Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan data dari World Bank (2015), rata-rata cakupan ASI eksklusif di
dunia dalam kurun waktu 2005-2015 cenderung meningkat, dari 29,33% pada
tahun 2005 menjadi 56,20% pada tahun 2015, dengan peningkatan rata-rata
sekitar +1,54% per tahun. Tren peningkatan rata-rata cakupan ASI ekslusif di
dunia tersebut sangat dipengaruhi oleh tren peningkatan yang terjadi di negaranegara berkembang, dari 29,33% pada Tahun 2005 menjadi 56,20% pada Tahun
2015, dengan peningkatan rata-rata sekitar +1,76% per tahun. Sedangkan sejak
tahun 2008, justru terjadi tren penurunan di negara-negara maju, dari 98,13% pada
Tahun 2008 turun menjadi 32,80% pada tahun 2014, dengan penurunan rata-rata
sekitar -4,65% per tahun.
Tren peningkatan cakupan ASI eksklusif di negara-negara berkembang
tersebut dikonfirmasi oleh Cai, et al. (2012), berdasarkan perbandingan data pada
tahun 1995 dan tahun 2010, dimana terjadi peningkatan dari 33% pada tahun
1995 menjadi 39% pada tahun 2010 di negara-negara berkembang. Sedangkan
dampak tren peningkatan cakupan ASI eksklusif di negara-negara berkembang
tersebut pada tren peningkatan cakupan ASI eksklusif secara global juga telah
dikonfirmasi oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Cai, et al. (2015).
Berdasarkan data dari UNICEF (2014), rata-rata cakupan ASI eksklusif di
Indonesia dalam kurun waktu tahun 2009-2013 adalah sekitar 41,50%, yang
menempatkan Indonesia pada urutan ke-46 di dunia; dengan negara pada posisi 5
besar berturut-turut adalah: Rwanda (85%), Sri Lanka (76%), Kepulauan Solomon
(74%), Kamboja (74%), dan Peru (72%).
Berdasarkan hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), cakupan ASI eksklusif di Indonesia
dalam kurun waktu 2007-2013 cenderung meningkat, dari hanya berkisar 30,30%
pada tahun 2007 menjadi 56,59% pada tahun 2013, namun dengan rata-rata
peningkatan yang relatif rendah, yaitu hanya sekitar +0,02% per tahun
(BAPPENAS, 2011; Infodatin Kemenkes, 2014a; dan Infodatin Kemenkes,
2014b).
Di samping itu, angka cakupan ASI eksklusif berdasarkan data statistik
tersebut masih berada jauh di bawah target pencapaian pembangunan kesehatan
anak oleh pemerintah Indonesia yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional
Pangan dan Gizi 2011-2015, yaitu dalam rangka mengungkit kenaikan cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi, sebesar paling tidak 80% pada tahun 2015
(BAPPENAS, 2011).
Berdasarkan data dari Kemenkes tentang cakupan ASI eksklusif dari setiap
provinsi di Indonesia pada tahun 2013, menempatkan Provinsi Jawa Barat pada
posisi ke-2 terendah di Indonesia, dengan angka cakupan sebesar 33,70%
(Infodatin Kemenkes, 2014a); yang
Provinsi Jawa Barat, tercatat mencapai angka cakupan ASI eksklusif sebesar
sekitar 48,08% pada tahun 2013 (Dinkes Kabupaten Bogor, 2014); yang masih
berada di bawah rata-rata nasional maupun target pencapaian pembangunan
kesehatan nasional oleh pemerintah.
Berdasarkan rekam data tahun 2013-2015, cakupan ASI eksklusif di
Puskesmas Sukaresmi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat, juga cenderung mengalami kenaikan sekitar +1,13% per tahun; yaitu dari
angka cakupan 57,25% pada tahun 2013, meningkat menjadi 58,8% pada tahun
2014 dan 59,50% pada tahun 2015. Namun, meskipun terjadi peningkatan, angka
cakupan ASI eksklusif tersebut masih jauh di bawah target cakupan ASI eksklusif
sebesar 80%.
Sebagaimana dikatakan oleh Stevens, et al. (2013) bahwa kondisi angka
cakupan ASI eksklusif yang relatif rendah telah terjadi sejak tahun 80-an, yaitu
ketika produk-produk industri pengolahan susu formula mulai diiklankan ke
publik sebagai pengganti ASI.
Tentu saja, fenomena tergantikannya ASI (breast feeding) oleh susu formula
(bottle feeding) menimbulkan kekhawatiran, terutama jika sampai terjadi di
wilayah pedesaan negara-negara berkembang. Kekhawatiran tersebut tidak hanya
didasarkan pada pertimbangan ekonomi semata dimana taksiran biaya yang
harus dikeluarkan oleh setiap rumah tangga di wilayah pedesaan negara-negara
berkembang untuk membeli susu formula paling tidak mencapai sepertiga dari
total pendapatan rumah tangga namun juga didasarkan pada argumentasi bahwa
eksklusif yang dicapai pada tahun 2015 tersebut masih jauh berada di bawah
target Rencana Aksi Nasional Pangan Dan Gizi 2011-2015 sebesar 80%.
Sebagaimana telah diuraikan pula di atas, data tersebut mengkhawatirkan, karena
dampaknya yang nyata pada ancaman kesehatan bayi.
Sehingga, rumusan masalah dalam penelitian ini terletak pada belum
dipahaminya faktor-faktor penting yang berhubungan dengan pengambilan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.
10
2.
2.
3.
memperkuat
berkepentingan
dukungan
(stakeholders)
dari
untuk
pihak-pihak
yang
program-program
11
12
menunjang keaslian (novelty) serta inovasi yang dilakukan dalam penelitian ini.
Rangkuman dari beberapa hasil penelitian yang dijadikan kajian pustaka dalam
penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.6.
1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan disusun dalam sistematika sebagai berikut:
1. Dalam Bab I, diuraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah,
tujuan, ruang lingkup, manfaat serta keaslian dari penelitian.
2. Selanjutnya, dalam Bab II, diuraikan tinjuan pustaka yang relevan, yang
menjadi basis pertimbangan teoritis dalam melakukan penelitian serta
untuk
benchmarking
dengan
hasil-hasil
dari
penelitian-penelitian
terdahulu.
3. Dalam Bab III, diuraikan kerangka konsep, definisi operasional, serta
hipotesis penelitian.
4. Dalam Bab IV, diuraikan tentang desain penelitian, lokasi dan waktu
penelitian, serta populasi dan sampel penelitian.
5. Hasil-hasil penelitian dijelaskan secara umum dalam Bab V dengan
rincian hasil disertakan dalam lampiran.
6. Selanjutnya, hasil-hasil penelitian tersebut dibahas dalam Bab VI dan
akhirnya disimpulkan dalam Bab VII.
13
14
15
16