukan bahwa
struktur yang menghubungkan kedua belahan otak dan daerah yang mengendalikan

ingatan (memori) serta emosi berukuran lebih kecil pada penderita ADHD.
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan ADHD, namun telah
tersedia beberapa pilihan tritmen yang telah terbukti efektif untuk menangani
anak-anak dengan gejala ADHD. Strategi penanganan tersebut melibatkan aspek
farmasi, perilaku, dan metode multimodal. Metode perubahan perilaku bertujuan
untuk memodifikasi lingkungan fisik dan sosial anak untuk mendukung perubahan
perilaku (AAP, 2001). Pihak yang dilibatkan biasanya adalah orang tua, guru,
psikolog, terapis kesehatan mental, dan dokter. Tipe pendekatan perilakuan
meliputi training perilaku untuk guru dan orang tua, program yang sistematik
untuk anak (penguatan positif dan token economy), terapi perilaku klinis (training
pemecahan masalah dan ketrampilan sosial), dan tritmen kognitif-perilakuan/CBT
(monitoring diri, self-reinforcement, instruksi verbal untuk diri sendiri, dan lainlain) (AAP, 2001). Metode farmasi meliputi penggunaan psikostimulan,
antidepresan, obat untuk cemas, antipsikotik, dan stabilisator suasana hati (NIMH,
2000). Harus diperhatikan bahwa penggunaan obat-obatan ini harus dibawah
pengawasan ketat dokter dan ahli farmasi yang terus-menerus melakukan evaluasi
terhadap efektivitas penggunaan dan dampaknya terhadap subjek tertentu.
B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan anak pada retardasi mental maka disarankan :
1.

Perawat

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan ADHD dapat
melibatkan anak dalam brain Gym untik memfokuskan perhatian anak. Anak
ADHD mengalami kesulitan untuk fokus dan berlaku berlebihan (hiperaktif) yang
dapat mengganggu teman-temannya. Melihat dari permasalahan tersebut, maka
pada proyek tugas akhir ini, penulis ingin memberikan solusi dalam penyembuhan
anak ADHD melalui metode Brain Gym yang dipercaya dapat memberikan efek
baik kepada anak ADHD. Metode yang digunakan dari Brain Gym adalah metode
untuk latihan koordinasi otak. Latihan koordinasi otak ini ditujukan untuk melatih
fokus anak ADHD.
2.

Sekolah

Sekolah dapat bekerja sama dengan keluarga dan para dokter untuk membantu
anak ADHD di sekolah. Komunikasi terbuka antara orangtua dan staf sekolah
dapat merupakan kunci keberhasilan anak. Para guru seringkali merupakan pihak
yang pertama dalam mengenali perilaku seperti ADHD serta dapat memberikan
informasi yang berguna kepada orangtua, penanggung-jawab, dan dokter yang
dapat

membantu

diagnosa

dan

pengobatan.

Para guru dan orangtua juga dapat bekerja-sama untuk pemecahan masalah dan
merencanakan cara-cara untuk membantu pelajaran anak baik di rumah maupun di
sekolah.
3.

Keluarga/Orang tua

Keluarga atau orang tua dalam membantu anak yang menderita ADHD harus
memberikan perawatan anak dengan metode yang berbeda dengan anak yang
normal. Oleh karena itu hendaknya orang tua atau keluarga menyusun kegiatan
sehingga anak mempunyai rutinitas yang sama tiap hari, mengatur kegiatan
harian, menggunakan jadwal untuk pekerjaan rumah, dan memperpertahankan
aturan secara konsisten dan berimbang.

DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi, MIF, Sugiarmin, M. (2006). Memahami Anak ADHD. Cetakan I. Bandung :
Penerbit PT Refika Aditama

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan


Inklusi. Cetakan I. Bandung : penerbit PT Refika Aditama

Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan


keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ginanjar,

A.S.

(2009).

Penanganan

Terpadu

Bagi

Anak

Autis.

http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/media. Diakses tanggal 18 April 2009

Isaac, A. (2005). Panduan Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik (terjemahan). Edisi
3. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

Klikdokter. (2008). ADHD. http://www.klikdokter.com/illness/detail/47. Diakses tanggal


18 April 2009

Martin, G. I. (1998). Terapi Untuk Anak ADHD (terjemahan). Cetakan II. Jakarta :
Penerbit BIP Kelompok Gramedia

You might also like