You are on page 1of 17

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI.....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................

1.1

Latar Belakang.......................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................

2.1 Definisi dan batasan infeksi nosokomial....


4

2.2 Epidemiologi...............................................................

2.3 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial...........

2.4 Cara Penularan Infeksi Nosokomial .....................

2.5 Dampak Infeksi Nosokomial.......................................

2.6 Pengelolaan Infeksi Nosokomial.................................

2.7 Pencegahan Infeksi Nosokomial.................................

2.8

Peran

Dokter

Muda

dalam

Pengendalian

Infeksi

Nosokomial...................................................

13

BAB III KESIMPULAN.....................................................................

16

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

17

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai sebuah unit pelayanan medis, rumah sakit akan selalu
merawat penderita-penderita dengan kasus infeksi. Penderita ini dapat
dipulangkan sebagai reservoir mikroba pathogen yang potensial bagi
penderita lainnya. Seperti diketahui, banyak cara mikroba pathogen
berinvasi ke penderita sehingga banyak kemungkinan penderita yang
sedang

dalam

perawatan

terjangkit

infeksi

nosokomial

dan

pada

umummnya mikroba pathogen ini telah resisiten terhadap sejumlah


antibiotic.1
Terjadinya infeksi nosokomial menunjukkan bahwa kewaspadaan
standar yang ada tidak berjalan dengan efektif. Kewaspadaan standar
merupakan pedoman kerja bagi semua petugas untuk dilaksanakan dalam
upaya pencegahan infeksi. Semua prosedur dan tindakan medis serta
perawatan

sangat

mempersiapkan

beresiko

sterilitas

termasuk

peralatan

juga
medis

di

sini

dan

pelaksanaan
pemanfaatan/

penggunaan alat pelindung diri.1

Munculnya infeksi nosokomial ini sangat merugikan penderita


antara lain hari rawat menjadi lebih panjang serta akibat subjektifnya
adalah penderitaan fisik dan psikis akan bertambah berat dan hal ini
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta beban biaya akan
meningkat.

Untuk

mengantisipasi

munculnya

infeksi

nosokomial,

semua

petugas disemua unit kerja harus menyadari dan ikut berperan aktif
dalam upaya mengamankan penderita dari invasi mikroba pathogen
dengan cara menerapkan kewaspadaan

standar sebaik-baiknya. Dalam

hal ini penulis akan membahas tentang dokter muda sebagai bagian dari
tenaga medis yang berperan penting dalam upaya pencegahan infeksi
nosokomial.1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan batasan infeksi nosokomial


Dokter muda adalah sarjana lulusan perguruan tinggi pendidikan dokter yang
menjalankan profesi disarana kesehatan yang telah ditunjuk sebelum memperoleh hak
untuk mendapatkan surat ijin praktek yang ditetapkan konsul kedokteran indonesia.
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu
pasien dirawat di Rumah Sakit. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai
penyebabnya adalah mikro organisme atau bakteri yang sudah resisten terhadap anti
biotika. 2
Suatu infeksi dapat disebut infeksi nosokomial bila memenuhi kriteria sebagai
berikut

1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi
tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak
mulai dirawat.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi
terbukti bahwa infeksi didapat penderita pada waktu

2.2 Epidemiologi
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak
di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit- penyakit
infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh
WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang
berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan
adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.2
Perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi sedikit
demi sedikit menurunkan resiko infeksi nosokomial. Namun semakin meningkatnya
pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik,
super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi
nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya
5

2.3 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial3


Sesara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri dari 2
bagian besar yaitu fakktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh
dan kondisi-kondisi lokal) dan faktor eksogen (lama penderita dirawat, kelompok
yang merawat, alat medis, serta lingkungan).
Mekanisme pasien terkena infeksi nosokomial adalah pasien mendapat infeksi
nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi), melalui petugas yang merawat di
RS, melalui pasien yang dirawat ditempat atau diruangan yang sama, melalui
keluarga pasien yang bekunjung, melalui peralatan yang dipakai.

2.4 Cara Penularan Infeksi Nosokomial


1. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet.
Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu,
misalnya person to person pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral.
Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara
(biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi
oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.
2. Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat
menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common
vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
6

Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil
sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran
pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas
(staphylococcus) dan tuberculosis.
4. Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara
eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang
menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat. Penularan
secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat terjadi
perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak
mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea)
2.5 Dampak Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :


1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat
yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang
tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan
meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal
dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.
2.6 Pengelolaan Infeksi Nosokomial

Seperti diketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses perawatan, yaitu
penderita harus menjalani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang
berkesinambungan. Daya tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap infeksi
penyakit. Masuk mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari
penderita, dimana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :
1. penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
2. petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)
3. peralatan medis yang digunakan
4. tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
5. tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar
operasi dan kamar bersalin
6. makanan dan minuman yang disajikan
7. lingkungan rumah sakit secara umum
Semua unsur diatas, besar atau kecil dapat memberi kontribusi terjadinya infeksi
nosokomial. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit saat
ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran manajemen rumah sakit. Dimulai
dari direktur,, wakil direktur
pelayanan medis, wakil direktur umum, kepala UPF, para dokter, bidan/perawat, dll.
Objek pengendalian infeksi nosokomial adalah mikroba patogen yang dapat berasal
dari unsur-unsur di atas. Untuk dapat mengendalikannya diperlukan adanya
mekanisme kerja atau sistem yang bersifat lintas sektoral/bagian dan diperlukan
adanya sebuah wadah atau organisasi di luar strktur organisasi rumah sakit yang telah
ada. Adanya sebuah organisasi dengan tugas/pekerjaan sebagai pengendali mikroba
8

patogen, adanya sejumlah personel disertai pembagian tuga, serta adanya sistem kerja
baku, maka tugas Panitia Medik Pengendalian Infeksi adalah mengelola (managing)
unsur-unsur penyebab timbulnya infeksi nosokomial. Pencegahan artinya jangan
sampai timbul, sedangkan pengendalian artinya meminimalisasi timbulnya resiko.
Dengan demikian tugas utama Panitia Medik Pengendalian adalah mencegah dan
mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba
yang berasal dari sumber di sekitar penderita yang sedang sakit

2.7 Pencegahan Infeksi Nosokomial1,5


Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pencegahan infeksi
nosokomial salah satunya yakni pembersihan yang rutin sangat penting untuk
meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu,
minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat
pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan
dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis
yang telah dipakai berkali-kali. Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di
banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama
bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat
menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik
akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu,
rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan
pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya
9

pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas
dapat menggunakan panas matahari. Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama
pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien.
Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan
membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
a. Mempunyai kriteria membunuh kuman
b. Mempunyai efek sebagai detergen
c. Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan
protein.
d. Tidak sulit digunakan
e. Tidak mudah menguap
f. Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas
maupun pasien
g. Efektif
h. Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
Dengan menggunakan Standar kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain:
1. Cuci Tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari
tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena
banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan,
sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang
lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan
10

tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang
perlu diingat adalah mencuci tangan saat:
a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi.
b. Segera setelah melepas sarung tangan.
c. Di antara sentuhan dengan pasien.
2. Sarung Tangan
a. Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.
b. Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.
3. Masker, Kaca Mata, Masker Muka
a. Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata,
hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.
4. Baju Pelindung
a. Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
b. Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung
dengan darah atau cairan tubuh
5. Kain
a. Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lender
b. Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan
pasien
6. Peralatan Perawatan Pasien
a. Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung
dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan
lingkungan
11

b. Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali.


7. Pembersihan Lingkungan
a. Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan
perlengkapan dalam ruang perawatan pasien
8. Instrumen Tajam
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan
di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang
dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya
penyuntikan antibiotika). Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik
maka diperlukan:
a. Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
b. Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
c. Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum
bekas dengan tangan
d. Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus
tusukan
e. Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
f. Pergunakan jarum steril
g. Penggunaan alat suntik yang disposabel
9. Resusitasi Pasien
a. Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk
menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut
10. Penempatan Pasien
12

a. Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi / isolasi.


Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu
pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang
penularannya

melalui udara, contohnya

tuberkulosis, dan SARS, yang

mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya


DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia
dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari
infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di
dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup
dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam
satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita
melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama
mereka menderita penyakit yang sama
2.8 Peran dokter dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial.
Menurut Daschner, dokter yang menjadi anggota organisasi pengendalian
infeksi nosokomial, harus berkualitas profesional dan merupakan kombinasi antara:
ahli penyakit infeksi, ahli mikrobiologi, ahli epidemiologi, social worker, psikolog,
guru, ahli riset, ahli terapi antibiotika, polisi/investigator, arsitek dan partner baik dari
perawatan. Secara umum dokter tersebut hams memiliki kualifikasi umum : punya
interest, wakil kelompok besar, punya wibawa, komunikatif, ahli dalam bidangnya,
dan tekun; dan secara khusus mempunyai pengetahuan yang cukup dalam bidang :
epidemiologi, bakteriologi - penyakit infeksi, antibiotika, antiseptik - desinfektan,

13

disposal, hospital architecture, psikologi, dan cukup mengenal masalah UPF;


sehingga secara umum dapat disimpulkan kualitas mereka adalah mempunyai lima
unsur : good manager, good doctor, good scholar, good teacher, good researcher.
Secara fungsional, dokter mempunyai peran sebagai berikut:
I. Dalam komite : Memimpin untuk : pembuatan kebijakan, rapat rutin (1 bulan
sekali), penentuan keputusan penting dalam keadaan KLB, dan menghimpun laporan
penting.
II. Dalam tingkat team : Memimpin untuk : Penjabaran kebijakan, pelatihan dan
pengajaran staf, Surveilan, Pelaporan KLB, dan Rapat rutin (1 minggu sekali).
III. Dalam pelaksanaan harian (tingkat UPF) punya peran sebagai berikut :
Catatan Medis/LPD Khusus
Pelaksanaan SOP.
Dokter muda berinteraksi langsung dengan pasien, oleh karena itu peran dokter muda
dalam mencegah infeksi nosokomial sangat vital. Upaya-upaya yang bisa dilakukan
dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan universal precaution dalam semua tindakan.
2. Imunisasi guna meningkatkan kekebalan tubuh.
3. Alat perlindungan diri dalam bekerja.
4. Profesionalisme dalam bekerja, menerapkan tindakan septik dan aseptik, sterilisasi
dan disinfektan dengan benar.
5. Managemen setelah terpapar sumber infeksi.
Universal precaution penting perannya dalam mencegah terjadinya infeksi
nosokomial. Dengan waspada terhadap semua pasien membawa suatu penyakit dalam
14

tubuhnya yang bisa ditularkan melewati berbagai cara akan membuat dokter muda
bertindak dengan waspada terhadap segala sesuatu dari tubuh pasien baik berupa
darah, urin, air liur, fases dan muntahan. Tindakan- tindakan dalam universal
precaution meliputi :
Pemberian vaksinasi pada dokter muda dapat mencegah penyebaran infeksi HBV
khususnya dan infeksi nosokomial umumnya. Alat perlindungan diri seperti masker
sangat penting dalam mencegah tertular penyakit pernafasan seperti TB. Alat
perlindungan diri harus dipakai oleh dokter muda guna mencegah terinfeksi dan
menularkan penyakit. Profesionalisme dalam bekerja, tidak melakukan kesalahan dan
efektik dalam segala tindakan medis akan menurunkan resiko tertularnya infeksi dari
penderita. Semisal dalam manajemen luka, tindakan aseptis harus benar dan skill
operator harus sesuai protap agar luka sembuh optimal dan tidak menjadi tempat
masuknya infeksi lainnya. Perlunya pematangan pengetahuan dan skill dokter muda
dalam segala tindakan medis besar perannya dalam mencegah infeksi nosokomial.
Managemen setelah terpapar sumber infeksi meliputi darah dan cairan dari pasien
atau sumber lainnya besar manfaatnya guna mencegah terinfeksi penyakit. Darah
yang menempel harus dicuci bersih dan antiseptik dipakai guna membunuh kuman
penyakit. Alat alat setelah selesai dipakai ditempatkan pada cairan disinfektan dan
dilakukan metide disinfeksi yang sesuai guna menghindari adanya penularan penyakit
pada pemakaia selanjutnya.1,4,5

15

BAB 3
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu
pasien dirawat di Rumah Sakit. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai
penyebabnya adalah mikro organisme atau bakteri yang sudah resisten terhadap anti
biotika. Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian
terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakitpenyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Upaya yang dapat dilakukan dokter
muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah menerapkan universal precaution
dalam semua tindakan, imunisasi guna meningkatkan kekebalan tubuh, alat
perlindungan diri dalam bekerja, profesionalisme dalam bekerja, menerapkan
tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan dengan benar serta managemen
setelah terpapar sumber infeksi. Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan infeksi

16

nosokomial dapat dicegah dan peningkatan pelayanan kesehatan dapat tercapai sesuai
tujuan mencapai kesehatan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Darmadi. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya, Salemba


Medika, Jakarta, 2008.
2. Harry Wahyudi, 2006, Infeksi Nosokomial, http://www.ossmed.com/ diakses
tanggal 22 maret 2012..
3. Parhusip. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial
Serta Pengendaliannya .FK-USU Medan 2005.
4. Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta;
2001
5. Pohan, HT. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Pusat
Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
Jakarta;2004

17

You might also like